Perjanjian Kredit Perbankan Aspek Hukum Perjanjian Kredit Sederhana

4 tujuan perjanjian telah tercapai. Menurut ketentuan undang-undang dalam perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian. 48 Begitu pula pihak si peminjam atau orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan. 49

2. Perjanjian Kredit Perbankan

Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti ”credere” artinya percaya. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit bank dalam hubungan perkreditan dengan debitur nasabah penerima kredit mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan. 50 Beberapa sarjana berpendapat rnengenai pengertian kredit yaitu : a. Muchdarsyah Sinungan mengatakan, kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. 51 b. Susatyo Reksodiprodjo mengatakan, kredit adalah lalulintas pembayaran dan penukaran barang dan jasa, dimana pihak ke satu memberikan prestasi 48 Pasal 1759 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 49 Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 50 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Hlm. 236. 51 Muchdarsyah Sinungan MZ., Dasar-Dasar dan Tehnik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1987. hlm 12. Universitas Sumatera Utara baik berupa uang, barang, jasa ataupun prestasi lain, sedangkan imbangan prestasinya akan diterima kemudian. 52 Bagi masyarakat Indonesia, istilah kredit tersebut sudah tidak asing lagi dan dalam praktiknya sudah dilaksanakan secara luas. Kebiasaan ini rupanya mendorong para konseptor yang ditugaskan membuat undang-undang pokok tentang perbankan, untuk merumuskannya sebagai suatu istilah yang resmi dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 53 Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan, bahwa penyediaan uang atas tagihan-tagihan itu harus didahului oleh suatu persetujuan antara kreditur dengan pihak lain, dengan kewajiban setelah jangka waktu tertentu debitur harus mengembalikan uang yang telah dipakainya beserta bunganya, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam yang mereka sepakati bersama. Sehingga menurut pasal tersebut, unsur- unsur kredit adalah: 1 Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan pihak debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit. 2 Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah bank, dan pihak debitur sebagai pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa. 3 Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar atau mencicicl kreditnya. 4 Adanya kesanggupan dan janji membayar utang dari pihak debitur. 52 A.A. Rachmat M.Z, Tanya Jawab Perkreditan, Remadja Karya, Bandung, 1987, hlm. 2. 53 Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998, LN Tahun 1998 Nomor 182, TLN No. 3790. Universitas Sumatera Utara 5 Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. 6 Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. 7 Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur 8 Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata Pasal 1754-1769 merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam- meminjam verbruiklening. Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, perjanjian pertanggungan asuransi, dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit khususnya perjanjian kredit perbankan didalam pelaksanaannya tidaklah sama identik sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjam- meminjam dalam KUHPerdata, 54 namun bersumber dari sana untuk pengaturan umumnya. Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Istilah perjanjian kredit tidak ditemukan dalam istruksi pemerintah dan berbagai surat edaran. Namun, dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit. 54 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Op. Cit, hlm.385-386. Universitas Sumatera Utara “Perjanjian kredit adalah persetujuan danatau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya- biaya yang disepakati”. 55 Dalam memberikan kredit, bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga memiliki ketentuan pembuktian, dan bank biasanya menggunakan kontrakperjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan nasabah debitur. Mengenai akad perjanjian ini diatur didalam Instruksi Presidium Kabinet No. 15EKIN101966 tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2539UPKPemb tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2649UPKPemb tanggal 20 Oktober 1966 serta Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10EKIN21967 tanggal 6 Pebruari 1967 yang isinya menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktik perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain 55 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 77-78. Universitas Sumatera Utara sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut : 56 a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya. c. Jangka waktu pembayaran kredit. d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. e. Cara pembayaran kredit. f. Klausula jatuh tempo g. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan. h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. i. Biaya akta dan biaya penagihan utang yang juga harus dibayar debitur Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, yaitu perjanjian kredit yang mengandung syarat-syarat tangguh conditions precendent sebagaimana dimaksud pada Pasal 1253 jo 1263 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dalam pasal itu terdapat kata-kata : Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan 56 Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm 25. Universitas Sumatera Utara pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis namun dalam organisasi bisnis modern dan mapan maka untuk kepentingan administrasi yang rapi dan teratur dan demi kepentingan pembuktian sehingga pembuatan bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15EKIN101996 tanggal 10 Oktober 1996. Dalam instruksi tersebut ditegaskan “Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur atau antara bank sentral dan bank-bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa No. 031093UPKKPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit. Dengan keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa: 1. Perjanjian diberi nama perjanjian kredit 2. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis Dalam praktik bank ada 2 dua bentuk perjanjian kredit yaitu : 57 1 Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan 58 artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian 57 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op. Cit., hlm. 100-101. 58 Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. Universitas Sumatera Utara ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard standaardform yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis Akta Dibawah Tangan. 2 Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik 59 atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang Notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang Notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Selanjutnya dalam mengisi materi perjanjian kredit tersebut para pihak akan mengadakan suatu perundingan yang menyangkut klausul-klausul yang perlu dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Didalam perjanjian kredit, bagian isi pokok perjanjian yaitu mengatur substansi perjanjian karena memuat isi pokok yang diperjanjikan, mengatur syarat dan ketentuan perjanjian secara detail. Isi pokok perjanjian mengandung 3 syarat yaitu : 60 1. Syarat Esensialia adalah syarat yang harus ada dalam setiap perjanjian. Syarat esensialia ini tergantung dari materi perjanjian. Misalnya perjanjian kredit syarat esensialianya adalah jumlah utang, jangka waktu pengembalian, bunga syarat penarikan kredit, tujuan kredit, cara pengembalian, cidera janji dan jaminan kredit. Apabila syarat esensialia ini tidak ada dalam perjanjian maka perjanjian menjadi tidak sempurna atau cacat sehingga menjadi tidak mengikat para pihak. Misalnya saja perjanjian kredit tidak mencantumkan jumlah kredit maka perjanjian kredit tidak jelas berapa utang debitur. 59 Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. 60 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op. Cit., hlm. 113-114. Universitas Sumatera Utara 2. Syarat Naturalia adalah ketentuan dalam Undang-Undang yang dapat dimasukkan dalam perjanjian yang dibuat para pihak. Kalau para pihak tidak mencatumkan dalam perjanjian maka perjanjian yang dibuat para pihak tetap sah maka yang berlaku adalah ketentuan dalam Undang- Undang. Jadi para pihak bebas untuk mencantumkan syarat yang ada dalam Undang-Undang ke dalam perjanjian yang dibuat para pihak atau tidak. 3. Syarat Aksidentalia syarat yang tidak harus ada dalam perjanjian. Syarat ini dapat dicantumkan dalam perjanjian karena ada kepentingan salah satu pihak dalam perjanjian. Contoh dalam perjanjian kredit dicantumkan pihak dalam perjanjian. Contoh dalam perjanjian kredit dicantumkan ketentuan bahwa selama debitur belum melunasi utang yang diterima tidak diperbolehkan meminjam kredit lagi ke kreditur lain tanpa persetujuan kreditur atau bank. Adapun fungsi daripada perjanjian kredit itu sendiri diantaranya, yaitu: 61 a. sebagai perjanjian-perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya. b. sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. c. sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Perjanjian kredit PT. Bank Tabungan Negara Persero disingkat BTN, merupakan bentuk perjanjian baku standard contract yang terdiri dari 26 pasal. Dikatakan baku karena didalamnya ditentukan sepihak oleh pihak bank dalam bentuk perjanjian kredit, ini berarti debitur “mau tidak mau” harus tunduk pada isi perjanjian tersebut. Jelas ini memang memberatkan bagi pihak debitur, akan tetapi disisi lain debitur tidak punya pilihan “take it or leave it”. Didalam perjanjian kredit BTN mengatur tentang : 1 Jumlah maksimum kredit; 2 Jangka waktu pembayaran kredit; 61 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 183. Universitas Sumatera Utara 3 Besarnya bunga kredit, provisi, administrasi dan biaya-biaya lainnya; 4 Ketentuan denda tunggakan; 5 Pembayaran ekstra, pembayaran dimuka dan pelunasan dipercepat; 6 Agunan kredit dan pengikatannya; 7 Asuransi barang agunan dengan menggunakan Banker’s Clause dan asuransi jiwa debitur; 8 Wanprestasi; 9 Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit; 10 Alamat para pihak dan domisili.

B. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sebagai Perjanjian Pokok