Frekwensi Panen RESPON KETIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMBINASI DOSIS DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN SAPI DI GETASAN

commit to user 57 Rata-rata umur panen dalam penelitian kali ini yaitu seluruh tanaman dapat dipanen dalam kisaran waktu 8 minggu setelah tanam MST. Waktu panen tercepat ditemukan pada tiga perlakuan, dimana masing-masing perlakuan memiliki waktu panen yaitu 56 hari setelah tanam HST. Ketiga perlakuan tersebut yaitu perlakuan 30 tonHa pupuk kotoran sapi serbuk yang dikombinasikan dengan 10 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular, 20 tonHa pupuk kandang serbuk yang digabung dengan 20 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular, serta kombinasi dari 15 tonHa pupuk kotoran sapi serbuk dengan 25 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular. Sedangkan perlakuan 40 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular serta kombinasi 35 tonHa pupuk kotoran sapi serbuk dengan 5 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular memerlukan rata-rata waktu panen yang paling lama yaitu dalam waktu 58 hari setelah tanam HST. Umur panen dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan unsur hara, pupuk organik akan terurai sempurna apabila ada jarak waktu pemberian dan penanaman, sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Pupuk organik akan terurai sempurna dalam waktu 1-2 bulan, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman Novizan, 2005. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian kombinasi dari pupuk kotoran sapi bentuk serbuk dan pupuk kotoran sapi bentuk granular memberikan pengaruh yang baik dalam mempercepat masa panen karena pemberian pupuk kombinasi serbuk dan granular diberikan secara bertahap sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanaman akan terus terpenuhi.

D. Frekwensi Panen

Pemanenan pada tanaman ketimun tidak hanya dilakukan dalam sekali waktu karena pemasakan buah dalam satu tanaman tidak berlangsung secara serempak. Pemanenan dilakukan terhadap buah ketimun yang sudah dianggap layak untuk dikonsumsi. Pada penelitian kali ini, peneliti memanen ketimun sebanyak empat kali dengan interval tiga hari sekali, namun dalam waktu empat kali panen tersebut terkadang ditemui perlakuan yang tidak commit to user 58 dapat dipanen buahnya, oleh karena itu variabel pengamatan frekwensi panen ini diperlukan. Tabel 4.4 Rerata frekwensi panen hari Perlakuan Rerata A 30 kgHa pupuk kimia ponska pola petani B 40 tonHa granular C 35 tonHa serbuk + 5 tonHa granular D 30 tonHa serbuk + 10 tonHa granular E 25 tonHa serbuk + 15 tonHa granular F 20 tonHa serbuk + 20 tonHa granular G 15 tonHa serbuk + 25 tonHa granular H 10 tonHa serbuk + 30 tonHa granular I 5 tonHa serbuk + 35 tonHa granular J 40 tonHa serbuk 3.67 a 3.33 a 2.67 a 3.67 a 3 a 4 a 3.67 a 3.33 a 3.33 a 3 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Duncan taraf 5. Berdasarkan tabel 4.4 frekwensi panen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sebagian besar perlakuan dapat dipanen hingga tiga kali, sedangkan frekwensi panen tertinggi ditemukan pada perlakuan F yaitu pemberian 20 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk serbuk ditambah 20 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular. Hal ini sudah sesuai dengan penelitian terdahulu. Pemupukan dalam budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa kompos pukan sebanyak 20 tonha dan kompos Tithonia diversifolia sebanyak 3tonha dan kombinasi keduanya dapat memenuhi kebutuhan hara sayuran tomat dan caisin, selada dan kangkung. Kompos pukan dari kotoran ayam 20 tonha atau sapi 20 tonha ditambah dengan kompos Tithonia diversifolia 3 tonha memberikan hasil terbaik Setyorini et al, 2004. Sedangkan frekwensi panen terendah ditemukan pada perlakuan C yaitu perlakuan dengan menggunakan 35 tonHa pupuk kotoran sapi serbuk dan 5 tonHa pupuk kotoran sapi bentuk granular. Hal ini dimungkinkan karena ketersediaan hara bagi tanaman saat tanaman mulai berbuah, saat pemasakan buah hingga tanaman dapat dipanen sangat sedikit yaitu 3.75 tonHa saja. commit to user 59

E. Berat Buah per Tanaman