RESPON KETIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMBINASI DOSIS DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN SAPI DI GETASAN
commit to user
21
RESPON KETIMUN (Cucumissativus L.) TERHADAP PEMBERIAN
KOMBINASI DOSIS DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN SAPI DI GETASAN
SKRIPSI
Jurusan/Program Studi Agronomi
Oleh :
ULWIYAH ZULYANA H 0107094
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
RESPON KETIMUN (Cucumissativus L.) TERHADAP PEMBERIAN
KOMBINASI DOSIS DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN SAPI DI GETASAN
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Agronomi
Oleh
ULWIYAH ZULYANA H0107094
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(3)
commit to user RESPON KETIMUN (
KOMBINASI DOSIS DA
Yang d
Telah dipe
dan din
Ketua
Dr. Ir. Pardono, MS
NIP. 195508061983031003 N
Prof. Dr. I N
N (Cucumissativus L.) TERHADAP PEMBER
DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN DI GETASAN
g dipersembahkan dan disusun oleh
ULWIYAH ZULYANA H 0107094
ipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: Juli 2011
dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Anggota I
Ir. Sri Hartati, MP NIP. 195705201980032002
Anggot
Ir. Sri Wi NIP. 1952082319
Surakarta, Juli 2011 Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001
ERIAN AN SAPI
ggota II
Widadi, MP 8231976112001
(4)
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Respon Ketimun (Cucumis
sativus L.) Terhadap Pemberian Kombinasi Dosis dan Macam Bentuk Pupuk
Kotoran Sapi di Getasan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Dalam penelitian skripsi ini tentunya tak lepas dari batuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga peneliti tak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Ir. Pardono, MS selaku pembimbing utama dan Ir. Sri Hartati, MP
selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan saran dan sumbangan pemikiran kepada penulis sampai skripsi ini tersusun.
3. Ir. Sri Widadi, MP selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan
dan saran pada skripsi ini.
4. Muji Rahayu, SP, MP selaku pembimbing akademik penulis.
5. Ir. Eddy Triharyanto, MP beserta staff PPKWu LPPM Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ide serta fasilitas yang dibutuhkan penulis selama penelitian.
6. Bapak, Ibu, kakak dan keponakan yang selalu memberi dukungan baik
moral ataupun materil selama ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Walaupun disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi diharapkan semoga bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta, Juni 2011
(5)
commit to user DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... x
SUMMARY ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Ketimun ... 4
B. Sistem Pertanian Organik ... 6
C. Pupuk Organik ... 8
III. METODE PENELITAN ... 13
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 13
B. Bahan dan Alat ... 13
C. Cara Kerja Penelitian ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21
A. Tinggi Tanaman ... 21
B. Jumlah Bunga Betina ... 23
C. Umur Panen ... 26
D. Frekwensi Panen ... 27
E. Berat Buah per Tanaman ... 29
F. Jumlah Buah per Tanaman ... 30
G. Berat Rata-rata Buah ... 32
H. Diameter Buah ... 33
I. Panjang Buah ... 34
J. Berat Brangkasan Segar ... 36
(6)
commit to user
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 41
A. Kesimpulan ... 41
B. Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN
(7)
commit to user DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Paket perlakuan Rancangan Acak Lengkap dosis pupuk... 13
4.1 Rerata tinggi tanaman ketimun saat 8 MST ... 21
4.2 Rerata jumlah bunga betina... 24
4.3 Rerata umur panen (HST) ... 26
4.4 Rerata frekwensi panen (hari) ... 28
4.5 Rerata berat buah per tanaman (gram) ... 29
4.6 Rerata jumlah buah per tanaman ... 31
4.7 Rerata berat rata-rata buah (gram) ... 32
4.8 Rerata diameter buah (cm) ... 34
4.9 Rerata panjang buah (cm) ... 35
4. 10 Rerata berat brangkasan segar (gram) ... 37
4.11 Rerata Berat Brangkas Kering (gram) ... 38
(8)
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Grafik Tinggi Tanaman per Minggu ... 45
2.2 Tabel Analisis Ragam Tinggi Tanaman Saat 8 MST ... 45
2.3 Tabel Analisis Ragam Jumlah Bunga Betina ... 46
2.4 Tabel Analisis Ragam Umur Panen ... 46
2.5 Tabel Analisis Ragam Frekwensi Panen ... 46
2.6 Tabel analisis ragam berat buah per tanaman ... 47
2.7 Tabel Analisis Ragam Jumlah Buah Per Tanaman ... 47
2.8 Tabel Analisis Ragam Berat Rata-Rata Buah ... 47
2.9 Tabel Analisis Ragam Diameter Buah ... 48
2.10 Tabel Analisis Ragam Panjang Buah ... 48
2.11 Tabel Analisis Ragam Berat Brangkasan Segar ... 48
2.12 Tabel Analisis Ragam Berat Brangkasan Kering ... 49
3. Hasil Analisis Laboratorium Kandungan Pupuk Kotoran sapi ... 49
(9)
commit to user RINGKASAN
RESPON KETIMUN (Cucumissativus L.) TERHADAP PEMBERIAN
KOMBINASI DOSIS DAN MACAM BENTUK PUPUK KOTORAN SAPI DI GETASAN
ULWIYAH ZULYANA H0107094
Penggunaan pupuk anorganik dalam budidaya ketimun di Indonesia memicu kerusakan lahan dan menurunnya kualitas produksi. Penggunaan pupuk organik kotoran sapi dalam bentuk serbuk dan granular untuk budidaya ketimun diharapkan mampu mengurangi dampak negatif tersebut serta mampu menekan biaya produksi, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup petani di Getasan.
Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai Juni 2011 di Blancir, Kopeng, Kecamatan Getasan, serta di Laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman (EMPT) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 10 taraf perlakuan dan 3 ulangan yang terdiri dari pembanding (ponska 30 kg/Ha), granular 40 ton/Ha, serbuk 35 ton/Ha dan granular 5 ton/Ha, serbuk 30 ton/Ha dan granular 10 ton/Ha, serbuk 25 ton/Ha dan granular 15 ton/Ha, serbuk 20 ton/Ha dan granular 20 ton/Ha, serbuk 15 ton/Ha dan granular 25 ton/Ha, serbuk 10 ton/Ha dan granular 30 ton/Ha, serbuk 5 ton/Ha dan granular 35 ton/Ha, serta serbuk 40 ton/Ha. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah bunga betina, umur panen, frekwensi panen, berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, rata-rata berat buah, diameter buah, panjang buah, serta berat brangkasan. Analisis hasil pengamatan dengan menggunakan Analysis of Varian (ANOVA) berdasarkan uji F taraf 5% dan jika terdapat beda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik kotoran sapi memberikan respon positif terhadap pertumbuhan tanaman namun tidak untuk hasil, serta pupuk anorganik yang digunakan oleh petani masih menunjukkan hasil yang lebih baik.
(10)
commit to user SUMMARY
RESPONSE OF CUCUMBER (Cucumis sativus L.) TO VARIOUS DOSAGE COMBINATION AND FORMS OF COW MANURE IN
GETASAN ULWIYAH ZULYANA
H0107094
The use of inorganic fertilizers for cultivation of cucumbers in Indonesia can reduce soil quality and declining quality of yield. The use of cow manure organic fertilizers in powder and granular for the cultivation of cucumber is expected to reduce its negative impacts and reduce production costs, so it is able to increase earning of farmers especially in Getasan.
The experiment was conducted from March to June 2011 in Blancir, Kopeng, Getasan and in the Laboratory of Ecology and Crop Production Management (EMPT) Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University Surakarta. It’s using Completely Randomized Design (RAL) with 10 levels of single-factor treatments and 3 replications. The treatment consisted of control (ponska 30 kg/ha), granular 40 ton/ha, powder 35 ton/ha and granular 5 ton/ha, powder 30 ton/ha and granular 10 ton/ha, powder 25 ton/ha and granular 15 ton/ha, powder 20 ton/ha and granular 20 ton/ha, powder 15 ton/ha and granular 25 ton/ha, powder 10 ton/ha and granular 30 ton/ha, powder 5 ton/ha and granular 35 ton/ha, and powder 40 ton/ha. The parameters measured were plant’s height, number of female flower, harvest period, frequency of harvesting, number and weight of fruit/ plant, mean fruit weight, diameter of fruit, fruit length, weighs biomass. The data collected was subjected to analysis of variance (ANOVA), using the `F’ test at level 5%, differences between the means were partitioned using Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) with 5% level.
The results showed that the cow manure gave a positive response to plant growth but not for yield, inorganic fertilizers used by farmers still showed better results.
(11)
commit to user PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain-lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia. Salah satu penyumbang bahan kimia yang terkandung di dalam tanaman sayuran yaitu penggunaan pupuk anorganik yang diberikan secara berlebih pada tanaman sehingga berdampak buruk pada kesehatan manusia.
Ketimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayur yang
cukup populer di hampir semua negara. Ketimun berasal dari dataran tinggi Himalaya dan pada saat ini budidayanya sudah meluas ke seluruh wilayah tropis dan subtropis. Di Indonesia ketimun banyak ditanam di Jawa dan Sumatra (Elsya, 2003). Buah ketimun mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, dan besi, serta vitamin A, B, dan C. Kemajuan di bidang teknologi kecantikan mengungkap bahwa ketimun dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika untuk perawatan kecantikan dengan diolah menggunakan teknologi modern. Dari sudut pandang ekonomi, ketimun memiliki prospek yang cukup baik, karena diminati di banyak negara.
Sistem budidaya pertanian yang memanfaatkan pupuk anorganik dengan frekuensi dan dosis berlebih selama ini akan menghasilkan pangan yang meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pupuk anorganik akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dahulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak diberi pupuk anorganik berlebih, sehingga akan berpengaruh pada kualitas sayuran yang dihasilkan serta kesuburan tanah tempat tanaman tumbuh. Tanah akan mengalami degradasi unsur hara, sehingga mempengaruhi produksi tanaman.
(12)
commit to user
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan bahan pembenah tanah yang lainnya. Nilai pupuk yang dikandung pupuk kandang umumnya rendah dan sangat bervariasi misalnya unsur N, P, K tetapi juga mengandung unsur esensial lainnya (Sutanto, 2002).
Selain itu, pemanfaatan kotoran ternak sapi yang dihasilkan oleh warga di daerah Getasan belum dilakukan secara optimal, padahal pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi ternak mereka memiliki manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan sistem pertanian di Getasan khususnya dan di Indonesia umumnya. Selama ini masyarakat hanya mengaplikasikan kotoran ternak termasuk kotoran sapi sebagai pupuk dasar yang dipadukan dengan pupuk anorganik. Mereka masih takut untuk mengaplikasikan pupuk organik seperti pupuk granular yang merupakan pupuk hasil pengolahan kotoran sapi dengan kandungan unsur-unsur mineral yang lebih tinggi dalam budidaya pertanaman mereka, karena mereka menganggap penggunaan pupuk organik akan menurunkan hasil produksi budidaya pertanaman. Sehingga diharapkan setelah adanya penelitian ini, masyarakat mau mengaplikasikan produk pupuk yang berasal dari kotoran sapi berupa pupuk serbuk dan pupuk granular untuk perbaikan sistem budidaya pertanian.
B. Perumusan Masalah
Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk anorganik yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K). Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk anorganik dapat secara nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk anorganik sekaligus mengurangi biaya pemupukan.
Namun kebiasaan para petani yang telah terbiasa akan hal instan dapat menghambat pengembangan pupuk organik dalam pemanfaatannya bagi
(13)
commit to user
sistem budidaya pertanian, karena dampak dari penggunaan pupuk organik tidak dapat diperoleh secara instan.
Berdasar uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah yaitu berapakah dosis dan bentuk pupuk kotoran sapi yang tepat sehingga tanaman ketimun dapat memberikan hasil yang optimal pada tanah andosol di daerah Getasan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis dan bentuk pupuk
kotoran sapi yang tepat sehingga hasil panen ketimun (Cucumis sativus L)
dapat optimal sehingga dapat mensubstitusi penggunaan pupuk kimia yang selama ini digunakan oleh petani.
(14)
commit to user TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketimun
Sistematika (taknosomi) tanaman ketimun adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L.
Tanaman ketimun berakar tunggang. Akar tunggangnya tumbuh lurus ke dalam tanah sampai kedalaman sekitar 20 cm, perakaran tanaman ketimun dapat tumbuh dan berkembang pada tanah yang berstruktur remah, pada tanah berstruktur remah sistem perakaran berkembang baik (Cahyono, 2003).
Pada dasarnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk lahan pertanian cocok ditanami ketimun, untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas yang baik tanaman ketimun membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tidak tergenang dan pH-nya berkisar antara 6-7, namun masih toleran pada pH tanah sampai 5,5 yaitu batasan minimal dan 7,5 yaitu batasan maksimal. Pada pH tanah kurang dari 5,5 akan terjadi gangguan penyerapan unsur hara oleh akar sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu, sedangkan pada tanah yang terlalu masam tanaman ketimun akan menderita penyakit klorosis (Rukmana, 1994).
Tanaman ketimun (Cucumis sativus L.) memiliki bunga berbentuk
terompet, warna kuning, dan berumah satu. Artinya dalam satu tanaman ditemukan bunga jantan dan bunga betina yang terdapat pada tangkai yang berbeda. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga. Pada bunga jantan tidak terdapat bagian yang
(15)
commit to user
membengkak, sehingga dalam pemilihan tetua, jumlah bunga betina per
pohon terbanyak yang terpilih (Sumpena et al. 1992).
Ketimun tidak tahan terhadap hujan yang lebat. Tanaman apat berhasil dengan baik pada tanah lempung yang subur dan kelembabannya cukup. Produksi buah sangat baik pada tanah lempung berpasir, diberi pupuk organik, iklim panas, pH tanah optimum 6-7; tanaman peka terhadap genangan air. Saat tanam yang baik pada akhir musim hujan atau musim kemarau (Sastrahidayat, 1991).
Sebagaimana sifat morfologi tanaman ketimun, yakni merupakan jenis
tanaman indeterminate yang tumbuhnya tidak berdiri tegak melainkan
menjalar atau memanjat maka untuk menopang pertumbuhan tanaman supaya dapat tumbuh baik tegak ke atas dan dapat menjalar di atas permukaan tanah, maka tanaman didukung dengan kayu sebagai tongkat/ajir/lanjaran yang dihubungkan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga tanaman dapat menjalar secara baik (Sumpena, 2002).
Sayuran buah ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yang umumnya disajikan dalam bentuk olahan segar ataupun sebagai minuman segar. Ketimun juga dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik untuk dijadikan pembersih kulit muka dan lulur. Sebagai obat alami, dapat menghaluskan kulit dan menjaga kerusakan kulit dari sengatan sinar matahari, menurunkan panas dalam, mengurangi sakit tenggorokan dan batuk (Sumpena, 2001).
Mengingat ketimun banyak dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia mulai dari lingkup rumah tangga sampai industri, bahkan masyarakat luar negeri membutuhkan dalam jumlah besar dan kontinyu sepanjang tahun. Sampai saat ini permintaan untuk ekspor dalam bentuk olahan belum semuanya dapat dipenuhi. Sehingga ketimun dapat dikatakan merupakan komoditi yang mempunyai arti penting dengan fluktuasi harga yang rendah apabila dibandingkan dengan fluktuasi harga sayuran lain (Sumpena, 2001).
(16)
commit to user
B. Sistem Pertanian Organik
Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik merupakan usaha untuk mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan pupuk
anorganik. Dengan sistem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada
masukan dari luar, sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus
hidup yang tertutup. Manfaat pupuk organik : 1). Bahan organik dalam proses
mineralisasi akan melepaskan hara dengan lengkap (N,P,K,Ca,Mg,S, serta hara mikro) sehingga dapat meningkatkan kandungan nutrisi tanah. 2). Memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, memperbaiki struktur tanah, tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar; 3). Meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah menyediakan air menjadi lebih banyak; 4). Permeabilitas (daya serap air) tanah menjadi lebih baik; 5). Meningkatkan kapasitas pertukaran kation, sehingga kemampuan mengikat kation menjadi tinggi, akibatnya apabila pupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci; 6). Memperbaiki kehidupan biologi tanah, karena ketersediaan nutrisi tanah lebih terjamin; 7). Meningkatkan daya sangga terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah; 8). Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik; 9). Ramah lingkungan (Kementan, 2010).
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida, dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas diantara flora, fauna, dan manusia (McDick, 1997).
Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan, 2002).
Pengembangan pertanian organik di beberapa negara mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut terjadi karena adanya kenyataan bahwa hasil pertanian terutama sayur dan buah segar yang ditanam dengan pertanian
(17)
commit to user
sistem organik (organic farming system) mempunyai rasa, warna, aroma dan
tekstur yang lebih baik daripada yang menggunakan sistem pertanian anorganik (Prihandarini, 1997).
Pupuk organik yang baik dapat dibuat dari bahan yang mudah didapat seperti dari kotoran hewan ternak. Dalam pembuatannya, kotoran ternak dapat didekomposisi dengan menggunakan bahan pemacu mikroorganisme seperti stardec atau bahan sejenis, di tambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos seperti : serbuk gergaji, abu dan kalsit/kapur. Kotoran sapi sebagai limbah usaha peternakan merupakan bahan pembuat kompos yang baik karena memiliki kandungan nitrogen dan potasium. Kualitas pupuk organik yang baik dapat diperoleh melalui proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitas biologis pada kondisi yang terkontrol (Anonim, 2010).
Pupuk organik apabila dilihat secara fisik ada dua macam yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat lebih umum digunakan karena berkaitan dengan ketersediaan dan cara penggunaannya. Pupuk organik termasuk padat termasuk pupuk yang kandungan unsur haranya dilepaskan secara perlahan-lahan. Pelepasan pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia, pelepasan unsur hara organik akan semakin baik apabila dibantu dengan aktivitas mikroorganisme (Isnaini, 2006).
Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang ternak atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, bungkil, pupuk hijau, dan potongan leguminosa. Pupuk kandang dan sumber organik lainnya digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan kadar bahan organik tanah, menyediakan hara mikro, dan mempebaiki struktur tanah. Penggunaan bahan-bahan ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah (Mardalena, 2007).
Data tentang penggunaan pupuk organik dan hayati sampai sekarang sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain: 1). karena kebanyakan pupuk organik
(18)
commit to user
dan pupuk hayati diproduksi oleh pengusaha kecil dan menengah, 2). pupuk
organik banyak diproduksi in situ untuk digunakan sendiri, dan 3). jumlah
penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat terbatas. Pupuk
organik komersial yang kebanyakan diproduksi exsitu dipakai untuk tanaman
hias pot di kota-kota besar. Baru pada tahun-tahun terakhir ini perusahaan pupuk BUMN Pupuk Sriwijaya sudah mulai memproduksi pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik yang diproduksi secara in situ dilakukan pada
tingkat usaha tani dengan menggunakan limbah pertanian ataupun limbah ternak yang ada di usaha tani yang bersangkutan. Beberapa perusahaan pertanian serta perkebunan seperti kelapa sawit, nanas, jamur merang mengolah limbahnya menjadi kompos untuk kebutuhan sendiri, sehingga dapat menekan biaya produksi (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2010).
C. Pupuk Organik
Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan unutk menambah hara, memperbaiki sifat fisik an biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau, dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani di beberapa daerah memisahkan antara pukan padat dan cair (Hartatik dan Widowati, 2005).
Keistimewaan menggunakan pupuk kandang yaitu karena pupuk kandang merupakan pupuk yang lengkap, karena mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Mempunyai pengaruh susulan, karena pupuk kandang pupuk kandang mempunyai pengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman yang berangsur-angsur menjadi tersedia (Souri, 2001).
Pupuk kandang selain dapat memperbaiki sifat biologis tanah juga dapat memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah (Oades and Uegara, 1989), pupuk kandang perlu diberikan pada tanaman sayuran yang banyak mengkonsumsi nitrogen sehingga nitrogen sangat menentukan kuantitas serta kualitas
(19)
commit to user
produksi petsai. Pupuk kandang berperanan sebagai pelarut sejumlah hara dari mineral oleh asam humus dan sebagai sumber dalam meningkatkan jumlah maupun aktivitas metabolik organisme tanah serta meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik tanah . Pupuk kandang sebagai pupuk organik yang berfungsi sebagai substrat bagi jasad mikro sehingga dapat meningkatkan populasi dan aktivitas metabolik jasad mikro yang dapat membantu dekomposisi bahan organik tanah gambut, selain itu juga berfungsi dalam meningkatkan daya jerap, pertukaran kation dan sebagai pelarut sejumlah unsur seperti N, P dan S disamping itu juga mempunyai kemampuan dalam meningkatkan granulasi agregat tanah (Sumeru dan Rukmana, 1995).
Diantara jenis pukan, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba decomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisikan bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. untuk memaksimalkan penggunakan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2005).
Peneletian yang telah dilaksanakan di Sembilan lokasi di Jepang dengan perlakuan pemberian pukan secara jangka panjang dapat meningkatkan kadar humus dalam kisaran 0,8-3,0%; meningkatkan N-total dan tersedia, P –
tersedia, dan Si; meningkatkan kapasitas buffer tanah, KTK, dan basa-basa
dapat tukar terutama Ca dan K; menurunkan Na-d. ketersediaan K dalam bentuk tidak tersedia hanya cenderung meningkat (Yamashita, 1967).
Pupuk Organik dan Pembenah Tanah adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik,
(20)
commit to user
kimia dan biologi tanah. Pupuk organik yang bisa dibuat oleh petani yang bertumpu pada sumber daya lokal antara lain adalah Kompos Super. Pupuk Kompos Super merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran sapi dan serbuk gergaji yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya : stardec atau bahan sejenis) di tambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos super seperti : serbuk gergaji, abu dan kalsit / kapur. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak dipetani juga memiliki kandungan nitrogen dan potasium. Kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos. Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos super adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitas biologis pada kondisi yang terkontrol (Kementan, 2006).
Bahan yang dipergunakan untuk Pembuatan Kompos Super adalah sebagai berikut :Kotoran sapi : 80-83%, Serbuk gergaji : 5%, Bahan pemacu mikroorganisme : 0,25%, Abu Sekam : 10% dan Kalsit/Kapur : 2%. Boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, kotoran ayam maksimal 25% (IPPTP, 2007).
Pemanfaatan pukan untuk padi sawah jumlahnya jauh lebih sedikir daripada untuk lahan kering (pangan dan sayuran). Jumlah maksimum pukan yang umum dipergunakan petani padi sawah <2 ton pukan per ha, sedangkan petani sayuran mencapai 25-75 ton /ha. Pukan selain mengandung hara-hara yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung asam-asam humat, fulvat, hormone tumbuh dan lain-lain yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara oleh tanaman meningkat (Tan, 1993).
Pemberian pupuk kandang sapi sebanyak 7,5 ton ha-1 belum mampu
memberikan peningkatan nilai pH secara signifikan, namun pada dosis 15 ton
ha-1 pH dapat meningkat secara bermakna dan perlakuan ini memberikan nilai
pH tertinggi dibandingkan perlakuan lain yaitu sebesar 5,37. Peningkatan pH akibat penambahan pupuk kandang sapi ini disebabkan oleh (1) hasil proses
(21)
commit to user
dekomposisi akan melepaskan sejumlah kation, (2) sejumlah OH- yang
dilepas pada pembentukan kompleks organik (Hue, 1992).
Meningkatnya pH tanah dikarenakan terbentuknya senyawa khelat, dimana senyawa khelat dapat terbentuk apabila asam humat dan asam fulvat terbentuk dari hasil dekomposisi pupuk kandang sapi yang diberikan (Sanchez, 1992).
Meningkatnya bobot tongkol seiring dengan meningkatnya dosis pupuk kandang sapi yang diberikan ke dalam tanah merupakan indikasi besarnya peranan P yang terdapat dalam kotoran sapi dalam meningkatkan hasil jagung manis. Pada fase reproduktif terjadi korelasi positif antara laju fotosintesis dengan kandungan protein daun. Hal ini berarti bahwa jika P dalam tanaman rendah menyebabkan pembentukan ATP rendah, sehingga menyebabkan kandungan protein daun rendah. Hal tersebut menunjukkan korelasi dengan rendahnya laju fotosintesis sehingga pembentukan fotosintat (sukrosa) menurun. Hal ini menyebabkan translokasi fotosintat ke biji rendah sehingga hasil bobot tongkol juga rendah (Long dkk, 1983 dalam Rusnetty, 2001),
Pada lahan kering, pukan dapat diaplikasikan dengan beberapa cara yanitu disebar di permukaan tanah kemudian dicampur pada saat pengolahan tanah, dalam larikan, dan dalam lubang-lubang tanam. Metode aplikasi berkaitan dengan jenis tanaman yang ditanam. Selain itu jumlah pukan yang diberikanpun jumlahnya sangat berbeda. Seperti pemberian pukan pada tanaman sayuran mencapai 20-30 ton/ha, sedangkan tanaman pangan lahan kering seperti jagung, kedelai, padi gogo dan lain-lain sejumlah 1-2 ton/ha. Pemupukan pukan dalam budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa
kompos pukan sebanyak 20 ton/ha dan kompos Tithonia diversifolia
sebanyak 3ton/ha dan kombinasi keduanya dapat memenuhi kebutuhan hara sayuran tomat dan caisin, selada dan kangkung. Kompos pukan dari kotoran
ayam 20 ton/ha atau sapi 20 ton/ha ditambah dengan kompos Tithonia
diversifolia 3 ton/ha memberikan hasil terbaik (Setyorini et al, 2004).
Pada pemupukan pupuk kandang di tanah Latosol Coklat Cicurug diperoleh petunjuk bahwa pemberian pupuk kandarlg sapi sampai dosis 15
(22)
commit to user
ton per ha tidak berbeda nyata. Sedangkan pada dosis 20 -25 ton per ha pengaruhnya menjadi nyata, yakni mengalami peningkatan dari 4,44 kg per rumpun bobot segar menjadi 6.47 kg per rumpun pada dosis 20 ton per ha dan
(23)
commit to user
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2011. Bertempat di Dusun Blancir, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Barat dengan koordinat 7°23'53" LS 110°24'37" BT dan ketinggian 1450
mdpl, tanah di daerah ini berjenis tanah andosol. Serta di Laboratorium Ekologi
dan Manajemen Produksi Tanaman (EMPT) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih ketimun varietas Hercules, pupuk kotoran sapi bentuk serbuk, pupuk kotoran sapi bentuk granular, mulsa, ajir.
Alat yang digunakan yaitu penggaris, timbangan, jangka sorong, beker glass, dan oven.
C. Cara Kerja Penelitian
Rancangan Penelitian
Tabel 3.1 Paket perlakuan Rancangan Acak Lengkap dosis pupuk
Perlakuan Keterangan
A B C D E F G H I J
30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) 40 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
35 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 5 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
30 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 10 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
25 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 15 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
20 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 20 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
15 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 25 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
10 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 30 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
5 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 35 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular
(24)
commit to user
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 10 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 unit percobaan.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Pupuk
Pupuk yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1) Pupuk kotoran sapi serbuk
Pupuk kotoran sapi serbuk berasal dari kotoran sapi dan rumput gajah yang sudah mengering dicampur dengan kapur dan bakteri EM4 kemudian di fermentasi selama 4 minggu. Setelah terfermentasi maka semua bahan tersebut digiling sampai menjadi serbuk halus.
2) Pupuk kotoran sapi bentuk granular
Pupuk kotoran sapi bentuk granular berasal dari pupuk kotoran sapi serbuk yang diolah kembali hingga membentuk bulatan-bulatan kecil. Pada dasarnya komposisi keduanya sama, yang membedakan hanyalah kandungan air dan bentuknya. Di sini, pupuk dibuat dengan bentuk granular agar unsur-unsurnya tidak mudah hilang, karena terikat dengan air.
Pesiapan Benih
Benih yang digunakan yaitu benih ketimun varietas Hercules. Benih diseleksi dengan cara memilih benih yang mengkilap, tidak cacat dan bernas. Benih ketimun tersebut selanjutnya dapat langsung ditanam di lapang, tanpa melalui tahap persemaian, hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi stagnasi yaitu keadaan dimana kondisi pertumbuhan tanaman terhenti sehingga perkembangannya terhambat. Pengolahan Lahan
Lahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah lahan yang sudah tidak digunakan selama delapan kali masa tanam, sehingga
(25)
commit to user
sangat baik untuk penelitian pengaruh penggunaan pupuk. Namun demikian, karena lahan tersebut sudah tidak pernah diolah, maka tanah menjadi keras dan banyak ditumbuhi gulma. Oleh karena itu pengolahan lahan dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama untuk menggemburkan tanah dan menghilangkan gulma yang ada. Pada pengolahan lahan pertama, dilakukan dengan pencangkulan dengan kedalaman 30 cm menggunakan cangkul agar tanah terbalik dan akar-akar gulma tercabut.
Sedangkan pengolahan lahan kedua bertujuan untuk
menciptakan kondisi tanah yang memiliki aerasi dan drainase yang baik. Untuk itu tanah dibuat bedengan dengan panjang 3 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 30 cm dengan lebar parit antar bedengan 30 cm dan jarak antar ulangan 1,5 meter.
Pemberian pupuk dasar dilakukan setelah bedengan selesai dibuat. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara membuat lubang dengan kedalaman 10 cm dengan jumlah 12 lubang per perlakuan, disesuaikan dengan jarak tanam 50x50 cm. Selanjutnya pupuk dimasukkan ke dalam lubang tersebut sesuai dosis perlakuan dan ditutup kembali dengan tanah.
Tahap pengolahan lahan berikutnya yaitu pemasangan mulsa. Mulsa yang digunakan yaitu berupa mulsa plastik hitam perak (MPHP). Pemulsaan berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi intensitas gulma, serta mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Mulsa tersebut dilubangi dengan jarak 50x50 cm, berguna sebagai tempat tumbuh tanaman ketimun.
Penanaman
Penanaman dilakukan setelah lahan selesai diolah serta telah terbentuk petak-petak penelitian berpola persegi panjang dengan jarak tanam 50x50 cm. Penanaman dilakukan pada pagi hari. Benih ketimun yang sudah diseleksi dapat ditanam langsung dengan cara ditancapkan ke dalam lubang-lubang tanam yang telah dibuat. Agar benih dapat
(26)
commit to user
tumbuh dengan baik, maka perlu memperhatikan peletakan benihnya. Benih ketimun yang terdapat titik tumbuh yang secara visual ditandai dengan bentuknya yang lancip harus berada di bawah dan tertancap di dalam tanah. Benih ditancap sedalam ½ bagiannya kemudian ditutup dengan tanah setebal 1 cm agar benih tidak hilang saat terkena hujan atau saat dilakukan penyiraman.
Perlakuan Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan perlakuan yang ada. Pemberian pupuk pada perlakuan diberikan secara bertahap, yaitu berupa pemberian pupuk dasar dan pemberian pupuk susulan.
Pupuk dasar diberikan satu minggu sebelum penanaman. Pupuk dasar berupa pupuk kotoran sapi bentuk serbuk sebanyak 100% dari dosis pada perlakuan dan pupuk kotoran sapi bentuk granular sebesar 30% dari keseluruhan dosis pada perlakuan. Kedua pupuk tersebut diberikan dengan cara memasukkannya ke dalam lubang yang telah dibuat dengan kedalaman 10 cm dengan jumlah 12 lubang per bedengan, setelah itu tanah dibalik agar pupuk tidak terkikis.
Pemupukan susulan dilakukan saat 75% dari tanaman di setiap petak perlakuan mulai muncul bunga, pemupukan berupa pemberian pupuk kotoran sapi bentuk granular yang diberikan dengan cara menaburkan pupuk di setiap lubang tanam sebanyak 70% dari keseluruhan dosis perlakuan.
Pemeliharaan
1) Pengajiran
Pengajiran dilakukan pada saat tanaman berumur 12HST (hari setelah tanam) agar tanaman ketimun dapat merambat dan berdiri dengan tegak. Pengajiran dilakukan saat tanaman masih kecil agar akar tanaman tidak rusak dan tanaman tetap dapat merambat dengan baik.
(27)
commit to user
Agar tanaman dapat tetap berdiri kokoh, maka dilakukan pula penalian antara batang tanaman dengan ajir. Penalian ini dilakukan setiap tiga hari sekali pada setiap ruas-ruas batang tanaman.
2) Penyiangan
Penyiangan dilakukan sebelum pemupukan serta saat melakukan pengikatan batang tanaman. Penyiangan dilakukan dengan mencabut tumbuhan lain yang tumbuh di sekitar tanaman ketimun secara hati-hati dan tidak terlalu dalam karena dapat merusak sistem perakaran tanaman, bahkan pada akhir penanaman sebaiknya tidak dilakukan. Penggunaan mulsa dapat mengurangi gangguan gulma sehingga frekwensi penyiangan juga menjadi lebih sedikit.
3) Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan tunas samping/tunas lateral pertama sampai kelima saat 3 minggu setelah tanam, atau saat tanaman
telah muncul tunas samping. Menurut Edmond et al. (1975)
pertumbuhan dan produksi tanaman ketimun dapat lebih baik dengan melakukan pemangkasan terhadap cabang atau tunas samping.
4) Penjarangan buah
penjarangan buah bertujuan untuk meningkatkan kualitas buah yang dihasilkan. Penjarangan dilakukan pada setiap ruas ketiak daun dan hanya disisakan satu buah saja per ruas.
5) Pemupukan susulan
Pemupukan diberikan saat tanaman mulai muncul bunga sebanyak 75% dengan jumlah sesuai dosis perlakuan yang telah ditentukan.
6) Pengairan dan Penyiraman
Pada saat penelitian berlangsung, hujan turun cukup lebat sehingga penyiraman tidak perlu dilakukan.
(28)
commit to user
7) Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dalam penelitian kali ini hanya dilakukan secara manual yaitu dengan cara mengambil hama yang menyerang tanaman secara langsung serta membuang bagian tanaman yang terserang penyakit agar tidak menular ke bagian tanaman yang lain. Hama yang menyerang diantaranya yaitu belalang, ulat grayak dan siput, keberadaan hama-hama tersebut relatif sedikit sehingga dapat dikendalikan dengan cara mekanik, yaitu diambil secara langsung.
Sedangkan penyakit yang muncul yaitu busuk ujung buah yang memiliki ciri-ciri muncul bercak cekung kecil berwarna coklat. Bercak ini membesar dan timbul lingkaran-lingkaran sepusat. Warna bercak menjadi coklat tua dan bagian tengahnya sering kali retak. Penyakit lain yang ditemukan yaitu penyakit layu fusarium yang ditandai tanaman tersebut menjadi layu setelah ada sinar matahari dan terjadi penguapan, sore hari mungkin masih dapat segar lagi tetapi keesokan harinya mulai layu lagi. Akhirnya, tanaman layu akan mati.
8) Panen
Pemanenan dilakukan pertama kali saat ketimun berumur 8 MST. Buah ketimun dipanen dengan interval 3 hari sampai 4 kali panen.
Variabel Pengamatan
a. Tinggi Tanaman
Mengukur tinggi tanaman yang diwakili oleh pengukuran panjang batang utama, diukur mulai dari buku pertama pada tanaman sampai dengan titik tumbuh, pengukuran menggunakan tali raffia yang kemudian dikonversikan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali untuk mengetahui tingkat kecepatan pertumbuhan tanaman ketimun.
(29)
commit to user
b. Jumlah Bunga Betina
Menghitung jumlah bunga betina dalam satu tanaman ketimun. Penghitungan dilakukan satu minggu sebelum panen pertama. Bunga betina dicirikan dengan adanya bakal buah pada pangkal bunga. Tujuan dari variabel pengamatan jumlah bunga betina yaitu untuk memprediksi hasil produksi buah per tanaman.
c. Umur Panen
Menghitung umur tanaman ketimun dari saat ditanam hingga tanaman ketimun menunjukkan kriteria panen untuk kebutuhan konsumsi, ciri buah yang sudah dapat dipanen yaitu buah yang bernas dan berwarna mengkilap.
d. Frekwensi Panen
Panen dilakukan setiap 3 hari sekali sejak 8 MST hingga terlihat adanya penurunan jumlah produksi, frekwensi panen ini digunakan untuk mengetahui banyaknya buah yang dapat dipanen dalam satu kali masa tanam.
e. Berat Buah per Tanaman
Menghitung berat total buah yang dihasilkan dalam satu tanaman dari awal panen hingga panen terakhir yaitu sebanyak 4 kali panen.
f. Jumlah Buah per Tanaman
Jumlah buah dihitung dari jumlah buah yang dihasilkan pada satu tanaman pada satu kali masa tanam. Besarannya dapat ditentukan dengan menggunakan satuan buah/tanaman.
g. Berat Rata-rata Buah
Buah ditimbang untuk mengetahui rata-rata berat buah yang dihasilkan, perhitungan berat buah dilakukan dengan cara menimbang buah yang dihasilkan per tanaman sampel, dapat ditentukan dengan satuan gram/buah.
h. Diameter Buah
Diameter buah diukur pada bagian tengah buah dengan menggunakan jangka sorong.
(30)
commit to user
i. Panjang Buah
Panjang buah dihitung menggunakan penggaris dengan cara mengukur panjang buah menggunakan penggaris dari pangkal hingga ujungnya mengikuti lekukan buah.
j. Berat Brangkasan Segar
Berat brangkasan segar dihitung segara setelah ketimun selesai dipanen. Brangkasan segar meliputi seluruh bagian tanaman kecuali buah yang telah dipanen, sedangkan buah yang masih belum dipanen tetap ikut ditimbang.
k. Berat Brangkasan Kering
Berat brangkasan kering diperoleh dari berat brangkasan segar yang telah dioven hingga kering. Pengovenan dilakukan menggunakan
oven listrik dengan suhu 80oC hingga berat brangkasan mencapai nilai
konstan. Analisis Data
Analisis hasil pengamatan dengan menggunakan Analysis of Varian
(ANOVA) berdasarkan uji F taraf 5% dan jika terdapat beda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.
(31)
commit to user
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali, dihitung sejak pertama kali tanam hingga saat pertama kali panen. Analisis terhadap pertumbuhan tanaman ketimun dilakukan saat terakhir kali pengamatan tinggi tanaman, yaitu pada saat tanaman berumur 54 hari (8 MST). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tali rafia yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan centimeter, penggunaan tali rafia bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengamatan, karena sifat batang ketimun yang memanjat dan terkadang melilit.
Tanaman ketimun yang sudah berumur ± 21 hari (3 MST), biasanya tumbuh rimbun dan berdaun sangat lebat. Daun-daun yang terlalu rimbun akan menghasilkan vegetatif saja, sehingga bunga dan buah yang terbentuk cenderung menurun (Rukmana, 1994). Pemangkasan dilakukan pada tunas lateral pada ruas batang pertama hingga ke lima. Pemangkasan juga dilakukan terhadap tunas apikal tanaman ketimun saat tanaman ketimun sudah mencapai tinggi ± 150 cm . Hal itu bertujuan agar pertumbuhan generatif tanaman dapat berjalan dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
Tabel 4.1 Rerata tinggi tanaman ketimun saat 8 MST
Perlakuan Rerata
A 30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
144.83d 128.75cd
75.58ab 99.75bcd 120.58bcd 101.00bcd 84.91abc 46.00a 104.83bcd 123.83bcd Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
(32)
commit to user
Berdasarkan hasil analisis ragam, terlihat tanaman ketimun mempunyai tinggi tanaman yang berbeda nyata antara kontrol, penggunaan 100% pupuk granular, penggunaan 100% pupuk serbuk, serta berbagai macam kombinasi dosis dari pupuk serbuk dan pupuk granular. Hal tersebut berarti bahwa pemberian perlakuan dosis dan bentuk pupuk berpengaruh sangat nyata dalam fase vegetatif yang diwakili oleh pertumbuhan tinggi batang tanaman ketimun.
Sesuai tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kontrol yang berupa perlakuan petani dengan menggunakan pupuk kimia ponska sebanyak 30Kg/Ha masih menunjukkan hasil pertumbuhan yang terbaik yaitu dapat mencapai tinggi 144,83 cm. Kemudian diikuti oleh penggunaan 100% pupuk granular dengan dosis 40 ton/Ha yang memiliki tinggi 128,75 cm dan 100% pupuk serbuk dengan dosis 40 ton/Ha yang memiliki tinggi 123,83 cm. Sedangkan tinggi tanaman terendah ditemukan pada perlakuan 10 ton/Ha pupuk serbuk yang dipadukan dengan 30 ton/Ha pupuk granular.
Hal itu dapat disebabkan karena pada pupuk kotoran sapi tunggal, yaitu pupuk bentuk serbuk saja atau pupuk bentuk granular saja akan meningkatkan efektivitas penyerapan unsur hara pada tanaman. Berbeda jika kedua bentuk tersebut dikombinasikan, maka penyerapan unsur hara kurang optimal, karena pemberian pupuk yang tidak serentak dimana pupuk serbuk diberikan seluruhnya pada saat sebelum ketimun di tanam dan pupuk granular diberikan sebanyak dua kali, yaitu pada saat bersamaan dengan pupuk serbuk sebanyak 30% dari keseluruhan dosis yang diberikan dan sisanya diberikan saat tanaman mulai muncul bunga, sehingga asupan unsur hara terhadap tanaman akan berkurang.
Pada perlakuan 10 ton/Ha pupuk serbuk yang dipadukan dengan 30 ton/Ha pupuk granular, pertumbuhannya sangat rendah, selain karena pengaruh pemberian pupuk, dimungkinkan juga karena ada tanaman yang mengalami stagnasi. Stagnasi yaitu suatu keadaan dimana tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik atau dapat dikatakan dalam keadaan tetap/ stagnan.
(33)
commit to user
Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kotoran sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kotoran sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan
struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi
mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah. Tingginya kadar C dalam pupuk kotoran sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kotoran sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati, 2010).
Penggunaan pupuk kimia masih memberikan hasil yang lebih baik karena pupuk kandang baru pertama kali diaplikasikan. Namun penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah yang akan berdampak pada pertumbuhan tanaman di dalam jangka panjang, sedangkan penggunaan pupuk organik dalam hal ini pupuk kotoran sapi, dalam jangka panjangnya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah, sehingga perlahan-lahan struktur tanah akan kembali ke bentuk semula dan tanah menjadi lebih subur.
B. Jumlah Bunga Betina
Penghitungan jumlah bunga betina dilakukan pada saat satu minggu sebelum panen, dimana pada saat itu sudah menunjukkan kemunculan bunga
pada setiap ruasnya. Tanaman ketimun (Cucumis sativus) memiliki bunga
berbentuk terompet, warna kuning, dan berumah satu. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga. Pada bunga jantan tidak terdapat bagian yang membengkak, sehingga dalam pemilihan tetua, jumlah bunga betina per pohon terbanyak yang terpilih
(34)
commit to user
Tujuan dari penghitungan bunga betina adalah untuk memprediksi seberapa banyak buah ketimun yang nantinya akan dihasilkan dalam suatu tanaman. Bunga muncul pada setiap ruas-ruas ketiak daun, terkadang bunga yang muncul dalam satu ruas lebih dari satu, sehingga perlu dilakukan penjarangan bunga. Tujuan dari penjarangan ini sama seperti pada pemangkasan daun, yaitu untuk meningkatkan produktivitas tanaman ketimun itu sendiri.
Pemangkasan bunga pada ketiak daun pertama hingga ke lima tidak dilakukan dalam penelitian ini, namun hanya sebatas penjarangan saja. Hal ini mengacu pada penelitian terdahulu, dimana pemangkasan pada bunga lebih bertujuan untuk mengatur tata letak buah, namun jika pemangkasan terlalu tinggi dapat menurunkan panjang buah. Selain itu tanpa atau dengan perlakuan pemangkasan meskipun dosis pupuk ZA ditingkatkan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah buah ketimun per tanaman (Idris, 2004).
Tabel 4.2 Rerata jumlah bunga betina
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
6.33 a 7.00 a 4.17 a 6.17 a 4.83 a 7.83 a 7.67 a 5.50 a 8.00 a 7.50a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan analisis ragam terhadap jumlah bunga betina menunjukkan bahwa bentuk pupuk dan dosisnya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bunga betina yang dihasilkan. Secara aktual pun jumlah bunga hampir merata, yaitu berada pada kisaran 6-7 bunga betina per tanaman.
(35)
commit to user
Ketersediaan unsur hara, air dan cahaya matahari yang baik pada tanaman akan memperlancar proses fotosintesis. Fotosintesis akan menghasilkan fotosintat yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan untuk pembentukan bunga, biji dan buah. Kemunculan bunga terbanyak ditemukan pada perlakuan 5 ton/Ha pupuk serbuk yang dikombinasikan dengan 35 ton/Ha pupuk granular. Sedangkan kemunculan bunga paling sedikit ditunjukkan pada perlakuan 35 ton/Ha pupuk serbuk yang dikombinasikan dengan 5 ton/Ha pupuk granular. Hal tersebut dapat terjadi karena asupan unsur hara pada saat tanaman muncul bunga sangat sedikit, karena hanya memperoleh 70% dari jumlah pupuk granular yang diberikan.
Meskipun tidak berbeda nyata, namun dapat dilihat bahwa perlakuan dengan menggunakan pupuk kimia ponska tidak memberikan hasil bunga betina yang tertinggi. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan pupuk organik kotoran sapi pun dapat merangsang pembungaan dan menghasilkan bunga betina yang lebih banyak.
Perbedaan yang tidak nyata pada jumlah bunga betina ini dimungkinkan karena sebelum tanaman muncul bunga intensitas hujan cukup tinggi, sehingga meskipun cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan bunga betina, dimana panjang penyinaran matahari yang kurang dari 12 jam dapat setiap hari dengan intensitas cahaya rendah maka tanaman ketimun lebih banyak membentuk bunga betina (Cahyono, 2003). Namun jika intensitas cahaya matahari terlalu sedikit dan hujan lebat terus menerus turun, maka hal tersebut dapat menyebabkan kerontokan pada bunga betina, sehingga hasil yang diperoleh tidak menunjukkan beda nyata.
Ketimun tidak tahan terhadap hujan yang lebat. Tanaman dapat berhasil dengan baik pada tanah lempung yang subur dan kelembabannya cukup. Produksi buah sangat baik pada tanah lempung berpasir, diberi pupuk organik, iklim panas, pH tanah optimum 6-7; tanaman peka terhadap genangan air. Saat tanam yang baik pada akhir musim hujan atau musim kemarau (Sastrahidayat, 1991).
(36)
commit to user
C. Umur Panen
Variabel pengamatan umur panen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan tanaman ketimun mulai dari penanaman hingga muncul buah yang siap untuk dipanen. Buah yang siap dipanen menunjukkan ciri yaitu buah bernas, mengkilap, hijau menyeluruh dan tidak terlalu tua.
Umur panen merupakan indikator pertumbuhan yang dapat digunakan untuk mengukur ketersediaan unsur hara, air dan kelancaran transport pada tanaman. Ketersediaan unsur hara bagi tanaman selama pertumbuhan sangat diperlukan, karena ketersediaan unsur hara merupakan syarat utama dalam meningkatkan produksi tanaman. Penambahan unsur hara ini akan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah yang menunjang pertumbuhan tanaman (Sudjianto dan Krestiani, 2009).
Tabel 4.3 Rerata umur panen (HST)
Perlakuan Rerata
A 30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
57a 58 a 57 a 56 a 57 a 56 a 56 a 57 a 58 a 57.5 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan analisis ragam, pemberian pupuk kotoran sapi tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap umur panen. Semakin cepat umur panen berarti perlakuan tersebut memberikan dampak yang lebih baik, karena umur panen yang cepat menunjukkan pemasakan buah berjalan dengan baik, ini merupakan indikasi bahwa penyerapan unsur hara berjalan dengan baik pula.
(37)
commit to user
Rata-rata umur panen dalam penelitian kali ini yaitu seluruh tanaman dapat dipanen dalam kisaran waktu 8 minggu setelah tanam (MST). Waktu panen tercepat ditemukan pada tiga perlakuan, dimana masing-masing perlakuan memiliki waktu panen yaitu 56 hari setelah tanam (HST). Ketiga perlakuan tersebut yaitu perlakuan 30 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk yang dikombinasikan dengan 10 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular, 20 ton/Ha pupuk kandang serbuk yang digabung dengan 20 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular, serta kombinasi dari 15 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dengan 25 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular. Sedangkan perlakuan 40 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular serta kombinasi 35 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dengan 5 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular memerlukan rata-rata waktu panen yang paling lama yaitu dalam waktu 58 hari setelah tanam (HST).
Umur panen dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan unsur hara, pupuk organik akan terurai sempurna apabila ada jarak waktu pemberian dan penanaman, sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Pupuk organik akan terurai sempurna dalam waktu 1-2 bulan, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman (Novizan, 2005). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian kombinasi dari pupuk kotoran sapi bentuk serbuk dan pupuk kotoran sapi bentuk granular memberikan pengaruh yang baik dalam mempercepat masa panen karena pemberian pupuk kombinasi serbuk dan granular diberikan secara bertahap sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanaman akan terus terpenuhi.
D. Frekwensi Panen
Pemanenan pada tanaman ketimun tidak hanya dilakukan dalam sekali waktu karena pemasakan buah dalam satu tanaman tidak berlangsung secara serempak. Pemanenan dilakukan terhadap buah ketimun yang sudah dianggap layak untuk dikonsumsi. Pada penelitian kali ini, peneliti memanen ketimun sebanyak empat kali dengan interval tiga hari sekali, namun dalam waktu empat kali panen tersebut terkadang ditemui perlakuan yang tidak
(38)
commit to user
dapat dipanen buahnya, oleh karena itu variabel pengamatan frekwensi panen ini diperlukan.
Tabel 4.4 Rerata frekwensi panen (hari)
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
3.67a 3.33 a 2.67 a 3.67 a 3 a 4 a 3.67 a 3.33 a 3.33 a 3 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan tabel 4.4 frekwensi panen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sebagian besar perlakuan dapat dipanen hingga tiga kali, sedangkan frekwensi panen tertinggi ditemukan pada perlakuan F yaitu pemberian 20 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk serbuk ditambah 20 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular. Hal ini sudah sesuai dengan penelitian terdahulu. Pemupukan dalam budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa
kompos pukan sebanyak 20 ton/ha dan kompos Tithonia diversifolia
sebanyak 3ton/ha dan kombinasi keduanya dapat memenuhi kebutuhan hara sayuran tomat dan caisin, selada dan kangkung. Kompos pukan dari kotoran
ayam 20 ton/ha atau sapi 20 ton/ha ditambah dengan kompos Tithonia
diversifolia 3 ton/ha memberikan hasil terbaik (Setyorini et al, 2004).
Sedangkan frekwensi panen terendah ditemukan pada perlakuan C yaitu perlakuan dengan menggunakan 35 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dan 5 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular. Hal ini dimungkinkan karena ketersediaan hara bagi tanaman saat tanaman mulai berbuah, saat pemasakan buah hingga tanaman dapat dipanen sangat sedikit yaitu 3.75 ton/Ha saja.
(39)
commit to user
E. Berat Buah per Tanaman
Variabel berat buah per tanaman dihitung dengan cara menghitung berat total buah dalam satu tanaman selama masa pemanenan. Berat buah per tanaman ini dilakukan untuk mengetahui hasil produksi optimum yang dapat dihasilkan oleh satu tanaman ketimun dalam satu kali masa tanam.
Berat buah per tanaman sangat dipengaruhi oleh laju fotosintesis, proses fotosintesis sangat mempengaruhi hasil fotosintat. Apabila ketersediaan air, unsur hara atau cahaya matahari berkurang, maka akan mempengaruhi laju fotosintesis yang kemudian akan mengakibatkan
menurunnya produksi suatu tanaman (Gardner et al, 1991).
Tabel 4.5 Rerata berat buah per tanaman (gram)
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
744.17a 515.00 a 415.00 a 587.5 a 525.00 a 633.33 a 680.83 a 650.00 a 485.00 a 579.17 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan analisis ragam terhadap berat buah per tanaman, tidak ditemukan adanya beda nyata, artinya seluruh perlakuan memberikan respon yang hampir sama dalam menghasilkan buah per tanamannya. Meskipun demikian jika dilihat secara aktual terdapat perbedaan berat buah per tanaman. Berat buah per tanaman tertinggi ditemukan pada kontrol petani yaitu seberat 744.17 gram per tanaman sedangkan untuk pemberian pupuk organik kotoran sapi, hasil tertinggi ditemukan pada perlakuan 15 ton/Ha pupuk serbuk dengan 25 ton/Ha pupuk granular yang memiliki berat 680.83 gram.
(40)
commit to user
Hasil tersebut jika dikonversikan ke dalam satuan Ha dengan jumlah tanaman per Ha sebanyak 25.000 tanaman, maka tanaman ketimun tersebut dapat menghasilkan produksi sebesar 18,6 ton/Ha dan 17.02 ton/Ha. Hal ini hampir mendekati produksi ideal ketimun. Produksi ketimun di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 3.5 ton/Ha sampai 4.8 ton/Ha, padahal produksi ketimun bisa mencapai 20 ton/Ha. Budidaya ketimun dalam skala produksi tinggi dan intensif belum banyak dilakukan, pada umumnya tanaman ketimun di tanam hanya sebagai tanaman selingan (Warintek, 2006).
Sedangkan berat buah per tanaman terkecil terdapat pada perlakuan C yaitu 415 gram per tanaman. Berat tersebut jika dikonversikan ke dalam hektare maka akan menghasilkan produksi sebanyak 10.375 ton/Ha, berat ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan produksi ketimun di Indonesia yang diaplikasikan sebagai tanaman sela.
Pupuk organik dengan kandungan nutrisi yang memadai sangat diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dengan normal dan berkembang dengan baik seperti jika dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik seperti NPK. Dengan demikian penggunaan pupuk organik ternyata mampu menggantikan peran pupuk anorganik. Hal ini dapat menghilangkan anggapan bahwa pupuk organik akan melepaskan nutrisinya hingga mampu diserap tanaman dalam waktu yang lama, karena dalam percobaan kali ini, pelepasan nutrisi dari pupuk organik tidaklah lambat (Akanbi et al, 2010).
F. Jumlah Buah per Tanaman
Jumlah buah per tanaman digunakan untuk mengetahui seberapa banyak buah yang dapat dihasilkan oleh satu tanaman ketimun. Jumlah buah yang dihitung yaitu buah yang sudah layak untuk dipanen saat pemanen dilaksanakan. Perhitungan jumlah buah per tanaman ini juga berkaitan erat dengan berat buah per tanaman. Jika jumlah buah per tanaman banyak maka hasil produksi dari satu tanaman akan meningkat pula. Selain itu, jumlah buah per tanaman juga berkaitan erat dengan jumlah bunga betina per
(41)
commit to user
tanaman, karena buah yang dihasilkan merupakan hasil dari perkembangan bakal buah yang terdapat pada bunga betina.
Tabel 4.6 Rerata jumlah buah per tanaman
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
3.00a 3.00 a 2.00 a 3.67 a 2.67 a 3.00 a 4.00 a 3.00 a 3.33 a 3.33 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa perlakuan pemberian pupuk kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman. Tanaman yang menghasilkan buah terbanyak terdapat pada perlakuan 15 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk yang dipadu dengan 25 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular. Meskipun jumlah buah per tanaman berkaitan erat dengan jumlah bunga betina per tanaman, namun keterkaitan jumlah buah dengan jumlah bunga betina tidaklah mutlak, karena selama masa perkembangan bunga menjadi buah banyak sekali faktor yang menghalangi terbentuknya bunga menjadi buah. Faktor tersebut diantaranya serangan hama dan penyakit, kerontokan bunga, dan penyerbukan.
Jumlah buah yang paling sedikit ditemukan pada perlakuan 35 ton/Ha pupuk serbuk ditambah dengan 5 ton/Ha pupuk bentuk granular. Hal ini sama dengan hasil dari variabel jumlah bunga betina per tanaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah bunga betina yang sedikit akan memberikan hasil buah yang sedikit pula, namun jumlah bunga betina yang banyak belum tentu memberikan hasil buah yang banyak, semua tergantung pada proses atau hambatan yang terjadi selama penyerbukan dan lingkungan selama pembentukan dan pemasakan buah.
(42)
commit to user
Gagalnya pembentukan bunga dari pembungaan suatu tanaman disebabkan oleh ekologi (suhu, angin, kelembaban dan sebagainya), zat makanan yang tak seimbang (terutama N, P, K), air yang berlebihan atau kekurangan, penyerbukan dan pembuahan (fertilisasi), serangga penyerbukan sedikit atau tidak ada, pestisida yang menyebabkan keracunan makanan atau menggantikan serangga penyerbukannya, gangguan hama dan penyakit, genotif susunan kromosom buah (Sunarjono, 1990).
G. Berat Rata-rata Buah
Berat rata-rata buah dihitung berdasarkan berat buah per tanaman yang dibagi dengan jumlah buah per tanaman. Tujuan dari penghitungan berat rata-rata buah ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar buah ketimun yang dapat dihasilkan dari perlakuan yang diberikan.
Banyak faktor yang mempengaruhi produksi suatu tanaman terutama faktor lingkungan, terutama tanah dan iklim. Produksi suatu tanaman
ditentukan oleh Ymax = F (G.E.C) dimana F adalah fungsi dari, G = genetic,
E =Environtment, C= cultur technique (Gardner et al, 1991).
Tabel 4.7 Rerata berat rata-rata buah (gram)
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
203.47a 147.78 a 153.61 a 160.77 a 170.14 a 158.33 a 183.33 a 188.27 a 146.39 a 169.09 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis ragam, diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata terhadap berat rata-rata buah ketimun yang dihasilkan. Namun secara aktual, dapat dilihat bahwa pupuk kimia masih memiliki berat terbaik dalam produksi buah ketimun, buah ketimun yang diberi perlakuan pupuk kimia
(43)
commit to user
ponska dengan dosis 30 kg/Ha memiliki berat rata-rata 203.47 gram per buahnya.
Pemberian pupuk kotoran sapi dengan kombinasi 10 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dengan 30 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular mampu menunjukkan berat yang paling tinggi. Namun pemberian pupuk granular dengan dosis lebih tinggi dan pupuk serbuk dengan dosis lebih rendah menunjukkan penurunan berat buah yang tajam, dapat dilihat pada perlakuan I (pemberian pupuk dengan dosis 5 ton/Ha pupuk kotoran sapi serbuk dengan 35 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular) menunjukkan hasil berat rata-rata buah terendah, yang diikuti oleh perlakuan B yaitu penggunaan 40 ton/Ha pupuk kotoran sapi bentuk granular tanpa ditambah dengan pupuk kotoran sapi serbuk.
Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pada saat proses pembungaan pemberian pupuk organik hendaknya tidak terlalu banyak, karena pupuk organik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diurai dan dapat diserap tanaman. Pemberian pupuk organik hendaknya dititik beratkan pada saat sebelum tanam, sehingga pada saat tanaman berbunga, pupuk organik yang diberikan sudah terurai dengan baik dan dapat diserap oleh tanaman secara maksimal.
H. Diameter Buah
Pengukuran variabel diameter buah dilakukan dengan cara mengukur bagian tengah buah dengan menggunakan jangka sorong. Mengingat buah ketimun tidak memiliki bentuk yang simetris, maka pengukuran dilakukan pada bagian tengah buah karena pada bagian tengah buah dirasa cukup mewakili diameter buah ketimun itu sendiri.
(44)
commit to user
Tabel 4.8 Rerata diameter buah (cm)
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
6.22b 3.25a 3.81ab 3.86ab 3.79ab 3.74ab 3.95ab 3.65ab 3.09a 3.50ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan tabel analisis ragam, terlihat bahwa diameter buah ketimun memiliki kaitan erat dengan berat rata-rata buah. Pada pengukuran diameter ini terlihat perbedaan yang nyata, dimana pada variabel diameter buah ini perlakuan I dan perlakuan B memiliki diameter buah yang terkecil yaitu 3.09 dan 3.25 cm, sedangkan perlakuan A memiliki diameter terlebar yaitu 6.22 cm. sedangkan pada penggunaan pupuk organik pemberian perlakuan G memberikan hasil diameter terbaik sebesar 3.95 cm. Hal ini sesuai dengan hasil dari rerata variabel berat buah ketimun per tanaman.
Hal tersebut menunjukkan adanya kaitan antara berat buah rata-rata dengan diameter buah, dimana berat rata-rata buah yang tinggi memberikan hasil diameter yang lebar pula, sedangkan berat buah yang rendah memberikan hasil diameter buah yang rendah.
Diameter buah ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara yang ada di dalam tanah dan penyerapannya oleh tanaman. Pemberian pupuk dengan dosis yang tepat dan pada saat yang tepat akan memberikan hasil produksi buah termasuk diameter yang baik pula.
I. Panjang Buah
Parameter pengamatan panjang buah diukur dengan cara mengukur buah dari pangkal hingga ujung. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris lentur, sehingga bisa mengikuti lekukan-lekukan
(45)
commit to user
buah. Pengukuran panjang buah dilakukan bersamaan dengan pengukuran diameter buah, dilakukan setelah buah selesai dipanen.
Tabel 4.9 Rerata panjang buah (cm)
Perlakuan Rerata
A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani) B (40 ton/Ha granular)
C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular) D (30 ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular) E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular) F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular) G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular) H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular) I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular) J (40 ton/Ha serbuk)
19.04a 16.85 a 16.97 a 16.83 a 17.55 a 15.84 a 17.35 a 16.88 a 17.45 a 17.92 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda
nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Pertumbuhan dan perkembangan buah dipengaruhi oleh penyebaran biji, induksi mekanisme dormansi biji, pemberian makanan dan perlindungan semai selama pembentukannya. Buah ketimun biasanya memiliki buah yang panjang jika ia langsung tumbuh di ketiak daun dan buah itu tunggal seperti pada tanaman semangka (Gardner dkk, 1991).
Berdasarkan analisis ragam pada parameter rata-rata panjang buah, menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan pemberian berbagai macam jenis dan dosis pupuk organik kotoran sapi. Namun perbedaan panjang buah antar perlakuan tetap dapat diamati secara aktual. Terlihat pada perlakuan pupuk kimia memiliki panjang 19.04 cm dimana merupakan hasil buah terpanjang diantara perlakuan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pupuk kimia memberikan asupan unsur hara yang cukup baik bagi tanaman sehingga mampu memperpanjang buah.
Perlakuan yang memiliki panjang buah terpendek ditemukan pada perlakuan dengan pemberian pupuk kotoran sapi serbuk 20 ton/Ha ditambah dengan pupuk kotoran sapi bentuk granular 20 ton/Ha. Hal ini sangat berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, dimana dosis yang seimbang memberikan pengaruh yang baik bagi hasil tanaman. Pemupukan dalam
(46)
commit to user
budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa kompos pukan sebanyak 20
ton/ha dan kompos Tithonia diversifolia sebanyak 3ton/ha dan kombinasi
keduanya dapat memenuhi kebutuhan hara sayuran tomat dan caisin, selada dan kangkung. Kompos pukan dari kotoran ayam 20 ton/ha atau sapi 20
ton/ha ditambah dengan kompos Tithonia diversifolia 3 ton/ha memberikan
hasil terbaik (Setyorini et al, 2004).
Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena efek dari ruas pertama hingga ke lima yang tidak dipangkas, sementara jarak antara ruas ketiak daun dengan tanah terlalu pendek sehingga bentuk buah menjadi melengkung dan proses pemanjangannya menjadi terhambat.
J. Berat brangkasan Segar
Berat brangkasan tanaman merupakan indikator untuk mengetahui pertumbuhan tanaman. Semakin baik pertumbuhan tanaman, maka berat brangkasan tanaman akan semakin besar nilainya. Hal ini didasarkan atas taksiran biomassa atau berat tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integritas dari hampir semua peristiwa sebelumnya yang dialami tumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Mengingat sifat tanaman ketimun yang memiliki kandungan air yang tinggi, maka penghitungan berat brangkasan segar dilakukan segera setelah panen, hal ini bertujuan agar kandungan air yang terdapat pada brangkasan segar ketimun tidak menguap yang akan mengakibatkan tidak validnya data yang disajikan.
Berat segar brangkasan menunjukkan tingkat serapan air dan unsur hara oleh tanaman untuk metabolisme. Berat segar brangkasan dipengaruhi oleh kadar air dan kandungan unsur hara yang ada dalam sel-sel jaringan. Semakin tinggi serapan air dan unsur hara maka berat segar brangkasan akan semakin meningkat (Dwijoseputro, 1980).
(1)
(2)
lxxi
lxxi Tabel 4.12 Rekapitulasi Rerata Pertumbuhan dan Panen Ketimun
perla kuan Tinggi Tanaman (cm) Jml Bunga Betina Umur Panen (HST) Frekwe nsi Panen (hari) Berat buah/tan (g) Jumlah buah/ta n Rata-rata berat /buah (g) Diameter buah (cm) Panjang buah (cm) Berat brangkasan segar (g) Berat brangkasan kering (g) Berat rata-rata per ha (ton/ha) A B C D E F G H I J 144.83d 128.75cd 75.58ab 99.75bcd 120.58bcd 101.00bcd 84.91abc 46.00a 104.83bcd 123.83bcd
6.33 a 7.00 a 4.17 a 6.17 a 4.83 a 7.83 a 7.67 a 5.50 a 8.00 a 7.50a
57a 58 a 57 a 56 a 57 a 56 a 56 a 57 a 58 a 57.5 a
3.67a 3.33 a 2.67 a 3.67 a 3 a 4 a 3.67 a 3.33 a 3.33 a 3 a
744.17a 515.00 a 415.00 a 587.5 a 525.00 a 633.33 a 680.83 a 650.00 a 485.00 a 579.17 a
3.00a 3.00 a 2.00 a 3.67 a 2.67 a 3.00 a 4.00 a 3.00 a 3.33 a 3.33 a
203.47a 147.78 a 153.61 a 160.77 a 170.14 a 158.33 a 183.33 a 188.27 a 146.39 a 169.09 a
6.22b 3.25a 3.81ab 3.86ab 3.79ab 3.74ab 3.95ab 3.65ab 3.09a 3.50ab 19.04a 16.85 a 16.97 a 16.83 a 17.55 a 15.84 a 17.35 a 16.88 a 17.45 a 17.92 a
300.00b 191.67ab 137.50a 133.33a 100.00a 150.00a 137.50a 154.17a 141.67a 120.83a 26.77b 17.23a 10.69 a
9.69 a 13.98 a 10.74 a 11.20 a 12.71 a 16.02 a 14.47 a
18.60 12.88 10.38 14.69 13.13 15.83 17.02 16.25 12.13 14.48 Ket : A (30 kg/Ha pupuk kimia ponska (pola petani)); B (40 ton/Ha granular); C (35 ton/Ha serbuk + 5 ton/Ha granular); D (30
ton/Ha serbuk + 10 ton/Ha granular); E (25 ton/Ha serbuk + 15 ton/Ha granular); F (20 ton/Ha serbuk + 20 ton/Ha granular); G (15 ton/Ha serbuk + 25 ton/Ha granular); H (10 ton/Ha serbuk + 30 ton/Ha granular); I (5 ton/Ha serbuk + 35 ton/Ha granular); J (40 ton/Ha serbuk); Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxii
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu :
1. Pupuk organik kotoran sapi menunjukkan respon positif terhadap pertumbuhan tanaman namun tidak menunjukkan respon dalam meningkatkan hasil produksi.
2. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani masih lebih baik daripada pupuk organik dari kotoran sapi.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang dapat disampaikan yaitu :
1. Pupuk organik cukup diberikan satu kali yaitu saat sebelum tanam agar penyerapannya oleh tanaman berlangsung optimal.
2. Petani dapat mengaplikasikan pupuk kotoran sapi ini dalam budidaya mereka untuk menekan pengeluaran biaya produksi.
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiii
lxxiii
DAFTAR PUSTAKA
Akanbi, W.B., Ilupeju, E. A. O., Togun, A.O., S. A. Adeyeye. 2010. Effects of Nigerian Commercial Organic Fertilizer, Compost and NPK on Growth, Shoot Yield and Nutritional Quality of Solanum macrocarpon.
International Journal of Organic Agricalture Research Development.
6(2):135.
Anonim. 2010. diakses tanggal 12 Desember 2010.
_______. 2002. http://www.deptan.go.id. Internet Version. Diakses: 12 Oktober 2010.
_______. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Pupuk Organik
Dari Kotoran Unggas. Jakarta.
Arief, A. 1990. Hortikultura. Andi Offset. Yogyakarta. Cahyono, B. 2003. Timun. Aneka Ilmu. Semarang.
Dwijoseputro. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Edmond, J.B., T. L. Senn, F. S. Andrews, R. G. Halfacre. 1975. Fundamental of
Horticulture. Fourth Edition. Tata McGraw-Hill Book Co. Ltd. New Delhi.
560 p.
Elsya, T. 2003. Mentimun, Obat Awet Muda dan Antistres. Artikel. Pikiran Rakyat Cyber Media. Minggu, 06 Juli 2003.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants. Terjemahan: Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah : Herawati Susilo. Pendamping : Subiyanto. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Harjadi, S. S. M. M., 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hartatik, Wiwik. Widowati, L.R. 2005. Pupuk Kandang. Jurnal Agrosains
Universitas Panca Bhakti Pontianak. Vol 2.
Hue, N.V. 1992. Correcting Soil Acidity of Highly Heathered Ultisol with Chiccnein Manure and Sewage Slude. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 23: 241-264.
Idris, M. 2004. Respons Mentimun (Cucumis sativus L.) akibat Pemangkasan dan Pemberian Pupuk ZA. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Vol 2:17-24.
Indrasari, A dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxiv
lxxiv
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram. 2007. Pupuk
Kompos Super. Diakses tanggal 1 Juni 2011.
Islam, M, S. 2006. Use of Bioslurry as Organic Fertilizer in Bangladesh
Agriculture. Former Director General, BARI and Consultant, Biogas &
Organic Manure, Grameen Shakti.
Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik. Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Joo, Tay Hwa. 1990. A Study of Biogas Production During Anaerobic Fermentation of Farmyard Manure. Biomass and Bioenergy Journal. Vol 5. Mardalena. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun
(Cucumis Sativus L.) Terhadap Urine Sapi yang Telah Mengalami
Perbedaan Lama Fermentasi. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
______. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Oades and Uegara. 1989. Soil Fertility and Fertilizers. Memillan Co. New York. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk
Organik dan Pembenah Tanah Perubahan ke IV Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Prihandarini, Ririen. 1997. Teknologi Budidaya Organik. Diakses: 12 Oktober 2010.
Prihmantoro, Heru, dan Idriyani, Yovita Hety. 1995. Hidroponik Sayuran
Semusim. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pujisiswanto, H dan D. Pangaribuan. 2008. Pengaruh dosis kompos pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi buah tomat. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung,
17-18 November2008. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Ketimun. Kanisius. Yogyakarta. _______. 1995. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta.
Sastrahidayat, I.R., Soemarno. 1991. Budidaya Tanaman Tropika. Usaha Nasional. Surabaya.
Setyorini, D., W. Hartatik, L.R widowati, dan S. Widati. 2004. Laporan akhir penelitian teknologi pengelolaan hara dan budidaya pertanian organik. Laporan bagi proyek sumberdaya tanah dan proyek pengkajian teknologi
pertanian partisipatif.
Sitompul S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Souri, S. 2001 Penggunaan Pupuk Kandang Meningkatkan Produksi Padi.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lxxv
lxxv
Sudjianto, Untung., Krestiani, Veronica. 2009. Studi Pemulsaan dan Dosis NPK pada Hasil Buah Melon (Cucumis melo L). Jurnal Sains dan Teknologi. 2(2).
Sumpena, U., Waluyo, dan Q.P. Van der Meer. 1990. Seleksi kultivar unggul mentimun. Bull. Pen. Hort. EK 18(2):75-81.
Sumpena, U. 2001. Budidaya Mentimun. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. Suriadikarta. Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati Organic Fertilizer dan Biofertilizer. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Tan, K.H. 1993. Environmental soil science. Marcel dekker. Inc. new York. Warintek. 2006. Mentimun. . Diakses pada tanggal 16 Juni 2011.
Yamashita, K. 1967. The effects of prolonged application of farmyard manure on the natur of soil organic matter and chemical and physical properties of paddy rice soils. Bull. Kyushu Agric. Exp. Stn. 23: 113-156.