Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

(1)

HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN ESCHERICHIA COLI DALAM MIE GOMAK YANG DIJUAL

DI PASAR SIDIKALANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

EKARISTI GAFIA L MANAO NIM. 081000130

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

ABSTRAK

Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya. Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah Escherichia coli pada mie gomak.

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 penjual mie gomak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun mie gomak yang mengandung Escherichia coli.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie gomak.


(4)

ABSTRACT

Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.

The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.

The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.

The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia coli.

The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing the mie gomak.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : EKARISTI GAFIA L MANAO

Tempat/ tanggal lahir : Sidikalang, 12 April 1990

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah bersaudara : 3 orang

Alamat rumah : Jl. Sada Arih no. 139 Sidikalang

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-2002 : SD Swasta Santo Yosef Sidikalang Tahun 2002-2005 : SLTP Swasta Santo Paulus Sidikalang Tahun 2005-2008 : SMA N 1 Sidikalang


(6)

KATA PENGANTAR Syalom...!

Terpujilah Tuhan Allah yang sungguh baik karena atas berkat dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Higiene Sanitasi

Pengelolaan dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli dalam Mie Gomak Uang Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen pembimbing I dan Bapak dr. Taufik Ashar,

MKM selaku dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini telah begitu banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik, terima kasih untuk bimbingan dan nasihatnya selama ini.


(7)

4. Seluruh dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kak Dian yang begitu banyak membantu dalam pengurusan administrasi.

5. Ibu Sri Meinita selaku pembimbing di Balai Labkes Dinkes Provinsi Sumatera Utara yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada saya dalam melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua T. R. Luahambawo dan S. Pasaribu , yang selalu senantiasa mendoakan dan mendukung sampai saat ini, terima kasih buat semuanya dan biarlah Tuhan yang membalas semua kebaikan yang telah dan akan kalian berikan. Juga kepada saudara-saudaraku tersayang yaitu David RL Manao dan Siprianus L Manao terima kasih atas dukungan moril dan juga dukungan doanya

7. Teman-teman CMSI USU : Dina Nadapdap, Rika Paduri, dan kakak tersayang kak Roita Panggabean beserta adik-adik kelompok Christ Soldier (Obal, Cika dan Mian) dan GIG (Devi, Pesta, Friska, Ayu), juga untuk semua staff LPMI dan semua adik-adik sepelayanan terima kasih untuk semua doa dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman satu kelompok Charis of Christ : Febryna, Stiphany, Rohani dan kakanda terkasih kak Purnama Sidebang, terima kasih untuk doa dan kebersamaannya.

9. Teman-teman satu angkatan FKM USU 2008 teristimewa kepada sahabat-sahabatku Herdiani Siallagan, Ristari Malau, Sartika Purba, Fienny Octa, Ervina Damanik dan Erzian Vesta terima kasih atas kebersamaan, motivasi dan doanya selama ini.


(8)

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua dan semoga Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan kasih karunia dan berkat-Nya kepada kita semua.

Medan, Agustus 2012 Penulis

Ekaristi Gafia L Manao

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN


(9)

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan ... 8

2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan ... 9

2.1.2 Sanitasi Makanan Jajanan ... 10

2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ... 15

2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan ... 15

2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan ... 17

2.2.3. Pengolahan Makanan ... 18

2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak ... 21

2.2.5. Pengangkutan Makanan ... 22

2.2.6. Penyajian Makanan ... 24

2.3. Mie Gomak ... 27

2.3.1. Mie Gomak ... 27

2.4. Escherichia coli ... 29

2.4.2. Sifat-sifat Escherichia coli ... 31

2.4.3. Klasifikasi Escherichia coli ... 32

2.5. Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Pengambilan ... 40


(10)

3.3.1 Populasi ... 41

3.3.2 Sampel ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 42

3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ... 42

3.5.2. Peralatan dan Bahan ... 42

3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie ... 43

3.6.1. Tes Perkiraan ... 44

3.6.2. Tes Penegasan ... 44

3.7. Defenisi Operasional ... 45

3.8. Aspek Pengukuran ... 46

3.9. Analisa Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

4.1.1. Geografi ... 48

4.1.2. Demografi ... 49

4.2. Hasil Penelitian ... 49

4.2.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ... 50

4.2.2. Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ... 51

4.2.3. Sanitasi Pengelolaan Makanan ... 53

4.2.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan ... 53

4.2.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan ... 54

4.2.3.3. Pengolahan Makanan ... 55

4.2.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/Masak ... 56

4.2.3.5. Pengangkutan Makanan ... 56

4.2.3.6. Penyajian Makanan Jadi ... 57

4.2.4. Teknis Higiene dan Sanitasi ... 58

4.2.4.1. Bangunan ... 58

4.2.4.2 Fasilitas Sanitasi ... 59

4.2.5. Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak ... 60

BAB V PEMBAHASAN ... 62

5.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ... 62

5.1.1. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak ... 62

5.1.2. Deskripsi Umum Umur Penjual Mie Gomak ... 62

5.1.3. Deskripsi Umum Pendidikan Penjual Mie Gomak ... 62

5.1.4. Deskripsi Umum Lama Bekerja Penjual Mie Gomak ... 63

5.2. Observasi Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ... 63

5.3. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi ... 65

5.3.1. Pemilihan Bahan Makanan ... 65


(11)

5.3.3. Pengolahan Bahan Makanan ... 67

5.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/masak ... 68

5.3.5. Pengangkutan Makanan ... 70

5.3.6. Penyajian Makanan... 71

5.4. Observasi Teknis Higiene dan Sanitasi ... 71

5.4.1. Bangunan ... 72

5.4.2. Fasilitas Sanitasi ... 73

5.5. Gambaran Higiene Sanitasi pada Penjual Mie Gomak ... 75

5.6 Analisa Kandungan Escherichia Coli pada Mie Gomak ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2 Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 2 Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Medan

Lampiran 5 Hasil Analisa Kandungan Esherichia Coli pada Mie Gomak Yang Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 6 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan

Lampiran 7 Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tetang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasboga


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Suhu Penyimpanan Bahan Makanan ... 17 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak ... 21 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak

Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ... 50 4.2 Distribusi Umur Penjual Mie Gomak

Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ... 50 4.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Penjual Mie Gomak

Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ... 51 4.4 Distribusi lama Berjualan Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak

Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ... 51 4.5 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Higiene Perorangan

Penjual di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 52 4.6 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pemilihan Bahan

Mie Gomak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 53 4.7 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan

Bahan Baku Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 54 4.8 Distribusi Penjual Mie Gomak Pengolahan Makanan

di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 55 4.9 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan

Makanan jadi/masak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 56 4.10 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pengangkutan

Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 56 4.11 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyajian

Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 57 4.12 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Bangunan

di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 58 4.13 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Fasilitas Sanitasi

di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ... 59 4.13 Hasil Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak Yang


(14)

ABSTRAK

Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya. Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah Escherichia coli pada mie gomak.

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 penjual mie gomak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun mie gomak yang mengandung Escherichia coli.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie gomak.


(15)

ABSTRACT

Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.

The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.

The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.

The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia coli.

The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing the mie gomak.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Salah satu untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah dengan mengkonsumsi makanan/minuman yang memiliki gizi seimbang dan bebas dari cemaran mikroba. Keamanan produk terutama pada makanan dan minuman merupakan suatu tuntutan yang telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit (Pratiwi, 2008).

Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari peralatan, penjamah makanan, sampah, mikroorganisme, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti udara dan air. Dari seluruh sumber kontaminan tersebut penjamah makanan adalah paling besar pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pengolahan makanan mempunyai pengaruh besar pada mutu produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh (Purnawijayanti, 2005).

Pada tahun 1993, WHO melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar. Pencemaran ini sebagian besar dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika Serikat, 20% kasus terjadi di rumah makan dan 3% ditemukan di industri pangan. Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru berasal dari rumah (46%), restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%), fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing 6%) dan sekolah (5%) (Arisman, 2008).


(17)

Centers for Desease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga pengawasan penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah pendinginan yang tidak adekuat (63%), makanan terlampau cepat disajikan (29%), kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik (27%), higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan atau telah terinfeksi (26%), pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%), alat pembersih yang tidak baik (9%), mengonsumsi makanan yang sudah basi (7%), kontaminasi silang (6%), memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat (5%), wajan berlapis bahan kimia berbahaya (4%), bahan mentah tercemar (2%), penggunaan zat adiktif secara berlebihan (2%), tidak sengaja menggunakan zat adiktif kimia (1%) dan dari sumber bahan makanan yang memang tidak aman (1%), (Arisman, 2008).

Salah satu wabah terbesar Escherichia coli , terjadi di Wishaw di Skotlandia pada tahun 1996 yang disebabkan oleh daging yang terkontaminasi. Sekitar 200 orang jatuh sakit, dua puluh di antaranya meninggal dunia. Wabah Escherichia coli utamanya terjadi di Jerman meski telah menjangkiti warga di 10 negara Eropa. Di Jerman tercatat 1.064 kasus diarea berdarah dan 470 kasus yang berpotensi menimbulkan komplikasi di darah dan ginjal(WHO, 2011)

Statistik mengenai penyakit bawaan makanan di negara-negara industri maju menunjukkan 60% dari kasus keracunan makanan disebabkan oleh penanganan makanan yang tidak baik dan kontaminasi pada hidangan makanan di tempat penjamahan makanan. Di negara berkembang data tidak cukup sahih, tetapi cukup alasan untuk percaya bahwa


(18)

keadaannya sama atau bahkan lebih parah(Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI, 2006).

Kasus keracunan makanan selama tahun 2003−2005 yang diberitakan oleh berbagai media massa, dapat memberikan gambaran tentang kondisi keamanan pangan di Indonesia. Dari 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, 83,30% disebabkan oleh bakteri patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan 72,20% dari 53 kasus. Diketahui pada tahun 2008 Badan POM telah mencatat 197 kasus keracunan pangan di seluruh Indonesia dengan 9022 penderita, yang meliputi 8943 orang sakit /dirawat dan 79 yang meninggal dunia. Ditinjau dari kejadian KLB keracunan pangan disimpulkan bahwa 85 (43,15%) kasus belum diketahui penyebabnya, 54 (27,41%) kasus karena mikrobiologi, 37 (18,78%) kasus karena bahan kimia dan 21 (10,66%) kasus tidak ada sampel.

Kontaminasi Escherichia coli pada industri makanan 21,3% di kota Jakarta, yaitu kontaminasi Escherichia coli pada pedagang kakilima 22,4%, rumah makan 26,3%, dan jasaboga 11,8%, 2. Dari informasi tersebut ternyata kontaminasi makanan yang disajikan kepada para konsumen masih cukup tinggi dan berbeda menurut jenis Tempat Pengolahan Makanan (TPM). Masyarakat yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi dapat mendatangkan risiko penyakit bawaan makanan yaitu penyakit gangguan pencernaan dan kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dengan gejala mual/muntah, pusing, dan diare. Dilaporkan KLB diare tahun 1995 sebanyak 116.075 kasus dan keracunan makanan 1997 sebanyak 31.919 kasus(Djaja, 2008).


(19)

Penjamah makanan yang menangani bahan makanan sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, terdapat pada kulit, hidung, dan mulut atau dalam saluran pencernaan, rambut, kuku, dan tangan.

Untuk menghindari tercemarnya makanan dilakukan pengelolaan makanan yang higiene dan sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku makanan sampai penyajian makanan. Untuk itu diusahakan agar bakteri tidak mencemari dan berkembang biak pada makanan dengan jalan meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan, alat-alat, bahan ataupun sanitasi dalam proses pengolahan untuk mengahasilkan produk makanan yan baik.(Nurwantoro, 1997).

Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalama 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, serta dalam 12 jam menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman untuk dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat(Supardi, 2003).

Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam makanan menjadi indikasi terjadiny kontaminasi tinja manusia. Adanya Escherichia coli menunjukkan suatu tanda adanya sanitasi yang buruk terhadap makanan, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, diare dan berbagai penyakit saluran cerna lainnya(Chandra, 2007).


(20)

Berdasarkan hasil pemeriksaan Escherichia coli pada produk es krim di Kecamatan Medan Petisah terdapat 3 sampel dari 8 sampel mengandung bakteri Escherichia coli yang berkisar antar 2-12 koli tinja per 100 ml sampel. Kontaminasi bakteri terjadi karena pada saat pengolahan es krim pedagang tidak melakukan pemasakan bahan secara mendidih melainkan hanya mencampur bahan dengan air hangat saja. Air yang digunakan untuk mencampur bahan dimasakna pun tidak sampai mendidih lalu didinginkan dan kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan es krim(Ika Purnamasari, 2009).

Pada tahun 2009, diperiksa Escherichia coli pada susu keledai di kota Medan. Dari 10 sampel yang diperiksa, terdapat 6 sampel yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 0 bakteri Escherichia coli per 100 ml sampel dan 4 sampel mengandung bakteri. Tidak memenuhi syarat kesehatan karena tidak memenuhi prinsip higiene sanitasi terutama pada pengolahan minuman, dimana produk susu keledai dimasak tidak sampai mendidih dan pada tahap penyajian tidak menggunakan wadah yang bersih serta peralatan dan tempat pengolahan minuman tidak higiene(Efvi Sirait,2009).

Cemaran mikroba Escherichia coli tersebut dapat terjadi pada semua produk makanan jajanan seperti mie gomak. Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak diminati masayarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi penjamahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya.

Oleh karena itu penjual mie gomak seharusnya memelihara higiene perorangannya sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene


(21)

Sanitasi Makanan Jajanan dan dalam pemilihan bahan sampai penyajian mie gomak seharusnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. dan Surat Keputusan Dirjen POM Nomor 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan.

Berdasarkan hal diatas maka penulis ingin mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. 1.2. Perumusan Masalah

Mie gomak banyak dikonsumsi dan mempunyai resiko terkontaminasi bakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli yang dijual di pasar Sidikalang tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, lama berjualan) penjual mie gomak

2. Untuk mengetahui higiene perorangan penjual mie gomak 3. Untuk mengetahui pemilihan bahan baku mie gomak 4. Untuk mengetahui penyimpanan bahan baku mie gomak 5. Untuk mengetahui pengolahan mie gomak


(22)

6. Untuk mengetahui pengangkutan makanan masak mie gomak 7. Untuk mengetahui penyimpanan makanan masak mie gomak 8. Untuk mengetahui penyajian makanan masak mie gomak

9. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang dijual

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi mie gomak. 2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Sidikalang khususnya bagian

Kesehatan Lingkungan dalam hal program pengawasan dan pembinaan kepada pedagang makanan jajanan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan

Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia karena merupakan satu-satunya sumber energi manusia Sehingga apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus memenuhi syarat utama, yaitu cita rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh (Moehyi, 2002).

Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik (pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples), kimia (Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida) dan bakteri Eschericia coli. Cemaran tersebut dilihat dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata atau melalui pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif menunjukkan angka kuman Escherichia coli nol (Arisman, 2008).

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjamahan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman(DepKes, 2003).

Telah diketahui bahwa makanan jajajnan sudah menjadi alternatif dalam pemenuhan pokok gizi masayarakat dibidang pangan. Di samping itu makanan jajanan juga


(24)

memiliki potensi dan peranan yang tidak kalah penting yaitu dalam hal penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap perekonomian daerah, perbaikan gizi serta pengaman pangan (Syarif, 1994).

2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan

Higiene menurut Depkes RI tahun 2001 adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Dalam Permenkes No.329 tahun 1976 Higiene adalah kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan dengan tujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia.

Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan(Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2006).

Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :


(25)

a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;

b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala;

e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;

g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);

h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

2.1.2. Sanitasi Makanan Jajanan

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjamahan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan(Adams, 2004).

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang


(26)

tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dibagi 2 yaitu keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Mulia, 2005).

Persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan (KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003)

1. Peralatan

a. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

b. Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud adalah peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.


(27)

2. Air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian

a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.

b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

c. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk.

d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak

e. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

f. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

g. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup. h. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan

bersih dan tidak mencemari makanan dan dilarang ditiup. 3. Sarana Penjaja

Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran dan harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air


(28)

bersih, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan makanan jadi/siap disajikan dan tempat penyimpanan peralatan, tempat sampah dan tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)

4. Sentra pedagang

a. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.

b. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan peturasan, dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

Proses higiene dan sanitasi dilakukan pada mesin dan peralatan produksi sampai gedung dan fasilitas pabrik. Prosedur untuk melaksanakannya harus sesuai dengan jenis dan tipe mesin serta peralatan pengolahan yang digunakan. Ada 5 (lima) tahapan standar yang biasanya digunakan untuk sanitasi. Kepentingan dari tahapan sanitasi ini sangat bergantung pada apa yang akan kita sanitasi sehinggga tidak jarang beberapa tahapan sanitasi sangat bergantung pada saat yang bersamaan(Mortimore, 2005).

Kelima tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut 1. Pre Rinse

Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan sebagai persiapan untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan cara mengerik, membilas dengan air, meyedot kotoran dan sebagainya.


(29)

Pre rinse bukanlah hal yang mutlak untuk dilakukan, kita dapat menghilangkan proses ini apabila bagian yang akan dibersihkan tidak terlalu kotor, misalnya peralatan yang terbuat dari perselen tidak memerlukan tahapan ini.

2. Pembersihan

Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sisa makanan dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih eektif. Pada tahapan ini biasanya pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan detergen, bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak dapat dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan sabun,

3. Pembilasan

Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih tinggal setelah proses pembersihan, seperti tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang paling efektif adalah dengan menggunakan air mengalir.

4. Desinfektan

Pembersihan akhir dilakukan dengan menggunakan desinfektan sangat disarankan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses pembersihan. Pembersihan dengan menggunakan desinfektan biasanya dipadukan dengan pemanasan atau dengan menggunakan bahan kimia seperti pemutih, namun beberapa desinfektan dapat juga mengontaminasi makanan sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan kedua.


(30)

Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat pertumbuhan mikroba. Pengeringan biasanya menggunakan untuk evaporator atau dengan menggunakan lap yang bersih.

2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Pengertian prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap 4 (empat) faktor higiene sanitasi makanan, yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan faktor bahan makanan(Lukman, 2009).

2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, contoh daging , beras ubi, kentang, sayuran dan sebagainya.

1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

2) jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur.

3) makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

2. Makanan Terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, contoh tahu, tempe, kecap, ikan kaleng, kornet dan sebagainya.


(31)

3. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti nasi remes, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya.

1) Makanan dikemas harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

2) Makanan tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber bahan makan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan makanan(DepKes, 2006).

Sumber bahan makan yang baik adalah :

a. Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi pemerintah dan sebagai tempat pemotongan hewan yang resmi.

b. Tempat Potong lainnya yang diketahui dan diawasi oleh oleh petugas inspektur kehewanan/peternakan.

c. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diawasi oleh oleh instansi perikanan.

d. Pusat penjamahan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik.

e. Tempat-tempat penjamahan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.


(32)

g. Perusahaan yangmengkhususkan diri di bidang penjamahan bahan makanan mentah dan dikelola sesuai dengan persyaratan kesehatan serta telah diawasi oleh pemerintah. h. Lokasi tempat produksi sayuran, buah atau ternak seperti daerah pertanian, peternakan

atau perkebunan atau kolam ikan 2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Syarat untuk penyimpanan bahan makanan adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut Tabel 2.1. Suhu penyimpanan bahan makanan

No Jenis Bahan Makanan

Digunakan dalam waktu 3 hari atau

kurang 1 minggu atau kurang 1 minggu atau lebih 1) Daging, ikan, udang dan olahannya

- 5o s/d 0oC -10o s/d 5oC > -10oC

2) Telor, susu dan

Olahannya 5

o

s/d 7o C - 5o s/d 0oC > - 5oC 3) Sayur, buah dan

Minuman 10

o

C 10oC 10oC


(33)

suhu ruang suhu ruang suhu ruang

Sumber: Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga

5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm 6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%

7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10oC.

8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm 2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm 3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm 2.2.3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing disebut Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), (Arisman, 2008).

Persyaratan selama pengolahan makanan adalah sebagai berikut :

1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.


(34)

2. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.

3. Peralatan

1) Peralatan yang kontak dengan makanan

a. Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

b. Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun.

c. Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun. d. Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus

bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).

2) Wadah penyimpanan makanan

a.Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi).

b.Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering.

3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.


(35)

4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya. 5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah

dibersihkan.

4. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

5. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan. 6. Prioritas dalam memasak

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas memasak

1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering 2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir

3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es

4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas

5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi ulang

6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok

7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci 7. Higiene penanganan makanan


(36)

1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan.

2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak a. Wadah

1) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah 2) Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan

3) Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air 4) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya

b. Suhu

Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak

No Jenis Makanan

Suhu Penyimpanan Disajikan dalam waktu lama Akan segera disajikan Belum segera disajikan 1) Makanan kering 25o s/d 30oC

2) Makanan

basah(berkuah) > 60

o

C - 100C 3) Makanan cepat basi

(santan, telur, susu) > 65,5 o

C -5o s/d -10C 4) Makanan disajikan

dingin 5

o

s/d 100C < 100C

Sumber : Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga

c. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.


(37)

d. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. 1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. 2) Angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

e. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

f. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

g. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

h. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah. 2.2.5. Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehatakan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut(Purnamasari, 2009).

1. Pengangkutan Bahan Makanan

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran, dengan cara :


(38)

a. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.

c. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.

d. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida walaupun telah dicucimasih akan terjadi pencemaran.

e. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

f. Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya

2. Pengangkutan Makanan Siap Santap

Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang lebih hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut :

a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

c. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup

d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.


(39)

e. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi). Uap makanan yang mencair merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.

f. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 40C.

2.2.6. Penyajian Makanan

Dalam penyajian makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu

a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan

1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.


(40)

Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

c. Cara penyajian

Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu :

1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.

2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing.

3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.

4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang.

5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.


(41)

6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

d. Prinsip penyajian

1) Setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 600C.

5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.


(42)

6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

2.3. Mie

Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sekitar empat puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie (Hoseney, 1998). Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mie basah dan mie instan. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan, tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket. Mie matang dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar air mie matang sekitar 52%, dan biasanya setelah pengukusan dicampur dengan minyak sayur untuk mencegah lengket(Elvira, 2008).


(43)

Salah satu contoh mie yang tergolong mie matang adalah mie lidi, yang digunakan sebagai bahan dasar untuk mie gomak. Mie gomak banyak ditemukan di daerah Sumatera Utara, khususnya di daerah Sidikalang. Mie gomak banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sidikalang karena banyak dijual, praktis dan murah. Terkhusus bagi pedagang yang ada disekitar pasar Sidikalang, kebanyakan dari pedagang tersebut tidak perlu membawa bekal untuk makan siang, mereka cukup membeli dari penjual mie gomak yang ada di pasar tersebut. Selain harga yang murah, banyaknya penjual mie gomak juga membuat mie gomak mudah didapatkan. Banyaknya penjual juga dipengaruhi cara mengolah mie gomak yang cukup mudah.

Langkah-langkah membuat mie gomak(C. Siregar, 2011) Bahan :

1. 250 gram mie lidi

2. 500 gram dada ayam, di potong-potong 3. 250 gram labu siam, iris

4. 10 buah cabe rawit merah 5. 5 buah cabe merah 6. 5 siung bawang merah 7. 5 siung bawang putih

8. 3 batang daun bawang, iris halus 9. 6 lembar daun jeruk purut 10. 5 batang serai, memarkan


(44)

12. 1/2 butir kelapa setengah tua parut memanjang, buat serundeng. Giling halus 13. 1250 mil air

14. 4 sendok makan minyak goreng Cara Membuat :

1. Cuci bersih dada ayam, lalu rebus dengan 1250 ml air.

2. Giling halus cabe merah besar, bawang putih dan bawang merah. 3. Rendam mie lidi dalam air matang hangat, hingga lunak.

4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, masukkan serai, daun jeruk, masak hingga harum.

5. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan, didihkan kembali. 6. Masukkan labu siam dan tomat. Masak hingga mendidih. 7. Sebelum diangkat masukkan cabe rawit utuh.

8. Siap sajikan mie gomak tersebut, ambil mie lidi dari rendaman, masukkan ke dalam mangkok. Tuang kuah kaldu, taburi daun bawang, serundeng halus, dan air jeruk nipis.

2.4. Escherichia coli

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan tersebut dan racun yang ada dalam pangan tersebut akibat pengotoran dan kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu yang sudah terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan(Chandra, 2007).


(45)

Secara umum istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme mencakup (Albiner, 2002)

1. Intoksikasi pangan adalah gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin

2. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis organisme pangan tersebut adalah Escherichia coli.

Pencemaran makanan yang terutama adalah bakteri, disamping pencemar lainnya yaitu virus, parasit cacing, zat kimia dan bahan pencemar alami. Salah satu sumber pencemar terbesar adalah Enterobacteriaceae, suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah besar spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lain. Hidup di usus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada dekomposisi material. Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering disebut kuman enterik atau basil enterik. Sebagian besar kuman enterik tidak menimbulkan penyakit pada host bila kuman tetap berada pada usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau bila da kesempatan kuman enterik ini mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari kuman batang negatif gram yang diisolasi di laboratorium Mikroboilogi Klinik adalah kuman Enterobacteriaceae dan 50% dari jumlah tersebut adalah isolat yang berasal dari bahan klinik. Organisme-organisme di dalam famili pada kenyataaannya mempunyai peranan


(46)

penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan selaputotak, dan septikemi(Hawley, 2003).

Spesies Enterobacteriaceae yang digunakan sebagai indikator polusi atau dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan adalah Escherichia coli.

Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal maupun berpotensi patogen. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetik. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah penanganannya(Jewetz, 2001).

2.4.1. Sifat Escherichia coli

Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh sekitar 7-100C sampai 500C, dengan suhu optimum 370C; pada rentang pH 4,4 - 8,5 (Adam dan Moterjemi, 2003). Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit. Escherichia coli dapat berkembang biak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif sehingga Escherichia coli yang muncul di daerah infeksi seperti abses abdomen dengan cepat mengkonsumsi seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme


(47)

anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (WHO, 2005).

Klasifikasi ilmiah

1. Superdomain Phylogenetica

2. Filum Proteobacteria

3. Kelas Gamma Proteobacteria

4. Ordo Enterobacteriales

5. Famili Enterobacteriaceae

6. Genus Escherichia

7. Spesies Escherichia coli

Secara umum gejala klinis penyakit yang diakibatkan oleh Escherichia coli adalah dengan masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam setelah menyantap makanan yang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan motilitas usus. Bayi yang diberikan ASI kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam ASi terkandung faktor pelindung(Pratiwi, 2008).

Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menyebabkan penyakit kemudian akan dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air, makanan atau jari-jari tangan yang telah terkontaminasi.


(48)

Ketika host dalam keadaan normal Escherichia coli dapat mencapai aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir rentan sekali terhadap sepsis E.coli karena kekurangan antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi setelah infeksi sistem saluran kencing. 2.4.2. Klasifikasi Escherichia coli

Sejauh ini, ada 5 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen (karakteristik dan virulensi). Kelima kelas tersebut adalah Escherichia coli Enterotoksigenik, Escherichia coli Enteroinvasif, Escherichia coli Enteropatogenik, Escherichia coli Enterohemoragik. Dan Escherichia coli Enteroagregative.

1. Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC)

EPEC adalah penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang. Escherichia coli dengan karakteristik seperti ini merupakan Escherichia coli yang pertama dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di tempat perawatan anak. Bakteri golongan ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyebabkan infeksi dengan gejala diare cair yang biasanya sulit untuk diatasi namun tidak kronis. Penempelan berhubungan dengan hilangnya mikrovili dan disebabkan oleh pengaturan ulang dari sel penjamu. Jika keadaan seperti ini menjadi parah pada anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan (seandainya situasi berubah kronik) (Jawetz et al, 2005).

2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

ETEC biasanya menjangkiti musafir dan bakteri ini juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui


(49)

pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang buruk.

Beberapa strain ETEC memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labil terhadap panas. Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir (Jawetz et al, 2005). ETEC menghasilkan dua toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera dan diare petualang. ETEC merupakan penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare jenis ini berkaitan dengan enterotoksin yang dihasilkannnya. Toksin itu sendiri terbagi menjadi heat labil toxins (struktur dan fungsinya mirip dengan toksin yang disekresikan oleh Vibrio Cholera) dan heat stabile toxins. ETEC bekerja pada eritrosit untuk menstimulasi sekresi cairan, meyebabkan terjadinya diare. ETEC Heat Labil Toxins memiliki 70% homologi dengan toksin kolera, labil terhadap panas, dan meningkatkan adenosin monofosfat sikliklokal pada sel anterik sedangkan ETEC Heat Stabil Toxins bersifat stabil terhadap panas dan menstimulasi guanil monofosfat siklik(Staff Kedokteran, 1993).

Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya diare berair tanpa disertai darah, lendir, atau leukosit. Muntah dapat timbul, tetapi sebagian besar penderita tidak disertai demam. Penyakit ini bersifat self-limited,


(50)

biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari(Arisman, 2008).

3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)

EHEC merupakan bakteri biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika dan dapat menghasilkan verotoksin. Strain EHEC yang paling banyak dijumpai adalah O157:H7 yang menghasilkan racun yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding usus sehingga menimbulkan perdarahan. Toksin Escherichia coli 0157 juga memecah sel darah merah, menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10% kasus, keracunan Escherichia coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan lansia(Gillespie, 2007).

Escherichia coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang biak di sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama memengaruhi usus besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. Escherichia coli 0157 jarang menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare hebat sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis keracunan makanan lainnya, Escherichia coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu seminggu atau lebih sebelum diare mereda(Stephen 2007).

Bakteri ini banyak dihubungkan dengan haemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare yang parah dan dihubungkan dengan uremic hemolytic syndrome, sebuah penyakit akibat gagal ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocytopenia.


(51)

EHEC mampu mengeluarkan Shigaliks toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom, yaitu hemorrhagic colitis dan HUS. Toksin ini pula yang bertanggung jawab terhadap gejala sisa sistemik (systemic sequela) akibat penyakit ini(Jawetz et al, 2005).

Gejala yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga kolitis hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dengan kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul, tetapi tidak terkait dengan keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus, sementara penyakit ini berlangsung selama 4-10 hari(Hewley, 2003).

EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS telah terjadi. Hemolytic-uremic syndrome terdiri atas trias mikroangiopati akibat anemia hemolitik, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu kedua (kisaran 2-14 hari) perjalanan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis(GGK) akan terjadi pada sebanyak 10 % penderita HUS. Hemolytic-uremic syndrome adalah penyebab kematian pada 3-5 % penderita GGK(Jewetz, 2001).

4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)

EIEC merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit mirip dengan shigellosis. Bakteri ini menyerang sel epitel mukosa usus dan biasanya menjangkiti anak di negara berkembang dan musafir. EIEC menginvasi dan berpoliferasi di dalam sel epitel mukosa sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epitthelial cell death(Jawetz et al, 2005).


(52)

5. Enteroagregative Escherichia coli (EAEC)

EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu 14 hari) pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik, meskipun dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya dalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mukosa dan terjadinya diare(Pratiwi, 2008).

Identifikasi Laboratorium

Seluruh tinja penderita diare hendaknya dikultur(cukup diare, tanpa darah, jika terjadi KLB), untuk menemukan kemungkinan keberadaan bakteri patogen Escherichia coli serotipe 0157:H7. Tanpa kultur Escherichia coli patogen dapat ditemukan dengan menggunakan Rapid enzyme immunoassays, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat dengan polymerase chain reaction (PCR), yang dapat mengidentifikasi jasad renik langsung dari spesimen(Kathleen, 2007).

Infeksi Saluran Kencing (ISK) yang pertama kali terjadi dianggap sebagai Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan triemtoprim-sulfemetoktazol identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi tes dipstick dan biakan kuantitatif. Tes dipstick memperlihatkan leukosit esterase positif (tanda adanya pus di urine, tidak selalu berkaitan dengan bakteriuria), nitrit positif dan adanya bakteri gram negatif pada urine yang tidak dipusing. Biakan kuantitatif dengan menghitung > 1000/ml urine sekarang dianggap positif pada individu yang simtofatik(Jewetz, 2001).


(53)

Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media Escherichia coli peka terhadap panas, segera hancur dengan pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan pada proses pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup pada suhu yang rendahuntuk jangka waktu yang relatif panjang(Depkes RI, 1991).

Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh Escherichia coli adalah : 1. Infeksi saluran kemih

Escherichia coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) dan diperkirakan sekitar 90% ISK pada wanita muda disebabkan oleh Escherichia coli. Wanita lebih sering terkena ISK karena perbedaan struktur anatomisnya, kematangan seksual, perubahan traktus urogenitalitasselama kehamilan dan melahirkan, serta karena adanya tumor(Staff Pengajar FK UI, 1993).

2. Sepsis

Bila pertahanan hospes tidak adekuat, Escherichia coli bisa masuk peredaran darah dan meyebabkan sepsis. Bayi-bayi yang baru lahirn sangat peka terhadap sepsisi disebabkan Escherichia coli, karena mereka tidak memiliki anbodi IgM. Sepsis bisa terjadi sebagai efek sekunder dari Infeksi Saluran Kemih(Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003)

3. Meningitis

Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi. Kurang lebih 75% Escherichia coli dari kasus meningitis memiliki antigen K1, yaitu antigen yang bisa bereaksi silang dengan polisakarida kapsuler grup B dari Neisseria meningitis.


(54)

2.5. Kerangka Konsep

KepMenK es No

942/SK/VII/2003 Higiene

perorangan penjual mie gomak

Tid ak

Me

Pemeriksaa n Escherichia coli

PerMenK es No.

1096/Per/VI/2011 Higiene Sanitasi

J B

Kondisi Sanitasi

Pengelolaan Mie Gomak

1. Pemilihan bahan baku

2. Penyimpanan bahan baku 3. Pengolahan

makanan 4. Pengangkutan

makanan 5. Penyimpanan

makanan masak 6. Penyajian

makanan masak

Tid ak


(55)

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survai yang bersifat deskriptif, dengan melihat gambaran higiene dan sanitasi pengelolaan dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di kecamatan Sidikalang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel terhadap pedagang dilaksanakan di pasar Sidikalang dan observasi terhadap pedagang yang menjual mie gomak menyebar di seluruh kecamatan Sidikalang yaitu

1. Penjual A berlokasi di jl. Lot labana Sidikalang 2. Penjual B berlokasi di jl. Sada Arih Sidikalang 3. Penjual C berlokasi di jl. Parongil Sidikalang 4. Penjual D berlokasi di jl. Nusantara Sidikalang 5. Penjual E berlokasi di jl. Cipta Sidikalang 6. Penjual F berlokasi di jl. Cipta Sidikalang 7. Penjual G berlokasi di jl. Parongil Sidikalang 8. Penjual H berlokasi di jl. Parongil Sidikalang 9. Penjual I berlokasi di jl. Merga Silima Sidikalang 10.Penjual J berlokasi di jl. Trikora Sidikalang


(56)

.Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut adalah : 1. Jumlah konsumen dan pedagang yang cukup banyak

2. Kebanyakan lokasi penjamahan mie gomak terletak di dekat tempat sampah, selokan dan di pinggir jalan raya

3. Belum pernah dilakukan penelitian mie gomak di tempat tersebut

Lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan(BLK) Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Waktu penelitian direncanakan pada bulan Juni 2012 termasuk pengambilan data pendukung lainnya.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah penjual mie gomak yang dipilih oleh peneliti yang berjumlah 10 orang di kecamatan Sidikalang.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah total sampling dari seluruh populasi yang berjumlah 10 penjual mie gomak..

Objek penelitian adalah mie gomak siap saji yang dijual di pasar Sidikalang dengan jumlah 10 mewakili seluruh penjual mie gomak di kecamatan Sidikalang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer


(57)

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap mie gomak yang dijual di kecamatan Sidikalang untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli. Observasi dan wawancara juga dilakukan terhadap penjamah mie gomak.

3.4.2. Data Sekunder

Data diperoleh dari literatur dan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium

1. Mie dimasukkan ke dalam kantong plastik steril menggunakan sendok yang steril (harus dibungkus steril sebelum dipakai, jika akan digunakan maka harus dipanaskan di atas lampu spiritus beberapa saat dan ditunggu sampai kembali dingin dan tidak dipegang dengan tangan).

2. Setelah mie dimasukkan ke dalam plastik, kemudian plastik dilipat bagian atasnya beberapa kali lipatan kemudian di beri tanda atau kode.

3. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan keberadaan Escherichia coli. Waktu yang digunakan menuju laboratorium sekitar 4 – 5 jam. Jangka waktu pengambilan dengan pemeriksaan sampel tidak boleh lebih dari 1x24 jam.

3.5.2. Peralatan dan Bahan

1. Tabung reaksi pyrex; rak tabung reaksi. 2. Tabung Durham.


(58)

3. Inkubator dengan spesifikasi 0oC-70oC. 4. Timbangan

5. Pipet tetes ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml 6. Lactose Broth

7. Brillian Green Lactose Broth 2% (BGLB) 8. Buffered Pepton Water 0,1 %

9. Cawan petri 10. Botol media 11. Gunting 12. Pinset

13. Jarum inokulasi (ose) 14. Stomacher

15. Pembakar Bunsen 16. pH meter

17. magnetic stirrer

18. pengocok tabung (vortex) 19. penangas air

20. autoklaf

21. lemari steril (clean bench) 22. lemari pendingin (refrigerator) 23. freezer


(59)

3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie

Pemeriksaan Most Probable Number (MPN) terhadap sampel mie yang diambil yang menunjukkan keberadaan Escherichia coli dilakukan dengan dengan metode tabung ganda menggunakan 3 tabung. Pemeriksaan tabung ganda terdiri dari tes perkiraan dan tes penegasan.

3.6.1. Penyiapan contoh

a. Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 gram atau ukur contoh cair sebanyak 25 ml secara aseptic kemudian masukkan dalam wadah steril.

b. Untuk contoh daging , telur, dan susu

Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % ke dalam kantong steril yang berisi contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit (kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.

3.6.2. Cara Uji

Pengujian menggunakan seri 3 tabung, uji isolasi-identifikasi, dan uji biokimia.

3.6.1.1. Uji Pendugaan

a. Pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10-2 . Dengan cara yang sama seperti di atas buat pengenceran 10-3 .


(60)

b. Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung LSTB yang berisi tabung Durham.

c. Inkubasi pada temperature 350 C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.

d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham, Hasil uji dinyatakan positif terbentuk gas.

3.6.1.2. Uji Konfirmasi (peneguhan)

a. Pengujian harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.

b. Pindahkan biakan positif dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung ECB yang berisi tabung Durham.

c. Inkubasikan ECB pada temperature 45,50C selama 24 jam ± 2 jam, jika hasilnyanegatif inkubasikan kembali selama 48 jam ± 2 jam.

d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji dinyatakan positif bila terbentuk gas.

e. Selanjutnya gunakan table Most Probable Number (MPN) untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif mengandung gas di dalam tabung Durham sebagai jumlah E.coli per milliliter atau per gram.

Teknik pengukuran ini digunakan untuk memperoleh data mengenai keberadaan Escherichia coli pada mie.

3.7.Defenisi Operasional

1. Higiene penjamah makan adalah perilaku dalam mengolah dan menyajikan mie gomak bagi konsumen.


(61)

2. Pemilihan bahan makanan adalah pemilihan makanan (mie lidi, daging ayam, bumbu) yang akan diolah sebelum dihidangkan

3. Penyimpanan bahan makanan adalah teknik penyimpanan bahan makanan yang akan diolah untuk mencegah kontaminasi bakteri

4. Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap (proses memasak)

5. Penyimpanan makanan masak adalah teknik penyimpanan masakan yang sudah siap/jadi dan siap untuk dijual

6. Pengangkutan makanan adalah proses pengangkutan masakan jadi dari tempat mengolah ke tempat penyajian masakan jadi

7. Penyajian makanan jadi adalah pelaksanaan penyajian makanan yang siap dijual atau dikonsumsi.

8. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaannya dilakukan mengidentifikasi keberadaan bakteri Escherichia coli

9. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 mengatur tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Dalam Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 memenuhi syarat bakteriologis, jika Escherichia coli dalam mie gomak tersebut sesuai dengan syarat yaitu 0/gr contoh makanan. Tidak memenuhi syarat bakteriologis, jika Escherichia coli dalam mie gomak tersebut tidak sesuai dengan syarat.

10. KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Memenuhi syarat jika semua dari pertanyaan observasi sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003. Tidak memenuhi syarat jika


(62)

salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003.

3.8. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pengolahan mie gomak di Pasar Sidikalang.

1. Higiene perorangan penjual mie gomak diukur berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 maka higiene perorangan penjual tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

2. Sanitasi pengolahan mie gomak yang meliputi pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. diukur melalui Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 maka makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan yang menyajikan dua kategori jawaban yaitu “ya” dan “tidak”.

Dengan pengukuran bahwa :

1. Jika semua jawaban “Ya” sari setiap kriteria penilaian maka memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang


(63)

Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.

2. Jika semua jawaban “Tidak” sari setiap kriteria penilaian maka tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.

3.9. Analisa Data

Analisa data ini merupakan analisa data secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan dengan mengacu pada Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Data hasil pemeriksaan bakteri Escherichia coli diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi

Sidikalang merupakan ibukota Kabupaten Dairi secara luas keseluruhan propinsi administratif terdiri dari 15 kecamatan, dengan 145 kelurahan. Jika ditinjau dari aspek tersebut terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan yang bervariasi. Secara ekologis, Kabupaten Dairi merupakan penyangga ekosistem Danau Toba dan menyumbang sebagian besar input air ke Danau Toba melalui belasan sungai-sungainya. Keadaan lingkungan yang masih c yang masih seimbang dengan luas wilayahnya, menjadikan Sidikalang sebagai daerah yang

Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara

Provinsi Aceh

2. Sebelah selatan : Kabupaten Pakpak Bharat 3. Sebelah barat : Provinsi Aceh


(65)

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 12.834.371 jiwa, tersebar di 28 (dua puluh delapan) kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk tersebut, sebesar 268.780 jiwa atau sekitar 2.09%berada di Kabupaten Dairi. Kecamatan Sidikalang mempunyai jumlah penduduk tertinggi, yaitu sebesar 44.202 jiwa atau sekitar 16,45% dari penduduk Kabupaten Dairi.Kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sekitar 1 Jiwa/Ha, tertinggi berada di Kecamatan Sidikalang sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Silahisabungan dan Kecamatan Tanah Pinem.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok umur 0 – 14 tahun sebesar 107,406 jiwa atau sekitar 40%, kelompok umur 15–64 tahun sebesar 150,387 jiwa atau sekitar 56%, kelompok umur 65 tahun keatas sebesar 10,987 jiwa atau sekitar 4%. Berdasarkan data-data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan hidup usia non produktif terhadap usia produktif di Kabupaten Dairi masih dalam kategori relatif rendah, dimana total persentase usia produktif sekitar 56% sedangkan persentase usia non produktif sekitar 44%.

4.2. Hasil Penelitian

Peneliti melakukan observasi terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan karakteristik penjual mie gomak untuk melihat gambaran higiene setiap penjual mie gomak tersebut. Peneliti juga melakukan observasi terhadap sanitasi pengelolaan mie gomak menggunakan kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu. Pemeriksaan Escherichia coli juga dilakukan terhadap setiap sampel mie gomak.


(1)

Penyimpanan Makanan jadi/masak

1. Makanan disimpan dalam keadaan tidak rusak, tidak busuk atau basi

2. Tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup sempurna tetapi berventilasi

3. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah

Pengangkutan Makanan 1. Pengangkutan bahan makanan

d. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya

e. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan

f. Bahan makanan tidak diinjak, dibanting dan diduduki

2. Pengangkutan makanan jadi

c. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut mie gomak

d. Wadah harus kuat dan memiliki ukuran yang

memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan Penyajian Makanan

1. Semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan higienis dan tidak rusak

2. Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak

Teknis Higiene dan Sanitasi

No Objek Pengamatan Kategori

Ya Tidak Bangunan

1 Lokasi tidak berdekatan dengan dengan sumber pencemaran

2 Lantai kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin

3 Dinding sebelah dalam keadaan lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang

4 Intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif

5 Tempat pengolahan dilengkapi dengan ventilasi

6 Ruang pengolahan makanan tidak berhubungan langsung dengan toilet, peturasan dan kamar mandi


(2)

7 Peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya

Fasilitas Sanitasi 1 Tempat cuci tangan

d.terpisah dari tempat cuci peralatan

e. dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup

f. dilengkapi dengan bak penampungan air dan alat pengering

2 Air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan pengolahan

3 Tempat sampah c. tertutup

d. tersedia dalam jumlah yang cukup 4 Tempat pencucian peralatan

d. terpisah dari tempat pencucian bahan

e. pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen

f. peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga


(3)

Gambar 1. Objek Penelitian


(4)

Gambar 3. Pengangkutan Makanan


(5)

(6)

Gambar 6. Pemeriksaan Escherichia coli pada mie gomak


Dokumen yang terkait

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

4 58 78

Higiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Jus Buah Yang Dijual Di Jalan H. M. JHONI Kecamatan Teladan Medan Tahun 2011

9 100 88

Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Pemeriksaan Escherichia coli pada Peralatan Makan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mayjen H.A.Thalib Kabupaten Kerinci Tahun 2011

36 161 102

Hygiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Sop Buah Yang Dijual Di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011

10 96 104

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 1 7

Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 2 13

Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dan Pemeriksaan Escherichia Coli (E.Coli) Pada Pecel Yang Dijual Di Pasar Petisah Tahun 2015

0 2 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi - Higiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Jus Buah Yang Dijual Di Jalan H. M. JHONI Kecamatan Teladan Medan Tahun 2011

0 0 28

Higiene Sanitasi Dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Jus Buah Yang Dijual Di Jalan H. M. JHONI Kecamatan Teladan Medan Tahun 2011

0 0 13