Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik

44 segala kemampuan yang ada serta menyampaikan segala kelebihan-kelebihannya entah itu dari segi keloyalan kadernya atau pun dari segi banyaknya massa.selain itu juga ada hal yang perlu di cermati oleh partai politik di dalam berkampanye yaitu janganlah menjadi partai politik yang hanya mengobral janji-janji politik karena akan timbullah sesuatu yang dinamakan dengan ”ketidak percayaan publik”.

F. Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik

Sebelum memasuki pembahasan tentang struktur internal PKS ada baiknya kita terlebih dahulu membahas tentang apa itu simpati publik? Simpati di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ialah kata yang berarti rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan senang, susah, dll”. 37 Simpati di dalam Kamus politik ialah “keikutsertaan merasakan perasaan senang, susah dan sebagainya orang lain, rasa setuju, rasa suka”. 38 Publik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “orang banyak umum; semua orang yang datang menonton, mengunjungi, dan lain-lain”. 39 37 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai pustaka, 2005,cet. III h. 1067 38 Marbun S.H., Kamus Politik, h. 497 39 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.962 45 Publik di dalam Kamus Politik ialah “orang banyak atau umum, semua orang yang datang menonton, mengunjungi atau mendengar pidato politik dalam masa kampanye”. 40 Sedangkan menurut Blumer “publik adalah kelompokkomunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan sekaligus sebagai audien dari media”. 41 Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa simpati publik ialah suatu kelompok atau komunitas serta orang banyak yang mengunjungi kegiatan atau acara tertentu dikarenakan memiliki perasaan ikut serta rasa setuju, rasa suka di dalam kegiatan atau acara tersebut. Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik Tidak hanya penampilan dari luar saja yang dijadikan PKS sebagai partai yang berlabel Islami tetapi dari para pengurus atau kadernya pun tercermin memiliki jiwa-jiwa yang Islami sehingga menjadikan partai ini benar-benar Islami dan menjadi idaman bagi para pemilihnya. Sebagaimana dilansir oleh media massa bahwa ciri utama dari partai ini adalah mencoba menerapkan jiwa keIslaman yang kaffah. Diantaranya santun, cendikia, muda, dan profesional. Ciri tersebut barangkali tidak terlalu meleset 40 Marbun S.H., Kamus Politik, h. 460 41 Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi massa Jakarta: Universitas Terbuka, 2004, h. 5.7 46 untuk mengidentifikasi partai para aktivis dakwah kampus ini, setidaknya kalau dilihat dari beberapa tokoh kunci PK selanjutnya disebut PKS. Secara keseluruhan, PKS adalah partai yang memiliki pengurus dan anggota bergelar doctor dan master lebih banyak dibandingkan partai lain. Dikalangan dewan pendirinya saja terdapat tidak kurang dari 8 delapan orang yang bergelar doctor S-3, yang rata-rata menamatkan studinya di Universitas luar negeri, Timur Tengah, maupun Barat. Sementara di komposisi Dewan Pimpinan Pusat DPP pada periode pertama pascaa dideklarasikan, terddapat 11 sebelas orang doctor S-3, dan kurang lebih 18 delapan belas orang bergelar master S-2, sisanya rata-rata sarjana S-1 dari berbagai disiplin ilmu, baik agama maupun umum. Tidak hanya di jajaran pimpinan pusatnya saja, ditingkat pimpinan wilayahpun komposisi pengurus PKS di dominasi oleh kalangan terpelajar. Yang menjadikan partai tersebut mendapat julukan sebagai partai kaum intelektual. Jenjang pendidikan yang tinggi dikalangan para pengurus dan aktivisnya ini memang menjadi kekuatan PKS. Meski sesungguhnya kondisi tersebut adalah hal yang wajar, mengingat basis mereka sejak semula memang di kampus dan secara sadar membidik kelompok masyarakat yang ada di kampusbaca: mahasiswa- yang jumlahnya kurang lebih hanya 2 dari keseluruhan jumlah masyarakat Indonesia- dalam kederisasi mereka sejak awal. Akan tetapi dalam logika dan perilaku politik massa di Indonesia, komposisi pengurus yang di 47 dominasi oleh kalangan berpendidikan tinggi seperti ini, tidak lantas membantu memberi andil yang signifikan dalam mengumpulkan suara di pemilihan umum. Selain memiliki ciri berpendidikan tinggi tersebut, ciri berikutnya adalah muda, santun, dan profesional muda. Dengan mengacu pada rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Beberapa diantaranya pada tingkat Pimpinan Pusat- bahkan masih berusia kurang dari 30 tahun. Sementara kesantunan adalah refleksi dari komitmen para pengurusnya terhadap moralitas akhlaq yang mereka tanamkan sejak lama, dalam kelompok-kelompok pengajian halaqoh mereka. Sedangkan profesional adalah produk dari pergumulan aktivitas mereka di tempat-tempat lain-khususnya di kampus- sebelum mereka mendirikan partai politik. Kesantunan dan profesionalisme kemudian menjadi bagian dari karakteristik dasar PK-Sejahtera yang tidak bisa dipisahkan dari jati diri partai ini. 42 42 Damanik, Fenomena Partai Keadilan, h. 261-262 48

BAB III STRATEGI PARTAI KEADILAN DALAM PEMILU 1999

Strategi secara bahasa adalah 1. cetak biru, desain, planing, program, rencana, skema; 2. garis haluan, kebijakan, khittah, pendekatan, politik, prosedur. 1 Sedangkan di dalam Kamus Kata-kata Serapan Asing berarti: 1. Ilmu siasat perang; 2. siasat, akal, tipu muslihat yang digunakan untuk mencapai suatu maksud. 2 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi adalah 1. siasat perang; 2. ilmu siasat perang; 3. tempat yang baik menurut siasat perang; 4.rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 3 Sedangkan menurut istilah strategi adalah perencanaan planing dan manajemen management untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai suatu tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. 4 1 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 h. 613 2 J.S Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia,Jakarta: Kompas, 2003 h. 333 3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Depdikbud, 1988 h. 859 4 Onong Uchjana Efendy, Dinamika Komunikasi,Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992 h.29