industri akan semakin baik. Sehingga Six Sigma dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada
kemampuan proses process capability.
2.4.1 Sigma
Sigma adalah abjad Yunani
yang yang menotasikan standart deviasi suatu proses pada statistik yang menunjukkan jumlah variasi atau ketidaktepatan
suatu proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata-rata mean dari setiap proses atau
prosedur.
2.4.2 Six Sigma
Six sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan DPMO untuk setiap transaksi produk barang
danatau jasa. Upaya giat menuju kesempurnaan zero defect-kegagalan nol. .
Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 .
Simbol Sigma sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan
proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million opportunities DPMO
. Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan
demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain-lain. Maka perhatian
utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga
pertumbuhan pendapatan.
Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang
diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses. Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi munculnya
defect, biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan dan
kepuasan konsumen meningkat. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 .
Tingkat six sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses yang dihitung dalam Defect per Million Opportunities DPMO. Beberapa tingkat
pencapaian six sigma sebagai berikut : Tabel 2.2. : Pencapaian Tingkat Six Sigma Gaspersz, 2002
Tingkat Pencapaian Sigma
DPMO Hasil Keterangan
1 691.462
31 Sangat tidak kompetitif
2 308.538
69,2 Rata-rata industri Indonesia
3 66.807
93,32 Rata-rata industri Indonesia
4 6.210 99,379
Rata-rata industri
USA 5 233
99,977 Rata-rata
industri USA
6 3,4
99,9997 Industri kelas mapandunia
Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat
kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan
pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu
proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin
tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six Sigma
juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability.
Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002 .
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dari TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
Tabel 2.3 Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma
No Kelemahan TQM
Solusi Six Sigma 1
Kurangnya integrasi Link Hubungan ke “lini dasar” bisnis dan personal
2 Kepemimpinan yang apatis
Kepemimpinan di barisan depan 3
Konsep yang tidak jelas tentang kualitas
Pesan sederhana yang diulang – ulang 4
Gagal untuk menghancurkan penghalang– penghalang internal
Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi
5 Pelatihan yang tidak efektif
Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts 6
Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis
Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.46, Penerbit Andi, Yogyakarta,
Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002 .
Menurut Gaspersz 2002 dalam aplikasi konsep six sigma terdapat 6 aspek
kunci yaitu : 1.
Identifikasi pelanggan. 2.
Identifikasi produk. 3.
Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan. 4.
Definisi proses.
5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan pemborosan
yang terjadi. 6.
Meningkatkan proses secara terus menerus menuju target yang telah ditetapkan.
Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma
dibidang manufakturing, yaitu : 1.
Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ Critical
To Quality individual. Critical To Quality adalah atribut-atribut yang
sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu
produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.
3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui
pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll. 4.
Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ.
5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan
nilai maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ. 6.
Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu
mencapai nilai target Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”
, hal.9, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002
.
Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen
sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga
merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan
diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi rujukan nilai sigma proses.
Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses konsep untuk data kontinyu. Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM
tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi prosesproduk kita,
artinya juga berapa sigma dari prosesproduk kita, maka Six Sigma lebih memadai dalam hal ini.
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
a. Six Sigma
terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas.
b. Six Sigma
menghasilkan Returns of investement yang besar contohnya pada general electrics.
c. Six Sigma
mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru
terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan hasil yang baik.
2.4.2.1. Konsep Six Sigma Motorola
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang jasa di proses
pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan persejuta kesempatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99 dari apa
yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana
baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target Sigma yang dicapai , kinerja sistem industri akan
semakin baik. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang
memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa dramatic di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses
industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability.
Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola Motorola’s Six Sigma process control
mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata mean setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target T
sebesar 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO defect per million
opportunities. Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola,
berlaku penyimpangan :mean–Target =
T
=
5
, 1
atau
5 .
, 1
T
Disini mu merupakan nilai rata–rata mean dari proses, sedangkan sigma
merupakan variasi proses.
Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata–rata mean proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas
T yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1
T
- 1,5 sigma +1,5 sigma
mean LSL
USL
- 6sigma + 6 sigma
- 3sigma - 2sigma
- 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma
Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang stabil mengikuti distribusi normal
Gambar 2.4 : Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma.
Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11 Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata mean dari
proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma 1,5 x standard deviasi maksimum adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum
dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata mean dari proses. Perbedaan itu ditunjukkan dalam Tabel 2.2
Tabel 2.4 : Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma
Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11
2.4.2.2 Penentuan Kapabilitas Proses
Keberhasilan implementasi program peningkatan Six Sigma ditunjukan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju
tingkat kegagalan nol zero defect. Konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma.
Teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data variabel dan atribut.
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak dan dalam
konteks pengendalian proses statistika dikenal dua jenis data yaitu : 1.
Data atribut Attributes Data merupakan data kualitatif yang dihitung
mengunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada
kemasan produk,banyaknya jenis cacat pada produk. 2.
Data Variabel Variables Data merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa,
ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel.
Didalam teknik penentuan kapabilitas proses untuk kasus untuk data variabel misalnya; berdasarkan kebutuhan pelanggan diketahui bahwa diameter
pipa yang diinginkan adalah 40 mm dengan batas toleransi adalah 5 mm. Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui
berdiameter diatas 45 mm, dan dibawah 35 mm. Dalam konteks program peningkatan kualitas Six Sigma, menyatakan CTQ yang perlu diperhatikan adalah
diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. CTQ Critical-to-Quality
= Diameter
pipa 2.
Spesifikasi target
T =
40 mm
3. Batas spesifikasi atas Upper specification limit = USL
= 45 mm 4.
Batas spesifikasi bawah Lower specification limit = LSL = 35 mm
5. Rata-rata mean
proses =
X-bar
6. Standar deviasi proses
S = R-bard
2
atau
S =
1
2
n
x x
i
dimana d
2
adalah koefisien untuk pendugaan standar deviasi tergantung pada ukuran contoh sampel.
7. Kapabilitas proses
C
pm
= USL – LSL
2 2
6 S
T bar
x
Indeks kapabilitas proses C
pm
digunakan untuk mengukur tingkat pada mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas T yang
diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai C
pm
menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan
oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin berkurang menuju target tingkat kualitas kegagalan nol zero defect oriented.
Jika mengetahui berapa persen range interval toleransi spesifikasi bagi nilai rata-rata interval toleransi spesifikasi= USL – LSL menyimpang dari nilai
target T, maka : Off-target = Absolut X-bar – T USL – LSL
100
2.4.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma
Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini antara lain :
a. Costumer centric
Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan :
1 Voice of coctumer VOC
, menyatakan keinginan pelanggan. 2
Requirements , masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan
elemen yang dapat diukur. 3
Critical to quality CTQ , permintaan yang paling penting bagi
pelanggan. 4
Defect , bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.
b. Financial Result
Total Quality Management TQM dikenal lebih dahulu dari pada Six
Sigma . Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan
prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat
menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan
cenderung menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma
mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan. c.
Management Engagement Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan
perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.
d. Resources Commitment
Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang terlibat dalam implementasi ini.
e. Execution Infrastructure Six sigma
didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top management
sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus
yang sama yaitu kepuasan pelanggan. Sumber : “Lean Six Sigma”,
McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002 .
2.5. DMAIC Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma
. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif,
sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi
untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”
, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002
.
Define D Control C
Measure M
Improve I Analyze A
Gambar 2.5 Proses DMAIC