Infusa Uji Toksisitas Subakut

efek nefroprotektif pada organ ginjal Quraisyin, 2013 serta efek hepatoprotektif pada organ hati Putri, 2013.

B. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010. Cara pembuatan sediaan infusa adalah dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10 simplisia Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010.

C. Toksikologi 1. Definisi toksikologi

Toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari tentang racun. Racun sendiri didefinisikan sebagai substansi yang menimbulkan efek berbahaya terhadap kehidupan organisme Hodgson, 2004. Donatus 2001 mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Definisi ini menunjukkan bahwa yang dipelajari dalam toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa dengan sistem biologi atau makhluk hidup, yang pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut.

2. Asas toksikologi

Peristiwa timbulnya efek toksis racun atas makhluk hidup terjadi dalam beberapa proses, diawali dengan terjadinya pemejanan racun atas makhluk hidup. Setelah mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolit didistribusikan ketempat aksi sel sasaran atau reseptor tertentu yang ada didalam makhluk hidup. Ditempat aksinya ini terjadi antaraksi antara racun dan metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor, yang menyebabkan terjadinya serangkaian peristiwa biokimia dan biofisika yang menimbulkan efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu Donatus, 2001. Berdasarkan atas alur peristiwa timbulnya efek toksik, maka ada empat asas utama yang perlu dipahami dalam mempelajari toksikologi. Empat asas tersebut meliputi kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: a. Kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup Suatu racun dapat menimbulkan keracunan karena peristiwa pemejanan tunggal atau berulang racun itu atas makhluk hidup, melalui jalur pemejanan tertentu. Selain itu, kekerapan dan lama pemejanan, saat pemejanan, serta besarnya takaran racun, juga merupakan faktor penentu keracunan. Semua faktor tersebut akan mempengaruhi racun ditempat aksinya, sehingga yang dimaksud dengan kondisi pemejanan ialah semua faktor yang menentukan keberadaan racun ditempat aksi tertentu didalam tubuh, yang berkaitan dengan pemejanannya pada makhluk hidup. Kondisi makhluk hidup meliputi keadaan fisiologi berat badan, umur, jenis kelamin dan kehamilan, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, genetika dan irama sirkadian serta diural dan keadaan patologis penyakit saluran cerna, kardiovaskular, liver dan ginjal Donatus, 2001. b. Mekanisme aksi Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yakni mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antaraksi antara racun dan tempat aksinya, dan berdasarkan resiko penumpukan racun dalam gudang penyimpanan tubuh. Berdasarkan sifat dan tempat kejadian mekanisme aksi toksik digolongkan menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Mekanisme luka intrasel diawali oleh racun pada tempat aksinya di dalam sel sasaran. Racun akan berinteraksi dengan sasaran molekuler yang khas atau tak khas, melalui mekanisme reaksi kimia. Tubuh akan memberi respon berupa perbaikan atau adaptasi sebelum terjadi efek yang tidak diinginkan, tetapi apabila mekanisme pertahanan tubuh tidak lagi mampu memperbaiki akan timbul respon toksik berupa perubahan biokimia, fungsional atau struktural Donatus, 2001. c. Wujud efek toksik Wujud efek toksik adalah hasil akhir dari aksi dan respon toksik. Wujud efek toksik suatu racun dapat berupa perubahan biokimia, fungsional dan struktural. Berbagai perubahan ini memiliki ciri yang khas, yakni terbalikkan atau tak terbalikkan. Jenis wujud perubahan biokimia tidak menunjukkan bukti secara langsung terhadap patologi organ, apabila mekanisme homeostasis normal makhluk hidup masih dapat bekerja maka perubahan biokimia bersifat timbal balik Donatus, 2001. d. Sifat efek toksik Sifat efek toksik meliputi reversibilitas terbalikkan dan irreversibilitas tak terbalikkan. Terbalikkan jika efek toksik yang terjadi dapat kembali seperti keadaan normal atau seperti sebelum terjadi efek toksik. Keterbalikan ini tergantung dari sejumlah faktor, termasuk tingkat paparan waktu dan jumlah racun dan kemampuan jaringan yang terkena untuk memperbaiki diri atau beregenerasi. Sifat tak terbalikkan adalah jika efek toksik yang terjadi menetap atau tidak dapat kembali seperti keaadaan normal Williams, James and Roberts, 2000.

3. Jenis uji toksikologi

Pada dasarnya uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni : a. Uji ketoksikan tak khas Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan tak khas ini dikenal uji ketoksikan akut, subkronis atau subakut dan kronis. b. Uji ketoksikan khas Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas suatu senyawa pada berbagai jenis hewan uji. Pada uji ketoksikan khas ini dikenal berbagai uji yakni uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan mata serta perilaku Donatus, 2001.

D. Uji Toksisitas Subakut

Uji ketoksikan subakut atau sering disebut dengan subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis Donatus, 2001. Selain itu, uji toksisitas subakut juga berfungsi untuk memperoleh informasi mengenai efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, dosis yang tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif serta efek reversibelitas setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014. Prinsip dari uji toksisitas subakut, yakni sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis kaku segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014. Terdapat dua macam uji toksisitas subakut, yang pertama adalah uji toksisitas subakut singkat oral 28 hari yang digunakan untuk menguji sediaan yang penggunaannya secara klinis dalam bentuk sekali pakai dan berulang dalam waktu kurang dari satu minggu. Jenis kedua adalah uji toksisitas subakut oral 90 hari yang digunakan untuk menguji sediaan yang penggunaannya secara klinis berulang dalam waktu satu sampai empat minggu Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014. Uji toksisitas subakut untuk mengekplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan toksisitas secara kualitatif organ target dan efek yang ditimbulkan dan kuantitatif pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah dari pemberian dosis berulang pada hewan uji Gad, 2002.

E. Testis

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill). Terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara In Vitro

11 95 60

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan.

0 1 10

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley.

1 5 97

Uji toksisitas subakut infusa biji alpukat (persea americana mill. ) terhadap kadar serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase darah pada tikus Sprague Dawley.

1 5 131

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley.

0 1 92

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap kadar glukosa darah dan gambaran histopatologis pankreas tikus Sprague Dawley.

0 6 99

Uji toksisitas akut infusa biji alpukat Persea americana Mill. pada mencit Galur Swiss.

0 18 122

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea Americana Mill. pada tikus galur Sprague dawley terhadap kadar blood urea nitrogen dan kreatinin.

0 2 131