A. Hasil Determinasi Biji Persea americana Mill.
Determinasi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian memegang peranan penting untuk identifikasi tanaman. Tujuan dari determinasi adalah untuk
membuktikan bahwa biji yang digunakan benar berasal dari biji buah alpukat Persea americana Mill. sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan
yang digunakan karena tumbuhan mempunyai berbagai jenis varietas. Determinasi dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa biji alpukat yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar biji alpukat yang berasal dari tanaman alpukat dengan nama ilmiah
Persea americana Mill. Lampiran 6.
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air
Pembuatan serbuk dilakukan dengan mengolah biji alpukat segar yang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C selama 72 jam. Biji alpukat
yang telah kering diserbukkan dan diayak dengan ayakan dengan no mesh 40. Pengayaan dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang terkandung dalam serbuk yang digunakan dalam pembuatan infusa. Menurut Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI 1995, kadar air yang diperbolehkan dalam suatu serbuk adalah tidak lebih dari 10. Penetapan kadar air ini penting
dilakukan karena berpotensi munculnya mikroorganisme jika kadar air terlalu banyak atau lebih dari 10. Jika dalam serbuk terdapat mikroorganisme maka
dapat mencemari serbuk sehingga menjadi tidak layak digunakan sebagai bahan
uji toksisitas. Dari penetapan kadar air, diperoleh kadar air biji alpukat yang akan digunakan sebesar 5,63 , artinya kadar air sebuk biji alpukat layak digunakan
sebagai bahan uji toksisitas.
C. Gambaran Histopatologis Testis Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas
Pemeriksaan histopatologis berguna untuk mengevaluasi adanya perubahan struktural dari testis sebagai wujud efek toksik bahan uji. Seluruh data
histopatologis organ testis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk mengetahui apakah terdapat efek toksik setelah pemberian infusa
biji alpukat. Apabila terdapat perbedaan gambaran histopatologis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dapat diduga testis mengalami kerusakan.
Hasil pemeriksaan histopatologis Tabel I, memperlihatkan semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan
perubahan struktural sebesar 0, artinya tidak ada perubahan pada struktur sel dan jaringan penyusun organ yaitu tubulus seminferus atau dengan kata lain testis
dalam keadaan normal. Tubulus seminiferus yang terlihat tersusun atas spermatid yang berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermatogenesis
Junqueira et al., 2007.
Tabel I. Hasil pemeriksaan histopatologis testis tikus kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan infusa biji alpukat selama 28 hari
Dosis Presentase Perubahan
Struktural n=3 Infusa biji alpukat 202,24 mgkgBB
Infusa biji alpukat 360 mgkgBB Infusa biji alpukat 640,8 mgkgBB
Infusa biji alpukat 1140,6 mgkgBB Kontrol aquadest 14285,7 mgkgBB
Testis secara normal terdiri dari tubulus-tubulus seminiferus dan jaringan interstisial Eurell and Frappier, 2006. Tubulus seminiferus masing-masing berisi
sel sperma dalam berbagai tahap perkembangan spermatogenesis Junqueira et al., 2007. Setiap tubulus seminiferus dipisahkan oleh jaringan interstisial yang
mengandung sel Lydig Eurell, 2004. Hasil pemeriksaan histopatologis testis dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk melihat
perubahan yang terjadi. Pada Gambar 11, dapat dilihat tubulus seminiferus dari kelompok kontrol dan pada kelompok perlakuan seperti pada Gambar 12. Tahap-
tahap perkembangan spermatogenesis dapat terlihat, semakin ke tengah lumen tubulus seminiferus maka perkembangan sel sperma semakin matang dan siap
dibawa ke epididimis untuk disimpan sebelum kemudian dilepaskan untuk membuahi sel telur.
Gambaran histopatologis testis dari kelompok perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis yang
dilakukan, tidak terjadi perubahan struktural jaringan testis akibat pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
perlakuan. Namun demikian tubulus seminiferus dalam keadaan normal tidak
Gambar 11. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok kontrol aquadest. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan
Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E
A B
D C
Gambar 12. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok dosis 1140,6 mgkgBB. A. Tubulus Seminiferus, B.
Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E
A B
C D
menjamin bahwa proses spermatogenesis berjalan dengan normal dan menghasilkan kualitas sperma yang normal. Biji alpukat memiliki kandungan
metabolit sekunder antara lain alkaloid, tanin, triterpenoid, flavonoid dan saponin Marlinda et al., 2012. Senyawa alkaloid dapat menekan sekresi hormon
reproduksi yaitu testosteron sehingga proses spermatogenesis terganggu Susetyarini, 2009. Kandungan tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma,
flavonoid dapat menghambat aromatase yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi esterogen yang akan meningkatkan testosteron yang berakibat
terhambatnya proses spermatogenesis Susetyarini, 2009. Oleh sebab itu untuk mengetahui normal atau abnormal proses spermatogenesis akibat pemberian
infusa biji alpukat perlu dilakukan uji lebih lanjut yakni uji aktivitas sperma yang meliputi, uji jumlah sperma dan motilitas sperma Suripto, Sutasurya, Hasanuddin
dan Adi, 2000.
Tabel II. Hasil pemeriksaan histopatologis testis tikus kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan infusa biji alpukat pada uji reversibilitas
Dosis Presentase Perubahan
Struktural n=2 Infusa biji alpukat 202,24 mgkgBB
Infusa biji alpukat 360 mgkgBB Infusa biji alpukat 640,8 mgkgBB
Infusa biji alpukat 1140,6 mgkgBB Kontrol aquadest 14285,7 mgkgBB
Pada pemeriksaan uji reversibel pada tikus jantan dengan tujuan untuk melihat sifat efek toksik, apakah pengaruh pemberian infusa biji alpukat terhadap
organ testis tikus bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan setelah dilakukan penghentian pemberian infusa biji alpukat. Merupakan sifat terbalikkan jika efek
toksik yang terjadi dapat kembali kekeadaan normal seperti saat sebelum dilakukan pemberian infusa biji alpukat. Merupakan sifat tak terbalikkan jika efek
toksik yang terjadi merupakan kerusakan struktural, walaupun pemberian infusa biji alpukat telah dihentikan namun struktur dan fungsi organ testis tidak dapat
kembali kekeadaan normal seperti sebelum pemberian infusa biji alpukat Williams et al., 2000.
Hasil pemeriksaan histopatologis organ testis selama 14 hari yang telah dilakukan penghentian pemberian infusa biji alpukat, menunjukkan perubahan
morfologi sebesar 0, artinya tidak ada perubahan struktural jaringan penyusun organ atau dengan kata lain testis dalam keadaan normal, seperti ditunjukkan pada
Tabel II. Gambaran histopatologis testis yang diberhentikan dari pemberian infusa
biji alpukat ditunjukkan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Seluruh kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dalam keadaan normal dalam arti
tidak ada perubahan morfologi jaringan organ testis. Hasil pemeriksaan histopatologi perlakuan infusa biji alpukat selama 28
hari dan uji reversibilitas menunjukkan organ testis dalam kondisi normal sehingga tidak dapat ditentukan sifat efek toksik dari senyawa-senyawa yang
terdapat pada infusa biji alpukat terhadap testis. Pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari dan uji
reversibilitas menunjukkan adanya perbedaan jumlah sperma matur pada lumen, hal ini disebabkan karena perbedaan perkembangan spermatogenesis normal dan
juga karena sperma telah dikeluarkan sebelum pengambilan gambar testis.
Gambar 13. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok kontrol aquadest. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C. Spermatozoa
matur, D. Spermatozoa belum matur Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E
A B
Gambar 14. Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah uji reversibilitas pada kelompok dosis 1140,6 mgkgBB. A. Tubulus Seminiferus, B. Jaringan Interstisial, C.
Spermatozoa matur, D. Spermatozoa belum matur Perbesaran 100X, Pewarnaan H-E
D C
A B
C
D
D. Gambaran Histopatologis Uterus Akibat Pemberian Infusa Biji Alpukat dan Uji Reversibilitas