Kualitas Minuman Es Dawet Pada Beberapa Produsen Ditinjau Dari Kandungan Escherichia Coli Dan Higiene Sanitasi Pengolahan Di Kota Medan Tahun 2011
KUALITAS MINUMAN ES DAWET PADA BEBERAPA PRODUSEN DITINJAU DARI KANDUNGAN Escherichia coli DAN HIGIENE SANITASI
PENGOLAHAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2011
SKRIPSI
OLEH :
AGNES RAHMAT SARI ZEBUA NIM. 071000092
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
KUALITAS MINUMAN ES DAWET PADA BEBERAPA PRODUSEN DITINJAU DARI KANDUNGAN Escherichia coli DAN HIGIENE SANITASI
PENGOLAHAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
AGNES RAHMAT SARI ZEBUA NIM. 071000092
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
KUALITAS MINUMAN ES DAWET PADA BEBERAPA PRODUSEN DITINJAU DARI KANDUNGAN Escherichia coli DAN HIGIENE SANITASI
PENGOLAHAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2011 Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
AGNES RAHMAT SARI ZEBUA NIM. 071000092
Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Juni 2011 Dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH Ir. Evi Naria, Mkes
NIP. 19491119 198701 1 001 NIP. 19680320 199303 2 001
Penguji II Penguji III
Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS Ir. Indra Chahaya, Msi NIP. 19650109 199403 2 002 NIP. 19681101 199303 2 005
Medan, Juni 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001
(4)
ABSTRAK
Minuman es dawet merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Untuk mendapatkannya tidaklah sulit karena dapat dijumpai di pinggir jalan dan gerobak dorong. Tempat berjualan yang berada di pinggir jalan membuat minuman es dawet rentan terhadap kontaminasi dari lingkungan sekitarnya. Proses pengolahan yang tidak saniter sangat berperan membuat minuman ini mengandung bakteri Escherichia coli.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sanitasi pengolahan dan kandungan bakteri Escherichia coli pada minuman es dawet yang dijual oleh beberapa produsen di kota Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif sederhana, yaitu untuk mengetahui gambaran sanitasi pengolahan minuman es dawet melalui observasi yang dilakukan terhadap produsen minuman tersebut. Dan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan Escherichia coli melalui analisis laboratorium terhadap minuman es dawet yang dijual di kota Medan tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitasi pengolahan minuman es dawet yang dijual di kota Medan, beberapa tidak memenuhi syarat kesehatan yang sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan. Beberapa sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli pada kisaran 70 sampai >1600 dalam 100 ml sampel.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa tidak ada produsen yang menjual minuman es dawet bebas dari kandungan Escherichia coli. Hal ini karena secara keseluruhan para produsen tidak menerapkan prinsip higiene sanitasi yang benar.
Disarankan kepada para produsen dalam melakukan proses pengolahan minuman es dawet lebih memperhatikan lagi sanitasinya. Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan agar memberikan pengawasan dan penyuluhan kepada para produsen.
(5)
ABSTRACT
Dawet is one kind of drinks consumed now by the public. It’s very easy to get it in side of street and at the carts. The trade’s places in side of street were made this drinks susceptible by environmental contamination. Preparation process that not sanitary was taken a part Escherichia coli include to drinks.
The goal of this research is to know sanitation of process to find available of Escherichia coli in dawet which sell in Medan city.
Methode descriptive used to perceive as to describe the sanitation process by way of observation to dawet’s producers. And to find available of Escherichia coli in dawet which sell in Medan city in the year 2011 by way of laboratory analyze.
The result of this research showed that some of sanitation of preparation dawet which sell in Medan city, were not comply with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 942/Menkes/SK/VII/2003. And some of samples were contaminated by Escherichia coli in range 70 until >1600 in 100 ml samples.
The conclution from this research is there is no producer that sells drinks without Escherichia coli. It is because all of the producers are not applied the correct principles of hygiene sanitation.
The producers suggested to do preparation to attention this sanitation. And for BPOM in order to do promotion and controlling of good sanitation to producers.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Agnes Rahmat Sari Zebua
Tempat / Tanggal Lahir : Medan/ 01 Januari 1989
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 4 (empat) orang
Alamat Rumah : Jl. Murai 1 No. 26 Perumnas Mandala
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1994 – 1995 : TK YP Parulian Perumnas Mandala Medan 2. Tahun 1995 – 2001 : SD RK Budi Luhur Medan Denai
3. Tahun 2001 – 2004 : SMP Swasta Katolik Tri Sakti 2 Medan 4. Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 5 Medan
5. Tahun 2007 – 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
Riwayat Organisasi
1. Tahun 2007 : UKM KMK UP POMK FKM USU
2. Tahun 2008 : Panitia Paskah FKM USU 2008
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Kualitas Minuman Es Dawet Pada Beberapa Produsen Ditinjau dari Kandungan Escherichia coli dan Higiene Sanitasi Pengolahan di Kota Medan Tahun 2011 “ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penelitian skripsi ini penulis juga mendapatkan dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku Pembantu Dekan I.
3. Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen Pembimbing I Skripsi. 4. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II Skripsi.
5. Ibu Dra. Lina Tarigan, MS, MKes selaku Dosen Penasehat Akademik yang membantu selama masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan
(8)
ilmu dan pengarahan serta Kak Dian yang turut membantu dalam kelancaran skripsi ini.
7. Bapak Mahyudi, ST, MKes selaku Manajer Teknik Laboratorium Biologi di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan.
8. Keluarga tercinta (Bapak, Mama, kakak dan adik) yang telah memberikan dukungan baik material maupun spiritual selama mengikuti pendidikan ini. 9. Sahabat-sahabatku (Meishi, Phita, Rani dan Bunda Ika) yang telah
mendukung dan memberikan semangat. Juga buat teman-teman di peminatan Kesling (Dina, Yulan, Rina, Detta, Rika, Lusi, Fifi, Bang A’ab, Bang Riga, dan teman-teman seperjuangan lainnya) yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
10.Terkhusus buat Bang Berkat Krisman Zega yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya hingga akhir.
11.Produsen minuman es dawet yang telah bersedia meluangkan waktunya dan semua pihak yang telah membantu untuk kelancaran skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang. Kiranya Tuhan selalu memberkati kita semua.
Medan, Mei 2011
(9)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan……….. i
Abstrak……… ii
Riwayat Hidup Penulis………... iv
Kata Pengantar……… v
Daftar Isi………. vii
Daftar Tabel……… x
Daftar Lampiran………. xi
BAB I PENDAHULUAN………..1
1.1.Latar Belakang………. 1
1.2.Perumusan Masalah………. 4
1.3.Tujuan Penelitian………..4
1.3.1. Tujuan Umum………....4
1.3.2. Tujuan Khusus………...4
1.4.Manfaat Penelitian………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 6
2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi……….. 6
2.2. Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman………. 7
2.3. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman……… 8
2.4. Es Dawet dan Cara Pembuatannya………... 13
2.4.1. Es Dawet ………. 13
2.4.2. Proses Pembuatan Es Dawet ………... 14
2.5. Kualitas Air……….. 15
2.5.1. Persyaratan Kualitas Air Minum……… 15
2.5.2. Kualitas Bakteriologis Air……….. 16
2.5.3. Bakteri Indikator Polusi……….. 16
2.6. Escherichia coli………... 19
2.7. Peranan Air Bagi Kehidupan………... 23
2.7.1. Peranan Air Terhadap Kehidupan Manusia dan Makhluk Lain………. 23
2.7.2. Peranan Air Terhadap Kesehatan………23
2.7.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman…………... 24
2.7.3.1. Keracunan Makanan………... 24
2.7.3.2. Penyakit Bawaan Makanan………. 25
2.8. Persyaratan Kesehatan Makanan dan Minuman Jajanan………. 26
2.8.1. Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan……….. 26
2.8.2. Persyaratan Kesehatan Lokasi Usaha………. 27
2.9. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)………. 28
2.10. Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Kandungan Bakteri Escherichia coli di dalam Minuman Jajanan………. 30
(10)
BAB III METODE PENELITIAN………. 33
3.1. Jenis Penelitian……… 33
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 33
3.2.1. Lokasi Pengambilan Sampel dan Observasi……….. 33
3.2.2. Waktu Penelitian……… 34
3.3. Sampel…………...……….. 34
3.4. Metode Pengumpulan Data………. 34
3.4.1. Data Primer………. 34
3.5. Pelaksanaan Penelitian………. 34
3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium………. 34
3.5.2. Peralatan dan Bahan……… 38
3.6. Cara Pemeriksaan Laboratorium………. 39
3.6.1. Test Perkiraan (Presumptive test)………... 39
3.6.2. Test Penegasan (Cofirmative test)……….. 40
3.6.3. Pembacaan Hasil Pemeriksaan Laboratorium……… 41
3.7. Defenisi Operasional……… 41
3.8. Aspek Pengukuran/Observasi……….. 43
3.9. Analisa Data………. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN………... 45
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 45
4.1.1. Geografis……… 45
4.1.2. Demografis………. 45
4.2. Hasil Penelitian……… 46
4.2.1. Karakteristik Produsen Minuman Es Dawet……….. 46
4.2.2. Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Pengolahan Minuman Es Dawet.. 46
4.2.2.1. Pemilihan Bahan Baku Minuman Es Dawet……….. 46
4.2.2.2. Penyimpanan Bahan Baku Minuman Es Dawet………. 48
4.2.2.3. Pengolahan Minuman Es Dawet………. 49
4.2.2.4. Penyimpanan Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi………….. 52
4.2.2.5. Pengangkutan Minuman Es Dawet………. 53
4.2.2.6. Penyajian Minuman Es Dawet……… 53
4.2.3. Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli………... 55
BAB V PEMBAHASAN……….. 59
5.1. Karakteristik Produsen Minuman Es Dawet……… 59
5.2. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pengolahan Minuman Es Dawet... 59
5.3. Kandungan Bakteri Escherichia coli pada Minuman Es Dawet………. 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….. 68
6.1. Kesimpulan……….. 68
6.2. Saran……… 69
DAFTAR PUSTAKA……… 71 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku Pembuatan Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011………. 47 Tabel 4.2 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Penyimpanan
Bahan Baku Pembuatan Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011……….. 49 Tabel 4.3 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Pengolahan
Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011………. 50 Tabel 4.4 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Penyimpanan
Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi di Kota Medan Tahun 2011…….. 52 Tabel 4.5 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Pengangkutan
Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi di Kota Medan Tahun 2011…….. 53 Tabel 4.6 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Penyajian
Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi di Kota Medan Tahun 2011…….. 54 Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Dawet yang Dijual
di Kota Medan Tahun 2011……….. 56 Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Kuah Santan Es Dawet
yang Dijual di Kota Medan Tahun 2011………...56 Tabel 4.9 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Sirup Gula Merah Es
Dawet yang Dijual di Kota Medan Tahun 2011………. 57 Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Es Batu yang
Ditambahkan dalam Es Dawet yang Dijual di Kota Medan Tahun 2011……….58
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Observasi Higiene Sanitasi pada Beberapa Produsen Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
Lampiran 2. Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pada Beberapa Produsen Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan
Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia coli pada Minuman Es Dawet yang Dijual oleh Beberapa Produsen di kota Medan Tahun 2011
Lampiran 6. Tabel Perkiraan Terdekat Jumlah (MPN) Colifaecal, untuk kombinasi porsi : 5x10 mL, 5x1 mL, 5x0,1 mL dengan 95% batas kepercayaan Lampiran 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003
tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan Lampiran 8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum Lampiran 9. Dokumentasi Hasil Penelitian
(13)
ABSTRAK
Minuman es dawet merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Untuk mendapatkannya tidaklah sulit karena dapat dijumpai di pinggir jalan dan gerobak dorong. Tempat berjualan yang berada di pinggir jalan membuat minuman es dawet rentan terhadap kontaminasi dari lingkungan sekitarnya. Proses pengolahan yang tidak saniter sangat berperan membuat minuman ini mengandung bakteri Escherichia coli.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sanitasi pengolahan dan kandungan bakteri Escherichia coli pada minuman es dawet yang dijual oleh beberapa produsen di kota Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif sederhana, yaitu untuk mengetahui gambaran sanitasi pengolahan minuman es dawet melalui observasi yang dilakukan terhadap produsen minuman tersebut. Dan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan Escherichia coli melalui analisis laboratorium terhadap minuman es dawet yang dijual di kota Medan tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitasi pengolahan minuman es dawet yang dijual di kota Medan, beberapa tidak memenuhi syarat kesehatan yang sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan. Beberapa sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli pada kisaran 70 sampai >1600 dalam 100 ml sampel.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa tidak ada produsen yang menjual minuman es dawet bebas dari kandungan Escherichia coli. Hal ini karena secara keseluruhan para produsen tidak menerapkan prinsip higiene sanitasi yang benar.
Disarankan kepada para produsen dalam melakukan proses pengolahan minuman es dawet lebih memperhatikan lagi sanitasinya. Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan agar memberikan pengawasan dan penyuluhan kepada para produsen.
(14)
ABSTRACT
Dawet is one kind of drinks consumed now by the public. It’s very easy to get it in side of street and at the carts. The trade’s places in side of street were made this drinks susceptible by environmental contamination. Preparation process that not sanitary was taken a part Escherichia coli include to drinks.
The goal of this research is to know sanitation of process to find available of Escherichia coli in dawet which sell in Medan city.
Methode descriptive used to perceive as to describe the sanitation process by way of observation to dawet’s producers. And to find available of Escherichia coli in dawet which sell in Medan city in the year 2011 by way of laboratory analyze.
The result of this research showed that some of sanitation of preparation dawet which sell in Medan city, were not comply with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 942/Menkes/SK/VII/2003. And some of samples were contaminated by Escherichia coli in range 70 until >1600 in 100 ml samples.
The conclution from this research is there is no producer that sells drinks without Escherichia coli. It is because all of the producers are not applied the correct principles of hygiene sanitation.
The producers suggested to do preparation to attention this sanitation. And for BPOM in order to do promotion and controlling of good sanitation to producers.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai dan tepat waktu. Salah satu bentuk makanan dan minuman pada saat ini yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi masyarakat dalam usaha pemenuhan gizi adalah makanan jajanan. Makanan jajanan berupa makanan dan minuman yang disajikan atau dijual di pinggir jalan atau tempat umum lainnya, sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan (Mudjajanto, 2005).
Makanan jajanan semakin dirasakan kebutuhan dan manfaatnya oleh masyarakat karena selain memberi kesan murah, mudah didapat serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat, juga memiliki bentuk, jumlah dan variasi yang berkembang demikian luas sehingga menyuburkan tumbuhnya pedagang makanan jajanan dimana-mana. Meskipun makanan jajanan memiliki keunggulan-keunggulan tersebut, ternyata makanan jajanan masih berisiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis, yang mana memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun (Mudjajanto, 2005).
Makanan dan minuman yang tercemar dapat terjadi pada semua tahap yang dilalui terutama pada proses pengolahan. Hal ini dapat terjadi apabila cara pengolahannya tidak ditangani dengan baik dan benar sehingga menyebabkan
(16)
makanan tercemar oleh mikroba dan akhirnya mengganggu kesehatan. Bahan dasar untuk membuat minuman yang dijual pedagang adalah air, untuk itu air yang dipergunakan harus memenuhi syarat kesehatan baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Entjang, 2000).
Air adalah bagian dari lingkungan fisik yang esensial. Salah satu manfaat air adalah sebagai air minum. Air minum sangat penting bagi manusia karena merupakan bahan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidupnya. Untuk itu air minum yang dikonsumsi manusia selain harus memenuhi kebutuhan juga harus terjamin kebersihannya. Menurut Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, air yang memenuhi syarat sebagai air minum harus mempunyai total koliform dan koliform tinja yang berjumlah 0 dalam 100 ml air (Fardiaz, 1992).
Sebagai pedagang minuman jajanan maka para pedagang harus mempergunakan air untuk dagangannya. Air ini digunakan sebagai bahan minuman jajanan dan sebagai pencuci alat-alat yang dipergunakan. Tercemarnya air minum oleh mikroorganisme seperti Escherichia coli dapat terjadi pada semua tahap yang dilalui oleh air, baik itu pada proses pengolahan, penyajian maupun pada proses lainnya (Depkes RI, 1994).
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang dan tidak membentuk spora. E. coli ini sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7,
(17)
dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009). Keberadaannya di luar tubuh manusia menjadi indikator sanitasi makanan dan minuman, apakah pernah tercemar oleh kotoran manusia atau tidak. Keberadaan E. coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan (Rahayu, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Roslila (2006) bahwa air tahu yang dijual pedagang kaki lima di pasar Bagan Batu beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang mana 5 dari 12 sampel air tahu yang diteliti ternyata mengandung bakteri E. coli sebanyak 2 sampai 27/100 ml sampel.
Hasil penelitian Sirait (2009) bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil dan dipasarkan di kota Medan ternyata beberapa belum memenuhi syarat kesehatan, sebab dari 10 sampel susu kedelai yang diuji menunjukkan 4 sampel minuman mengandung E. coli sebanyak 50 sampai 120/100 ml sampel.
Es dawet merupakan minuman yang dijual tanpa kemasan khusus, diproduksi dan dipersiapkan di tempat penjualannya sehingga sulit dilakukan pengawasan terhadap mutunya. Sedangkan makanan dan minuman yang baik bila diproduksi dan diedarkan kepada masyarakat luas haruslah memenuhi persyaratan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan.
Berdasarkan banyaknya kemungkinan bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak pada makanan dan minuman yang dijual tersebut, maka penulis ingin mengetahui kualitas es dawet secara bakteriologis khususnya kandungan bakteri Escherichia coli yang ada di dalamnya dan disesuaikan dengan standar yang telah
(18)
ditetapkan dalam Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum serta gambaran mengenai higiene sanitasi pengolahan dengan menggunakan standar yang ditetapkan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan.
1.2. Perumusan Masalah
Es dawet merupakan minuman yang banyak dijual oleh pedagang makanan dan minuman. Minuman ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena selain memberi kesan murah, mudah didapat serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat. Namun tidak menutup kemungkinan, es dawet tersebut mengandung mikroorganisme, seperti Escherichia coli yang merupakan indikator polusi. Demikian juga dengan es dawet di Kota Medan, mungkin juga mengandung mikroorganisme, seperti Escherichia coli. Hal ini dapat terjadi pada semua tahap yang dilalui oleh air, baik itu pada proses pengolahan, penyajian maupun pada proses lainnya.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kualitas minuman es dawet pada beberapa produsen ditinjau dari kandungan Escherichia coli dan higiene sanitasi pengolahan di kota Medan tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui higiene sanitasi pemilihan bahan baku minuman es dawet. 2. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan bahan baku minuman es dawet. 3. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengolahan minuman es dawet.
(19)
4. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyimpanan minuman es dawet yang sudah jadi.
5. Untuk mengetahui higiene sanitasi pengangkutan minuman es dawet ke beberapa tempat di kota Medan.
6. Untuk mengetahui higiene sanitasi penyajian minuman es dawet.
7. Untuk mengetahui ada tidaknya Escherichia coli pada dawet yang dijual di kota Medan.
8. Untuk mengetahui ada tidaknya Escherichia coli pada santan yang dijual di kota Medan.
9. Untuk mengetahui ada tidaknya Escherichia coli pada sirup gula merah yang dijual di kota Medan.
10.Untuk mengetahui ada tidaknya Escherichia coli pada es batu yang dijual di kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada masyarakat luas mengenai kebersihan dan kandungan Escherichia coli pada es dawet yang dijual di kota Medan.
2. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya bagian kesehatan lingkungan dalam hal program pengawasan dan pembinaan kepada pedagang makanan dan minuman.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Higiene dan Sanitasi
Istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengusahakan cara hidup sehat, sehingga terhindar dari penyakit. Akan tetapi dalam penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda yakni usaha sanitasi lebih menitikberatkan kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitikberatkan usaha-usahanya kepada kebersihan individu (Kusnoputranto, 1986).
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Selain itu, higiene juga merupakan upaya pencegahan terjadinya gangguan terhadap kesehatan akibat tidak bersih dan tidak sehatnya suatu subjek atau zat, yang dilakukan perorangan atau lingkungan fisik (Siswanto, 2003).
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan lingkungan dari subjeknya seperti menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
(21)
2.2. Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkes RI, 2004). Sanitasi makanan ini bertujuan untuk (Kusnoputranto, 1986) :
1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan. 2. Mencegah konsumen dari penyakit.
3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. 4. Mengurangi kerusakan/pemborosan makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, sebagai berikut (Chandra, 2007) :
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.
(22)
2.3. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsip-prinsip ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci keberhasilan usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman, yaitu :
1. Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein hewani seperti daging, susu, ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaannya tidak boleh berubah bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja, 1995).
2. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula
(23)
merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Sumoprastowo, 2000, dikutip oleh Marlia Tarigan, 2005).
Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang ditetapkan dan usahakan adanya sirkulasi udara/ventilasi, untuk bahan lainnya disimpan pada tempat yang tidak terjangkau tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya. Sedangkan untuk rempah-rempah dan kacang-kacangan lebih baik disimpan di tempat yang kering dan dalam wadah yang telah diatur kelembabannya agar tidak mudah tumbuh spora (Mukono, 2008). 3. Pengolahan Makanan
Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
a. Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat di mana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996) :
− Selalu dalam keadaan bersih.
− Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci. − Mempunyai saluran pembuangan air kotor.
− Mempunyai bak pencuci tangan dan alat-alat yang dipergunakan. − Mempunyai tempat sampah.
(24)
− Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih.
− Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap serta bau makanan yang kurang sedap.
− Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik; artinya tidak sampai tercemar oleh debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus.
− Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan dengan bumbu dapur.
− Mempunyai alat pencegah kebakaran. b. Tenaga pengolah makanan/penjamah makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian (Depkes RI, 2006). Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini berpeluang untuk menularkan penyakit. Beberapa infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil (Purawidjaja, 1995).
Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan sangat banyak, sekurang-kurangnya adalah :
− Tidak sedang menderita penyakit infeksi apapun (kulit, paru-paru, saluran pencernaan, dan lain sebagainya).
(25)
− Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi.
− Mengetahui tentang higiene, misalnya selalu membersihkan badan dan pakaian sebelum menyentuh bahan makanan, menggunakan sabun serta air hangat dalam membersihkan benda-benda yang berhubungan dengan makanan, mencuci tangan segera setelah keluar dari kamar kecil, tidak meludah, tidak bersin, tidak batuk atau merokok ketika mengolah makanan, menggunakan tutup mulut, hidung dan tutup kepala, dan lain sebagainya. Sebaiknya, terhadap orang yang langsung dan erat hubungannya dengan bahan makanan, seperti tukang masak misalnya, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Azwar, 1996).
c. Cara pengolahan makanan
Tujuan mengolah bahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good Manufacturing Practice) (Purawidjaja, 1995).
4. Pengangkutan Makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan memerlukan pengangkutan untuk disimpan dan disajikan. Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat, dan tidak berkarat atau bocor.
(26)
Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 60°C atau tetap dingin 4 °C (Purawidjaja, 1995).
5. Penyimpanan Makanan Masak
Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun demikian di dalam perkembangan bakteri tersebut masih pula ditentukan oleh jenis makanan yang sesuai atau jenis makanan yang cocok sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan teknik penyimpanan makanan yang baik, ditujukan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan.
Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, syarat penyimpanan makanan jadi yaitu :
a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan. b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 °C atau lebih atau
disimpan dalam suhu dingin 4 °C atau kurang.
c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan dalam suhu -5 °C sampai -1 °C.
6. Penyajian/Penjajaan Makanan
Penyajian/penjajaan makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Purawidjaja, 1995).
(27)
Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan, perlengkapan/sarana penjaja disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003) :
a. Mudah dibersihkan
b. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran c. Tersedia tempat untuk :
− Air bersih
− Penyimpanan bahan makanan
− Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan − Penyimpanan peralatan
− Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus diperhatikan adalah lokasi penjualan yang mana juga harus memenuhi syarat kesehatan, antara lain :
a. Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemaran. b. Lokasi usaha terhindar dari serangga.
c. Lokasi usaha dilengkapi tempat pembuangan sampah yang tertutup.
d. Lokasi usaha dilengkapi fasilitas sanitasi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, dan sebagainya.
2.4. Es Dawet dan Cara Pembuatannya 2.4.1. Es Dawet
Dawet merupakan jenis minuman yang biasanya disajikan dalam bentuk minuman bersantan dan ditambahkan gula merah. Di beberapa daerah dawet biasanya
(28)
juga disebut dengan cendol. Jenis minuman ini sangat khas rasanya, dan banyak sekali peminatnya, baik dinikmati pada waktu musim panas maupun hujan. Dawet ini biasanya terbuat dari bahan dasar tepung sagu ataupun tepung beras (Ara, 2009). 2.4.2. Proses Pembuatan Es Dawet
Adapun proses pembuatan es dawet tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bahan dan Peralatan
a. Bahan
Bahan pembuat dawet terdiri dari : tepung beras, tepung tapioka, air dan air pandan (hasil perasan dari pandan yang telah diblender dulu sebelumnya). Sedangkan bahan pembuat kuah terdiri dari : santan sedang, pandan, garam dan sirup gula merah.
b. Peralatan :
Adapun peralatan yang biasanya digunakan adalah pisau, kompor, telenan, panci, wadah baskom, dan cetakan dawet.
2. Cara pembuatan :
1. Siapkan baskom berisi es batu dan air es untuk menampung dawet. 2. Aduk semua bahan dawet, rebus hingga mendidih dan meletup-letup.
3. Tuang panas-panas ke dalam cetakan dawet, tekan-tekan hingga dawet jatuh ke dalam baskom es.
(29)
2.5. Kualitas Air
2.5.1. Persyaratan Kualitas Air Minum
Air yang dimanfaatkan dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan, baik kuantitas dan kualitas yang erat hubungannya dengan kesehatan. Air yang memenuhi persyaratan kuantitas apabila air tersebut mempunyai jumlah yang cukup untuk dipergunakan sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, secara garis besar persyaratan kualitas air minum dapat digolongkan dengan empat syarat, yaitu :
1. Syarat Fisika
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal ± 3 ºC dari suhu udara sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l.
2. Syarat Kimia
Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan maksimum (6,5 - 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat Mikrobiologi
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air minum. 4. Syarat Radioaktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.
(30)
2.5.2. Kualitas Bakteriologis Air
Sarana air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air hujan, air tanah, air danau maupun air sungai. Jumlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang memengaruhinya. Idealnya air bersih tidak mengandung organisme patogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Bakteri Escherichia coli pada umumnya mempunyai jumlah yang besar dalam tinja manusia, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme koli tinja, terutama Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Fardiaz, 1992).
Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, persyaratan kualitas air minum dengan standar koli tinja adalah 0 per 100 ml air. Standar tentang syarat kualitas air ini digunakan sebagai parameter terhadap hasil pemeriksaan di laboratorium.
2.5.3. Bakteri Indikator Polusi
Bakteri indikator polusi atau indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama patogen penyebab infeksi saluran pencernaan (Fardiaz, 1992).
(31)
Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari patogen, akan tetapi analisis rutin yang dilakukan terhadap semua jenis patogen dianggap tidak praktis karena berbagai alasan, di antaranya yaitu (Fardiaz, 1992) :
1. Bermacam-macam uji diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya semua jenis mikroorganisme patogen.
2. Uji-uji yang diperlukan untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya terlalu kompleks dan memerlukan waktu relatif lama.
3. Jumlah patogen yang terdapat di dalam contoh seringkali terlalu kecil sehingga diperlukan contoh dalam jumlah besar untuk dapat mendeteksinya.
4. Beberapa uji patogen sensivitasnya terlalu rendah sehingga patogen yang jumlahnya terlalu kecil seringkali tidak dapat terdeteksi.
5. Beberapa uji patogen seperti uji virus, ganggang atau parasit memerlukan keahlian tertentu dan peralatan yang sangat mahal.
6. Kemungkinan bahaya yang dapat timbul dalam mengisolasi dan menguji mikroorganisme patogen.
Karena alasan-alasan tersebut di atas dan mengingat bahwa mikroorganisme patogen kebanyakan berasal dari kotoran, maka untuk mengetahui kemungkinan kontaminasi air oleh mikroorganisme patogen, uji bakteri indikator yang berasal dari kotoran dianggap lebih mudah dan praktis.
Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator polusi kotoran adalah bakteri yang tergolong dalam Escherichia coli, streptokokus fekal, dan Clostridium perfringens. Adapun alasan memilih mikroorganisme ini menjadi indikator, adalah sebagai berikut :
(32)
1. Lebih tahan dibanding bakteri usus patogen.
Karena lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen lainnya maka dapat dipastikan bakteri usus patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Escherichia coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan air.
2. Banyak terdapat dalam tinja.
Karena di dalam tinja terdapat dalam jumlah yang besar, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisa.
3. Mudah dianalisa.
Dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat dipastikan keberadaannya.
4. Murah biaya menganalisa.
Untuk analisa hanya dibutuhkan media yang sederhana sehingga sangat murah. (Sunarjo, 1994).
Dari ketiga mikroorganisme tersebut, Escherichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendaki kehadirannya di dalam air minum maupun makanan. Hal ini karena bila dalam sumber air ditemukan bakteri Escherichia coli,maka hal ini dapat menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh feces manusia atau hewan-hewan berdarah panas (Nugroho, 2006). Selain itu, ada beberapa alasan Escherichia coli dijadikan sebagai indikator pencemaran (polusi), yaitu :
− Setiap orang, baik yang sehat maupun yang sakit, tinjanya pasti mengandung Escherichia coli, sehingga bakteri ini mudah ditemukan.
(33)
− Pemeriksaan laboratorium untuk meneliti Escherichia coli tidak berbahaya dan sederhana.
− Bakteri Escherichia coli tahan terhadap cahaya dibandingkan dengan bakteri lain. 2.6. Escherichia coli
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang dan tidak membentuk spora. E. coli ini sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia (Arisman, 2009).
Keberadaan E. coli dalam air atau makanan dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (patogen) pada pangan. Dengan ditemukannya E. coli pada badan air, maka dapat dikatakan adanya pencemaran air oleh feces. Jika di dalam 100 ml air minum terdapat 500 sel bakteri E.coli maka dimungkinkan akan terjadi gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam typhus E. coli yang pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga selanjutnya E. coli dapat menyebabkan diare ataupun penyakit lainnya (Rahayu, 2007).
Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10 - 40 °C, dengan suhu optimum 37°C dan mati pada suhu 60 °C selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama. Escherichia coli relatif peka terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan proses pembekuan
(34)
tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu relative panjang (Volk, 1984).
Klasifikasi Escherichia coli berdasarkan sifat-sifat virulensinya (Arisman, 2009) :
1. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)
EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun mekanismenya belum dapat dijelaskan. Hal ini dapat ditularkan dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi melalui alat-alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. EPEC yang menyerang terutama pada bayi dan anak, menyebabkan diare berair. Jika keadaan ini menjadi parah pada anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang (seandainya situasi berubah kronik) mengarah pada gagal pertumbuhan.
2. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC adalah penyebab utama traveller’s diarrhea (diare petualang, ditularkan lewat air dan makanan)dan infantile diarrhea (diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera) di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas.
ETEC tidak dianggap sebagai sumber bahaya makanan yang serius di negara-negara dengan standar sanitasi tinggi dan praktek sanitasi yang
(35)
benar. Kontaminasi air oleh kotoran manusia dapat menimbulkan kontaminasi makanan. Kontaminasi pada makanan dapat juga terjadi apabila orang yang menangani makanan sedang sakit.
3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke negara tersebut. Strainnya bersifat nonlaktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak bergerak. Menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah.
Saat ini tidak diketahui makanan apa saja yang mungkin menjadi sumber EIEC, tetapi semua makanan yang terkontaminasi oleh kotoran dari manusia yang sakit, baik secara langsung atau melalui air yang terkontaminasi, dapat menularkan penyakit pada individu yang lain. Kasus yang pernah terjadi merupakan kasus yang berkaitan dengan daging hamburger dan susu yang tidak dipasteurisasi.
4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
EHEC merupakan bakteri yang sangat berbahaya. Dalam beberapa penelitian, bakteri ini dinyatakan hidup dalam daging mentah, juga ditemukan pada air limbah rumah potong ayam. Menghasilkan verotoksin yaitu suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika. Bentuk diare sangat berat dan dapat berlanjut menjadi diare darah (kolitis hemoragik), demam dan
(36)
muntah juga dapat terjadi. Banyak kasus kolitis hemoragik dan komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai matang. Transmisi EHEC terjadi melalui makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak higienis; tapi dapat pula terjadi secara person to person (kontak langsung).
5. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)
Patogenitas EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada bagian mukosa intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin. EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini.Transmisinya dapat food-borne maupun water-borne.
Menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya diare, Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare persisten.
Sumber kontaminasi yaitu susu mentah atau produk susu. Periksa label pada produk susu untuk memastikan terdapat kata "pasteurized." Ini berarti makanan telah dipanaskan untuk menghancurkan bakteri. Selain itu bisa juga terkontaminasi dari buah-buahan dan sayuran mentah, seperti selada atau lainnya yang kontak dengan kotoran hewan yang terinfeksi.
(37)
2.7. Peranan Air Bagi Kehidupan
2.7.1 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia dan Makhluk Lain
Salah satu kebutuhan yang juga sangat penting bagi makhluk hidup adalah air. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Air di dalam tubuh manusia berkisar antara 50-70 % dari seluruh berat badan dan terdapat di seluruh badan. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Untuk itu, orang dewasa perlu minum minimum 1,5-2 liter air sehari. Kekurangan air menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh (Soemirat, 2002).
Air tidak saja bermanfaat bagi manusia tetapi juga sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan mulai dari bahan makanan itu dipetik atau diambil, disimpan, diolah sampai menjadi makanan jadi, serta pada penyimpanan makanan jadi (Soemirat, 2002).
2.7.2. Peranan Air Terhadap Kesehatan
Air sangat berperan penting di dalam kesehatan makhluk hidup terutama manusia. Air yang bersih dan sehat dapat meningkatkan derajat kesehatan, sedangkan air yang tidak sehat dan telah terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen maupun kontaminan lainnya, dapat menurunkan derajat kesehatan yang mengkonsumsinya (Soemirat, 2002).
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung di antara masyarakat seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne
(38)
disease. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air ini sangat banyak macamnya, mulai dari virus, bakteri, protozoa, metazoa (Soemirat, 2002).
2.7.3. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman
Makanan, tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Soemirat, 2002).
2.7.3.1.Keracunan Makanan
Keracunan, secara spesifik, diartikan sebagai keadaan yang menimbulkan gangguan gastero-intestinal (GI) yang mendadak, dalam waktu 2-40 jam setelah makan dengan menimbulkan gejala muntah berak, dapat bertahan 1-2 hari atau 7 hari atau lebih. Keracunan ini bila mendapat pertolongan yang baik, biasanya dapat sembuh dengan cepat. Keracunan makanan ini dapat disebabkan oleh (Soemirat, 2002) :
− racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri
− racun yang ada di dalam panganan akibat pengotoran atau kontaminasi
Secara umum, istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup :
(39)
a. Intoksikasi pangan adalah gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin.
b. Infeksi pangan adalah gangguan yang disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis daripada organisme penyebab infeksi pangan adalah Escherichia coli (Siagian, 2002). 2.7.3.2. Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.
Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, seperti (Soemirat, 2002) :
− mengolah makanan atau makan dengan tangan yang kotor − memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan
− menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih, dan lain-lainnya
− makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya − makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama
− makanan dicuci dengan air kotor
(40)
− sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi − memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi
− pengolah makanan yang sakit atau carrier penyakit − pasar yang kotor, banyak insekta, dan sebagainya
2.8. Persyaratan Kesehatan Makanan dan Minuman Jajanan 2.8.1. Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan dan minuman di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan atau minuman yang siap santap yang dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Di dalam Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 ini dimuat persyaratan kesehatan makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan dan penyajian, sarana penjaja serta sentra pedagang.
Dalam Kepmenkes tersebut dinyatakan penjamah makanan jajanan harus memenuhi persyaratan, antara lain menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, mencuci tangan setiap kali hendak menangani minuman dan menjamah minuman dengan peralatan. Peralatan yang digunakan oleh pedagang yang sudah dipakai, dicuci dengan air bersih dan dengan sabun, disimpan di tempat yang bebas dari pencemaran dan pedagang dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
Air yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih. Bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
(41)
mutunya, segar dan tidak busuk. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan peralatan yang bersih dan aman bagi kesehatan. Sarana penjaja harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan bahan minuman, tempat penyimpanan peralatan dan tempat sampah. Sentra pedagang makanan jajanan harus cukup jauh dari sumber pencemaran seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan dan sebagainya. Lokasi makanan jajanan harus dilengkapi fasilitas sanitasi yang meliputi antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas pengendali lalat.
2.8.2. Persyaratan Kesehatan Lokasi Usaha
Lokasi dan bangunan sangat penting bagi setiap tempat usaha, usaha yang memiliki bangunan akan memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi konsumennya. Saat ini banyak dijumpai pedagang yang menjual makanan minuman tidak memiliki bangunan dan lokasi berdagang yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga kemungkinan cukup besar terkontaminasi mikroorganisme.
Persyaratan lokasi dan bangunan akan disesuaikan sejalan dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan kesehatan rumah makan. Kepmenkes ini memuat persyaratan lokasi dan bangunan, bahan makanan dan minuman, tempat penyimpanan bahan makanan dan minuman, tempat penyajian, persyaratan peralatan dan lain-lain.
Dalam persyaratan kesehatan rumah makan tersebut dinyatakan lokasi usaha harus jauh dari sumber pencemaran, bahan makanan dan minuman dalam kondisi baik (tidak rusak dan tidak busuk) dan tempat penyimpanan bahan minuman harus selalu dalam keadaan bersih serta bebas dari serangga. Selain itu peralatan yang
(42)
digunakan harus terjaga kebersihannya, penyajian harus dilakukan oleh pedagang yang berperilaku sehat dan memakai pakaian bersih.
2.9. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu metode manajemen keamanan makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut (Mortimore, 2005).
Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997b) dan NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Mortimore, 2005) :
1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya).
2. Prinsip 2 : Tentukan titik kendali kritis (critical control point, CCP). 3. Prinsip 3 : Tetapkan batasan kritis.
4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP.
5. Prinsip 5 : Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu berada di luar kendali.
6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja dengan efektif.
7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip tersebut dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan
(43)
bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004).
Analisis bahaya pada minuman es dawet, yakni terdiri dari :
1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan (CCP 1) dengan pemanasan 100°C seperti E. coli, Salmonella spp, dan bakteri lainnya.
2. Bahaya kimia yang berasal dari penggunaan pestisida dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang berlebihan. Bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan kadarnya harus di bawah batas yang ditentukan. Akan tetapi dapat dikurangi/dieliminasi (CCP 2) pada saat pencucian.
3. Bahaya fisik yang tidak boleh antara lain : pecahan gelas dan logam, potongan kerikil, tulang, kayu, plastik, bagian tubuh seperti : kuku, rambut, dan bulu. Bahaya ini dapat dihilangkan (CCP 1) pada saat pencucian.
Penerapan pohon keputusan HACCP pada setiap tahap (Thaheer, 2005) : Pertanyaan 1 : Haruskah ada Ukuran Pencegahan (UP) ?
Perlu UP
Pertanyaan 2 : Apakah tahap ini dirancang khusus untuk mengeliminasi atau mereduksi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas tertentu yang bisa diterima ?
(44)
Pertanyaan 3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi timbul sebagai limpahan dari batas diterima atau dapatkah bahaya tersebut meningkat hingga batas yang tidak diterima ?
Ya
Pertanyaan 4 : Akankah urutan tahap mampu menghilangkan bahaya teridentifikasi atau mengurangi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas yang bisa diterima ?
Tidak
CCP
2.10.Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Kandungan Bakteri Escherichia coli di dalam Minuman Jajanan
Berdasarkan hasil penelitian Roslila (2006) pada air tahu yang dijual pedagang kaki lima di pasar Bagan Batu, didapatkan hasil bahwa beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang mana 5 dari 12 sampel air tahu yang diteliti ternyata mengandung bakteri Escherichia coli sebanyak 2 sampai 27 per 100 ml sampel.
Hasil penelitian Sirait (2009) pada susu kedelai yang dipasarkan di kota Medan, didapatkan bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil dan dipasarkan di kota Medan ternyata beberapa belum memenuhi syarat kesehatan. Hal
(45)
ini terbukti dari 10 sampel susu kedelai yang diuji menunjukkan 4 sampel minuman mengandung Escherichia coli sebanyak 50 sampai 120 per 100 ml sampel.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sari (2009) pada minuman cincau hijau yang dijual di Pasar Raya Kota Padang, juga didapatkan hasil bahwa semua sampel cincau hijau dan kuah santan yang diperiksa positif mengandung bakteri Escherichia coli yang berkisar dari 96 sampai 240 dalam 100 ml sampel. Ini juga berarti bahwa minuman cincau hijau tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.
(46)
2.11. Kerangka Konsep
Es Dawet • Dawet • Santan • Sirup gula
merah • Es batu
Kandungan
Escherichia coli dalam es dawet
Pemeriksaan Laboratorium
Ada E. coli
Tidak ada E. coli Permenkes RI No.
492/Menkes/Per/IV/2 010
Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2 003
Higiene sanitasi pengolahan: − Pemilihan bahan baku − Penyimpanan bahan baku − Pengolahan
− Penyimpanan minuman jadi
− Pengangkutan − Penyajian
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan dan jumlah Escherichia coli yang terdapat pada es dawet yang dijual oleh beberapa produsen serta gambaran mengenai higiene sanitasi pengolahan di kota Medan tahun 2011.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi pengambilan sampel dan observasi dilakukan di :
1. “Es Dawet Mas Tony Asli Banjarnegara”, Jln. Meteorologi Raya No. 1A Medan.
2. “Es Dawet Pujakusuma”, Jln. Sutrisno Gg. Dame 3 No. 43 Medan.
3. “Es Ratu Dawet Asli Jawa”, Jln. Vanili No. 305 Perumnas Simalingkar Medan
Adapun alasan memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah : − Jumlah konsumen dan pedagang dari ketiga produsen ini cukup banyak. − Tempat berjualan dekat dengan jalan raya dan mudah terkontaminasi.
Pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kota Medan.
(48)
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011, termasuk pengambilan data-data pendukung lainnya.
3.3. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah es dawet yang diambil atau berasal dari ketiga produsen dan pedagang es dawet tersebut. Dalam es dawet ini yang akan menjadi sampel adalah dawet, santan, sirup gula merah, dan es batu. Jumlah sampel keseluruhan adalah 12 (dua belas) sampel. Pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kota Medan.
Selain melakukan pemeriksaan laboratorium, peneliti juga melakukan observasi higiene sanitasi pengolahan pada para produsen dan pedagang minuman es dawet tersebut.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap es dawet dan observasi terhadap produsen dan pedagang yang menjual es dawet tersebut.
(49)
3.5. Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium
Pengambilan sampel didasarkan pada beberapa titik kritis yang ada di dalam proses pengolahan es dawet tersebut. Titik-titik kritis ini dapat dilihat pada lembar HACCP berikut :
Lembar HACCP Minuman Es Dawet Titik
Pengendalia n
Bahaya Cara
Pengendalian Paramete r CCP Batas Kritis Nilai Targe t
Pemantauan Tindaka n
Koreksi Air mentah E. coli Dimasak
hingga 100 °C
Tidak ada E. coli E. coli = 0 Tidak ada Memasak air sampai betul-betul mendidih Dimasak ulang Proses pemasakan santan
E. coli Dimasak hingga 100 °C
Tidak ada E. coli E. coli = 0 Tidak ada Memasak santan sampai betul-betul mendidih Dimasak ulang Proses pemasakan sirup gula merah
E. coli Dimasak hingga 100 °C
Tidak ada E. coli E. coli = 0 Tidak ada Memasak sirup gula merah sampai betul-betul mendidih Dimasak ulang Pemberian es batu
E. coli Es batu berasal/dibuat dari air yang sudah dimasak Tidak ada E. coli E. coli = 0 Tidak ada Membeli es batu dari tempat yang terpercaya Membeli es batu yang masih dalam kemasan pabrik
(50)
Cara pengambilan sampel :
1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti keperluan alat tulis, catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi pengambilan sampel dan tanggal pengambilan serta kantong plastik tempat sampel.
2. Plastik kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass.
3. Kemudian disterilisasi ke dalam autoclave dengan suhu 121 °C selama 10 menit.
4. Sampel diambil 3 jam setelah minuman es dawet tersebut dijual.
5. Pesan minuman yang dalam penyajiannya dipisahkan antara dawet, kuah santan, sirup gula merah, minuman yang diberi es dan minuman yang tidak diberi es. Sementara minuman dipesan lakukan observasi.
6. Kantong plastik sampel diberi nomor kode dan tanggal pengambilan dengan menggunakan spidol.
7. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam termos es dan langsung dibawa ke laboratorium.
8. Pengiriman dilakukan secepatnya, yaitu dalam waktu 3 jam sampai di laboratorium.
(51)
3.5.2. Peralatan dan Bahan a. Alat-alat yang Diperlukan : 1. Autoclave
2. Inkubator : 37 °C dan 44 °C 3. Timbangan
4. Labu Erlenmeyer 5. Rak Tabung 6. Lampu Bunsen 7. Tabung reaksi 8. Cawan Petri 9. Pipet 10 ml 10.Kawat ose 11.Tabung Durham 12.Blender
13.Spidol 14.Kapas 15.Kulkas 16.Plastik klem
b. Media dan Regensia yang Diperlukan 1. Gram Buffer phosphate pH 7,2
2. Lactose Broth (LB)
(52)
4. Endo agar 5. Alkohol 99%
3.6. Cara Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Most Probable Number (MPN) dilakukan dengan tabung ganda yang terdiri dari :
1. Test Perkiraan (Presumptive test) 2. Test Penegasan (Cofirmative test) 3.6.1. Test Perkiraan (Presumptive test)
Media yang digunakan adalah Lactose Broth (LB). Cara pemeriksaan :
a. Siapkan 7 tabung reaksi yang masing-masing berisi media lactose broth sebanyak 10 ml. Tabung disusun pada rak tabung dan diberi tanda.
b. Ambil bahan pemeriksan yang telah disiapkan dengan pipet kemudian masukkan ke dalam :
− Tabung 1 s/d 5 masing-masing sebanyak 10 ml − Tabung ke 6 sebanyak 1 ml
− Tabung ke 7 sebanyak 0,1 ml
− Masing-masing tabung tersebut digoyang-goyang agar spesimen dan media tercampur.
c. Inkubasikan pada suhu 35-37 °C selama 24 jam. Setelah 24 jam diperiksa ada tidaknya pembentukan gas pada tabung Durham.
(53)
− Bila terbentuk gas pada tabung dinyatakan positif (+), dan dilanjutkan dengan test penegasan.
− Apabila test dalam waktu 24 jam tidak membentuk gas, dimasukkan ke inkubator kembali pada suhu 37 °C selama 24 jam. Bila terbentuk gas pada tabung Durham maka hasil menunjukkan positif (+) dan test dilanjutkan dengan test penegasan.
− Bila test negatif (-) berarti Coliform negatif (-) dan tidak perlu dilakukan test penegasan.
3.6.2. Test Penegasan (Cofirmative test)
Media yang digunakan adalah Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB) 2 %. Test ini untuk menegaskan hasil positif dari test perkiraan.
Cara pemeriksaan :
a. Dari tiap-tiap tabung presumptive yang positif, dipindahkan 1-2 ose ke dalam tabung confirmative yang berisi 10 ml BGLB 2 %.
b. Satu seri tabung BGLB 2 % diinkubasikan pada suhu 35-37 °C selama 24-48 jam untuk memastikan adanya coliform dan satu seri yang lain diinkubasikan pada suhu 44 °C selama 24 jam untuk memastikan adanya coliform tinja.
c. Pembacaan dilakukan setelah 24-28 jam dengan melihat jumlah tabung BGLB 2 % yang menunjukkan positif gas.
(54)
3.6.3. Pembacaan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pembacaan hasil dari test penegasan dilakukan dengan menghitung jumlah tabung yang menunjukkan adanya gas, baik pada seri tabung yang diinkubasi pada suhu 37 °C maupun pada seri tabung yang diinkubasi pada suhu 44 °C.
Angka yang diperoleh dicocokkan dengan table MPN, maka akan diperoleh indeks MPN coliform untuk tabung yang diinkubasi pada suhu 37 °C dan indeks MPN Escherichia coli untuk tabung yang diinkubasikan pada suhu 44 °C.
3.7. Definisi Operasional
1. Es dawet adalah minuman yang dijual oleh pedagang kaki lima kepada masyarakat umum yang terdiri dari dawet, santan kelapa, gula merah serta es. 2. Kandungan Escherichia coli dalam es dawet adalah jumlah Escherichia coli
yang ditemukan dalam es dawet yang merupakan indikator pencemaran dalam minuman tersebut, yang jumlah tersebut dilihat berdasarkan hasil uji di laboratorium dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) atau Angka Paling Mungkin tumbuhnya bakteri.
3. Pemeriksaan laboratorium adalah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat dan cara kerja tertentu di dalam suatu ruangan khusus yakni Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Medan.
4. Ada E. coli adalah terdapatnya sejumlah bakteri Escherichia coli di dalam minuman es dawet yang menunjukkan bahwa minuman tersebut tidak
(55)
memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, yaitu 0 dalam 100 ml sampel.
5. Tidak ada E. coli adalah tidak terdapatnya sejumlah bakteri Escherichia coli di dalam minuman es dawet yang menunjukkan bahwa minuman tersebut memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, yaitu 0 dalam 100 ml sampel.
6. Higiene sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia, meliputi :
a. Pemilihan bahan baku minuman es dawet adalah pemilihan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan minuman es dawet yang meliputi tepung beras, tepung tapioka, air, pandan, kelapa, garam dan sirup gula merah.
b. Penyimpanan bahan minuman es dawet adalah peletakan bahan pembuat minuman es dawet pada tempat yang tertutup rapat, tidak terjangkau tikus, serangga dan binatang pengganggu lainnya, misalnya di dalam lemari. c. Pengolahan minuman es dawet adalah proses pencampuran semua
bahan-bahan pembuat minuman es dawet, mulai dari pengadukan semua bahan-bahan dawet, perebusan, pencetakan dawet dan pemasakan santan.
d. Penyimpanan minuman es dawet adalah minuman es dawet yang sudah jadi ditempatkan pada tempat yang tidak tercemar debu, tertutup dan tidak terjangkau oleh tikus, serangga dan binatang pengganggu lainnya.
(56)
e. Pengangkutan minuman es dawet adalah pemindahan minuman es dawet dari tempat pengolahan ke tempat penjualan dengan menggunakan gerobak dorong.
f. Penyajian minuman es dawet adalah menyajikan minuman es dawet ke konsumen dengan menggunakan peralatan yang bersih dan penyaji yang berpakaian bersih dan rapi serta harus berada pada lokasi yang terhindar dari pencemaran yang diakibatkan oleh debu, asap, serangga dan tikus serta tidak berdekatan dengan sumber pencemaran antara lain tempat pembuangan sampah umum.
3.8. Aspek Pengukuran/Observasi
Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pengolahan minuman es dawet yang dijual di Kota Medan yang meliputi pemilihan bahan baku minuman es dawet, penyimpanan bahan baku, pengolahan, penyimpanan minuman es dawet yang sudah jadi sebelum dijual, pengangkutan dan penyajian minuman es dawet ke beberapa tempat di Medan. Pengukuran dilakukan dengan cara mengobservasi para produsen dan pedagang dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan dengan dua kategori jawaban, yaitu “ya” dan “tidak”. Lalu hasil observasi yang diperoleh akan dibandingkan dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jika salah satu pertanyaan dari observasi tersebut tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, maka kriteria tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.
(57)
3.9. Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi higiene sanitasi pengolahan minuman es dawet yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan serta dibandingkan dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Data hasil pemeriksaan Escherichia coli yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium dibandingkan dengan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota Medan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Utara : Selat Malaka
2. Selatan : Daerah Kabupaten Deli Serdang 3. Barat : Daerah Kabupaten Deli Serdang 4. Timur : Daerah Kabupaten Deli Serdang
Berbatasan langsung dengan Selat Malaka, membuat Medan merupakan pintu masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa sehingga di kota ini banyak ditemukan pusat-pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan/kios, pedagang kaki lima (PKL) dan pedagang jajanan yang berjualan di pinggir-pinggir jalan.
4.1.2. Demografis
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah penduduk yang mendiami kota Medan mencapai 2.109.339 jiwa terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Penduduk mempunyai mata pencaharian sehari-hari yang beragam. Akan tetapi, kebanyakan penduduk Medan berprofesi di bidang perdagangan.
(59)
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Karakteristik Produsen Minuman Es Dawet
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis kelamin produsen minuman es dawet bervariasi, yaitu laki-laki berjumlah 1 orang (33.3%) dan perempuan berjumlah 2 orang (66.6%). Golongan umur produsen minuman es dawet juga bervariasi, yaitu berumur 23 tahun berjumlah 1 orang (33.3%), berumur 27 tahun berjumlah 1 orang (33.3%) dan berumur 30 tahun juga berjumlah 1 orang (33.3%).
Berdasarkan lama berjualan, diketahui bahwa para produsen telah berjualan selama bertahun-tahun. Produsen yang telah berjualan selama 8 tahun berjumlah 1 orang (33.3%), berjualan selama 11 tahun berjumlah 1 orang (33.3%), dan telah berjualan selama 25 tahun juga berjumlah 1 orang (33.3%).
4.2.2. Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Pengolahan Minuman Es Dawet
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap produsen minuman es dawet tentang 6 (enam) prinsip dasar higiene sanitasi pengolahan minuman es dawet yang dijual di Kota Medan tahun 2011, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi pada masing-masing tahap pengolahannya : 4.2.2.1. Pemilihan Bahan Baku Minuman Es Dawet
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap produsen minuman es dawet dalam hal pemilihan bahan baku pembuatan minuman es dawet dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini :
(60)
Tabel 4.1 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku Pembuatan Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
No. Kriteria Penilaian Ya Tidak
N % N %
1. Bahan pembuatan minuman es dawet a) Tepung beras/tepung tapioka
i. Butiran kering dan tidak lembab 3 100.0 0 0 ii. Warna aslinya tidak berubah karena jamur atau
kapang
3 100.0 0 0
iii. Tidak mengandung kutu atau serangga 3 100.0 0 0
iv. Masih dalam kemasan pabrik 3 100.0 0 0
b) Pandan
i. Pandan secara fisik terlihat segar 3 100.0 0 0 ii. Pandan secara fisik terlihat bersih 3 100.0 0 0
iii. Menggunakan pewarna buatan 0 0 3 100.0
c) Air
i. Menggunakan air leding/air PDAM 3 100.0 0 0 ii. Menggunakan air yang sudah dimasak 0 0 3 100.0 d) Kelapa
i. Menggunakan kelapa yang masih utuh/bulat 1 33.3 2 66.6 e) Gula Merah
i. Menggunakan gula merah yang dalam kondisi baik
2 66.6 1 33.3
ii. Menggunakan pemanis buatan 0 0 3 100.0
2. Bahan baku pembuatan minuman es dawet diperoleh dari tempat penjualan yang diawasi oleh pemerintah.
0 0 3 100.0
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa seluruh produsen (100%) menggunakan bahan baku tepung beras/tapioka dan pandan yang sudah memenuhi syarat kesehatan. Di mana tepung yang digunakan terlihat kering, tidak lembab, warnanya asli, tidak mengandung kutu atau serangga dan masih dalam kemasan pabrik. Pandan yang digunakan juga terlihat segar dan bersih secara fisik. Selain itu, seluruh produsen (100%) tidak menggunakan pewarna buatan karena pewarna yang
(61)
dipakai murni dari air pandan saja. Berbeda dengan penggunaan air untuk membuat minuman es dawet, seluruh produsen (100%) tidak menggunakan air yang sudah dimasak, akan tetapi menggunakan air leding/air PDAM untuk proses pembuatannya.
Bahan baku pendukung berupa kelapa yang digunakan oleh para produsen, hanya 1 produsen (33.3%) yang sudah memenuhi syarat kesehatan, yakni menggunakan kelapa yang masih utuh. Sedangkan 2 produsen lainnya (66.6%) tidak memenuhi syarat kesehatan. Bahan baku pendukung lainnya berupa gula merah, sebanyak 2 produsen (66.6%) yang menggunakan gula merah dalam kondisi baik, dan 1 produsen lainnya (33.3%) tidak memenuhi syarat kesehatan. Bahan baku minuman es dawet ini seluruhnya (100%) diperoleh di tempat yang tidak diawasi oleh pemerintah karena dijual di pasar-pasar tradisional.
4.2.2.2. Penyimpanan Bahan Baku Minuman Es Dawet
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap produsen minuman es dawet dalam hal penyimpanan bahan baku pembuatan minuman es dawet dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku Pembuatan Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
No. Kriteria Penilaian Ya Tidak
N % N %
1. Tempat penyimpanan bahan baku minuman es dawet selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
0 0 3 100.0
2. Tempat penyimpanan bahan baku minuman es dawet tertutup.
0 0 3 100.0
3. Tempat penyimpanan bahan baku minuman es dawet terpisah antara yang masak dengan yang mentah.
3 100.0 0 0 4. Tempat penyimpanan bahan baku minuman es dawet
tidak menjadi tempat bersarang serangga/tikus.
(62)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa semua produsen (100%) menyimpan bahan baku pembuatan minuman es dawet di tempat yang tidak tertutup, tidak bersih dan tidak terpelihara sehingga dapat menjadi tempat bersarang serangga/tikus. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria penilaian sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan. Akan tetapi seluruh produsen sudah memisahkan tempat penyimpanan bahan mentah dengan bahan yang sudah masak.
4.2.2.3. Pengolahan Minuman Es Dawet
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap produsen minuman es dawet dalam hal pengolahan minuman es dawet dapat dilihat dalam tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Pengolahan Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
No. Kriteria Penilaian Ya Tidak
N % N %
1. Mencuci bahan baku dengan air yang mengalir. 0 0 3 100.0 2. Memasak adonan dawet sampai mendidih. 3 100.0 0 0 3. Memasak kuah santan sampai mendidih. 3 100.0 0 0 4. Memasak sirup gula merah sampai mendidih. 3 100.0 0 0 5. Penjamah minuman es dawet selalu memakai
sarung tangan.
0 0 3 100.0
6. Menggunakan celemek saat mengolah minuman. 0 0 3 100.0 7. Menggunakan tutup kepala saat mengolah
minuman.
0 0 3 100.0
8. Selalu menggunakan pakaian yang bersih dan rapi. 1 33.3 2 66.6 9. Tidak menggunakan perhiasan saat mengolah
minuman.
2 66.6 1 33.3 10. Mencuci tangan sebelum mengolah minuman. 1 33.3 2 66.6 11. Mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi. 0 0 3 100.0 12. Tidak merokok saat mengolah minuman. 3 100.0 0 0 13. Tidak bercakap-cakap saat mengolah minuman. 0 0 3 100.0 14. Tidak sedang dalam kondisi batuk atau pilek saat
menangani minuman es dawet.
2 66.6 1 33.3 15. Selalu memelihara kebersihan tangan, rambut,
kuku tangan, dan kaki saat menangani minuman es
(63)
dawet.
16. Peralatan dalam keadaan bersih sebelum digunakan.
3 100.0 0 0 17. Tersedia tempat mencuci tangan dan peralatan. 3 100.0 0 0 18. Peralatan yang dicuci menggunakan air yang
mengalir.
2 66.6 1 33.3 19. Tersedia sabun/detergen untuk mencuci peralatan. 3 100.0 0 0 20. Peralatan yang digunakan tidak rusak. 3 100.0 0 0 21. Tempat pengolahan bebas dari serangga dan tikus. 1 33.3 2 66.6
22. Lantai dalam keadaan bersih. 1 33.3 2 66.6
23. Tersedia tempat penampungan sampah yang tertutup.
0 0 3 100.0
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa kriteria penilaian dalam pengolahan minuman es dawet secara umum masih kurang memenuhi syarat. Seluruh produsen (100%) tidak mencuci bahan baku dengan air yang mengalir. Selain itu juga seluruh produsen (100%) tidak memakai sarung tangan, celemek serta tutup kepala saat mengolah minuman. Akan tetapi, seluruh produsen (100%) memasak adonan dawet, kuah santan dan sirup gula merah sampai mendidih.
Saat mengolah minuman, seluruh produsen (100%) tidak mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi, tidak memelihara kebersihan tangan, rambut, kuku tangan dan kaki serta bercakap-cakap saat mengolah minuman. Terdapat 1 produsen (33.3%) yang masih menggunakan perhiasan dan sedang dalam kondisi batuk atau pilek saat mengolah minuman. Selain itu, terdapat 2 produsen (66.6%) yang tidak menggunakan pakaian yang bersih dan rapi serta tidak mencuci tangan sebelum mengolah minuman. Akan tetapi seluruh produsen (100%) tidak merokok saat mengolah minuman.
Dalam hal pemakaian peralatan, seluruh produsen (100%) menggunakan peralatan dalam keadaan bersih dan tidak rusak, tersedia tempat mencuci tangan dan
(64)
peralatan serta tersedia sabun/detergen untuk mencuci peralatan. Terdapat 2 produsen (66.6%) yang peralatannya dicuci menggunakan air yang mengalir, sedangkan 1 produsen lainnya (33.3%) tidak. Namun, hanya terdapat 1 pprodusen (33.3%) yang tempat pengolahannya bebas dari serangga dan tikus serta mempunyai lantai yang bersih. Seluruh produsen (100%) tidak mempunyai tempat sampah yang tertutup, sehingga mudah mengundang lalat atau serangga lainnya untuk hinggap di sampah-sampah tersebut.
4.2.2.4. Penyimpanan Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap produsen minuman es dawet dalam hal penyimpanan minuman es dawet yang sudah jadi dapat dilihat dalam tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Produsen Minuman Es Dawet Berdasarkan Penyimpanan Minuman Es Dawet yang Sudah Jadi di Kota Medan Tahun 2011
No. Kriteria Penilaian Ya Tidak
N % N %
1. Tersedia tempat penyimpanan dawet yang sudah jadi.
3 100.0 0 0
2. Botol tempat penyimpanan santan dalam keadaan bersih.
3 100.0 0 0
3. Botol tempat penyimpanan sirup gula merah dalam keadaan bersih.
3 100.0 0 0
4. Tempat penyimpanan tertutup dengan baik. 3 100.0 0 0 5. Minuman yang sudah jadi tidak disimpan > 6
jam sebelum diangkut ke tempat penjualan.
3 100.0 0 0
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa kriteria penilaian dalam hal penyimpanan minuman es dawet yang sudah jadi secara keseluruhan sudah
(1)
Lampiran 2.
Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pada Beberapa Produsen Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
No . K ode S am pe l N am a p ro d u sen L oka si JK ( L /P) U m ur ( ta hun) L am a j ua la n ( ta hun ) Ja m ju ala n ( p k l) Observasi
Prinsip I Prinsip II Prinsip III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9
I II III I
V V i i
i i i i i v
i i i
i i i
i i i
i i i i 1
.
A Siti Jl.M.R
aya
P 3 0
11 10 a a a a a a b a b a b b b b b a b b a a a b b b b a b b a b a b a a b a a b b b 2
.
B Ana Jl.Sutri
sno
P 2 3
25 9 a a a a a a b a b b a b b b b a b b a a a b b b a b b b a b b b a a a a a b b b
3 .
C Rony Jl.Vani li
L 2 7
8 9 a a a a a a b a b b a b b b b a b b a a a b b b b a a b a b a b a a a a a a a b
Keterangan : L = laki-laki P = perempuan a = ya
b = tidak
Prinsip I = kriteria penilaian pemilihan bahan baku minuman es dawet seperti yang tercantum dalam lembar observasi (I)s.d (IV) = bagian dari poin 1 dan merupakan keterangan dari pemilihan bahan baku minuman es dawet
Prinsip II = kriteria penilaian penyimpanan bahan baku minuman es dawet seperti yang tercantum dalam lembar observasi Prinsip III = kriteria penilaian pengolahan minuman es dawet seperti yang tercantum dalam lembar observasi
(2)
Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pada Beberapa Produsen Minuman Es Dawet di Kota Medan Tahun 2011
No . K ode S am pe l N am a p ro d u sen L oka si JK ( L /P) U m ur ( ta hun) L am a j ua la n ( ta hun ) Ja m ju ala n ( p k l) Observasi
Prinsip IV Prins
ip V Prinsip VI 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4
35 3
6 3 7 3 8 3 9 4 0 4 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 4 7 4 8 4 9 5 0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 1 .
A Siti Jl.M.R
aya
P 3 0
11 10 a a a a a a b a a a b b b b b a a a a b b b b b b a
2 .
B Ana Jl.Sutri
sno
P 2 3
25 9 a a a a a a b a a a b b b a a a b a b b b b b b b b
3 .
C Rony Jl.Vani li
L 2 7
8 9 a a a a a a b a a a b b b b b a a a a b b b b b b b
Keterangan :
Prinsip IV = kriteria penilaian penyimpanan minuman es dawet yang sudah jadi seperti yang tercantum dalam lembar observasi Prinsip V = kriteria penilaian pengangkutan minuman es dawet yang sudah jadi seperti yang tercantum dalam lembar observasi Prinsip VI = kriteria penilaian penyajian minuman es dawet seperti yang tercantum dalam lembar observasi
(3)
Lampiran 9.
Gambar 1. Bahan baku pembuatan minuman es dawet
(4)
Gambar 3. Produsen/pengolah minuman yang tidak menerapkan prinsip hygiene yang benar
(5)
Gambar 5. Alat pengangkutan minuman yang sudah jadi
(6)