Plan-Do-Check-Act PDCASiklus Deming Six Sigma Seven Tools

h. Kebebasan yang terkendali. i. Kesatuan tujuan. j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.  Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan TQM, antara lain : 1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior. 2. Team mania. 3. Proses penyebarluasan deployment. 4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis. 5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis. 6. Empowerment yang bersifat premature. Sumber : “TQM”, hal.16-21, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001 .

b. Plan-Do-Check-Act PDCASiklus Deming

Ada banyak “model perbaikan” yang diterapkan pada proses selama bertahun-tahun sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar dari model terseut didasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming. Plan-Do-Check-Act atau PDCA menggambarkan logika dasar dari perbaikan proses berbasis data dimana siklus deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber daya semua departemen riset, desain, produksi, pemasaran dala suatu usaha kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Siklus PDCA siklus deming dapat digambarkan sebagai berikut : Action A Plan P Bertindak Merencanakan A P Check C Do D C D Memeriksa Melaksanakan Gambar 2.1. Siklus PDCA Dimana : P Plan : Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam perencanaan produk. D Do : Melaksanakan sesuai dengan rencana untuk menghasilkan produk. C Check : Memeriksa produk yang dihasilkan, apakah telah sesuai dengan rencana. A Action : Memasarkan produk tersebut. Sumber : “TQM”, hal.50, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001 .

c. Six Sigma

Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan kembali proses bisnis. Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.xi, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002 . Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO untuk setiap transaksi produk barang danatau jasa. Upaya giat menuju kesempurnaan zero defect -kegagalan nol. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.2 Pengertian Data

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.2.1 Jenis-jenis Data

Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu : 1. Data Atribut Attributes Data Merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah ditetapkan. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformansketidaksesuian atau cacatkegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang ditetapkan. 2. Data Variabel Variables Data Merupakan data kuantitatif yang diukurmenggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai variabel. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam semen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, lebar, tinggi, volume merupakan data variabel. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.3 Pengendalian Proses

Suatu sistem produksi merupakan sebuah hirarki dari proses produksi, terdiri dari proses-proses produksi utama yang terurai menjadi subproses-subproses masing- masing. Pengendalian proses berfokus kepada hasil dan meupakan suatu kombinasi komplek dari proses pengukuran, pembandingan, dan perbaikan. Proses pengukuran dilakukan baik terhadap parameter strategis maupun parameter taktis, misalnya mengukur kondisi operasional saat ini. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan nilai sasaran masing-masing yang ingin dicapai. Biasanya terdapat beberapa nilai yang melampaui sasaran, disamping juga terdapat nilai yang masih di bawah target. Jika dirasa perlu, dilakukan beberapa tindakan untuk mengembalikan parameter yang telah diukur tadi sehingga sesuai dengan target semula. Secara umum, terdapat tiga macam metode pengendalian proses, yaitu: 1. Berbasis pelaku Dimana manusia melakukan pemilihanpengukuran, pembandingan, serta perbaikan berdasarkan intuisi dengan tujuankuantitas pengukuran dan pembandingan yang terbatas. Contoh: pengalaman, aturan pragmatis sesuai kegunaan. 2. Berbasis tujuan Dimana manusia – dengan bantuan alatmodel analisis matematikstatistik melakukan proses pemilihanpengukuran, pembandingan, maupun perbaikan. Contoh: peta kendali atribut, peta kendali variabel. 3. Berbasis peralatan Dimana peralatan mekanik, elektromekanik, danatau elektronik dimanfaatkan untuk melakukan keseluruhan urutan proses pemilihanpengukuran,pembandingan, maupun perbaikan. Contoh: expert systems, neural networks. Tujuan utama pengendalian proses – terlepas dari metode yang digunakan apakah berbasis pelaku, tujuan, ataukah peralatan – adalah untuk secara konsisten melakukan proses produksi yang selalu mendekati target yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi, mengurangi atau menghilangkan terjadinya pengerjaan ulang ataupun produk cacat. Pada dasarnya pengendalian dan peningkatan proses industri mengikuti konsep siklus hidup proses process life cycle seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Interpretasi dari siklus hidup proses industri dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1: Analisis Sistem Industri Sepanjang Siklus Hidup Proses Industri Dalam Gambar 2.2 dan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa target dari pengendalian proses adalah membawa proses industri untuk beroperasi pada kondisi No. 3,yaitu proses industri yang memiliki stabilitas stability dan kemampuan capability hingga mencapai tingkat kegagalan nol zero defects oriented.

2.3.1 Pengendalian Proses Statistikal

Istilah pengendalian proses statistikal Statistical Process Control – SPC digunakan untuk menggambarkan model berbasis penarikan sampel yang diaplikasikan untuk mengamati aktifitas proses yang saling berkaitan. Meski SPC merupakan alat bantu yang sangat berguna dalam memastikan apakah proses tetap berada dalam batas-batas yang telah ditetapkan, namun umumnya metode ini tidak dapat menyediakan cara untuk membuat proses tetap dalam batas kendali. Oleh sebab itu, jelas dibutuhkan campur tangan dan pertimbangan manusia untuk menentukan cara yang efektif dan efisien dalam membuat proses tetap dalam kondisi mampu dan stabil. Pengendalian proses statistikal lebih menekankan pada pengendalian dan peningkatan proses berdasarkan data yang dianalisis menggunakan alat-alat statistika, bukan sekadar penerapan alat-alat statistika dalam proses industri.

2.3.2. Kestabilan dan Kemampuan Proses

Kestabilan proses process stability—yang berarti ketepatan proses dalam mencapai target yang telah ditentukan—secara tidak langsung menggambarkan bahwa proses dilakukan dengan baik. Hal ini merepresentasikan keadaan proses yang sedang berlangsung, seperti: bahan baku yang datang, mesin-mesin, dan skill operator. Sedangkan kemampuan proses process capability adalah suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan hubungan antara hasil proses dengan spesifikasi prosesproduk. Untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka dibutuhkan alat-alat atau metode statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistika untuk pengembangan sistem industri menuju kondisi stabil dan mampu ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Gambar 2.3 : Penggunaan alat statistika untuk pengembangan sistem industry Gaspers 2002;204

2.3.3 Metode Pengendalian Proses Statistikal

Alat bantu yang paling umum digunakan dalam pengendalian proses statistikal adalah peta kendali Control Chart. Fungsi peta kendali secara umum adalah:  Membantu mengurangi variabilitas produk.  Memonitor kinerja proses produksi setiap saat.  Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan.  Trend dan kondisi di luar kendali dapat diketahui secara cepat. Peta kendali dibuat secara kontinyu dalam suatu interval keyakinan tertentu, biasanya 3 standar deviasi 3 σ. Diagram ini memuat 3 macam garis batas, yaitu:  Batas kendali atas Upper Control Limit – UCL  Rata-rata kualitas sampel  Batas kendali bawah Lower Control Limit – LCL Sampel yang berada dalam rentang UCL – LCL dikatakan berada dalam kendali in-control, sedangkan yang berada di luar rentang tersebut dikatakan di luar kendali out-of-control. Secara umum peta kendali dapat digolongkan dalam 2 kategori, yaitu:  Peta kendali variabel  Peta kendali atribut  Peta Kendali Variabel Peta kendali yang digunakan untuk mengamati jenis data variabel adalah peta kendali X – R – s Shewhart Control Charts. Peta kendali variabel memantau tingkat rata-rata kualitas melalui peta kendali X , sedangkan pemantauan variabilitas kualitas dapat menggunakan pengukuran rentang melalui peta kendali R atau pengukuran standar deviasi melalui peta kendali s. Apabila terdapat sampel sebanyak 1 sampai 10 maka digunakan peta kendali X – R, namun bila sampel lebih besar dari 10 maka digunakan peta kendali X – s. Pada mulanya, pengendalian proses statistikal hanya dilakukan dengan menggunakan peta kendali. Namun demikian, dalam perkembangannya pengendalian proses statistikal dilakukan dengan menerapkan tujuh metode utama yang umum digunakan Ishikawa’s Basic Seven, yaitu:  Diagram Sebab – akibat Cause – Effect Diagram  Grafik  Histogram  Diagram Pareto  Lembar Periksa Check sheets  Diagram Sebaran Scatter Diagrams  Peta Kendali Control Charts Disamping metode-metode statistikal di atas, terdapat pula beberapa alat bantu yang juga sesuai digunakan untuk melakukan pengendalian proses, diantaranya:  Analisis Kapabilitas  Design of Experiment DOE  Failure Mode and Effects Analysis FMEA  Gantt Chart  Gauge Studies Penggunaan metode-metode statistika dalam industri yang bersifat massal akan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan proses industri, sehingga memberikan dampak ekonomis bagi industri itu untuk menghadapi persaingan global yang sangat kompetitif.

2.4 Konsep Dasar Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang danatau jasa diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99966 dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga Six Sigma dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability.

2.4.1 Sigma

Sigma adalah abjad Yunani  yang yang menotasikan standart deviasi suatu proses pada statistik yang menunjukkan jumlah variasi atau ketidaktepatan suatu proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata-rata mean dari setiap proses atau prosedur.

2.4.2 Six Sigma

Six sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO untuk setiap transaksi produk barang danatau jasa. Upaya giat menuju kesempurnaan zero defect-kegagalan nol. . Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 . Simbol Sigma  sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million opportunities DPMO . Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain-lain. Maka perhatian utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga pertumbuhan pendapatan. Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses. Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi munculnya defect, biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan dan kepuasan konsumen meningkat. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 . Tingkat six sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses yang dihitung dalam Defect per Million Opportunities DPMO. Beberapa tingkat pencapaian six sigma sebagai berikut : Tabel 2.2. : Pencapaian Tingkat Six Sigma Gaspersz, 2002 Tingkat Pencapaian Sigma DPMO Hasil Keterangan 1 691.462 31 Sangat tidak kompetitif 2 308.538 69,2 Rata-rata industri Indonesia 3 66.807 93,32 Rata-rata industri Indonesia 4 6.210 99,379 Rata-rata industri USA 5 233 99,977 Rata-rata industri USA 6 3,4 99,9997 Industri kelas mapandunia Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 . Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dari TQM dan program-program kualitas sebelumnya : Tabel 2.3 Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma No Kelemahan TQM Solusi Six Sigma 1 Kurangnya integrasi Link Hubungan ke “lini dasar” bisnis dan personal 2 Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan 3 Konsep yang tidak jelas tentang kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang 4 Gagal untuk menghancurkan penghalang– penghalang internal Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi 5 Pelatihan yang tidak efektif Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6 Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.46, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002 .  Menurut Gaspersz 2002 dalam aplikasi konsep six sigma terdapat 6 aspek kunci yaitu : 1. Identifikasi pelanggan. 2. Identifikasi produk. 3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan. 4. Definisi proses. 5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan pemborosan yang terjadi. 6. Meningkatkan proses secara terus menerus menuju target yang telah ditetapkan.  Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma dibidang manufakturing, yaitu : 1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ Critical To Quality individual. Critical To Quality adalah atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. 3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll. 4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ. 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan nilai maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma” , hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 . Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi rujukan nilai sigma proses. Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses konsep untuk data kontinyu. Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi prosesproduk kita, artinya juga berapa sigma dari prosesproduk kita, maka Six Sigma lebih memadai dalam hal ini. Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya : a. Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas. b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar contohnya pada general electrics.

c. Six Sigma

mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik.

2.4.2.1. Konsep Six Sigma Motorola

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang jasa di proses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan persejuta kesempatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99 dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target Sigma yang dicapai , kinerja sistem industri akan semakin baik. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa dramatic di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability. Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola Motorola’s Six Sigma process control mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata mean setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target T sebesar 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO defect per million opportunities. Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola, berlaku penyimpangan :mean–Target =    T   =  5 , 1  atau   5 . , 1   T Disini  mu merupakan nilai rata–rata mean dari proses, sedangkan  sigma merupakan variasi proses. Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata–rata mean proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1 T - 1,5 sigma +1,5 sigma mean LSL USL - 6sigma + 6 sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang stabil mengikuti distribusi normal Gambar 2.4 : Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma. Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11 Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata mean dari proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma 1,5 x standard deviasi maksimum adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata mean dari proses. Perbedaan itu ditunjukkan dalam Tabel 2.2 Tabel 2.4 : Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11

2.4.2.2 Penentuan Kapabilitas Proses

Keberhasilan implementasi program peningkatan Six Sigma ditunjukan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol zero defect. Konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma. Teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data variabel dan atribut. Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak dan dalam konteks pengendalian proses statistika dikenal dua jenis data yaitu : 1. Data atribut Attributes Data merupakan data kualitatif yang dihitung mengunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk,banyaknya jenis cacat pada produk. 2. Data Variabel Variables Data merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. Didalam teknik penentuan kapabilitas proses untuk kasus untuk data variabel misalnya; berdasarkan kebutuhan pelanggan diketahui bahwa diameter pipa yang diinginkan adalah 40 mm dengan batas toleransi adalah 5 mm. Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui berdiameter diatas 45 mm, dan dibawah 35 mm. Dalam konteks program peningkatan kualitas Six Sigma, menyatakan CTQ yang perlu diperhatikan adalah diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut:  1. CTQ Critical-to-Quality = Diameter pipa 2. Spesifikasi target T = 40 mm 3. Batas spesifikasi atas Upper specification limit = USL = 45 mm 4. Batas spesifikasi bawah Lower specification limit = LSL = 35 mm 5. Rata-rata mean proses = X-bar 6. Standar deviasi proses S = R-bard 2 atau S =   1 2    n x x i dimana d 2 adalah koefisien untuk pendugaan standar deviasi tergantung pada ukuran contoh sampel. 7. Kapabilitas proses C pm = USL – LSL     2 2 6 S T bar x    Indeks kapabilitas proses C pm digunakan untuk mengukur tingkat pada mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai C pm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin berkurang menuju target tingkat kualitas kegagalan nol zero defect oriented. Jika mengetahui berapa persen range interval toleransi spesifikasi bagi nilai rata-rata interval toleransi spesifikasi= USL – LSL menyimpang dari nilai target T, maka : Off-target = Absolut X-bar – T USL – LSL  100

2.4.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma

Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini antara lain : a. Costumer centric Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan : 1 Voice of coctumer VOC , menyatakan keinginan pelanggan. 2 Requirements , masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan elemen yang dapat diukur. 3 Critical to quality CTQ , permintaan yang paling penting bagi pelanggan. 4 Defect , bagian yang kurang memenuhi spesifikasi. b. Financial Result Total Quality Management TQM dikenal lebih dahulu dari pada Six Sigma . Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan cenderung menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan. c. Management Engagement Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan. d. Resources Commitment Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang terlibat dalam implementasi ini. e. Execution Infrastructure Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus yang sama yaitu kepuasan pelanggan. Sumber : “Lean Six Sigma”, McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002 .

2.5. DMAIC Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma . DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma” , hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 . Define D Control C Measure M Improve I Analyze A Gambar 2.5 Proses DMAIC

2.5.1 Define D

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang. Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori : 1. Memberikan hasil-hasil dan manfaat bisnis 2. Kelayakan 3. Memberikan dampak positif kepada organisasi Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.33, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.2 Measure M

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure, yaitu : 1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas CTQ kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. 2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output danatau outcome. 3. Mengukur kinerja sekarang current performance pada tingkat proses, output , danatau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja performance baseline pada awal proyek Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.72, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.2.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel

Membahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran pencapaian target sigma untuk data variabel data yang diperoleh melalui pengukuran langsung. Data ini dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis. Tabel 2.5. Cara memperkirakan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel Pipa Langkah Tindakan Persamaan Hasil Perhitungan 1 Proses apa yang anda ingin ketahui? - Pembuatan pipa 2 Tentukan nilai batas spesifikasi atas Upper Spesification Limit USL 45 mm 3 Tentukan nilai batas spesifikasi bawah Lower Spesification Limit LSL 35 mm 4 Tentukan nilai spesifikasi target T 40 mm 5 Berapa nilai rata-rata mean proses X-bar 37 mm 6 Berapa nilai standar deviasi dari proses S 2 mm 7 Hitung kemungkinan cacat yang berada diatas nilai USL DPMO P{z  USL–X-bar S}  1.000.000 32 8 Hitung kemungkinan cacat yang berada diatas nilai LSL DPMO P{z  LSL–X-ar S}  1.000.000 158.655 9 Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan DPMO dari proses diatas = langkah 7+ langkah 8 158.687 10 Konversi DPMO langkah 9 ke dalam nilai sigma Tabel lampiran 5 - 2,50 11 Hitung kemampuan proses diatas dalam ukuran nilai Sigma - Kapabilitas proses adalah 2,50 Sigma rendah,tidak kompetitif 12 Hitung kapabilitas proses diatas dalam indeks kapabilitas proses C pm = USL – LSL  2 6 T bar X    0,46 rendah tidak kompetitif Catatan: P{z  USL–X-bar S}  1.000.000 = P{z 45 – 37 2} = P {z  4} ={1–Pz  6 10  6 10   4} = 1–0,999968 = 32 6 10  6 10  P{z  LSL–X-bar S}  1.000.000 = P{z  35 – 37 2} = P {z 6 10   - 1} = 0,158655 =158.655 Lihat tabel lampiran 1 6 10  6 10  Dari tabel lampiran 5 angka DPMO = 158.687 adalah paling dekat dengan DPMO =158.655 pada nilai Sigma =2,50. C pm = USL – LSL   2 2 6 S T bar X    = 45–35   2 2 2 40 37 6   = 10 21,63 = 0,46 Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.23, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 . Untuk menganalisa kualitas suatu produk yang memiliki berbagai macam variabel produk memiliki variabel lebih dari satu, maka produk tersebut analisanya tiap – tiap variabel. Untuk lebih jelasnya seperti tabel di bawah ini. Tabel 2.6 \Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.230, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja performance baseline

Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma sigma level . Sesuai dengan konsep pengukuran yang biasanya diterapkan pada tingkat proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.112, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.2.3 Mengukur Tolok Ukur Kinerja Performance Baseline

Proyek peningkatan kualitas Six Sigma akan berfokus pada upaya-upaya giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol zero defect sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Oleh karenanya, sebelum suatu proyek Six Sigma dimulai, maka harus diketahui tingkat kinerja yang sekarang current performance, atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai tolok ukur kinerja performance baseline.Setelah mengetahui tolok ukur kinerja ini, maka kemajuan peningkatan peningkatan yang dicapai setelah memulai proyek Six Sigma dapat diukur sepanjang masa berlangsung proyek Six Sigma itu. Tolok ukur kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya ditetapkan menggunakan satuan pengukuran DPMO Defects Per Million Opportunities dan SQL Sigma Quality Level. Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa data variabel maupun data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran DPMO Defects Per Million Opportunities dan SQL kapabilitas sigma. Rumus yang digunakan adalah :  Rata-rata sampel dalam subgrup – X Pyzdek, 2003: 394 adalah:  Rata-rata sampel keseluruhan – X Pyzdek, 2003: 395 adalah:  Rentang – R Pyzdek, 2003: 394 adalah:  Standar deviasi – s Gaspersz, 2002: 128 adalah: d2 dilihat dalam Tabel Lampiran 1  Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 1 batas spesifikasi Gaspersz, 2002: 131 adalah:  Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 2 batas spesifikasi Gaspersz, 2002: 124 adalah:  Kapabilitas Sigma – SQL Tabel Lampiran 5 Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.124, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.3 Analyze A

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai berikut : 1. Menentukan kapabilitas kemampuan dari proses. Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram cause and effect diagram. Dengan analisa cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah, atau dalam beberapa kasus, merupakan akibat atau hasil yang diinginkan dan membuat daftar terstruktur dari penyebab potensial.Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.200, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 . Setelah akar-akar penyebab dari masalah ditemukan, maka dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu : 1 Manpower Tenaga Kerja . 2 Machines Mesin-mesin . 3 Methods Metode Kerja . 4 Material Bahan Baku dan Bahan Penolong . 5 Media Surat Kabar. 6 Motivation Motivasi . 7 Money Keuangan . Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.3.1. Menganalisis Stabilitas dan Kapabilitas Proses Perhitungan Stabilitas Proses

a. Satu Batas Spesifikasi USL atau LSL Rumus yang digunakan Gaspersz, 2002: 214 adalah: b. Dua Batas Spesifikasi USL dan LSL Rumus yang digunakan Gaspersz, 2002: 206 adalah: Perhitungan Kapabilitas Proses a. Satu Batas Spesifikasi USL atau LSL, Gaspersz, 2002: 218 adalah: b. Dua Batas Spesifikasi USL dan LSL, Gaspersz, 2002: 210 adalah: dimana; SL= Batas Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan USL = Batas Atas Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan LSL = Batas Bawah Spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan UCL = Upper Control Limit Batas Kendali Atas LCL = Lower Control Limit Batas Kendali Bawah T= Target spesifikasi CTQ yang diinginkan pelanggan S= Standar deviasi proses Smaks = Nilai batas toleransi maksimum standar deviasi X= Nilai rata-rata contoh sample mean proses Analisis kapabilitas proses digunakan secara luas dalam dunia industri untuk mengukur kemampuan perusahaanpemasok dalam memenuhi spesifikasi kualitas. Terdapat berbagai indeks kapabilitas proses, namun dalam skripsi ini akan digunakan 2 macam indeks, yakni:  Cpk Indeks Kapabilitas Proses Aktual Kelemahan utama indeks Cp adalah pada kenyataannya sangat sedikit proses yang tetap berpusat pada rata-rata proses. Untuk memperoleh pengukuran akan kinerja proses yang lebih baik, maka harus dipertimbangkan di mana rata-rata proses berlokasi relatif terhadap batas spesifikasi. Cpk mencari jarak terdekat lokasi pusat proses dengan USL atau LSL kemudian dibagi dengan rentang proses. Kapabilitas proses potensial pada proses dengan tingkat kualitas Six Sigma: dimana: USL = batas spesifikasi atas Upper Specification Limit LSL = batas spesifikasi bawah Lower Specification Limit µ= rata-rata proses σ= simpanganstandar deviasi  Cpm Indeks Kapabilitas Proses Taguchi Indeks kapabilitas proses Cpm disebut juga Taguchi Capability Index digunakan untuk mengukur pada tingkat mana output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin berkurang menuju target tingkat kegagalan nol. Dengan demikian indikator keberhasilan program peningkatan kualitas Six Sigma dapat dilihat melalui nilai indeks kapabilitas proses Cpm yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa keuntungan penggunaan indeks Cpm adalah: Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak simetris, dimana nilai spesifikasi target kualitas tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL. Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data serta tidak memerlukan uji normalitas lagi untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal atau tidak. Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut: Cpm ≥ 2,00 Proses dianggap mampu dan kompetitif perusahaan berkelas dunia. 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99 Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol zero defect oriented. Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma. Cpm 1,00 Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.

2.5.3.2. Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau Kegagalan

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila berhasil ditemukan sumber sumber penyebab masalah itu kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab tersebut. Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu: • Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama dalam ruang dan waktu. • Setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk: a. Controllable Causes: penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk menghilangkan penyebab itu. b. Uncontrollable Causes: penyebab yang berada di luar pengendalian manusia. Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip “5 Why’s”, yaitu dengan bertanya “mengapa” sebanyak lima kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya “Why” beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab – Akibat. Diagram Sebab – Akibat Diagram sebab-akibat atau juga disebut Diagram Tulang-ikan, Diagram Ishikawa dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan pada awalnya digunakan oleh bagian pengendali kualitas untuk menemukan potensi penyebab masalah dalam proses manufaktur yang biasanya melibatkan banyak variasi dalam sebuah proses. Namun kemudian digunakan secara luas dalam setiap aspek kegiatan bisnis ketika diperlukan pemilahan penyebab timbulnya masalah untuk kemudian disusun dalam suatu hubungan yang saling berkaitan. Dalam industri manufaktur, pembuatan diagram sebab-akibat ini dapat menggunakan konsep “5M-1E”, yaitu: machines, methods, materials, measurement, menwomen, dan environment. Sedangkan dalam bidang pelayanan dapat memakai pendekatan “3P-1E” yang terdiri dari: procedures, policies, people, serta equipment.

2.5.4 Improve I

Merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan action Plan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma . Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA Failure Mode and Effect Analysis . Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.282, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002 .

2.5.4.1 Failure Mode Effect Analysis FMEA

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial kegagalan. Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.402, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002 . Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode kegagalan ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. Dengan menggunakan FMEA maka akan meningkatkan keandalan dari suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan tersebut. Tahapan FMEA sendiri adalah : 1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari proses DMAIC. 2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa. 3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan defect potensial pada proses. 4. Mengidentifikasi potensial cause penyebab dari kesalahan defect yang terjadi. 5. Mengidentifikasikan akibat effect yang ditimbulkan. 6. Menetapkan nilai-nilai dengan jalan brainstorming dalam point : - Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap konsumen severity. - Frekuensi terjadinya kesalahan occurance. - Alat kontrol akibat potential cause detection. 7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya. 8. Dapatkan nilai RPN Risk Potential Number dengan jalan mengalikan nilai SOD Severity, Occurance, Detection. 9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan. 10. Buat implementation action plan, lalu terapkan. 11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkah yang sama diatas. 12. Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause yang lain. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.

2.5.4.1.1 Severity

Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang bagaimana pengaruh buruk yang dirasakan akibat kegagalan dalam proses produk atau jasa. Adapun skala yang menggambarkan severity dapat diinterpretasikan pada tabel 2.4 berikut : Tabel 2.7. Skala Penilaian Severity Rating Kriteria Deskripsi 1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit 3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit 4 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 5 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 6 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi 8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi 9 Potential safety problem Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial

2.5.4.1.2 Occurrence

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena potensial cause. Adapun skala yang menggambarkan occurrence dapat diinterpretasikan pada tabel 2.5 berikut : Tabel 2.8. Skala Penilaian Occurrence Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi 1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan 2 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi 7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

2.5.4.1.3 Detection

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential cause . Adapun skala yang menggambarkan detection dapat diinterpretasikan dalam tabel 2.8 berikut : Tabel 2.9. Skala Penilaian Detection Rating Degree Deskripsi 1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi komputerisasi 2 Very high Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol visual pada bentuk barang dan double checking 3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang 4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang 5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang 6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang 7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah pengamatan fisik 8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah perubahan warna 9 Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan feeling berdasar pengalaman masa lalu 10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

2.5.5 Control C

Merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas Six Sigma . Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarkan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.293, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002 .

2.6 Penggunaan Metode Six Sigma

Secara umum metode Six Sigma yaitu merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan persejuta kesempatan DPMO untuk setiap tansaksi produk barangjasa,upaya menuju kesempurnaan zero defect– kegagalan nol. Pengendalian proses statistik metode Six Sigma yaitu merupakan salah satu alat pengendali kualitas yang digunakan sebagai proses kontrol kecacatan suatu produk barangjasa apakah memenuhi suatu batas spesifikasi produk yang telah ditetapkan.

2.6.1 Tinjauan Keberhasilan Penerapan Six Sigma di Industri

Banyak perusahaan–perusahaan dunia bahkan Indonesia pada saat ini telah menerapkan sistem pengendalian kualitas menggunakan metode Six Sigma sebagai salah satu alat untuk mengendalikan laju proses operasi diperusahaannya, demi terciptanya suatu kepuasan pelanggan yang beraneka ragam. a Six Sigma Motorola Inc Implementasi Six Sigma di perusahaan Motorola Inc, mencapai beberapa keberhasilan yang patut dicatat dai aplikasi progam Six Sigma, salah satunya sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas rata – rata : 12,3 per tahun. 2. Penurunan COPQ cost of poor quality lebih dari 84 3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7 4. Penghematan biaya manufakturing lebih dari 11 miliar. 5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata – rata 17 dalam penerimaan, keuntungan, dan harga saham Motorola. b Six Sigma di General Electric Perusahaan General Electric telah menunjukkan keberhasilan penerapan Six Sigma melalui suatu proses yang disebut “The MAIC Process at GE” yang menghasilkan manfaat atau hasil–hasil bagi organisasinya, seperti terjadi kerugian kecil pada investasi Six Sigma dari General Electric GE’s Six Sigma pada tahun 1996, sehingga pada tahun 1997 setelah implementasi Six Sigma perusahaan GE memperoleh beberapa manfaat antara lain : 1. Mendapatkan tambahan hasil bersih lebih dari 330 juta 2. Manajemen General Electric menargetkan penghematan sekitar 8 milyar–12 milyar pertahun melalui penghilangan produktivitas diseluruh lini bisns General Electric

2.6.2 Manfaat dan Implementasi Six Sigma

Perusahaan pada saat ini telah banyak menerapkan dan menetapkan sitem kualitas ISO 9001 : 2000, dengan mengintegrasikan sistem kualitas dengan program peningkatan kuliatas Six Sigma. Penggunaan progam Six Sigma yang bertujuan merekomendasikan suatu desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas serta menjamin bahwa organisasi tersebut akan memberikan suatu produk barang jasa yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, sehingga permintaan akan pelanggan dapat terpenuhi dengan baik yang mempunyai sifat sangat komplek dan luas.

2.7 Seven Tools

Tidak mungkin untuk memeriksa atau menguji kualitas kedalam suatu produk itu harus dibuat dengan benar sejak awal. Ini berarti bahwa proses produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengansumsi, tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Pengendalian proses statistik pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan benar sejak awal Sumber : “Pengantar PKS”, Gajahmada University Press, Jogyakarta, Montgomery, Douglas C, 1993 . Terdapat alat-alat pengendalian kualitas yang memiliki tujuan yang sama, atau yang biasa lebih dikenal dengan nama Seven tools, Seven tools adalah 7 alat yang dipakai untuk mengendalikan kualitas dengan macam kegunaan dan fungsi yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama. Seven tools tersebut antara lain :

1. Histogram

Histogram mempunyai bentuk seperti diagram batang yang dapat digunakan untuk mengetahui harga rata-rata atau central tendency dari nilai data yang terkumpul, harga maksimum dan minimum data, range data, besar penyimpangan atau dispersi terhadap harga rata-rata, bentuk distribusi data yang terkumpul.

2. Check Sheet

Adalah alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data. Berupa lembaran dengan tabel-tabel untuk pengisian data. Informasi dari lembar pengecekan dipakai untuk menyelidiki trend masalah setiap saat.

3. Diagram Pareto

Diagram ini berguna untuk menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi dengan suatu grafik yang meranking klasifikasi data dalam urutan terbesar ke terkecil dari kiri ke kanan.

4. Defect Concentration Diagram

Merupakan salah satu alat pengendalian kualitas yang digunakan sebagai alat untuk memastikan lokasi defect yang dapat memberikan informasi tentang penyebab potensial defect. Konsep utama adalah menunjukkan secara langsung letak cacat yang terjadi pada spesimen dengan memberi tanda khusus pada gambar spesimen.

5. Cause-Effect Diagram

Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Ada 4 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu : metode kerja, mesin peralatan lain, bahan baku, dan pengukuran kerja. Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman 2002, “The Six Sigma Way” , Penerbit Andi, Jogyakarta. Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 point, karena menurut Dr. Kaoru Ishikawa dalam bukunya teknik pengendalian mutu menyatakan hampir separuh kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, pengukuran, mesin atau peralatan dan metode kerja. Yang kemudian keempat penyebab tersebut mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar. Menurut Vincent, akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui ” Mengapa” beberapa kali kepada staf produksi dan pihak manajemen, maka dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu : 1. Manpower tenaga kerja : berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan tidak terlatih, tidak berpengalaman, kekurangan dalam keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll. 2. Machines mesin-mesin dan peralatan : berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu panas, dll. 3. Methods metode kerja : berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll. 4. Materials beban baku dan bahan penolong : berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong yang ditetapakan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll. 5. Media : berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan, dan lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll. 6. Motivation motivasi : berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan profesional tidak kreatif, bersikap reaktif, tidak mampu bekerja sama dalam tim, dll, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja. 7. Money keuangan : berkaitan dengan ketiadaan dukungan finansial keuangan yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six Sigma yang akan diterapkan. Gambar 2.6 Diagram Sebab Akibat Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.241, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz, Vincent, 2002 . Money Media Materials Methods

6. Scatter Diagram Diagram Pencar

AKIBAT Manpower Machines Motivation Akar Penyebab Akar Akar Akar Penyebab Penyebab Penyebab Akar Akar Akar Penyebab Penyebab Penyebab Diagram ini digunakan untuk menemukan atau melihat korelasi dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap faktor lain. Dari penyebaran Scatter dapat dianalisa hubungan faktor sebab akibat.

7. Control Chart Peta kontrol

Peta kontrol pada dasarnya merupakan alat analisa yang dibuat mengikuti metode statistik dimana data yang berkaitan dengan kualitas produk atau proses diplot dalam sebuah peta dengan batas kontrol atas BKA dan batas kontrol bawah BKB. Prosedur pengendalian proses Statistik pada jalur yang paling sederhana dapat dilakukan dengan grafik pengendali. Adapun 3 kegunaan pokok grafik pengendali : 1. Pemantauan dan pengawasan suatu proses. 2. Pengurangan variabilitas proses. 3. Penaksiran parameter produk atau proses.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pencarian data untuk penyusunan tugas akhir ini dilakukan pada PT Petrokimia Gresik, Jalan Jendral A. Yani Gresik 61119. Pengambilan data diambil pada bagian produksi, yaitu proses produksi Aluminium Fluorida. Waktu penelitian dimulai bulan Juli 2010.

3.2 Identifikasi Variabel

Dalam identifikasi variabel terdapat variabel-variabel yang didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam perhitungan Six sigma beserta definisi operasionalnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai beikut :

3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas independent variable variabel sebab variabel pengaruh variabel eksperimen adalah faktor yang menjadikan pokok permasalah yang ingin diteliti, yaitu faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap produk Aluminium Fluorida AlF 3 antara lain: 1. Faktor Kontrol Faktor yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Banyaknya kandungan AlF 3 purity yang dibutuhkan b. Banyaknya kandungan Air H 2 O yang dibutuhkan c. Ukuran kelembutan produk AlF 3