commit to user 26
komunikasi. Implikasinya jelas, jangan cepat menyerah, terutama dalam situasi antarbudaya.
Ketiga, membuat prediksi tentang mana perilaku yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi berusaha memprediksi
hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, banyaknya pembicaraan yang dilakukan,
dibandingkan dengan tindakan mendengarkan, dan sebagainya. Kemudian melakukan apa yang kira akan memberikan hasil yang
positif dan berusaha tidak melakukan apa yang memberikan hasil yang negatif.
28
6. Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa
Etnis Tionghoa dan etnis Jawa adalah yang menjadi subjek pokok penelitian ini. Istilah Tionghoa dibuat oleh orang Indonesia yang berasal
dari kata Zhonghua dalam bahasa Mandarin Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
29
Apabila dilihat dari ciri fisik etnis Tionghoa sangat mudah sekali untuk dikenali seperti mata sipit, kulit putih
pucat, dan berambut lurus. Dilihat dari sudut kebudayaan masyarakat Tionghoa dikategorikan menjadi dua masyarakat Tionghoa “Peranakan”
dan “Totok”.
30
Orang Tionghoa Peranakan terdiri dari orang Tionghoa yang sudah terasimilasi sebagian ke dalam masyarakat Indonesia, sebagian
dari mereka telah menikah dengan masyarakat pribumi dan memiliki
28
Ibid, hal. 305-306.
29
http:id.wikipedia.org.wikiTionghoa-Indonesia diakses 7 Agustus 2010.
30
Rustopo, Menjadi Jawa : Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895- 1998, Surakarta, Ombak, 2007, hal. 68.
commit to user 27
keturunan dengan masyarakat pribumi, orang Tionghoa ini sudah lama tinggal di Indonesia dan pada umumnya sudah berbaur. Mereka
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Sedangkan orang
Tionghoa Totok adalah orang Tionghoa yang secara budaya dan turunan masih berasal dari Tionghoa, mereka adalah pendatang baru, umumnya
baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa akan tetapi dengan terhentinya imigrasi dari daratan Tionghoa, jumlah Tionghoa
Totok semakin menurun, dan keturunan Totok sudah mengalami peranakanisasi.
31
Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah salah etnis penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan
terbentuk. Setelah Negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan
dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku- buku bangsa lainnya yang membentuk Negara Indonesia Republik
Indonesia. Suku Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Jawa
sebagian besar menggunakan bahasa Jawa bertutur sehari-hari. Garis keturunan dalam masyarakat Jawa diturunkan lewat ayah dan ibu. Bahasa
Jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang diajak berbicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa Jawa
juga sangat mempunyai arti yang luas. Orang Jawa sebagian besar secara
31
Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, Jakarta, Pustaka LP3ES, 1999, hal. 252.
commit to user 28
nominal menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga banyak. Mereka juga terdapat di daerah
pedesaan. Penganut agama Budha dan Hindu juga ditemukan pula diantara masyarakat Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini
terutama berdasarkan kepercayaan Anismisme dengan pengaruh Hindu- Budha yang kuat.
Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai. Orang Jawa
memiliki stereotip sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau
terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka
cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud dari kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang
dianut oleh masyarakat Jawa yang hidup di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan sentranya pada Keraton Yogyakarta dan Surakarta.
32
Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta merupakan kebudayaan peradaban yang berakar di Keraton, kebudayaan yang mengutamakan
aspek kehalusan dan keindahan.
33
Kebudayaan keraton meliputi kesusastraan bahasa, seni tari, seni suara, dan upacara-upacara termasuk
upacara keagamaan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak empat tahun atau lima abad yang lalu. Akan tetapi lambat laun
32
P. Haryono, Kultur dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kulturasi Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal. 32.
33
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa Jakarta, Balai Pustaka, 1984, hal. 20.
commit to user 29
perjalanan budaya Jawa mengalami transformasi juga. Transpormasi dapat diandaikan sebagai pengalihan menuju budaya baru yang mapan, juga bisa
sebagai proses yang lama dan bertahap-tahap, atau sebaliknya sebagai titik balik yang begitu cepat.
Bahasa Jawa adalah bahasa yang sering digunakan oleh orang Jawa di Surakarta ini. Bahasa Jawa memiliki tiga strata pokok, yaitu ngoko,
strata tak resmi, madyo strata setengah resmi dan krama strata resmi. Bahasa Jawa logat Surakarta dianggap sebagai bahasa Jawa yang beradasb,
tetapi dengan adanya perubahan sosial awal abad-20 sebagai akibat pendidikan dan kemajuan ekonomi telah mengubah struktur kelas sosial.
Perubahan yang besar dalam penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Surakarta tidak membuat kehilangan kejawaannya. Meskipun tutur kata
yang kasar tetapi melalui bahasannya mereka dapat diidentifikasi sebagai orang Jawa yang berlogat Surakarta.
F. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini difokuskan pada para anggota pemain Barongsai dalam kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, sebagai contoh
berlangsungnya akulturasi dan komunikasi antarbudaya yang efektif antar etnis Tinghoa dan Jawa di Kota Surakarta.
Barongsai merupakan salah satu budaya Tionghoa yang sudah selayaknya bila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Namun dalam hal
ini di Yayasan Tripusaka Solo yang mayoritas anggotanya adalah orang- orang Jawa memainkan kesenian Barongsai tersebut. Dengan adanya