Rumusan Masalah Tujuan Penelitian

Menurut Stoltz 2000, Adversity Quotient mengukur kemampuan seseorang dalam mengatasi kesulitan. Abdilah 2006 juga mengemukakan bahwa Adversity Quotient adalah kecerdasan mengelola hidup dan mampu melihat kemalangan menjadi peluang. Hal ini didukung Soedarsono 2006 yang mengungkapkan pentingnya seseorang memiliki Adversity Quotient, yaitu kemampuan seseorang dalam mengubah tantangan menjadi peluang. IQ tidak cukup untuk mencapai kesuksesan. Pemikiran lama tentang IQ atau Intelligence Quotient, kecerdasan yang terukur secara ilmiah dan dipengaruhi oleh faktor keturunan ini telah lama dianggap oleh para orang tua dan guru sebagai si peramal kesuksesan. Namun banyak orang yang memiliki IQ tinggi tapi tidak mewujudkan potensinya. Dalam bukunya Emotional Intelligence, Daniel Goleman dalam Stoltz, 2000 menjelaskan mengapa beberapa orang yang IQ-nya tinggi mengalami kegagalan, sementara banyak yang lainnya dengan IQ yang sedang-sedang saja bisa berkembang pesat. Selain IQ, kita semua mempunyai EQ atau Emotional Intelligence. EQ mencerminkan kemampuan untuk berempati dengan orang lain, menunda rasa gembira, mengendalikan dorongan-dorongan hati, sadar diri, bertahan dan bergaul secara efektif dengan orang lain. Goleman mengemukakan EQ lebih penting daripada IQ, namun seperti halnya IQ tidak setiap orang memanfaatkan EQ dan potensi mereka sepenuhnya, meskipun kecakapan- kecakapan yang berharga itu mereka miliki. Karena EQ tidak mempunyai tolok ukur yang sah dan metode yang jelas untuk mempelajarinya, maka kecerdasan emosional tetap sulit dipahami. Agaknya bukan IQ ataupun EQ yang menentukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI suksesnya seseorang. Tapi, keduanya memainkan suatu peran dalam pencapaian keberhasilan. Stoltz 2000, mengajukan konsep yang menjembatani peranan IQ dan EQ, serta lebih menentukan kesuksesan seseorang yaitu Adversity Quotient. Berdasarkan konsep tersebut, menurut Stoltz 2000 kesuksesan dalam hidup sebagian besar ditentukan oleh AQ. Stoltz juga mengemukakan bahwa ada beberapa orang yang mempunyai IQ ataupun EQ yang tinggi tetapi gagal menunjukkan kemampuannya. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa ada orang yang mampu bertahan dan berprestasi. Ia mengemukakan bahwa yang mempengaruhi orang yang bertahan tersebut adalah bagaimana seseorang melihat hambatan-hambatan sebagai peluang. Hal tersebut yang menjadi inti Adversity Quotient. Prabowo dan Setyorini, 2005 AQ menjadi demikian penting karena: pertama, AQ menunjukkan seberapa baik seseorang dapat bertahan menghadapi kesulitan dan mengatasinya. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sukses adalah orang yang tetap gigih berusaha meskipun banyak rintangan atau bahkan kegagalan. Tidak ada orang mencapai sukses sejati tanpa merasakan kegagalan sebelumnya. Kedua, AQ merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk memprediksi siapa yang akan mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang jatuh. Dimensi-dimensi AQ merupakan faktor signifikan penentu kesuksesan atau kegagalan seseorang. Ketiga, AQ memprediksi siapa yang akan mencapai kinerja sesuai harapan dan potensi dan siapa yang gagal. Semua orang memiliki potensi yang besar untuk menjadi sukses. Tetapi hanya sedikit orang yang menyakini potensi dirinya. Orang yang memiliki keyakinan terhadap potensinya dapat bekerja dengan baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI