Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran

commit to user 6 Jawa dalam proses akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo.

B. Perumusan Masalah

Kebudayaan adalah suatu hal yang indah, namun juga terkadang memunculkan sebuah permasalahan yang berujung pada konflik yang berbau SARA. Selama ini di Indonesia telah banyak terjadi kerusuhan yang didasarkan oleh permasalahan tersebut, seperti kerusuhan yang terjadi di Ambon, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lainnya. Beberapa permasalahan tersebut melibatkan etnis Tionghoa. Namun dengan adanya kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka yang mayoritas pemainnya adalah etnis Jawa, sekiranya dapat memberikan sebuah paradigma baru kepada orang banyak. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah ditarik perumusan masalahnya, yaitu : “Bagaimana komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo? ”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau memaparkan komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, terutama pada aspek: pengirimnya siapa, pesannya apa, saluranmedianya apa, penerimanya siapa, dan efeknya apa. commit to user 7

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Manfaat teoritis Dapat memberikan gambaran tentang komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan etnis Jawa yang mendukung proses pembauran antar etnis dengan melihat pada fokus kajian komunikasi budaya dan bentuk akulturasi. 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini kiranya dapat digunakan sebagai referensi bagi masyarakat maupun bagi peminat kebudayaan untuk lebih memahami bahwa pembauran antar etnis dapat melalui kebudayaan seni seperti Barongsai. b. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya yang mengadakan penelitian dengan tema serupa.

E. Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Menurut kodratnya manusia secara pribadi masing-masing merupakan individu-individu yang satu sama yang lainnya memiliki kekhasan tetapi secara umum mempunyai kesamaan, yaitu sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial maka dalam setiap kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain manusia akan selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya agar dapat bertahan demi kelangsungan hidupnya. commit to user 8 Aristoteles pernah mengatakan pendapatnya bahwa manusia itu adalah zoom politicon, yang artinya adalah manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau paling tidak cenderung mencari teman untuk hidup bersama. Maka manusia tidak akan dapat hidup menyendiri, sebab harkat dan martabatnya sebagai manusia normal tidak mungkin tumbuh dan berkembang tanpa bantuan dari orang lain. Hubungan antar manusia tersebut adalah interaksi sosial. Sedangkan interaksi sosial dapat terlaksana karena adanya komunikasi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dari sini maka dapat diketahui bahwa komunikasi sebagai sebuah proses dijadikan sarana yang efektif dalam berinteraksi. Pada dasarnya manusia telah melakukan komunikasi sejak lahir di dunia, tindakan komunikasi ini terus-menerus dilakukan selama proses kehidupannya. Melalui komunikasi seseorang menyampaikan apa yang ada dalam pemikirannya atau hati nuraninya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama disini diartikan sebagai sama makna. Definisi ringkas dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan yang diajukan Harold Lasswell yaitu Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa commit to user 9 Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?. 3 Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan menjadi lima unsur penting komunikasi, yaitu: a. Sumber source sering disebut pengirim sender atau penyandi encoder, komunikator communicator, pembicara speaker, yaitu pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. b. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima c. Saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. d. Penerima receiver atau sarana destination, komunikate communicatee, penyandi-balik decoder, khalayak audience, pendengar listener, penafsir interpreter, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber. e. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut. Pengertian komunikasi itu sendiri secara sederhana seperti yang dirumuskan oleh Carl Hovland adalah sebagai berikut : Komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang atau komunikator mengoperasikan perangsang-perangsang biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku orang lain atau komunikan. 4 Dalam pengertian tersebut di atas, yang dimaksud dengan pengoperan perangsang-perangsang yang berupa lambang kata-kata adalah 3 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar Bandung, Remadja Rosdakarya, 2005, hal. 62-65. 4 Onong U. Effendy. Komunikasi dan Perubahan, Bandung, Alumni, 2002 hal. 10. commit to user 10 perangsang-perangsang yang dapat mempengaruhi pendapat, sikap serta tingkah laku seseorang. Tetapi tidak selalu berupa lambang kata-kata dalam perangsang orang lain, dapat juga berupa anggukan atau gelengan kepala, senyuman, kedipan mata dan lain sebagainya dalam usaha mengubah tingkah laku orang lain. Komunikasi haruslah berusaha untuk menjadi efektif, komunikasi efektif merupakan hasil pemahaman antara komunikator dan penerima. Komunikasi berhasil hanya bila komunikator dapat menyampaikan pengertian yang dimaksud kepada penerima. Komunikasi mencari upaya untuk mencapai suatu “kesamaan” dengan penerima. Oleh karena itu, dapat diartikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol umum. Bisa verbal atau non verbal, informasi bisa mengalir ke atas dan ke bawah diagonal. Komunikasi pengiriman informasi dan pemahaman menggunakan simbol-simbol verbal atau non verbal. “Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan-pesan messages dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan” 5 . Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian mutual understanding antara kedua belah pihak. Sebelum pesan-pesan tersebut dikirim kepada komunikan, komunikator memberikan makna-makna dalam pesan tersebut decode yang kemudian ditangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya encode. 5 Rosadi Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Jakarta, Raja Grafindo, 2006, hal. 81. commit to user 11 Proses komunikasi menurut Schramm terdiri dari sembilan elemen, yaitu : a. Pengirim, pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain juga disebut sumber atau komunikator. b. Penulisan dalam bentuk sandi encoding adalah proses mengungkapkan pendapat ke dalam bentuk simbolik. c. Pesan, serangkaian simbol yang dikirim oleh pengirim. d. Media, saluran-saluran komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan dari pengirim kepada penerima. e. Pembacaan sandi decoding, proses ketika penerima mengartikan simbol-simbol yang dikirim oleh pengirim. f. Penerima, pihak yang menerima pesan yang disampaikan oleh pihak lain disebut juga pendengar atau tujuan. g. Tanggapan, serangkaian reaksi dari penerima setelah melihat atau mendengar pesan-pesan yang dikirimkan oleh pihak pengirim. h. Umpan balik, bagian dari tanggapan penerima bahwa penerima itu mengkomunikasikan kembali kepada pengirim. i. Gangguan atau distorsi yang tak terduga selama proses komunikasi, mengakibatkan penerima memperoleh pesan berbeda dari yang dikirimkan pengirim. 6 Suatu proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika dapat menimbulkan efek positif dan signifikan bagi penerimanya. Seperti dipahami dari definisi komunikasi yang diajukan oleh Carl I. Hovland yaitu komunikasi adalah proses yang memungkinkan seorang komunikator menyampaikan rangsangan biasanya lambang-lambang verbal untuk mengubah perilaku orang lain komunikate. Berdasarkan definisi Hovland tersebut tampak bahwa proses komunikasi bukanlah semata-mata hanya proses penyaluran pesan saja atau yang disebut komunikasi satu arah, namun lebih daripada itu diharapkan muncul juga adanya efek atau dampak tertentu feedback dari proses komunikasi yang dilakukan komunikator tersebut. Efek yang diharapkan muncul dari proses komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu, efek 6 Philip Kotler. Manajemen Pemasaran, Jakarta, Erlangga, 1998, hal. 244. commit to user 12 kognitif yang mengacu efek perubahan pada pikiran atau pertambahan pengetahuan. Lalu efek afektif atau berhubungan dengan sikap dan persepsi seseorang serta efek behaviorioral yaitu efek yang mengacu pada perubahan perilaku dan tindakan. Situasi-situasi sosial tertentu tersebut menyebabkan komunikasi berada dalam konteks-konteks tertentu. Secara luas, konteks berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi. Pertama, aspek bersifat fisik seperti keadaan lingkungan, cuaca, suhu, bentuk, ruangan, dan jumlah peserta komunikasi. Kedua, aspek psikologis, seperti sikap, prasangka, dan emosi peserta komunikasi. Ketiga, aspek sosial, seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya. Dan keempat, aspek waktu, yaitu kapan waktu berkomunikasi. Komunikasi dalam kategorisasi berdasarkan tingkat level digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati para pakar, yaitu komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi, dan komunikasi kelompok. Tingkat-tingkat komunikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar, siaran radio, siaran televisi yang ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung- gedung bioskop 7 . 7 Onong Ucjana Effendy. Op.Cit, hal. 48 commit to user 13 Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri khusus dari komunikasi massa adalah penggunaan media massa, seperti surat kabar, radio, televisi dan film dalam penyampaian pesan- pesannya kepada khalayak. Sehubungan dengan ciri khusus dari komunikasi massa tersebut di atas, bahwa penggunaan media massa dapat menimbulkan feed back atau umpan balik bagi khalayak. Feed back sendiri dalam ruang lingkup komunikasi adalah merupakan bagian dari proses komunikasi. b. Komunikasi Antarpribadi Interpersonal Communication Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Commuication Book, “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. The process of sending and receiving messages between two persons, or among or small group of person, with some effect and some immediate feedback. 8 Komunikasi antarpribadi juga dapat didefinisikan sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. 9 8 Onong Ucjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat. Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000 hal. 30. 9 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung, Remadja Rosdakarya, hal. 73. commit to user 14 c. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi organizational communication terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi. d. Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian, komunikasi kelompok tertuju pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut small-group communication. Komunikasi kelompok dengan sendirinya juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena masing- masing kelompok tersebut juga melakukan komunikasi.

2. Budaya dan Kebudayaan

Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh, suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi. 10 Budaya bukanlah sesuatu yang 10 Ibid, hal. 6-7. commit to user 15 dimiliki sebagian orang yang tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, ini berarti budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian adalah sebagai suatu faktor pemersatu. E.B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh anggota-anggota suatu masyarakat. 11 Kata ‘budaya’ dalam kata ‘kebudayaan’ dari bahasa Sansekerta ‘buddhayah’ yang berarti akal budi. Akal budi tidak lain dalah kata intelektual kognitif sekaligus di dalamnya terkandung unsur-unsur perasaan afektif. 12 Koentjaraningrat menyebutkan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang universal, yaitu 1 bahasa; 2 sistem pengetahuan; 3 organisasi sosial; 4 sistem peralatan hidup dan teknologi; 5 sistem mata pencaharian hidup; 6 sistem religi; 7 kesenian. 13 Ketujuh unsur tersebut menjelma menjadi tiga wujud kebudayaan, yaitu sebagai suatu kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia, sebagai wujud suatu komplek aktivitas, dan wujud sebagai benda. 14 Budaya dalam hubungannya dengan komunikasi tidaklah dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna 11 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya Bandung, Remadja Rosdakarya, hal. 56. 12 Andrik Purwanto. Komunikasi Multikultural Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2003, hal. 95. 13 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta, Rineka Cipta, 1990, hal. 203-204. 14 Alo Liliweri. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hal. 159. commit to user 16 yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. 15

3. Masyarakat Majemuk

Dalam interaksi sosial, masyarakat adalah sebuah sistem di mana terdapat interaksi antar komponen baik individu, kelompok, atau lembaga- lembaga. 16 Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut dengan soiety yasng berasal dari kata latin sosious yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari akar kata arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyarakat” yang berarti saling bergaul, sehingga masyarakat dapat didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. 17 . Lebih jelas lagi Kontjaraningrat memberikan penjelasan tentang masyarakat, bahwa masyarakat memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau istilah ilmiahnya saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi, tidak semua kesatuan manusia yang berinteraksi itu disebut masyarakat karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan yang khusus. Ikata yang membuat suatu kesatuan manusia yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam 15 Ibid, hal. 19. 16 Andrik Purwasito. Op.Cit. hal. 95. 17 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta, Rineka Cipta, 1990, hal. 143. commit to user 17 batas kesatuan itu. 18 Dalam definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia atau bisa disebut dengan sekelompok manusia yang mendiami suatu daerah tertentu yang tidak dapat hidup sendiri-sendiri dengan kata lain mereka hidup bersama dan saling membutuhkan di mana mereka mempunyai hubungan baik antar sesama secara terus menerus dengan diikat oleh norma-norma dan adat istiadat yang diakui ditaati dan dianut oleh warganya demi keberlangsungan hidup bersama.

4. Akulturasi

Akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan. Akulturasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan satu etnis tertentu yang disebut Young Yun Kim sebagai ‘imigran’ untuk menyampaikan informasi mengenai kebudayaannya agar dapat diterima oleh masyarakat pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis 18 Ibid, hal. 144. commit to user 18 mungkin terjadi. 19 Hal ini berarti bahwa secara bertahap masyarakat pribumi belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam menerima budaya imigran sejalan dengan berbagai transaksinya yang dilakukan dengan orang lain. Sehingga pada saatnya, masyarakat pribumi akan menggunakan cara-cara berperilaku orang imigran untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang sesuai dengan orang imigran. Perubahan perilaku juga terjadi ketika seorang pribumi menyimpang dari pola-pola budaya lama yang dianutnya dan mengganti pola-pola lama tersebut dengan pola-pola baru dalam budaya imigran. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang pribumi. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat imigran yang signifikan. Sebagaimana orang-orang imigran memperoleh pola-pola budayanya sendiri lewat komunikasi, seorang pribumi juga memperoleh pola-pola budaya imigran lewat komunikasi. Seorang pribumi akan mengatur dirinya sendiri untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Bila akulturasi dipandang sebagai proses mengembangkan kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, maka perlu bahwa kecakapan berkomunikasi demikian diperoleh melalui pengalaman- pengalaman komunikasi. 20 Proses akulturasi yang berjalan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur kebudayaan asing dan unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian unsur kebudayaan asing tidak lagi 19 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001 hal. 139. 20 Ibid, hal. 140 commit to user 19 dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi telah dianggap sebagai unsur kebudayaan sendiri. Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, mereka merespon perubahan harus berdasarkan pengalaman masing-masing dan bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki tiap individu atau kelompok. Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli imigran dan budaya pribumi. Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan pribumi tentang budaya imigran sebelum memasuki wilayah budaya pribumi kontak budaya. 21

5. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya di samping memang tidak mungkin lagi dapat dihindari, juga sesungguhnya sangat penting bagi penduduk semua negeri diera globalisasi dewasa ini. Kemunculannya sangat mendesak karena interdependensi antarbangsa semakin nyata, apakah itu di bidang ekonomi, iptek, politik, kebudayaan dan lain-lain. Di samping tentu saja karena mobilitas penduduk dunia ini semakin tinggi dan luas, kemajuan teknologi komunikasi yang luar biasa pesat. Suatu hal yang juga perlu disadari adalah di dalam proses komunikasi antarbudaya itu antar sumber dan komunikan yaitu mereka yang terlibat di dalam komunikasi berasal 21 Ibid, hal. 144-145. commit to user 20 dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari sinilah kadang-kadang muncul sifat-sifat keunikan dari komunikasi antarbudaya tersebut. 22 Dalam kehidupan sosio-budaya, kita mengenal adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Hal tersebut juga diperkuat oleh Stuward L. Tubbs yang dikutib oleh Andrik Purwasito bahwa komunikasi antarbudaya dilihat sebagai komunikasi antar dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda secara rasial, etnik, atau sosio-ekonomis intercultural communication between members of different cultures whether defined in terms of racial, etnis, or socioeconomic differences. 23 Komunikasi antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerimanya adalah anggota budaya yang lainnya. Jadi, interaksi berkisar pada orang-orang yang berbeda budaya sehingga antara orang yang memiliki budaya dominan sama tetapi subkultur atau subkelompok yang berbeda. Proses komunikasi antarbudaya dapat digambarkan sebagai berikut: 22 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dasn Praktek Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009 hal. 297. 23 Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2003 hal. 105. commit to user 21 Gambar 1. Model Komunikasi Antar Budaya Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa ada tiga budaya yang berbeda digambarkan dengan tiga geometrik yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa yang masing-masing diwakili oleh suatu segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A maupun budaya B. pesan dilukiskan dengan gambar panah yang menghubungkan budaya- budaya itu. Panah tersebut menunjukkan pengiriman pesan dari budaya satu ke budaya lainnya. 24 Model ini menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan dalam komunikasi antarbudaya bisa saja terjadi perubahan, bisa terdapat banyak ragam perbedaan budaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi antara orang-orang yang memiliki perbedaan budaya yang ekstrem ataupun orang-orang yang memiliki budaya dominan yang sama atau serupa tetapi subkulturnya berbeda. 24 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001 hal. 21. Budaya A Budaya B Budaya C commit to user 22

a. Hakikat Komunikasi Antarbudaya

DeVito menegaskan, bahwa untuk mendefinisikan komunikasi antarbudaya, perlu terlebih dahulu memahami hakikat kultur itu sendiri. Kultur dapat didefinisikan sebagai gaya hidup yang relatif khusus dan suatu kelompok masyarakat, yang terdiri atas nilai-nilai, kepercayaan, artefak, cara berperilaku, serta cara berkomunikasi yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 25 Sementara itu, enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama di bidang kultur. Enkulturasi tersebut terjadi melalui mereka. Akulturasi mengacu pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak-kontak ataupun pemaparan langsung dengan kultur lain, misalnya melalui media massa. Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat kultur tuan rumah, kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian dari kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu saja, kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi pada umumnya, kultur imigranlah yang banyak berubah. DeVito 25 Marhaeni Fajar, Op.Cit, hal. 300, commit to user 23 menyebutkan, seperti juga dikatakan Young Yun Kim, “Sebab terjadinya peruahan yang praktis satu arah ini adalah perbedaan jumlah pendatang dengan jumlah masyarakat tuan rumah”. 26 Menurut Kim penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih mudah. Demikian pula, mereka yang lebih mudah dan terdidik, lebih cepat terakulturasi dibandingkan mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan. Faktor kepribadian juga berpengaruh, orang yang senang mengambil risiko dan berpikiran terbuka, misalnya akan lebih mudah terakulturasi. Akhirnya, orang yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui kontrak antar pribadi ataupun melalui media massa, akan lebih mudah terakulturasi. Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda, antara orang- orang yang memiliki kepercayaan, nilai atau cara berperilaku kultural yang berbeda.

b. Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Bahasa itu mencerminkan budaya, semaksin besar perbedaan budaya, semakin besar perbedaan komunikasi, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar perbedaan antara budaya dan karenanya, semakin besar perbedaan komunikasi, semakin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan tersebut mengakibatkan 26 Ibid, hal. 301. commit to user 24 misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas bypassing.

c. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besar pula kesadaran diri para partisipan komunikasi. Hal ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya adalah kesadaran diri membuat lebih waspada. Ini mencegah mengatakan hal-hal yang mungkin terada tidak peka atau tidak patut. Adapun negatifnya adalah, hal ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri. 27 Dengan semakin mengenal, maka perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spotan. Hal demikian ini pada gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi. Masalah sebenarnya bukanlah pada bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling pengertian, melainkan terlalu mudah menyerah setelah terjadinya kesalahpahaman di saat awal.

d. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika berhubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu menghadapi 27 Ibid, hal. 304. commit to user 25 kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain. Penilaian yang dilakukan secara dini biasanya didasarkan pada informasi yang terbatas. Oleh karena itu, perlu lebih fleksibel untuk memperbaiki pendapat yang dibuat berdasarkan informasi yang sangat terbatas itu. Prasangka dan bias bila dipadukan dengan ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan penilaian yang nantinya perlu diperbaiki.

e. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Sunnafrank sebagaimana dikutip oleh DeVito mengatakan bahwa dalam semua komunikasi, demikian pula dalam komunikasi antarbudaya, senantiasa berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya minimum. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, mungkin akan menghindarinya. Dengan demikian, akan memilih berbicara dengan rekan kelas yang banyak kemiripannya dibandingkan orang yang sangat berbeda. Tetapi memperluas pergaulan mungkin akan memberikan kepuasan yang lebih besar setelah beberapa waktu. Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, terus melibatkan diri dalam komunikasi dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, mulai menarik diri dan mengurangi commit to user 26 komunikasi. Implikasinya jelas, jangan cepat menyerah, terutama dalam situasi antarbudaya. Ketiga, membuat prediksi tentang mana perilaku yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi berusaha memprediksi hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, banyaknya pembicaraan yang dilakukan, dibandingkan dengan tindakan mendengarkan, dan sebagainya. Kemudian melakukan apa yang kira akan memberikan hasil yang positif dan berusaha tidak melakukan apa yang memberikan hasil yang negatif. 28

6. Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa

Etnis Tionghoa dan etnis Jawa adalah yang menjadi subjek pokok penelitian ini. Istilah Tionghoa dibuat oleh orang Indonesia yang berasal dari kata Zhonghua dalam bahasa Mandarin Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. 29 Apabila dilihat dari ciri fisik etnis Tionghoa sangat mudah sekali untuk dikenali seperti mata sipit, kulit putih pucat, dan berambut lurus. Dilihat dari sudut kebudayaan masyarakat Tionghoa dikategorikan menjadi dua masyarakat Tionghoa “Peranakan” dan “Totok”. 30 Orang Tionghoa Peranakan terdiri dari orang Tionghoa yang sudah terasimilasi sebagian ke dalam masyarakat Indonesia, sebagian dari mereka telah menikah dengan masyarakat pribumi dan memiliki 28 Ibid, hal. 305-306. 29 http:id.wikipedia.org.wikiTionghoa-Indonesia diakses 7 Agustus 2010. 30 Rustopo, Menjadi Jawa : Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895- 1998, Surakarta, Ombak, 2007, hal. 68. commit to user 27 keturunan dengan masyarakat pribumi, orang Tionghoa ini sudah lama tinggal di Indonesia dan pada umumnya sudah berbaur. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Sedangkan orang Tionghoa Totok adalah orang Tionghoa yang secara budaya dan turunan masih berasal dari Tionghoa, mereka adalah pendatang baru, umumnya baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa akan tetapi dengan terhentinya imigrasi dari daratan Tionghoa, jumlah Tionghoa Totok semakin menurun, dan keturunan Totok sudah mengalami peranakanisasi. 31 Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah salah etnis penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah Negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku- buku bangsa lainnya yang membentuk Negara Indonesia Republik Indonesia. Suku Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa bertutur sehari-hari. Garis keturunan dalam masyarakat Jawa diturunkan lewat ayah dan ibu. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang diajak berbicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas. Orang Jawa sebagian besar secara 31 Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, Jakarta, Pustaka LP3ES, 1999, hal. 252. commit to user 28 nominal menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga banyak. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Budha dan Hindu juga ditemukan pula diantara masyarakat Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan Anismisme dengan pengaruh Hindu- Budha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai. Orang Jawa memiliki stereotip sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud dari kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang hidup di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan sentranya pada Keraton Yogyakarta dan Surakarta. 32 Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta merupakan kebudayaan peradaban yang berakar di Keraton, kebudayaan yang mengutamakan aspek kehalusan dan keindahan. 33 Kebudayaan keraton meliputi kesusastraan bahasa, seni tari, seni suara, dan upacara-upacara termasuk upacara keagamaan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak empat tahun atau lima abad yang lalu. Akan tetapi lambat laun 32 P. Haryono, Kultur dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kulturasi Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal. 32. 33 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa Jakarta, Balai Pustaka, 1984, hal. 20. commit to user 29 perjalanan budaya Jawa mengalami transformasi juga. Transpormasi dapat diandaikan sebagai pengalihan menuju budaya baru yang mapan, juga bisa sebagai proses yang lama dan bertahap-tahap, atau sebaliknya sebagai titik balik yang begitu cepat. Bahasa Jawa adalah bahasa yang sering digunakan oleh orang Jawa di Surakarta ini. Bahasa Jawa memiliki tiga strata pokok, yaitu ngoko, strata tak resmi, madyo strata setengah resmi dan krama strata resmi. Bahasa Jawa logat Surakarta dianggap sebagai bahasa Jawa yang beradasb, tetapi dengan adanya perubahan sosial awal abad-20 sebagai akibat pendidikan dan kemajuan ekonomi telah mengubah struktur kelas sosial. Perubahan yang besar dalam penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Surakarta tidak membuat kehilangan kejawaannya. Meskipun tutur kata yang kasar tetapi melalui bahasannya mereka dapat diidentifikasi sebagai orang Jawa yang berlogat Surakarta.

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini difokuskan pada para anggota pemain Barongsai dalam kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, sebagai contoh berlangsungnya akulturasi dan komunikasi antarbudaya yang efektif antar etnis Tinghoa dan Jawa di Kota Surakarta. Barongsai merupakan salah satu budaya Tionghoa yang sudah selayaknya bila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Namun dalam hal ini di Yayasan Tripusaka Solo yang mayoritas anggotanya adalah orang- orang Jawa memainkan kesenian Barongsai tersebut. Dengan adanya commit to user 30 sekelompok ini akan mempertemukan individu-individu baik dari etnis Tionghoa maupun etnis Jawa dalam berinteraksi mewujukan suatu bentuk komunikasi. Kelompok Barongsai inilah merupakan tempat berlangsungnya komunikasi yang efektif. Dalam kelompok inilah individu-individu akan melakukan proses komunikasi, komunikasi yang terjadi apabila komunikator dan komunikan saling berinteraksi dan terjadi hubungan yang timbal balik. Dengan dimainkannya kesenian Barongsai oleh etnis Jawa, tentunya tidak akan mengeser kebudayaan kita sendiri, justru malah akan menambah kekakayaan kebudayaan kita. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Etnis Jawa Etnis Tionghoa Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Proses Komunikasi dalam Akulturasi commit to user 31

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Komunikasi Antar Budaya dan Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban (Studi Deskriptif Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia)

4 52 132

Akulturasi budaya Betawi dengan Tionghoa : studi komunikasi antarbudaya pada kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah

2 34 100

PERAN KESENIAN LIONG DAN BARONGSAI SEBAGAI SARANA ASSIMILASI ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ETNIS JAWA (Studi kasus perkumpulan Liong dan Barongsai Tripusaka MAKIN Solo)

0 5 6

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES AKULTURASI WARGA JEPANG DI SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Warga Jepang di Surakarta)

1 17 181

Perancangan Media Promosi Pengenalan Tarian Barongsai Sebagai Akulturasi Etnis Tionghoa dan Indonesia.

0 0 16

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura).

0 0 131

Akulturasi Komunikasi Antar Budaya (1)

0 0 4

View of Persimpangan Antara Agama dan Budaya (Proses Akulturasi Islam dengan Slametan dalam Budaya Jawa)

0 0 16

AKULTURASI BUDAYA JAWA DAN BUDAYA ISLAM PADA BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAK

0 1 18

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura)

0 0 17