Dimensi Adversity Quotient Adversity Quotient

yang rendah akan membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Jadi, semakin rendah skor R semakin besar kemungkinan menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, dengan membiarkannya meluas. Sebaliknya, semakin tinggi skor R, semakin besar kemungkinan membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Semakin jauh seseorang membiarkan kesulitan itu mencapai wilayah- wilayah lain dalam kehidupan, akan semakin merasa tidak berdaya dan kewalahan. Membatasi jangkauan kesulitan memungkinkan untuk berpikir jernih dan mengambil tindakan. d. E = Endurance Daya tahan E atau Endurance mempertanyakan dua hal yang berkaitan yaitu berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin rendah skor E, semakin besar kemungkinannya untuk menganggap kesulitan dan atau penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama, kalau bukan selama-lamanya. Berdasarkan penelitian Selligman dan riset yang dilakukan oleh Lorraine Johnson dan Stuart Biddle dalam Stolz, 2000 menunjukkan bahwa ada perbedaan dramatis antara orang yang mengkaitkan kesulitan dengan sesuatu yang sifatnya sementara versus sesuatu yang lebih permanen atau abadi. Mereka menemukan bahwa orang yang melihat kemampuan mereka sebagai penyebab kegagalan penyebab yang stabil cenderung kurang bertahan dibandingkan dengan orang yang mengkaitkan kegagalan dengan usaha penyebab yang sifatnya sementara yang mereka lakukan.

B. Perkembangan Psikologis Siswa Kelas XI

Berdasarkan penggolongan usia yang dikemukakan oleh Hurlock 1997, siswa kelas XI termasuk dalam usia remaja, yaitu antara 13 sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Karena itulah pada bagian ini akan dikemukakan berbagai hal mengenai remaja yaitu perkembangan kognitif, ciri khas masa remaja, tugas perkembangan remaja, kebutuhan khas remaja, dan pergaulan remaja.

1. Perkembangan kognitif

Tahap perkembangan kognitif pada masa remaja menurut Piaget dalam Gunarsa, S dan Gunarsa, 1981 terletak pada Tahap IV : yaitu masa formal- operasional. Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotetis. Berpikir abstrak merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal yang tidak dilihat dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati. Shaw dan Costanzo dalam Ali dan Asrori, 2005 menambahkan bahwa dengan taraf berpikir operasional formal, memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipothesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Hal yang sama diungkapkan oleh Piaget dalam Hurlock,1997 bahwa dengan berkembangnya kemampuan kognitif menyebabkan remaja dalam menghadapi masalah atau kesulitan mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan dan mempertanggungjawabkannya. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari beberapa sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan. Mappiare 1982 mengungkapkan dalam masa remaja, perkembangan kemampuan pikir remaja dalam menerima dan mengolah informasi abstrak dari lingkungannya memungkinkan remaja menilai benar atau salahnya pendapat- pendapat orang tua atau pendapat orang dewasa lainnya. Seirama dengan perkembangan pikirnya, remaja sering mempertanyakan tentang “mengapa”-nya sesuatu. Berbantahan dengan orang tua atau dengan orang dewasa lainnya merupakan hal yang wajar terjadi dalam masa ini. Selain itu, remaja juga mempunyai kemampuan untuk berpikir secara rasional, artinya ketika menghadapi masalah remaja dapat membuat dan menentukan pilihan atau keputusan-keputusan dengan pertimbangan akal yang intelegent. Hal emosi dan aspirasi-aspirasi memang tidak dapat diabaikan oleh remaja, tetapi remaja juga mempunyai kemampuan mengadakan konsesus terhadap berbagai pertimbangan yang saling bertentangan dan tidak selaras. Mappiare, 1982 Dialaminya pertumbuhan otak dan perkembangan kemampuan pikir yang normal pada remaja menyebabkan remaja mampu memecahkan persoalan- persoalan yang dihadapinya, hal ini kemudian menimbulkan kepuasan. Mappiare, 1982

2. Ciri khas masa remaja

2.1. Masa remaja sebagai masa peralihan Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Sebagai masa transisi, tidak jarang remaja mengalami kesulitan untuk menemukan identitas diri secepatnya. Itulah sebabnya masa ini disebut juga sebagai masa pencarian identitas diri. Kristiyani, 2005 Tugas perkembangan dan harapan sosial terhadap orang di masa remaja banyak sekali berkaitan dengan masalah kemandirian Remaja dituntut untuk mandiri dalam segala aspek kehidupan. Tentu saja ini bukan sesuatu yang mudah, mengingat sebelumnya mereka banyak bergantung pada orang tua atau orang dewasa lain di sekitarnya. Keadaan ini seringkali menimbulkan konflik yang dapat menghambat perkembangan pribadi remaja. Remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, tetapi di sisi lain mereka belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa. Hurlock,1997 2.2. Masa remaja sebagai masa belajar Masa remaja menurut Soejanto 1990 adalah masa yang sebaik-baiknya untuk belajar. Tinjauan psikologis bahwa masa remaja adalah masa belajar karena pada masa remaja itulah tercapai kemasakan-kemasakan jasmani maupun rohani secara menyeluruh dan mencapai puncaknya seoptimal-optimalnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Masa remaja adalah masa belajar karena dalam masa ini remaja mempelajari segala sesuatu, baik karena tuntutan kematangan psikopsikis dan karena keharusan-keharusan sebagai akibat dari perkembangannya. Minat remaja akan pendidikan sungguh besar. Karena kecerdasan dan bakat yang semakin berkembang, remaja tertarik pada pelajaran dan latihan. Di SMA mereka dibantu untuk memilih pendidikan lanjutan atau pekerjaan yang sesuai bagi bakat dan minat mereka masing-masing Staf Yayasan Cipta Loka Caraka, 1982. Selain itu minat yang muncul adalah minat remaja pada prestasi. Prestasi yang baik dapat memberikan kepuasan pribadi dan ketenaran. Inilah sebabnya mengapa prestasi, baik dalam olah raga maupun tugas-tugas sekolah menjadi minat yang kuat sepanjang masa remaja. Hurlock,1997 Ahmadi dan Supriyono 1991, mengungkapkan bahwa aktivitas belajar remaja tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Kesulitan belajar ini tidak hanya disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. 2.3 Masa remaja sebagai usia bermasalah Salah satu ciri masa remaja yaitu masa remaja sebagai usia bermasalah. Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh remaja. Terdapat 2 alasan bagi kesulitan itu. Pertama pada masa kanak-kanak masalah