Konflik Nilai-nilai Utama Suku Batak Toba

65

3.2.9 Konflik

Konflik dalam kehidupan orang Toba memicu kemandirian dalam dinamika kehidupan sekaligus melatih orang Batak Toba untuk tidak lari dari situasi konflik. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu memiliki mekanisme untuk meyelesaikan setiap konflik melalui musyawarah keluarga dekat, rapat adat ataupun rapat warga. Akar konflik terletak pada nilai budaya 3H. perjuangan meraih tujuan misi budaya 3H merupakan perjuangan sepanjang masa. Dalam proses sosialisasi orang Batak Toba, hidup berkonflik menjadi bagian yang terpadu menyatu dengan komponen sosialisasi lainnya. Sejak kecil dalam keluarga batin, anak telah terbiasa melihat, mendengar, terlibat atau dilibatkan bahkan melibatkan diri dalam konflik. Dalam pengalamannya, anak merasakan dan menghayati bahwa hampir segala segi kehidupan dapat menjadi sumber konflik. Segi positif berkonflik ini adalah proses sosialisasi yang menyangkut latihan berkesinambungan untuk mampu menganalisa setiap persoalan. Konflik dipandang dari sudut lain, merupakan komponen yang penting dalam proses sosialisasi orang Batak Toba. Dengan konflik proses seleksi tokoh dapat berlangsung. Tokoh di gembleng sejak kecil untuk senantiasa berhadapan dengan berbagai konflik, dia terlibat dari awal konflik sampai konflik itu di selesaikan. Proses melibatkan atau dilibatkan dalam suasana konflik, mendidik masyarakat Batak Toba menjadi orang yang terbuka. Hal ini dapat dipahami karena hampir tidak ada konflik yang disembunyikan. Berkonflik dalam masyarakat Batak Toba bukanlah suatu aib. Universitas Sumatera Utara 66 Keterlibatan keluarga dekat yang terdiri dari unsur Dalihan na Tolu terbukti bahwa konflik bukanlah hal yang ditutupi karena masalah konflik ini sebagian besar dibicarakan dalam rapat adat. Dalam kasus tertentu, kehadiran tokoh masyarakat dalam menyelesaikan konflik dapat diterima. Secara khusus pula, hula-hula mengambil bagian aktif untuk menyelesaikan konflik yang baru terjadi, yang disebut terakhir ini berada dalam posisi sebagai penerima pesan penyelesaian konflik. Berbagai bukti sejarah menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu kala dan bahkan hingga saat ini orang Batak Toba selalu terlibat dalam konflik. Pada masa dahulu orang Batak Toba selalu terlibat dalam konflik antar desa, antar marga dan bahkan dalam keluarga. Potensi konflik pada orang Batak Toba terlihat manakala mereka saling berinteraksi baik dalam suasana suka maupun suasana duka. Cara berkomunikasi dengan suara yang keras, cepat dan sering mempunyai emosi sepertinya telah terjadi pertengkaran menjadi stereotip etnis ini. Akibatnya ada anggapan etnis lainnya yang mengatakan orang Batak Toba gemar berkelahi. Konflik pada orang Batak Toba ini tidak hanya terbatas pada kalangan rendah saja, atau orang-orang yang tinggal di desa, tetapi lebih daripada itu dan tidak mengenal batas wilayah. Konflik terjadi pada orang Batak Toba yang tinggal di kota, bahkan dari keluarga-keluarga kaya atau pejabat, berpendidikan atau tidak berpendidikan. Konflik pada dasarnya adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang terbatas jumlahnya. Pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud memperoleh barang Universitas Sumatera Utara 67 yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka. Konflik ini dapat berlangsung antara individu, perkumpulan atau antara individu dengan perkumpulan. Biasanya inti persoalannya atau penyebab terjadi konflik berkaitan dengan upaya memperoleh kehormatan hasangapon , kekayaan hamoraon dan kesejahteraan hagabeon . Membahas sembilan nilai-nilai utama orang Batak Toba, yaitu dalihan na tolu kekerabatan, religius, hagabeon , hamoraon , hasangapon , hamajuon , hukum¸ panganyoman , konflik, maka menurut Usman Pelly dalam Sinulingga dkk, 2004, kesembilan nilai budaya orang Batak Toba tersebut apabila diperas atau dilihat substansinya, dapat dirumuskan ke dalam tiga nilai yang penting, yaitu hamoraon , hagabeon , dan hasangapon 47 . Nilai budaya yang menjadi tujuan dan pandangan hidup ideal asli orang Batak Toba dirumuskan di dalam rangkaian tiga kata yang secara eksistensial saling mendukung yaitu hamoraon , hagabeon , hasangapon , kekayaan, keturunan dan kehormatan. Metode pencapaian pandangan hidup diatur oleh struktur sosial Dalihan na Tolu yang keberadaannya berdasar kepada sistem garis keturunan kebapaan berwujud marga. Kemudian aplikasi struktur itu dijabarkan di dalam sistem sosial berupa tatanan adat istiadat, kepercayaan dan idealisme. 48 Upacara adat yang 47 Usman Pelly,Pengaruh Modernisasi terhadap Adat dan Budaya di Sumatera Utara dalam Pelestarian Adat Masyarakat Etnik di sumatera Utara. Cetakan Pertama,Medan : forum komuniasi Antar lembaga Adat Sumatera Utara,2004, hal 70-84. 48 Bungaran Antonius Simanjuntak. 1995. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.,hal 72-73. Universitas Sumatera Utara 68 digerakkan oleh Dalihan na Tolu menjadi “media” untuk menanamkan nilai-nilai hamoraon , hagabeon, dan hasangapon . Di dalam ideologi Batak Toba, kekayaan, hamoraon adalah salah satu tujuan hidup. Kekayaan dipergunakan untuk memperoleh status yang bermuatan kekuasaan. Semakin besar akumulasi kekayaan, semakin besar modal, yang pada akhirnya akan memperbesar kekuasaan. Walaupun kekuasaan pada akhirnya akan menghasilkan kekayaan, akan tetapi yang pertama ialah memakai kekayaan untuk memperoleh kekuasaan. Perebutan status mulai terlihat pada persaingan meningkatkan pendidikan. Bagi orang Batak Toba, faktor kekayaan tidak merupakan fasilitas yang membedakan keinginan untuk berpendidikan tinggi. Semua orang bersaing untuk memperoleh pendidikan yang dipandang sebagai jalur utama memperoleh status sosial formal. Pendidikan dan status memberi prestise dan kehormatan, hasangapon yang didambakan sebagai unsur kedua tujuan hidup. Tujuan hidup hamoraon, hagabeon, dan hasangapon mengandung essensi kekuasaan. Memakai kekayaan untuk memperoleh kekuasaan. Demikian juga bila mempunyai banyak keturunan, maka “ people power ” akan dimiliki. Melalui hasangapon , kehormatan, maka kekuasaan akan diperoleh. Karena itu diperlukan terlebih dahulu usaha memiliki kekayaan dan keturunan agar kehormatan diperoleh. 49 Dengan memiliki kekayaan, keturunan yang banyak dan kehormatan maka kekuasaan otomatis diperoleh. Ketiga unsur ini saling menunjang adalah merupakan prinsip bagi orang Batak Toba, bahwa orang yang kaya tetapi tidak mempunyai 49 Bungaran Antonius Simanjuntak., op.cit.,hal . 80. Universitas Sumatera Utara 69 keturunan kurang dihormati dan tidak mempunyai kewenangan dalam upacara- upacara adat. Karena hanya orang yang kaya, dan berketurunan yang dipandang mampu dan layak memberi restu kepada orang lain. Orang yang banyak berketurunan tapi miskin juga dikategorikan sebagai tidak terhormat dan tidak berkuasa . Karena itu landasan kekuasaan ialah kepemilikan kekayaan dan keturunan. Aliran I: Ada orang Batak Toba yang berpendapat bahwa prioritas pertama dalam cita- citanya ialah mempunyai banyak anak hagabeon baik pria maupun wanita. Menurut mereka, memiliki angkatan generasi , sekaligus akan memiliki tradisi hari depan keluarga. Nyanyian seperti “Anakkonhi do hasangapon di ahu” anakku adalah kedaulatan bagi saya, membenarkan aliran ini. Aliran I yang mengandalkan banyak anak hagabeon , mengharapkan hasil pekerjaan anaknya, keturunannya mampu berkembang untuk menjadi kaya dan berdaulat. Aliran II: Berpikir bahwa banyak anak hagabeon harus berpartner dengan kekayaan hamoraon . Apabila kedua ini saling bertautan maka kedaulatan akan timbul. Menurut mereka walaupun memiliki banyak anak tetapi tidak mempunyai tanah warisan yang luas, tidak mempunyai ternak dan lain-lain, maka tidak mungkin mereka dipandang sebagai orang berdaulat sangap . Aliran III: Berpendapat lain, yaitu ketiga unsur itu sama-sama menjadi landasan dasar. Unsur yang satu saling melengkapi unsur yang lainnya. Universitas Sumatera Utara 70 Dari ungkapan ini, dinamika meraih hamoraon tak ada hentinya. Sudah kaya, masih ada lagi yang lebih kaya. Daya dorong yang asli itu tetap hidup dalam setiap tingkatan hamoraon yang dapat dicapai dengan kegigihan dalam suasana persaingan berkadar tinggi. Sejalan dengan ungkapan tersebut di atas yang menggambarkan bahwa maduma kaya belum cukup, oleh karena itu harus bekerja keras sampai pada tingkatan kaya raya. Dalam keluarga Batak eratnya rasa kekeluargaan merupakan suatu aliran turun temurun yang diturunkan dari nenek moyang ke setiap manusia yang dilahirkan dari suku Batak. Kekuataan itu kekeluargaan dalam satu marga baik terjadi baik dari satu darah kandung maupun satu marga dari berbeda keluarga

3.3 Kedudukan