Sejarah Partai Keadilan Sejahtera

20 menggerakkan kaum pribumi timbul untuk memperjuangkan partisipasi politik dan akhirnya untuk mencapai kemerdekaan. 3 Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. Dalam kamus Dewan, ’Partai politik merupakan satu golongan orang yang bergerak dengan tujuan yang sama dalam politik’. 4 Sedangkan Sigmund Neumann dalam bukunya yang berjudul Modern Political Parties, ia mendefinisikan bahwa, ” Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atau menarik simpati rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan yang lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”. 5

B. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera

Umat Islam sebagai warga mayoritas di negara kesatuan republik Indonesia memiliki tanggung jawab utama untuk mengubah posisi Indonesia 3 Ibid., h. 406 4 Sofwan Ahmad, Konsep Dakwah Partai Keadilan Sejahtera PKS di Indonesia dan partai Islam se-Malaysia PAS di Malaysian Skripsi fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004 h.5 5 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, cet. Ke-10, h. 160-162 21 menjadi bangsa yang berwibawa dalam pergaulan antar bangsa. Hal itu hanya bisa dilakukan jika umat melakukan rekonstruksi peradaban secara mendasar. Sebenarnya di awal abad ke-20, bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi bagi peradaban dunia. Perjuangan melawan penjajahan terbukti menggelorakan api kemerdekaan nasional di seantero kawasan dunia ketiga, yang kemudian membentuk ikatan Negara-negara non-blok. Namun fajar kebangkitan itu hanyalah “fajar kadzib”, harapan semu. Setengah abad setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia kembali terpuruk di pojok sejarah dunia. Patut dibuka kembali catatan sejarah pada tahun 1905, ketika lahir Serikat Dagang Islam SDI sebagai organisasi politik pertama yang bercorak nasional, yang kemudian pada tahun 1911 menjadi Sarikat Islam SI. Lalu pada tahun 1928, tercetusnya sumpah pemuda yang menandai kemunculan bangsa baru bernama Indonesia sebagai salah satu anak peradaban dunia. Pada tahun 1945, proklamasi kemerdekaan dikumandangkan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tragisnya, dari penjajahan eksternal, rakyat Indonesia masuk perangkap penindasan internal. Sampai pada 1965, runtuhnya rezim Orde Lama dengan jargon “politik sebagai panglima”. Akhirnya pada tahun 1998, runtuh pula rezim Orde Baru setelah pembangunan ekonomi basic sebagai legitimasinya ambruk. Gerakan mahasiswa yang memelopori “Reformasi Mei 1998” merupakan perintis jalan bagi terwujudnya “Orde Reformasi”, orde keterbukaan dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan landasan nilai-nilai 22 universal : keimanan, moralitas, kemerdekaan, kesetaraan, kedamaian dan keadilan bagi semua orang. Apakah perjuangan menegakkan Orde Reformasi akan menjadi “fajar Kadzib” yang lain, atau justru terbuka kemungkinan merekahnya “Fajar Shodiq”- harapan sejati bagi perbaikan masyarakat dan Negara. Untuk menjamin terwujudnya harapan itu, maka digalanglah kekuatan politik bernama Partai Keadilan. Untuk melacak secara lebih rinci sejarah kelahiran partai ini bisa dimulai dengan melihat secara cermat ketika dikeluarkannya kebijakan yang berkaitan dengan umat Islam yaitu dengan diberlakukannya UU keormasan No.3 dan 5 tahun 1985. UU tersebut pada dasarnya adalah gagasan yang awalnya dimaksudkan untuk menghapus ciri asas partai politik yang ada ketika itu, yaitu Partai Persatuan Pembangunan PPP yang mencantumkan Islam sebagai asasnya, dan Partai Demokrasi Indonesia PDI yang berasas Demokrasi Indonesia dan Keadilan Sosial. Hingga pada akhirnya kebijakan tersebut menyentuh ketenangan organisasi-organisasi massa yang ada, termasuk organisasi-organisasi massa Islam. 6 Dengan diberlakukannya UU yang mengatur hal-hal yang paling mendasar, seperti ideologi sebuah ormas keagamaan atau asas sebuah partai politik—apalagi yang berbasis agama – diharapkan mampu meredam semangat perlawanan yang nilai-nilainya memang tumbuh subur dalam ajaran-ajaran 6 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan Tranformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia , Jakarta: Teraju, 2002, cet.II h. 51 23 normatif agama. Atau setidaknya, dengan pengaturan pada level struktur kehidupan modern yang bernama negara, kehendak dan pandangan sebagian umat dapat di belokkan sesuai dengan kepentingan dan kehendak penguasa. Konsepsi pembelokkan atau pengarahan itu bersumber dari penempatan agama sebagai variabel individual dan dianggap tidak berhubungan dengan berbagai permasalahan politik kenegaraan. Di sini lah letak gagasan modernisasi yang dipandang membawa serta di dalamnya sekularisasi, yaitu berusaha menempatkan agama ”hanya” sebagai modal dasar pembangunan dan arah perubahan sosial. 7 Cara pandang semacam ini yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan dalam UU No. 5 tahun 1985. Dikalangan umat Islam Kebijakan tersebut ditanggapi dengan empat sikap. Pertama, menerima tanpa banyak persoalan. Kedua, mau menerimanya tetapi menunggu adanya undang-undang formal yang dibuat oleh pemerintah. Ketiga, bersikap apatis yaitu mereka yang berpendidikan rendah dan selalu mendukung kehendak pemerintah. Keempat, menolak sama sekali kebijakan itu. Penolakan tersebut lazimnya berbasis pada argumen ideologis dan politis. Pelajar Islam Indonesia PII dan HMI MPO Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi, adalah dua organisasi kaum muda Islam yang secara tegas menolak bersikap tunduk terhadap UU itu. 7 Ibid., h. 52 24 Tersebab faktor kedua organisasi kaum muda Islam inilah—yaitu PII dan HMI MPO—yang menolak asas tunggal tersebut sampai pada akhirnya memainkan peran yang cukup signifikan bagi lahirnya sebuah trend gerakan di kampus-kampus. Hingga akhirnya organisasi-organisasi ini dibubarkan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 120 Tahun 1987. karena dianggap terlarang. Akan tetapi walaupun organisasi-organisasi ini dilarang, namun gerak mereka tidak pernah surut, mereka mencoba melakukan “gerakan bawah tanah”. Seperti melakukan training dan pembinaan-pembinaan serta pengkaderan bagi pemuda-pemuda Islam. 8 entah itu di masjid-masjid kampus atau di luar kampus. Setelah sekian lama organisasi ini melakukan pengkaderan dan menyebar luas keseluruh pelosok kampus di Indonesia. Maka organisasi ini mulai melakukan aksi-aksinya terutama pada peristiwa Malari 1974. hingga pada puncaknya pemerintah Orde Baru melakukan tekanan-tekanan melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan denga mengeluarkan SK No. 028 1974 dikarenakan terjadinya perseteruan oleh kalangan elite. Dengan dikeluarkannya SK ini ruang gerak mahasiswa dipersempit dalam menjalankan aktivitasnya. Kegiatan-kegiatan mahasiswa mulai diawasi dan harus melapor kepada pejabat kampus. 9 8 Ibid., h. 54 9 Ibid., h. 58 25 Ketika menjelang tahun 1977 dan 1978, mahasiswa kembali bergerak dan membuat suhu politik memanas. Aksi-aksi mahasiswa kala itu dipandang radikal dan harus dihadapi secara tegas oleh penguasa. Dalam konteks seperti itulah Soedomo—yang ketika itu menjabat sebagai Pangkop Kamtib Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban membubarkan Student Government melalui SKEP No: 02KOPKAM1978. Alasan resmi pembubaran itu adalah untuk menyelamatkan mahasiswa seluruhnya dari kepemimpinan yang salah, yang menyalah gunakan kepercayaan mahasiswa dan mengatas namakan mahasiswa. Bagi Soedomo dan penguasa Orde Baru ketika itu, kegiatan dan aksi- aksi mahasiswa sudah tidak lagi murni dan telah dimanfaatkan secara sistematis oleh ormas-ormas di luar kampus. Tidak lama setelah itu, keluarlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0156U1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus NKK, yang secara resmi pada 19 April 1978, SK tersebut secara garis besar mengatur kehidupan kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap. Satu bulan berikutnya, yakni pada tanggal 17 Mei 1978, giliran konsep Badan Koordinasi Kampus BKK dikeluarkan oleh Dirjen Dikti No. 002 Dj Inst 1978. konsep tersebut merupakan petunjuk teknis dari NKK yang telah diberlakukan sebelumnya. Konsep tersebut kemudian dibakukan dalam SK Menteri PK No. 037 U 1979 yang dikeluarkan pada tanggal 2 Februari 1979, tentang “Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen PK”. 26 Setelah diberlakukannya NKKBKK, pengaruhnya mulai terasakan pada dinamika kehidupan kemahasiswaan. Hal ini menjadikan lembaga-lembaga formal kemahasiswaan dikontrol sepenuhnya oleh birokrasi kampus. Dalam hal ini pihak rektorat dan dekanat. 10 Akan tetapi bukanlah mahasiswa kalau harus menyerah terhadap situasi semacam itu. Model perlawanan yang cenderung kreatif misalnya dengan menumbuhkan sebanyak mungkin kelompok-kelompok studi di luar kampus, menjadi sebentuk respon yang sangat populer ketika itu. Ada beberapa alasan kenapa dalam periode pasca NKKBKK kelompok-kelompok diskusi menjadi pilihan aktivitas yang seperti cendawan di musim hujan. Pertama, jaring kekuasaan lewat birokrasi kampus tidak dapat menjangkau aktivitas mereka di luar. Kedua, unsur kontemplatif dalam gerakan intelektualitas dengan diskusi- diskusi tersebut membuat mereka mempunyai cukup waktu untuk merencanaka berbagai aksi-aksi berikutnya. Lebih dari sekedar berdiskusi, kelompok-kelompok kecil itu kemudian meng-organisasi dirinya sendiri dan membangun jaringan dalam sistem yang relatif cair, tidak terikat dalam struktur organisasi formal. Dalam kaitan tersebut, gerakan-gerakan pengkajian yang dilakukan oleh para mahasiswa Islam, adalah salah satu bentuk aktivitas yang relatif aman dari jerat kekuasaan ketika itu kelompok ini mengambil basis-basis kegiatannya di masjid-masjid kampus yang pada masa itu cenderung tidak dianggap sebagai 10 Ibid., h. 59 27 wilayah politik yang “duniawi”, melainkan wilayah yang lebih berorientasi “ukhrowi” akhirat. Dengan semakin membesarnya gerakan mahasiswa Islam ini disetiap kampus maka sebagai wadah komunikasi antar para aktivis dakwah kampus dibuatlah wadah yang bernama Lembaga Dakwah Kampus LDK. 11 Pada akhirnya Lembaga Dakwah Kampus itu kian melebar dan berkembang dari tahun-ketahun. Basis operasionalnya pun terus bergeser tidak hanya di kampus tetapi juga memasuki wilayah yang lebih luas, yaitu masyarakat. Masalah yang dibahas pun tidak hanya semata perkara salat, puasa, dan zakat tetapi juga meluas kedalam setiap aspek kehidupan. Pendeknya, Islam dilihat dan dibahas secara utuh atau kaffah. Ketika situasi politik mengubah semua keadaan, mereka menemukan sebuah medan gerak baru, yaitu politik. Bagi mereka, gerakan politik merupakan kelanjutan dari gerakan dakwah yang selama ini digeluti sekaligus sebagai sarana alternatif bagi langkah-langkah perjuangan politik umat. Dengan medan gerak baru itu, cita-cita politik umat menjadi lebih dapat diaktualisasikan. Kepentingan-kepentingan dakwah akan dengan mudah dioptimalkan. Di sisi lain, dapat menghindari kemungkinan terjadinya ekstremitas 11 Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Kontemporer , Jakarta, Teraju, 2004 h. 141 28 sebagai akibat dari pengekangan terhadap aktivitas politik umat. 12 Disamping itu, terbentuknya wadah ekspresi politik yang khas bagi anak muda ini sedikit banyak didorong oleh ketidak percayaan mereka terhadap institusi politik yang ada, terutama tiga institusi politik pada masa sebelumnya. Terhadap partai-partai yang baru lahir pun mereka terlihat ragu bahkan cenderung tidak percaya. 13 Tidaklah mengherankan jika mayoritas kader dan anggota partai ini kebanyakan dari kalangan muda. 14 Di Yogyakarta, seperti yang dilansir Far Eastern Economic Review FEER, “60 persen pendukungnya adalah kalangan wanita dan mahasiswi perguruan tinggi ternama”. 15 Kalau masih ada orang yang meragukan keberadaan dan masa depan partai ini karena ketiadaan tokoh populer, hal ini bisa dipahami sebab sejumlah bidan yang menangani kelahirannya adalah mereka yang selama ini jauh dari hingar- bingar politik. Mereka merajut kekuatannya lewat galangan pengajian atau aktif di dunia pendidikan dan perekonomian. Namun ketiadaan tokoh bukanlah sesuatu yang memberatkan mereka. Mereka berusaha menjadi tokoh bagi diri mereka sendiri. Tidaklah mengherankan bila di setiap acara partai mereka memulai dan mengakhirinya dengan sangat baik dan terorganisir. Tanpa 12 Dr.Ir.Nur Mahmudi Ismail, “Jati diri Partai Keadilan”, dalam Memilih Partai Islam: Visi, Misi, dan Persepsi , dalam Sahar. L. Hasan ., dkk. Jakarta,Gema Insani Press, h. 35 13 Tabloid Megapos, Th. 1 No.4 Edisi 13-19 Agustus 1998. 14 Suara Indonesia, 21 September 1998 15 Far Eastern Economic Review, 28 Januari 1999, h. 23 29 harus ada yang mengomandoinya “Semua aktivis yang terlibat dalam Partai adalah tokoh di bidangnya masing-masing”, demikian penegasan presiden partai ketika menanggapi keraguan itu. 16 Partai Keadilan PK adalah salah satu partai politik yang berada ditengah iklim demokratis yang peluangnya dibuka oleh reformasi di Indonesia. Partai ini dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di lapangan masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan jumlah massa yang hadir pada saat itu lebih dari 50 ribu orang. 17 Kehadiran PK dalam pentas perpolitikan Indonesia pasca jatuhnya Soeharto merupakan sebuah fenomena yang sungguh menakjubkan banyak pihak. Betapa tidak, di awal kemunculannya mengikuti pemilu pertama pada tahun 1999 PK telah menempatkan tujuh kadernya sebagai anggota DPRMPR. Padahal PK tidak memiliki tokoh populer dan belum terkenal dikalangan masyarakat. 18 Dari segi kelahirannya, latar belakang sejarah PK pun tidak lepas pula dari kondisi riil sejarah umat Islam Indonesia pada umumnya serta dibarengi berkembangnya gerakan tarbiyah di Indonesia. Hal itu dikarenakan sikap antipatinya pemerintahan Orde Baru terhadap gerakan politik Islam yang dapat merongrong pemerintahan Orde Baru. Terutama kalangan kampus. Namun pada 16 Tim LKIS, Tujuh Mesin Pendulang Suara Yogyakarta: LKIS, 1999, h. 166-167 17 Sekretariat DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan Jakarta: Sekretariat DPP Partai Keadilan, 1998, h. 6 18 H. Nandang Burhanuddin, Menegakkan Syari’at Islam menurut Partai Keadilan, Jakarta: Pustaka Al-Jannah, 2004, h.24 30 kenyataannya sikap antipati Orde Baru ini dapat mematikan perkembangan politik Islam dikalangan muda Islam. Sebab di luar dugaan pemerintah, ternyata lahir entitas cultural baru dikalangan anak muda yang aktif di masjid kampus. Generasi inilah yang menjadi kepanjangan tangan dari berdirinya Partai Keadilan PK. 19 Tumbangnya Soeharto, membuka babak baru kehidupan politik di Indonesia meski banyak yang meyakini lengsernya Soeharto dari kekuasaan Orde Baru bukan berarti hilangnya pengaruh rezim otoriter tersebut, dengan masih adanya para pendukung yang loyal kepadanya masih menduduki tempat-tempat strategis di pemerintahan. Di sisi lain kehidupan masyarakat diliputi euphoria. Lebih dari seratus partai politik baru berdiri untuk menyongsong pemilu yang akan diadakan oleh presiden Habibie, pengganti Soeharto. Berbagai kekuatan politik dengan beragam ideologi bermunculan secara terang-terangan, termasuk sejumlah organisasi yang dimasa Soeharto merupakan kategori terlarang dan menjadi musuh Negara. 20 Situasi tidak menentu ini menjadikan para aktivis gerakan dakwah berbeda pendapat. Sebagian berpendapat, saat itulah waktunya para aktivis dakwah muncul dalam wadah formal dan terlibat dalam aktifitas dakwah yang menegara. Sebagian yang lain menilai belum saatnya, mengingat situasi dan kondisi yang 19 furqon, Partai Keadilan Sejahtera, h. 150 20 Suhud Alynurdin, Lokomotif Reformasi bernama Partai Keadilan, Saksi,V, 14 April 2003 h.14 31 masih labil. 21 Walaupun pada akhirnya mereka memutuskan untuk tampil dalam kancah politik formal. Melalui survei yang dilakukan kepada aktivis gerakan dakwah dan para penggiat tarbiyah di masjid-masjid kampus di Indonesia, lebih dari 68 menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktifitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. 22 Sehingga tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1998, gerakan dakwah ini melakukan langkah yang lebih berani untuk memunculkan dirinya kehadapan publik, dengan mengumumkan secara legal formal sebagai kekuatan politik yang bernama Partai Keadilan. PK 23 Dalam deklarasi PK pada tanggal 9 Agustus 1998, Nurmahmudi Ismail sebagai ketua pendiri membacakan pernyataan yang dikenal dengan piagam deklarasi, bahwa: “ Partai keadilan PK didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yamg aspiratif dan demokratis. Sebah survey yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah,terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyaakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktifitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survei ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola 21 Ibid ., h.16 22 Ibid ., h. 17 23 Damanik, Fenomena Partai Keadilan, h. 19 32 dinamis bagi pengendalian partai dikemudian hari.terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan”. 24 Sejak itu, mulailah publik mengenal secara jelas siapa sesungguhnya gerakan, yang dalam kurun lebih dari satu dasawarsa itu membuat fenomena tersendiri. Apalagi setelah partai ini tampil mengesankan sebagai partai yang termasuk The Big seven partai pemenang pemilu 1999, dan berhasil menempatkan tujuh kadernya di parlemen serta membuat decak kagum masyarakat dengan aksi- aksi simpatiknya. Namun karena terganjal aturan Electoral Treshold ketentuan batas minimum perolehan suara 2, sesuai ketentuan UU pemilu No.12 tahun 2003, PK merubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera PKS. Sebenarnya nama PK masih bias dipertahankan, asalnya PK bisa untuk mengajak beberapa partai Islam kecil di DPR bergabung di bawah benderanya. Namun cara ini tidak ditempuh pengurus PK, mungkin karena khawatir fusi partai potensial bagi timbulnya konflik internal dimasa depan. PK lebih memilih jalan panjang dengan mengganti nama partai menjadi Partai Keadilan Sejahtera PKS untuk menembus persyaratan pemilu. Untuk itu PK harus mendaftarkan diri kembali dan siap diverifikasi oleh departemen kehakiman maupun komisi pemilihan umum sesuai UU partai politik No 31 tahun 2002 dan UU pemilu No. 12 tahun 2003, misalnya PKS harus memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya didua pertiga dari jumlah propinsi, kabupaten, dan kota. PKS juga harus memiliki anggota 24 DPP PK, Sekilas Partai keadilan, Jakarta: 1998 h. 19 33 sekurang-kurangnya 1000 atau 11000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan, serta mempunyai kantor tetap di kabupaten dan kota tersebut. Adapun dengan berubahnya nama PK menjadi PKS bukan berarti PK sebagai partai telah tiada, karena platform partai, jiwa, raga, keanggotaan, kepemimpinan, manajemen, bahkan perilaku warga partai tetap hidup di dalam PKS. Hal ini terbukti bahwa partai yang di deklarasikan pada tanggal 20 April 2003 di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat tetap dapat mempertahankan rangkingnya sebagai The big seven pada pemilu 2004 yang menempatkan 45 kadernya di parlemen. 25

C. Ideologi Partai Keadilan Sejahtera