Aspek-Aspek Adversity Quotient Pembahasan 1. Adversity Quotient Secara Umum

Ownership sedang, dan tidak ada subyek yang mempunyai tingkat Origin dan Ownership rendah. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian mempunyai skor Origin dan Ownership tinggi, hal ini berarti subyek penelitian mempunyai kemampuan untuk menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu sambil menempatkan tanggung jawab diri sendiri pada tempatnya yang tepat. Ini mencerminkan kemampuan untuk merasakan penyesalan yang sewajarnya dan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan diri. Semakin tinggi skor Origin dan Ownership subyek, semakin besar dirinya mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya. Stoltz,2000 Skor tinggi dalam aspek Origin dan Ownership yang diperoleh subyek dapat dijelaskan sebagai berikut, remaja menurut Hurlock 1997 dalam perkembangannya mempunyai berbagai tugas perkembangan, salah satunya adalah memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua. Remaja mulai memikirkan tentang hal-hal yang benar dan yang tidak benar, tentang nilai-nilai dan norma-norma untuk membimbing tingkah lakunya. Ketika subyek dapat melaksanakan tugas perkembangan ini dengan baik, maka subyek akan mempunyai kemampuan untuk menilai apakah yang telah dilakukannya benar atau salah, sehingga ketika subyek melakukan kesalahan dapat menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu. Skor tinggi dalam aspek Origin dan Ownership juga dapat disebabkan karena adanya tugas perkembangan yang menuntut remaja untuk memahami dan mengembangkan perilaku tanggung jawab dalam setiap segi kehidupan. Hurlock,1997 Dengan dilaksanakannya tugas perkembangan tersebut secara baik oleh subyek akan memunculkan rasa tanggung jawab dalam diri subyek sehingga ketika muncul suatu masalah atau kesulitan, subyek akan bertanggung jawab atas akibat-akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya. Ketika menghadapi suatu masalah, subyek dapat menempatkan tanggung jawab diri sendiri pada tempatnya yang tepat, tidak menghindari tanggung jawab atau melemparkan tanggung jawab kepada orang lain. Hasil penelitian diatas juga mengemukakan bahwa sebagian kecil subyek penelitian mempunyai skor Origin dan Ownership sedang, ini menunjukkan bahwa subyek merespons peristiwa-peristiwa yang penuh dengan kesulitan sebagai sesuatu yang kadang berasal dari luar dan kadang berasal dari diri sendiri. Subyek kadang akan mempersalahkan diri sendiri secara tidak perlu atas akibat-akibat yang buruk. Barangkali subyek menganggap dirinya ikut bertanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul dari suatu kesulitan, tetapi membatasi tanggung jawab hanya pada hal-hal dimana dirinya merupakan penyebab langsungnya, dan tidak bersedia memberikan lebih banyak kontribusi. Stoltz,2000 Remaja dalam melaksanakan tugas perkembangan memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai dan norma-norma, tidak selamanya dapat berjalan mulus. Sering muncul konflik-konflik dalam diri remaja ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menilai benar dan salahnya suatu perbuatan. Remaja mulai menyangsikan konsep benar dan salah yang dikemukakan oleh orang dewasa. Mappiare, 1982 Keragu-raguan tentang konsep nilai benar dan salah akan membuat subyek kadang mempersalahkan diri sendiri secara tidak perlu atas akibat- akibat yang buruk. Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali juga menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik dan buruk. Ali dan Asrori, 2005 Akibatnya subyek sebagai remaja kadang akan menganggap dirinya ikut bertanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul dari suatu kesulitan, meskipun sebenarnya mungkin hal itu bukanlah tanggung jawabnya. Atau sebaliknya subyek akan membatasi tanggung jawab hanya pada hal-hal dimana dirinya merupakan penyebab langsungnya, dan tidak bersedia memberikan lebih banyak kontribusi. 2.3 Aspek Reach Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mean empiris untuk skor aspek Reach sebesar 38,11 sedang mean teoritis sebesar 32,5. Hal ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menunjukkan bahwa subyek penelitian memiliki skor aspek Reach yang tinggi karena mean empiris lebih tinggi dibanding mean teoritik. Pada pengkategorisasian skor aspek Reach diperoleh bahwa sebanyak 52 subyek 83,87 mempunyai tingkat Reach tinggi, sebanyak 9 subyek 14,52 mempunyai tingkat Reach sedang, dan sebanyak 1 subyek 1,61 mempunyai tingkat Reach rendah. Sebagian besar subyek penelitian mempunyai skor Reach yang tinggi, ini menunjukkan bahwa sebagian besar subyek tersebut merespons kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Subyek membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Semakin jauh seseorang membiarkan kesulitan itu mencapai wilayah-wilayah lain dalam kehidupan, akan semakin merasa tidak berdaya dan kewalahan. Membatasi jangkauan kesulitan memungkinkan untuk berpikir jernih dan mengambil tindakan. Menjaga kesulitan supaya tetap berada di tempatnya akan membuat perasaan frustasi, kesukaran-kesukaran hidup dan tantangan-tantangan hidup menjadi lebih mudah ditangani. Stoltz,2000 Tingginya skor Reach yang diperoleh subyek dimungkinkan karena menurut Piaget dalam Hurlock,1997 pada masa remaja berkembang tahap pelaksanaan formal pada kemampuan kognitif remaja. Remaja dalam menghadapi masalah atau kesulitan mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan dan mempertanggungjawabkannya. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari beberapa sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pertimbangan. Selain itu, remaja juga mempunyai kemampuan untuk berpikir secara rasional, artinya ketika menghadapi masalah remaja dapat membuat dan menentukan pilihan atau keputusan-keputusan dengan pertimbangan akal yang intelegent. Hal emosi dan aspirasi-aspirasi memang tidak dapat diabaikan oleh remaja, tetapi remaja juga mempunyai kemampuan mengadakan konsesus terhadap berbagai pertimbangan yang saling bertentangan dan tidak selaras. Mappiare, 1982 Perkembangan kognitif inilah yang memungkinkan subyek untuk mempunyai aspek Reach yang tinggi. Dengan dimilikinya kemampuan untuk memandang masalah dari berbagai sudut pandang dan menghadapinya secara rasional, membuat subyek dapat merespon kesulitan atau masalah yang dihadapinya sebagai sesuatu yang sifatnya terbatas dan dapat membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil subyek penelitian mempunyai skor Reach yang sedang, dan seorang subyek mempunyai skor Reach rendah. Hal ini menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai skor reach sedang mungkin akan merespons peristiwa-peristiwa yang mengandung kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik. Namun terkadang akan membiarkan peristiwa-peristiwa itu secara tidak perlu masuk ke wilayah–wilayah lain dalam kehidupannya. Sedangkan bagi subyek yang mempunyai skor Reach rendah, menunjukkan bahwa subyek tersebut memandang peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, dengan membiarkannya meluas atau memandang kesulitan sebagai sesuatu yang merasuki wilayah-wilayah lain kehidupannya. Stoltz, 2000 Sedang dan rendahnya skor Reach yang diperoleh subyek dapat dijelaskan sebagai berikut, meskipun perkembangan kognitif remaja membuatnya dapat merespon masalah atau kesulitan secara spesifik atau terbatas namun dengan begitu banyaknya masalah yang harus dihadapi oleh remaja, sering timbul banyak konflik dalam diri dan membuat remaja terkadang sukar untuk membuat keputusan sendiri dan mempertanggungjawabkannya. Bagi remaja rasanya dia menghadapi masalah yang banyak sekali dan sukar untuk diselesaikan. Ditambah lagi dengan ketidakstabilan emosi yang umum terjadi pada masa remaja. Soesilowindradini,2006 Pada saat emosi subyek sebagai remaja stabil, subyek dapat merespon kesulitan atau masalah secara spesifik atau terbatas namun bisa jadi pada saat subyek merasa kecewa, mungkin dirinya akan menganggap kesulitan atau masalah sebagai bencana, dan menjadikan jangkauan peristiwa-peristiwa buruk itu lebih luas dan lebih hebat daripada yang semestinya. Membiarkan kesulitan menjangkau wilayah-wilayah lain dalam kehidupan akan sangat meningkatkan bobot beban yang dirasakan dan energi yang dibutuhkan untuk membereskan segala sesuatunya. Akibat pandangan yang menyimpang terhadap kesulitan ini, dapat membuat subyek tidak berdaya untuk mengambil tindakan. Stoltz, 2000 2.4 Aspek Endurance PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mean empiris untuk skor aspek Endurance sebesar 30,79 sedang mean teoritis sebesar 25. Hal ini menunjukkan bahwa subyek penelitian memiliki skor aspek Endurance yang tinggi karena mean empiris lebih tinggi dibanding mean teoritik. Pada pengkategorisasian skor aspek Endurance diperoleh bahwa sebanyak 60 subyek 96,774 mempunyai tingkat Endurance tinggi, sebanyak 1 subyek 1,613 mempunyai tingkat Endurance sedang, dan sebanyak 1 subyek 1,613 mempunyai tingkat Endurance rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian mempunyai skor Endurance yang tinggi, artinya subyek memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinannya terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme, dan kemungkinan subyek untuk bertindak. Anggapan bahwa kesulitan dan sumber-sumbernya pada akhirnya akan berlalu meningkatkan kemampuan untuk selamat dari peristiwa-peristiwa kehidupan yang lebih gelap serta tantangan-tantangan yang sangat besar. Stoltz, 2000 Remaja seiring waktu, dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan dengan meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, akan membuat remaja memandang diri sendiri, keluarga, teman dan kehidupan pada umumnya secara lebih realistik. Hurlock,1997 Kemampuan untuk memandang kehidupan secara lebih realistik inilah yang menyebabkan subyek mampu untuk memandang suatu masalah atau kesulitan serta penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, dengan kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lain subyek dapat memandang kesulitan serta penyebabnya tersebut sesuai dengan porsinya yang tepat, tidak dilebih-lebihkan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak satu subyek penelitian mempunyai skor Endurance sedang dan satu subyek penelitian mempunyai skor Endurance rendah, hal ini menunjukkan bahwa subyek- subyek penelitian tersebut cenderung merespons peristiwa buruk dan penyebabnya sebagai sesuatu yang berlangsung lama. Dengan tantangan- tantangan hidup berukuran kecil sampai menengah, subyek mungkin sudah bagus dalam mempertahankan keyakinan dan melangkah maju. Namun ada saat dimana subyek dibuat lemah dan harapan lenyap, terutama sewaktu mengalami kemunduran yang cukup berat. Pada subyek yang mempunyai skor Endurance rendah, dalam menghadapi kesulitan yang ada cenderung menunjukkan jenis respons-respons yang memunculkan perasaan tak berdaya atau hilangnya harapan.. Stoltz,2000 Subyek yang mempunyai skor Endurance yang sedang dan rendah ini kemungkinan adalah remaja yang mempunyai kecenderungan memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan kehidupan sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya sehingga menjadi kurang realistik dalam menghadapi kehidupan beserta permasalahan yang melingkupinya Hurlock, 1997. Cara pandang yang kurang realistik ini akan menimbulkan ketidakstabilan emosi, selain itu ketika ada persoalan yang timbul akan dirasakan remaja mencekam dirinya, karena disangkanya orang lain sepikiran dan ikut tidak puas mengenai dirinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gunarsa, S dan Gunarsa, 1981. Hal inilah yang dapat menyebabkan subyek memandang suatu masalah serta penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang sifatnya permanen atau berlangsung lama. Bila hal ini dibiarkan maka lama- kelamaan subyek akan merasa sinis terhadap aspek-aspek tertentu dalam hidup. Subyek akan cenderung kurang bertindak melawan kesulitan yang dianggap sebagai sesuatu yang permanen.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Secara umum subyek penelitian mempunyai tingkat Adversity Quotient yang tinggi, karena mean empirik 136,45 lebih tinggi dari mean teoritik 112,5. Pada pengkategorisasian skor Adversity Quotient secara umum diperoleh bahwa sebanyak 55 subyek 88,71 mempunyai tingkat Adversity Quotient tinggi, sebanyak 7 subyek 11,29 mempunyai tingkat Adversity Quotient sedang, dan tidak ada subyek 0 yang mempunyai tingkat Adversity Quotient rendah. 2. Adversity Quotient subyek dilihat per aspek : a. Aspek Control Subyek penelitian memiliki skor aspek Control yang tinggi, karena mean empiris 36,29 lebih tinggi dibanding mean teoritik 30. Pada pengkategorisasian skor aspek Control diperoleh sebanyak 55 subyek 88,71 mempunyai tingkat Control tinggi, sebanyak 7 subyek 11,29 mempunyai tingkat Control sedang, dan tidak ada subyek yang mempunyai tingkat Control rendah. b. Aspek Origin dan Ownership Subyek penelitian memiliki skor aspek Origin dan Ownership yang tinggi, karena mean empiris 31,26 lebih tinggi dibanding mean teoritik 25. Pada pengkategorisasian skor aspek Origin dan Ownership diperoleh bahwa sebanyak 56 subyek 90,32 mempunyai tingkat Origin dan Ownership tinggi, sebanyak 6 subyek 9,68 mempunyai tingkat Origin dan Ownership sedang, dan tidak ada subyek yang mempunyai tingkat Origin dan Ownership rendah. c. Aspek Reach Subyek penelitian memiliki skor aspek Reach yang tinggi, karena mean empiris 38,11 lebih tinggi dibanding mean teoritik 32,5. Pada pengkategorisasian skor aspek Reach diperoleh bahwa sebanyak 52 subyek 83,87 mempunyai tingkat Reach tinggi, sebanyak 9 subyek 14,52 mempunyai tingkat Reach sedang, dan sebanyak 1 subyek 1,61 mempunyai tingkat Reach rendah. d. Aspek Endurance Subyek penelitian memiliki skor aspek Endurance yang tinggi, karena mean empiris 30,79 lebih tinggi dibanding mean teoritik 25. Pada pengkategorisasian skor aspek Endurance diperoleh bahwa sebanyak 60 subyek 96,774 mempunyai tingkat Endurance tinggi, sebanyak 1 subyek 1,613 mempunyai tingkat Endurance sedang, dan sebanyak 1 subyek 1,613 mempunyai tingkat Endurance rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka ada beberapa saran yang diajukan, yaitu : 1. Bagi Sekolah Sekolah adalah lingkungan kedua bagi siswa untuk memperoleh bekal yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup. Melihat tingginya kemampuan Adversity Quotient yang dimiliki oleh sebagian besar anak didiknya maka disarankan agar pihak sekolah memberdayakan potensi daya juang siswa dalam mengembangkan keterampilan intelektualnya seoptimal mungkin. Hal itu dapat dilakukan pihak sekolah antara lain dengan menyelenggarakan lomba-lomba, karya ilmiah, atau ekstra kurikuler lainnya. 2. Bagi Peneliti lain Bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan Adversity Quotient hendaknya agar lebih memperhatikan kelemahan yang terdapat pada skala yang digunakan dalam penelitian ini sehingga dapat mengantisipasi sedini mungkin untuk mengurangi pengaruh dari kelemahan alat yang digunakan dalam penelitian ini. Kelemahan skala dalam penelitian ini adalah peneliti hanya melihat Adversity Quotient siswa kelas XI dalam 3 area permalahan yaitu pendidikan, nilai-nilai dan pergaulan. Peneliti menyadari bahwa masih banyak area permasalahan lain yang dapat dibahas untuk melihat Adversity Quotient siswa kelas XI.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini penggunaan skala Adversity Quotient yang dibuat oleh peneliti masih dirasa kurang memadai. Hal ini dikarenakan masih banyak hal yang belum dimasukkan dalam aitem-aitem skala, sehingga perlu diperhatikan kembali untuk hasil yang lebih baik dalam penelitian-penelitian selanjutnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI