KAJIAN GAIT DYNAMIC PADA BIDANG MIRING BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ENDOSKELETAL SISTEM ENERGY STORING KNEE MEKANISME 2 BAR

(1)

commit to user

KAJIAN GAIT DYNAMIC PADA BIDANG MIRING

BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ENDOSKELETAL SISTEM

ENERGY STORING KNEE MEKANISME 2 BAR

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ISTI KHRISNA AMINASTI I0306006

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita.

Dalam pelaksanaan maupun penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang selalu dan tidak henti-hentinya melimpahkan segala rahmat, nikmat, anugerah, kesempatan serta ilmu yang berguna sehingga penulis bisa menuntaskan pendidikan kesarjanaan ini dengan baik dan lancar.

2. Mama, papi dan seluruh keluarga atas kasih sayang dan doa yang selalu mengiringi langkah penulis sampai sekarang dan tidak akan terhenti.

3. Ariesta Ardhy Buana, ST, yang tidak pernah bosan memberi semua dukungan, kasih sayang dan waktu yang selalu selalu dan selalu ada untukku, trimakasihh sayangku.

4. Ir. Lobes Herdiman, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS, sekaligus dosen pembimbing atas segala bantuan, bimbingannya dan nasehat yang selalu menguatkan penulis selama pelaksanaan skripsi.

5. Ilham Priadythama, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan selalu menyempatkan waktu untuk memberikan pengarahan selama berjam-jam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

6. Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT dan Retno Wulan Damayanti, ST, MT selaku penguji yang berkenan memberikan banyak sekali saran dan kritik bagi penulis pribadi dan penyusunan skripsi ini khususnya.

7. Ir. Munifah, MSIE, MT selaku Pembimbing Akademik atas kasih sayang, nasehat dan bimbingan selama ini, trimakasih ibu..

8. Drs. Widarno selaku responden penelitian atas waktu dan kesediaannya membantu kelancaran penelitian skripsi ini.


(3)

commit to user

vii

9. Segenap staf dan karyawan Jurusan Teknik Industri, atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi dan selama kuliah di Teknik Industri.

10.Sahabat-sahabat tersayang Asti ndud, Kiki ndud, Indah, Acid, Hencay, Nanna Jen. Terimakasihh terimakasihh buat waktu-waktu kebersamaan yang tak akan ice lupakan, berbagi kebahagiaan canda tawa tangis. Luph uu..

11.Sahabat sahabat seperjuangan gudang dan tim 11, trimakasih buat candaan yang gak pernah berhenti yang membuatku sadar bahwa hidup ini sangat indah bersama kalian, trimakasihhh..

12.Teman-teman Teknik Industri angkatan ’06 yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan kuliah ini. Sesuai absen: Bebel, Ferli pinx, Gusti, Hencay, Indah, iCe, Au, Aik, Angga, otd, Bonex, Adin, ItoolQ, Asmoot, Asti ndud, Acitt, Bayu, Budd, Dinar, Samto, Sarah, Esha, Finis, Ginung, Helmi, Indra, Joana, Maria, Iyem, Krisnatalia, Kiki Boy, Pak Dok, Tiw tiw, Prita, rena, QQ ndud, Cobii, Ruth, Sigit, Aya, Nando, Yona, Zulpee, Ajeng, Aldi, PP, Nanna Jen, Rinta, Umooo plus teman-teman TI Nonreg ’06 dan Transfer ’08. Semoga persahabatan yang indah ini terus terjaga, terkenang dan dikenang sepanjang masa. Terimakasih semuanya...

13.Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 14.At least, skripsi ini tidak akan terwujud tanpa tauladanku papa, simbah, mama

dan adik di surga.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, Oktober 2010


(4)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR VALIDASI ... iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ... iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRCT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-2 1.3 Tujuan Penelitian ... I-2 1.4 Manfaat Penelitian ... I-3 1.5 Batasan Masalah ... I-3 1.6 Asumsi Penelitian ... I-4 1.7 Sistematika Penulisan ... I-5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1

2.1 Human Gait ... II-1 2.1.1 Gait cycle ... II-1 2.1.2 Fase gait cycle... II-2 2.1.3 Gait analysis... II-8 2.1.4 Gait training ... II-9 2.2 Analisis Gerak Biomekanika... II-10 2.3 Anthropometri Biomekanika ... II-11


(5)

commit to user

xi

2.4 Studi Gerak Biomekanika ... II-14 2.4.1 Keseimbangan, equilibrium dan stabilitas gerak ... II-14 2.4.2 Torsi ... II-15 2.4.3 Work ... II-16 2.4.4 Energi ... II-16 2.4.5 Persamaan gerak lagrange ... II-18 2.5 Prosthetic Atas Lutut ... II-20 2.5.1 Komponen prosthetic atas lutut ... II-20 2.5.2 Energy storing knee prosthetic ... II-24 2.6 Bidang Miring ... II-26 2.4.1 Ramp ... II-27 2.7 Penelitian Sebelumnya ... II-30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... III-1

3.1 Identifikasi Permasalahan ... III-2 3.2 Pengumpulan Data... III-3 3.3 Penelitian Aktifitas Berjalan Amputee pada Bidang

Miring ... III-10 3.4 Formulasi Model Dinamis Gerakan Berjalan ... III-14 3.5 Pengolahan Data ... III-16 3.6 Analisis dan Intepretasi Hasil ... III-16 3.7 Kesimpulan dan Saran ... III-17 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... IV-1

4.1Pengumpulan Data ... IV-1 4.4.1 Data responden pengguna prosthetic ... IV-1 4.4.2 Prosthetic endoskeletal sistem energy storing

knee mekanisme 2 bar ... IV-3 4.4.3 Penentuan massa segmen, letak titik pusat massa

dan momen inersia tubuh amputee dengan prosthetic endoskeletal sistem energy storing

knee mekanisme 2 bar ... IV-8 4.2Gait Cycle Amputee pada Bidang Miring ... IV-10 4.3Permodelan Gait Dynamic pada Bidang Miring ... IV-18


(6)

commit to user

xii

4.3.1 Gerakan berjalan naik permukaan bidang miring

(Fase 1: Initial contact) ... IV-21 4.3.2 Gerakan berjalan turun permukaan bidang miring

(Fase 1: Initial contact) ... IV-31 4.4Pengolahan Data... IV-42

4.4.1 Pengukuran data hasil penelitian aktifitas berjalan

amputee pada bidang miring ... IV-42 4.4.2 Pengukuran external work serta komponen force

dan torsi gerakan berjalan pada bidang miring ... IV-49 BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL ... V-1

5.1 Analisis Gerakan Berjalan Amputee ... V-1 5.1.1 Naik permukaan bidang miring ... V-1 5.1.2 Turun permukaan bidang miring ... V-21 5.2 Interpretasi Hasil ... V-40 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... VI-1

6.1Kesimpulan ... VI-1 6.2Saran ... VI-1 DAFTAR PUSTAKA


(7)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Step dan stride dalam gait cycle ... II-2 Gambar 2.2 Pembagian gait cycle... II-2 Gambar 2.3 Gerakan kaki pada fase initial contact ... II-3 Gambar 2.4 Gerakan kaki pada fase loading response ... II-4 Gambar 2.5 Gerakan kaki pada fase mid stance ... II-5 Gambar 2.6 Gerakan kaki pada fase terminal stance ... II-5 Gambar 2.7 Gerakan kaki pada fase pre swing ... II-6 Gambar 2.8 Gerakan kaki pada fase initial swing ... II-7 Gambar 2.9 Gerakan kaki pada fase mid swing ... II-7 Gambar 2.10 Gerakan kaki pada fase terminal swing ... II-8 Gambar 2.11 Posisi anatomi manusia ... II-10 Gambar 2.12 Tubuh sebagai sistem enam link dan joint ... II-12 Gambar 2.13 Permodelan titik-titik pusat massa dempster... II-13 Gambar 2.14 Sebuah torsi ... II-15 Gambar 2.15 Usaha oleh sebuah gaya ... II-16 Gambar 2.16 Prosthetic atas lutut ... II-20 Gambar 2.17 Komponen prosthetic atas lutut ... II-21 Gambar 2.18 Sistem suspensi ... II-21 Gambar 2.19 Socket ... II-22 Gambar 2.20 Shank (a) Eksoskeletal (b) Endoskeletal ... II-23 Gambar 2.21 Ankle joint pada SACH foot ... II-24 Gambar 2.22 XT9 energy storing knee ... II-25 Gambar 2.23 Kawamura energy storing knee ... II-26 Gambar 2.24 C-Leg energy storing knee ... II-26 Gambar 2.25 Amputee gait pada bidang miring ... II-27 Gambar 2.26 Ramp ... II-28 Gambar 2.27 Model ramp ... II-28 Gambar 2.28 Standar perancangan ramp ... II-29 Gambar 2.29 Pegangan (handraill) ramp ... II-30 Gambar 3.1 Metodologi penelitian ... III-1


(8)

commit to user

xvi

Gambar 3.2 Timbangan badan digital ... III-4 Gambar 3.3 Force gauge ... III-4 Gambar 3.4 Meteran ... III-5 Gambar 3.5 Jangka sorong ... III-5 Gambar 3.6 Elektrogoniometer RF ... III-6 Gambar 3.7 Contoh check sheet anthropometri pengguna prosthetic .... III-6 Gambar 3.8 Bidang miring ... III-7 Gambar 3.9 Sticker flourescent ... III-7 Gambar 3.10 Prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee

mekanisme 2 bar ... III-8 Gambar 3.11 Video shooting ... III-8 Gambar 3.12 Setting tempat penelitian ... III-12 Gambar 3.13 Point pengukuran pada CV mob ... III-13 Gambar 4.1 Amputee dengan prosthetic endoskeletal sistem energy

Storing knee mekanisme 2 bar (a) Posisi berdiri

(b) Posisi duduk ... IV-4 Gambar 4.2 Komponen energy storing knee mekanisme 2 bar ... IV-4 Gambar 4.3 Prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee

mekanisme 2 bar ... IV-5 Gambar 4.4 Segmentase prosthetic ... IV-6 Gambar 4.5 Persebaran titik pusat massa... IV-11 Gambar 4.6 Cycle gait naik bidang miring ... IV-15 Gambar 4.7 Cycle gait turun bidang miring ... IV-16 Gambar 4.8 Fase initial contact gerakan berjalan naik

bidang miring ... IV-20 Gambar 4.9 Link segment model kaki prosthetic fase initial contact ... IV-21 Gambar 4.10 Link segment model kaki normal fase initial contact ... IV-26 Gambar 4.11 Fase initial contact gerakan berjalan turun

bidang miring ... IV-31 Gambar 4.12 Link segment model kaki prosthetic fase initial contact ... IV-31 Gambar 4.13 Link segment model kaki normal fase initial contact ... IV-36 Gambar 4.14 Torsi pada ankle saat naik permukaan bidang miring ... IV-53


(9)

commit to user

xvii

Gambar 4.15 Torsi pada knee saat naik permukaan bidang miring ... IV-54 Gambar 4.16 Torsi pada hip saat naik permukaan bidang miring ... IV-54 Gambar 4.17 Force pada hip saat naik permukaan bidang miring... IV-55 Gambar 4.18 External work saat naik permukaan bidang miring... IV-56 Gambar 4.19 Torsi pada ankle saat turun permukaan bidang miring ... IV-58 Gambar 4.20 Torsi pada knee saat turun permukaan bidang miring ... IV-58 Gambar 4.21 Torsi pada hip saat turun permukaan bidang miring ... IV-58 Gambar 4.22 Force pada hip saat turun permukaan bidang miring ... IV-60 Gambar 4.23 External work saat turun permukaan bidang miring ... IV-61 Gambar 5.1 Gerakan kaki (a) Fase initial contact (b) Fase terminal

stance ... V-2 Gambar 5.2 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase initial contact

dan fase terminal stance ... V-3 Gambar 5.3 Komparasi nilai external work antara fase initial contact

dan fase terminal stance ... V-6 Gambar 5.4 Gerakan kaki (a) Fase loading response (b) Fase pre

swing ... V-7 Gambar 5.5 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase loading response

dan fase pre swing ... V-8 Gambar 5.6 Komparasi nilai external work antara fase loading response

dan fase pre swing ... V-10 Gambar 5.7 Gerakan kaki (a) Fase mid stance (b) Fase mid swing... V-11 Gambar 5.8 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase mid stance

dan fase mid swing ... V-13 Gambar 5.9 Komparasi nilai external work antara fase mid stance

dan fase mid swing ... V-15 Gambar 5.10 Gerakan kaki (a) Fase terminal stance (b) Fase terminal

swing ... V-16 Gambar 5.11 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase terminal stance

dan fase terminal swing ... V-18 Gambar 5.12 Komparasi nilai external work antara fase terminal stance


(10)

commit to user

xviii

Gambar 5.13 Gerakan kaki (a) Fase initial contact (b) Fase terminal

stance ... V-21 Gambar 5.14 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase initial contact

dan fase terminal stance ... V-22 Gambar 5.15 Komparasi nilai external work antara fase initial contact

dan fase terminal stance ... V-25 Gambar 5.16 Gerakan kaki (a) Fase loading response (b) Fase pre

swing ... V-26 Gambar 5.17 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase loading response

dan fase pre swing ... V-27 Gambar 5.18 Komparasi nilai external work antara fase loading response

dan fase pre swing ... V-30 Gambar 5.19 Gerakan kaki (a) Fase mid stance (b) Fase mid swing... V-31 Gambar 5.20 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase mid stance

dan fase mid swing ... V-32 Gambar 5.21 Komparasi nilai external work antara fase mid stance

dan fase mid swing ... V-35 Gambar 5.22 Gerakan kaki (a) Fase terminal stance (b) Fase terminal

swing ... V-36 Gambar 5.23 Komparasi nilai torsi dan gaya antara fase terminal stance

dan fase terminal swing ... V-37 Gambar 5.24 Komparasi nilai external work antara fase terminal stance


(11)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Permodelan distribusi berat badan ... II-13 Tabel 4.1 Data anthropometri amputee ... IV-2 Tabel 4.2 Dimensi prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee

mekanisme 2 bar... IV-6 Tabel 4.3 Massa segmen tubuh amputee ... IV-9 Tabel 4.4 Proporsi massa individual segmen tubuh ... IV-10 Tabel 4.5 Panjang titik berat segmen tubuh amputee ... IV-13 Tabel 4.6 Momen inersia segmen tubuh amputee ... IV-14 Tabel 4.7 Data sudut tubuh amputee saat naik permukaan

bidang miring ... IV-41 Tabel 4.8 Data sudut tubuh amputee saat turun permukaan

bidang miring ... IV-42 Tabel 4.9 Perpindahan linear amputee saat naik permukaan

bidang miring ... IV-43 Tabel 4.10 Perpindahan linear amputee saat turun permukaan

bidang miring ... IV-43 Tabel 4.11 Kecepatan dan percepatan pada center of mass foot kaki

normal saat naik permukaan bidang miring ... IV-44 Tabel 4.12 Kecepatan dan percepatan pada ankle joint kaki normal

saat naik permukaan bidang miring ... IV-45 Tabel 4.13 Kecepatan linear segmen tubuh saat naik permukaan

bidang miring ... IV-46 Tabel 4.14 Kecepatan sudut segmen tubuh saat naik permukaan

bidang miring ... IV-47 Tabel 4.15 Variabel dan parameter pengukuran fase initial contact saat

naik permukaan bidang miring ... IV-48 Tabel 4.16 Variabel dan parameter pengukuran fase initial contact saat

turun permukaan bidang miring ... IV-50 Tabel 4.17 Rekapitulasi nilai torsi pada ankle, knee dan hip saat naik


(12)

commit to user

xiv

Tabel 4.18 Rekapitulasi nilai force pada hip saat naik permukaan

bidang miring ... IV-55 Tabel 4.19 External work saat amputee naik permukaan bidang miring ... IV-56 Tabel 4.20 Rekapitulasi nilai torsi pada ankle, knee dan hip saat turun

permukaan bidang miring... IV-57 Tabel 4.21 Rekapitulasi nilai force pada hip saat turun permukaan

bidang miring ... IV-59 Tabel 4.22 External work saat amputee turun permukaan bidang miring.. IV-60 Tabel 5.1 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase initial contact

dan terminal stance ... V-2 Tabel 5.2 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase loading response

dan pre swing ... V-7 Tabel 5.3 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase mid stance dan

mid swing ... V-12 Tabel 5.4 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase terminal stance

dan terminal swing ... V-17 Tabel 5.5 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase initial contact

dan terminal stance ... V-22 Tabel 5.6 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase loading response

dan pre swing ... V-26 Tabel 5.7 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase mid stance dan

mid swing ... V-31 Tabel 5.8 Variabel pengukuran gerakan kaki saat fase terminal stance


(13)

commit to user

viii

ABSTRAK

Isti Khrisna Aminasti, NIM: I0306006. KAJIAN GAIT DYNAMIC PADA BIDANG MIRING BAGI PENGGUNA PROSTHETIC ENDOSKELETAL SISTEM ENERGY STORING KNEE MEKANISME 2 BAR. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, November 2010.

Perkembangan prosthetic atas lutut telah sampai pada pemanfaatan sistem penyimpanan energi yang mampu mengakomodasi keseimbangan berjalan tidak hanya di bidang datar namun juga di bidang miring. Berjalan di bidang miring merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh pejalan kaki termasuk amputee. Obyek penelitian ini adalah sebuah prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini diarahkan untuk mengukur kemampuan prosthetic tersebut dalam menunjang aktifitas berjalan amputee pada bidang miring.

Penelitian ini meliputi perumusan model matematis gait dynamic dan observasi laboratorium. Parameter gerakan diperoleh melalui pengambilan gambar dalam satu siklus berjalan amputee pada bidang miring dengan sudut kemiringan 150. Parameter gerakan tersebut diolah melalui persamaan gerak Lagrange untuk mendapatkan nilai external work serta komponen gaya dan torsi.

Hasil dari penelitian ini adalah delapan model matematik beserta nilai-nilai parameter dinamik gerakan berjalan pada bidang miring. Secara umum, prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar belum menunjukkan performansi yang baik terutama pada fase mengayun.

Kata kunci: bidang miring, prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, gait dynamic.

xxiv + 159 hal; 89 gambar; 31 tabel; 5 lampiran Daftar pustaka: 40 (1961 – 2010)


(14)

commit to user

ix

ABSTRACT

Isti Khrisna Aminasti, NIM: I0306006. GAIT DYNAMIC ANALYSIS ON INCLINE WALKWAY FOR AMPUTEE USING 2 BAR MECHANISM ENDOSKELETAL PROSTHETIC ENERGY STORING KNEE SYSTEM. Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, November 2010.

The latest improvement of above knee prosthetic is the use of energy stored system that accommodate balance body’s walking not only on horizontal but also on incline walkway. Walking on incline walkway can not be evaded for pedestrian include for the amputee. An 2 bar mechanism endoskeletal prosthetic energy storing knee system was the obyek of this research. Therefore, the aim of this research was to identify the ability of that prosthetic to facilitate amputee to walk on incline walkway.

This research comprise both gait dynamic mathematical model formulation and laboratory observation. Motion parameters obtained by capturing amputee gait cycle on 150 incline walkway. Those motion parameters processed through Lagrange equation of motion to obtain external work with its components, force and torque.

The result from this research was the eight mathematical formulation with each gait dynamic parameters on incline walkway. Generally, endoskeletal prosthetic with energy storing knee 2 bar mechanism hasn’t shown good performance during swing phase of walking yet.

Key word: incline walkway, endoskeletal prosthetic with energy storing knee 2 bar mechanism, gait dynamic.

xxiv + 159 p.; 159 pictures; 31 tables; 5 attachments Reference: 40 (1961 - 2009)


(15)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bidang miring merupakan medan berjalan yang lazim ditemukan pada tempat umum. Bidang miring biasa disediakan sebagai fasilitas untuk meningkatkan aksesbilitas berjalan bagi disabled, lansia dan kaum berkebutuhan khusus (Vickers dkk, 2008). Selain itu, bidang miring juga merupakan salah satu bidang yang digunakan sebagai sarana pelatihan berjalan (gait training) bagi disabled khususnya amputee (May,1999). Pada manusia normal, anggota gerak bagian bawah secara fungsional telah mengakomodasi tubuh untuk berjalan pada tangga, doorway dan bidang miring (Perry, 1992). Pada penderita amputasi, ketiadaan kaki digantikan prosthetic sebagai alat bantu untuk menggantikan fungsi anggota gerak bawah. Sehingga secara fungsional, prosthetic harus mampu digunakan di berbagai medan berjalan.

Desain prosthetic atas lutut konvensional pada dasarnya memiliki tingkat kestabilan pada saat berdiri, namun pada mengayun kaki kurang leluasa menggerakkan shank dan foot sehingga tidak mampu beradaptasi dengan perubahan kecepatan dan level ketinggian (Murphy, 1964). Prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar merupakan jenis prosthetic atas lutut yang dirancang dengan menambahkan komponen gas spring pada sendi lutut untuk menggantikan mekanisme otot hamstring dan quadriceps yang berada di sepanjang paha sampai lutut, dimana mekanisme pergerakan sendi dibantu oleh 2 buah bar (penghubung). Gerakan meregang dan mengendur pada gas spring akan mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan penderita amputasi ketika beraktifitas. Rancangan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, diharapkan mampu memperbaiki mekanisme kerja lutut dalam menghasilkan kendali untuk memperhalus ayunan langkah selama fase mengayun pada bidang miring.

Menurut Vickers dkk (2008), gerak berjalan pada level kemiringan tertentu akan berbeda dengan gerak berjalan pada bidang datar. Namun demikian, penelitian gerak berjalan pada manusia normal dan disabled yang berkembang saat ini, lebih banyak terfokus pada bidang mendatar, dengan sedikit adanya


(16)

commit to user

I-2

perhatian penelitian pada bidang miring (McIntosh dkk, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk menganalisis kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring melalui kajian gait dynamic. Kajian gait dynamic merupakan analisis gerakan berjalan pada manusia yang memperhitungkan variabel percepatan dan kecepatan serta berbagai gaya yang menyebabkan perpindahan (Vaughan, 1999). Melalui kajian gait dynamic ini kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam menunjang aktifitas berjalan amputee pada bidang miring dapat diketahui dari karakteristik gait yang terbentuk. Karakteristik gait amputee dilihat berdasarkan komparasi nilai kuantitatif external work, serta komponen gaya dan torsi yang dihasilkan amputee pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, antara kaki normal dengan kaki prosthetic, saat berjalan pada bidang miring, melalui kajian gait dynamic.

Pola berjalan normal menunjukkan gerakan sendi dan besarnya gaya kontak kaki dengan lantai yang relatif simetris antara anggota gerak bagian kanan dan kiri (Barth dkk, 1999). Oleh karena itu prosthetic sebagai pengganti anggota gerak bawah dikatakan baik apabila mampu mengkomodasi gerakan berjalan menyerupai pola berjalan normal. Melalui kajian gait dynamic, dilakukan pengujian untuk mengetahui kontribusi prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar terhadap karakteristik gait amputee yang dilakukan sepanjang periode waktu dalam satu siklus berjalan pada bidang miring.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam menunjang aktifitas berjalan amputee pada bidang miring melalui kajian gait dynamic.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar


(17)

commit to user

I-3

dalam menunjang aktifitas berjalan amputee pada bidang miring melalui kajian gait dynamic. Tahapan prosesnya, sebagai berikut:

1. Menentukan model matematis gait dynamic pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring di setiap fase gerakan dalam satu siklus berjalan.

2. Menentukan nilai external work, serta komponen gaya dan torsi, yang dihasilkan oleh pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring di setiap fase gerakan dalam satu siklus berjalan.

3. Menentukan komparasi nilai external work di setiap fase gerakan, diantara kaki normal dengan kaki prosthetic.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang didapat dari pelaksanaan penelitian ini yaitu memperoleh informasi data ilmiah penggunaan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar melalui kajian gait dynamic sebagai referensi analisis karakteristik gait amputee pada bidang miring serta digunakan dalam pengembangan rancangan dan teknologi prosthetic.

1.5 BATASAN MASALAH

Batasan masalah berfungsi untuk memperjelas obyek penelitian yang diamati. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian, sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan kepada satu orang responden amputee atas lutut, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 49 tahun, dengan stump sepanjang 37 cm masih dapat digerakkan.

2. Prosthetic yang digunakan dalam penelitian merupakan desain awal prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar.

3. Satu siklus gerakan berjalan di bidang miring, maksimal dibagi menjadi delapan fase gerakan. Delapan fase gerakan ini mengacu pada siklus gerakan berjalan pada bidang datar berdasarkan Whittle (2007).

4. Bidang miring yang digunakan dalam penelitian adalah bidang miring dengan kemiringan 150. Spesifikasi kemiringan ini berdasarkan Redfern dkk (1997),


(18)

commit to user

I-4

dimana untuk bidang miring dengan kemiringan 200 tidak diujikan karena spesifikasi kemiringan bidang disesuaikan dengan desain prosthetic yang digunakan dalam penelitian dimana maksimal gerakan plantarflexion dan dorsiflexion pada bagian ankle sebesar 170.

5. Penelitian gerak berjalan amputee, dilakukan dengan menggunakan bantuan harness dan parallel bar (handraill) sebagai peralatan keselamatan ketika berjalan pada bidang miring.

6. Pengukuran gerak berjalan amputee, dilakukan tanpa adanya beban tambahan. 7. Kajian gerakan jalan dilakukan pada bidang sagital dari bidang tubuh manusia. 8. Model perhitungan gait dynamic yang dikembangkan pada penelitian ini

adalah Lagrange.

9. Karakteristik gait yang diamati hanya berdasarkan data kuantitatif dari hasil perhitungan model matematis yang dikembangkan dalam penelitian.

1.6 ASUMSI PENELITIAN

Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian, sebagai berikut:

1. Gaya gesek antara kaki dengan landasan bidang miring mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap aktivitas berjalan (tidak menimbulkan slip), sehingga tidak diperhitungankan dalam pengukuran external work, komponen gaya dan torsi.

2. Pegas pada komponen ankle joint prosthetic mempunyai dimensi dan massa yang relatif kecil, sehingga gaya pegas pada ankle joint prosthetic dianggap tidak mempengaruhi keseluruhan gaya yang dibutuhkan ketika berjalan. 3. Gaya berat segmen tubuh terjadi pada center of mass (COM).

4. Anggota upper body (kepala, leher, tangan, dan batang tubuh) pengguna prosthetic dianggap sebagai satu kesatuan beban.

5. Sudut yang terbentuk pada bagian hip joint diasumsikan bernilai konstan 900 untuk semua fase gerakan, dalam memperoleh karakteristik gerakan berjalan yang sesuai dengan gerakan pada manusia normal akibat penggunaan harness dan parallel bar.

6. Capture gait yang terbentuk diasumsikan sebagai capture gait amputee yang paling terlatih pada bidang miring.


(19)

commit to user

I-5

1.7 SISTEMATIKA PENELITIAN

Penyusunan tugas akhir, disusun secara sistematis dan berisi uraian pada setiap bab untuk mempermudah pembahasan penelitian. Adapun pokok-pokok permasalahan dalam penelitian dapat dibagi menjadi enam bab, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pengantar laporan penulisan tugas akhir yang menguraikan latar belakang masalah diadakannya penelitian, perumusan masalah bedasarkan latar belakang masalah penelitian yang diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penelitian. Pengantar penelitian dimaksudkan untuk memberikan wacana serta memperjelas fokus penelitian sesuai tujuan, manfaat dan asumsi yang diajukan, untuk menjawab permasalahan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan sebagai dasar pemikiran, wawasan serta sebagai landasan yang memberikan penjelasan secara garis besar mengenai metode yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka berasal dari berbagai literatur tertulis, diantaranya buku, jurnal, karya ilmiah, maupun berbagai sumber lainnya. Teori yang dikemukakan berupa penjelasan mengenai gerakan berjalan, analisis gerak biomekanika, anthropometri data biomekanika, keseimbangan gerak biomekanika, kajian work, gaya dan torsi pada segmen tubuh, persamaan gerak Lagrange, energy storing knee, serta kajian bidang miring sebagai tempat penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan gambaran terstruktur yang disusun dalam flow chart dari alur pelaksanaan penelitian tugas akhir. Pada bab ini diuraikan materi penelitian, alat, tata cara penelitian, variabel dan data yang dikaji serta cara analisis yang dipakai untuk menarik kesimpulan. Kerangka metodologi penelitian disusun mulai dari tahap identifikasi permasalahan awal, tahap pengumpulan dan pengolahan


(20)

commit to user

I-6

data, serta analisis karakteristik gait bagi pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, sesuai dengan usulan permasalahan yang diangkat. Data yang dikumpulkan berupa data antropometri amputee, data dimensi prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar, data pengukuran sudut gerakan pada ankle, knee dan hip joint serta data pengukuran kecepatan dan percepatan di setiap fase gerakan dalam satu siklus berjalan pada bidang miring. Selanjutnya, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan pendekatan Lagrange motion untuk mengetahui kontribusi prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam mengakomodasi gerakan berjalan amputee pada bidang miring.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Tahap analisis dan interpretasi hasil berisi pembahasan permasalahan yang ada berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Bab ini menguraikan analisis karakteristik gait pada pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang berisi uraian pencapaian tujuan penelitian yang diperoleh dari analisis pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan data serta saran-saran perbaikan bagi teknologi prosthetic.


(21)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan mengenai konsep biomekanik dan gerakan manusia digunakan sebagai landasan teori yang memberikan acuan dalam mengevaluasi masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Konsep biomekanik digunakan untuk memodelkan manusia dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari link dan joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan. Perilaku dinamik dari sebuah sistem dinyatakan dalam besaran kinematik dan kinetika. Besaran kinematik meliputi posisi, kecepatan, dan percepatan, dari sistem, sedangkan besaran kinetika melibatkan gaya yang menyebabkan sistem tersebut bergerak. Tinjauan pustaka mengenai prinsip gerakan berjalan dan prinsip biomekanik keseimbangan gerak berjalan manusia diperlukan untuk mengetahui keseluruhan konsep pendukung kajian gait dynamic pada pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar di bidang miring.

2.1HUMAN GAIT

Berdasarkan Vaughan dkk (1999), dua hal mendasar yang diperlukan untuk berjalan yaitu periodik gerakan setiap kaki dari satu posisi yang mendukung langkah pada posisi berikutnya dan gaya reaksi tanah yang cukup pada kaki yang memberi kestabilan pada tubuh saat berjalan. Pola gerakan yang menyebabkan cedera dan berbagai bentuk penyesuaian untuk dapat bergerak secara lebih efisien, dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik berjalan manusia (Perry, 1992).

2.1.1 Gait Cycle

Perry (1992), mengartikan berjalan sebagai gerakan tubuh untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Berjalan adalah rangkaian gait cycle, dimana satu gait cycle dikenal dengan sebutan langkah (stride). Setiap langkah dalam gait cycle terdiri dari dua step. Step dikatakan sebagai interval diantara dua kaki saat melangkah. Gait cycle dengan step dan stide ini akan terus berulang ketika berjalan (Whittle, 2007).


(22)

commit to user

II-2

Gambar 2.1 Step dan stride dalam gait cycle

Sumber: Whittle, 2007

Menurut Perry (1992), pada dasarnya gait cycle terdiri dari 2 periode, yaitu periode berdiri (stance) dimana kaki mengenai landasan dan periode mengayun (swing) dimana kaki tidak mengenai landasan. Gait cycle dibagi kedalam delapan fase yang memiliki tiga tugas fungsional anggota tubuh diantaranya, weight acceptance, single support dan limb advancement (Perry, 1992). Pada gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan pembagian gait cycle menurut Rose dan Gamble (2006).

Gambar 2.2 Pembagian gait cycle

Sumber: Rose dan Gamble, 2006

2.1.2 Fase Gait Cycle

Setiap fase dalam gait cycle memiliki persentase waktu tertentu. Vaughan (1999), menganalogikan gait cycle sebagai gerak putar roda. Siklus pola gerakan roda tersebut, menggambarkan titik awal roda akan berputar, langkah


(23)

commit to user

II-3

demi langkah menuju ke titik awal. Pada persentase waktu gait cycle, 60% dilakukan pada periode berdiri (stance) dan 40% pada periode berayun (swing). Berikut ini masing-masing fase gait cycle (Perry, 1992; Whittle, 2007), yaitu:

1. Initial contact (heel strike),

Initial contact merupakan koneksi awal dari gait cycle (initial contact/heel strike), dimana menjadi periode pertama dari stance phase. Heal strike (calcaneous) merupakan tulang pertama yang menyentuh landasan. Pada gambar 2.3, terlihat kaki kanan (grey) sebagai heel strike, sedangkan kaki kiri (biru) berada pada fase terminal stance (heel off ).

Gambar 2.3 Gerakan kaki pada fase initial contact

Sumber: Whittle, 2007

Bagian anggota gerak bawah pada posisi ini menjaga stabilisasi awal dalam periode berdiri. Sesaat setelah kaki mengenai landasan, bagian hip bergerak flexion sebesar 250, ankle bergerak dorsiflexion sejauh 00-100 menuju posisi normal, dan lutut dalam keadaan flexion di bawah center of mass sejauh 00-150.

Pada posisi initial contact bagian trunk berputar, bahu kiri dan sisi kanan pelvis bergerak menjauh ke sisi depan meninggalkan lengan kiri yang berayun ke belakang. Jumlah ayunan lengan bervariasi pada setiap orang dan meningkat seiring bertambahnya kecepatan berjalan. Ketika posisi initial contact Murray (1967) dalam Whittle (2007), menemukan rata-rata siku flexion sebesar 80 dan bahu flexion sebesar 450.

2. Loading response (foot flat),

Fase loading response terjadi pada persentase waktu sekitar 10% dari gait cycle (Perry, 1992). Selama fase loading response, kaki melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan dan dalam keadaan rata (foot flat) dengan landasan


(24)

commit to user

II-4

(lihat kaki warna grey pada gambar 2.4). Berat badan secara penuh dipindahkan ke kaki kanan (grey), sedangkan kaki lainnya berada pada fase pre swing.

Gambar 2.4 Gerakan kaki fase loading response

Sumber: Whittle, 2007

Pada posisi ini terjadi penyerapan goncangan saat berjalan dan stabilisasi awal dalam periode berdiri. Menggunakan heel sebagai tumpuan ayunan, bagian knee bergerak 150 flexion untuk menahan goncangan sekaligus menyerap energi untuk mengayunkan kaki. Ankle bergerak 100 plantar flexion untuk membatasi ayunan tumit dengan kaki depan yang melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan.

Bagian atas tubuh selama loading response, trunk berada pada posisi terbawah sekitar 20 mm di bawah posisi normal. Bagian arms bergerak secara maksimal ke posisi depan dan belakang, sedangkan bagian hip memanjang akibat kontraksi otot ekstensor sejauh 250, saat fase loading response.

3. Mid stance,

Fase mid stance terjadi pada periode waktu gait cycle 10-30% (Perry, 1992). Fase ini dimulai sesaat sebelum heel meninggalkan landasan sehingga kaki berada sejajar dengan kaki bawah bagian depan. Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh kaki pada periode stance (kaki kanan, warna grey), sedangkan kaki lain (kaki kiri, warna biru) berada fase mid swing (gambar 2.5).


(25)

commit to user

II-5

Gambar 2.5 Gerakan kaki fase mid stance

Sumber: Whittle, 2007

Kestabilan trunk dan anggota gerak bawah menjadi penting dalam posisi ini. Selam fase ini, knee mencapai puncak extension sampai pada sudut elevasi 00 dalam fase berdiri dan mulai untuk bergerak memanjang kembali. Pada posisi ini trunk berada pada titik tertinggi 20 mm di atas posisi normal. Bagian arms bergerak berlawanan arah gerakan leg. Sedangkan bagian trunk bergerak kembali ke posisi normal, sebagai akibatnya bagian bahu dan pelvis juga berada dalam posisi netral sebelum kembali berputar arah saat bergerak pada posisi berikutnya. Bagian ankle bergerak dorsi flexion pada 50-100.

4. Terminal stance (heel off),

Fase terminal stance pada saat heel kaki kanan (grey) meninggi (mulai meninggalkan landasan) dan dilanjutkan sampai dengan heel dari kaki biru mulai mengenai landasan, seperti terlihat pada gambar 2.6. Fase terminal stance disebut juga dengan fase heel off karena heel kaki pada periode stance tidak mengenai landasan (Perry, 1992). Fase ini terjadi pada periode waktu gait cycle 30-50% dimana berat badan dipindahkan dan bertumpu ke bagian bawah kaki depan (toe).

Gambar 2.6 Gerakan kaki pada fase terminal stance

Sumber: Whittle, 2007

Saat tubuh bergerak ke depan, beban tubuh berpindah dari bagian tumit ke bagian jari kaki. Saat fase ini, bagian heel meninggi yang diikuti kenaikan knee


(26)

commit to user

II-6

flexion 00-400 dan hip extension 200-00. Kenaikan bagian heel menyebabkan trunk bergerak turun dari posisi tertingginya. Ankle dalam posisi peralihan dari dorsi flexion sebesar 100 lalu bergerak 200 plantar flexion. Posisi tubuh mulai jatuh ke depan dengan salah satu kaki berayun untuk mencapai tanah. Dalam posisi ini berat tubuh mulai berpindah dari belakang menuju left leg.

5. Pre swing (toe off),

Fase pre swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh kaki kiri (biru), dan kaki kanan (grey) berada posisi meninggalkan landasan untuk melakukan periode mengayun (toe-off), seperti ditunjukkan oleh gambar 2.7. Periode waktu pre swing terjadi pada persentase waktu gait cycle 50-62%, dan mulai terjadi pelepasan berat tubuh oleh kaki yang bersangkutan (Perry, 1992).

Gambar 2.7 Gerakan kaki pada fase pre-swing

Sumber: Whittle, 2007

Posisi ini menyebakan terjadi rotasi yang extreme pada tubuh bagian atas, dimana bagian trunk, arms, dan trunk berotasi dari titik normalnya. Dalam posisi ini, bagian hip tetap dalam kondisi flexion sedangkan knee flexion bergerak menurun dari sudut elevasi sebesar 400 hingga 00. Ankle berada dalam puncak plantar flexion dimana membentuk sudut sebesar 250.

6. Initial swing (acceleration),

Fase swing merupakan fase dimana kaki tidak berada di landasan atau pada posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase, yaitu: Initial swing, mid swing, dan terminal swing. Fase keenam merupakan fase initial swing, dimana kaki mulai melakukan ayunan. Persentase initial swing adalah 62-75% dari periode waktu gait cycle (Perry, 1992). Fase initial swing dimulai pada saat


(27)

commit to user

II-7

telapak kaki kanan (grey) mulai diangkat dari posisi landasan (toe off), sedangkan kaki kiri (biru) berada pada posisi midstance, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.8.

Gambar 2.8 Gerakan kaki fase pada initial swing

Sumber: Whittle, 2007

Saat kaki diangkat, anggota badan naik dengan adanya 150 hip flexion and peningkatan knee flexion sampai 600. Bagian ankle secara parsial berada dalam posisi 100 plantar flexion. Pada posisi ini, bagian atas tubuh bergerak menyesuaikan keseimbangan gerakan kaki.

Saat kaki dalam posisi berdampingan, trunk berada dalam posisi tertinggi dan secara maksimal memindahkan posisi kaki untuk bergerak naik saat posisi kaki yang lain dalam keadaan berdiri. Bagian arms berada pada posisi yang sama, tangan yang satu bergerak maju dan yang lainnya bergerak mundur.

7. Mid swing,

Gambar 2.9 menunjukkan fase mid swing yang dimulai pada akhir initial swing dan dilanjutkan sampai kaki kanan (grey) mengayun maju berada di depan anggota badan sebelum mengenai landasan. Fase mid swing terjadi pada periode waktu gait cycle 75-85%, dimana kaki kiri (biru) berada pada fase terminal stance (Perry, 1992). Pada fase ini juga terjadi gerak perpanjangan tungkai kaki dalam persiapan melakukan fase heel strike.

Gambar 2.9 Gerakan kaki pada fase mid-swing


(28)

commit to user

II-8

Pada posisi ini bagian trunk kehilangan posisi tertingginya dan bergerak dari titik maksimalnya untuk menahan kaki kiri kembali ke posisi midline. Hal ini juga disebabkan terjadinya hip flexion sebesar 250 dari fase sebelumnya yang mendukung anggota tubuh ke arah anterior dari titik berat tubuh. Bagian knee mengikuti respon gravitasi, dimana ankle pada posisi dorsi flexion menuju posisi netral (00). Lengan kanan berada di posisi depan dan bagian kanan dari pelvis pada posisi di sisi depan kiri.

8. Terminal swing (decceleration),

Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada periode waktu gait cycle 85-100% (Perry, 1992). Fase terminal swing dimulai saat akhir dari fase mid swing, dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan maksimum dan berhenti saat heel telapak kaki kanan (grey) mulai mengenai landasan. Pada periode ini, posisi kaki kanan (grey) berada kembali berada depan anggota badan, seperti pada posisi awal gait cycle, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.10.

Gambar 2.10 Gerakan kaki pada fase terminal swing

Sumber: Whittle, 2007

Gerakan ke depan anggota badan disempurnakan oleh adanya ekstensi lutut. Hip bertahan dalam posisi 250 flexion, dimana knee berada dalam posisi flexion, begitu pula bagian ankle bergerak dorsi flexion menuju posisi netral (00). Dengan gerakan demikian anggota tubuh siap untuk kembali dalam posisi berdiri.

2.1.3 Gait Analysis

Gait analysis merupakan studi sistematis tentang gerakan berjalan manusia, dimana menggunakan berbagi peralatan yang digunakan dalam mnegukur gerak tubuh, mekanika tubuh dan aktifitas yang terjadi pada otot ketika bergerak (Whittle, 2007). Gait analysis mempunyai dua tujuan yaitu, pertama untuk membantu dalam menentukan jenis treatment yang tepat bagi pasien dan


(29)

commit to user

II-9

yang kedua digunakan untuk lebih memahami pola berjalan manusia melalui suatu penelitian gerak berjalan.

2.1.4 Gait Training

Gait training atau disebut pelatihan berjalan memainkan peranan penting dalam adaptasi penggunaan prosthtetic bagi amputee. Gait training mempunyai beberapa tujuan diantaranya, untuk membantu amputee beradaptasi dengan kondisi barunya, membantu amputee untuk memperoleh berat optimal dari prosthetic yang dikenakan, membantu meningkatkan keseimbangan dan reaksi terhadap gangguan ketika berjalan, membantu memperoleh pola berjalan optimal amputee kembali, untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan ketika berjalan dan membantu amputee untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti duduk serta berjalan pada bidang miring. Semua proses ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan diri bagi amputee untuk hidup kembali dalam masyarakat. Langkah-langkah gait training (International Committee of the Red Cross USA, 2008), sebagai berikut:

1. Pelatihan berat dan keseimbangan.

Pada langkah ini dilakukan pelatihan keseimbangan saat amputee berdiri dengan prosthetic menggunakan bantuan parallel bar.

2. Pelatihan berjalan.

Langkah kedua ini, amputee melakukan pelatihan berjalan menggunakan prosthetic yang diawali dengan menumpukan kedua tangan pada parallel bar dan secara bertahap amputee dilatih untuk berjalan tanpa bantuan parallel bar. 3. Pelatihan lanjutan

Pelatihan lanjutan merupakan bentuk pelatihan berjalan dimana amputee akan dilatih mempertahankan keseimbangan saat melakukan aktifitas dengan menggunakan prosthetic. Misalnya saja berjalan dengan mendribel bola basket, berjalan pada area berbatu dan tidak rata serta berjalan menaiki dan menuruni area bidang miring.

4. Pelatihan fungsional

Pada tahap akhir ini, amputee dilatih untuk dapat melakukan kegiatan fungsional sehari-hari dengan prosthetic yang dikenakan. Pelatihan diantaranya


(30)

commit to user

II-10

dilakukan untuk dapat duduk dalam sebuah kursi, berjalan menaiki dan menuruni tangga serta melatih untuk duduk kemudian berdiri kembali.

2.2ANALISIS GERAK BIOMEKANIKA

Menurut Hatze (1974) dalam Knudson (2007), biomekanika merupakan ilmu mekanika teknik untuk menganalisa gerakan yang terjadi pada tubuh. Secara umum biomekanika didefinisikan sebagai ilmu yang menggunakan konsep fisika dan teknik untuk menjelaskan gerakan pada bermacam-macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja pada bagian tubuh pada aktivitas sehari-hari.

Gerak mengandung arti perubahan tempat atau posisi. Secara definitif gerak diartikan sebagai perubahan posisi yang terjadi dalam suatu periode waktu dan relatif terhadap suatu titik acuan dalam lingkungan (Hamill dan Knutzen, 2009). Gerakan-gerakan yang terjadi pada tubuh manusia bekerja pada garis-garis imaginer yang membagi sumbu tubuh dalam satu titik pusat. Bidang yang membagi kategori gerakan tubuh terdiri dari tiga bidang yaitu sagital plane yang membelah tubuh menjadi bagian kanan dan kiri, frontal plane yang membelah tubuh menjadi bagian depan dan belakang serta transverse plane yang membelah tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Referensi bidang ini penting digunakan untuk menyediakan uraian spesifik dalam suatu gerakan (Hall, 1999).

Gambar 2.11 Posisi anatomi manusia


(31)

commit to user

II-11

Menurut Hamill dan Knutzen (2009), analisis biomekanik gerakan manusia dapat dilakukan melaui dua perspektif pendekatan, kinematika dan kinetika. Perpektif analisis kinematik menekankan pada pendeskripsian gerak tanpa mempedulikan gaya penyebab gerakan. Studi kinematika terdiri atas penguraian gerakan yang menyebabkan seberapa cepat benda bergerak, seberapa tinggi benda bergerak dan berapa jauh perpindahannya. Sehingga posisi, kecepatan dan gerakan adalah perhatian utama pada analisa kinematik. Contoh analisis kinematik pada pelari misalnya, kecepatan pelari, panjang langkah dan kecepatan angular saat hip extension. Kinetik merupakan area studi yang menekankan gaya penyebab gerakan (Knudson, 2007). Analisis yang dilakukan adalah dengan menguraikan gaya yang menyebabkan gerakan. Evaluasi terhadap gaya yang dihasilkan pada tubuh sangat penting dilakukan, karena bertanggungjawab pada terbentuknya seluruh gerakan dan untuk mempertahankan posisi atau postur tubuh saat kita tidak bergerak.

2.3ANTROPOMETRI DATA BIOMEKANIKA

Anatomi tubuh manusia terdiri dari segmen tubuh yang dihubungkan oleh persendian. Analisis biomekanika digunakan untuk memodelkan manusia dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari link (penghubung) dan joint (sambungan). Link mewakili segmen tubuh dan joint menggambarkan sendi yang ada. Menurut Chaffin dkk (1999), tubuh manusia terdiri dari enam link, sebagai berikut:

1. Link lengan bawah yang dibatasi oleh joint telapak tangan dan siku. 2. Link lengan atas yang dibatasi oleh joint siku dan bahu.

3. Link punggung yang dibatasi oleh joint bahu dan pinggul. 4. Link paha yang dibatasi oleh joint pinggul dan lutut. 5. Link betis yang dibatasi oleh joint lutut dan mata kaki.


(32)

commit to user

II-12

Gambar 2.12 Tubuh sebagai sistem enam link dan joint

Sumber: Chaffin dkk, 1999

Menurut Chaffin dkk (1999), anthropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan pengukuran massa, bentuk, ukuran dan inersial tubuh manusia. Hasil dari pengukuran ini berupa data statistik yang menggambarkan ukuran, massa dan bentuk tubuh manusia. Data anthropometri merupakan fundamen dasar biomekanika yang digunakan untuk membangun model biomekanika yang mengkaji kekuatan dan gaya pada tubuh manusia.

Pengukuran anthropometri segmen tubuh manusia disetarakan dengan model benda jamak. Panjang setiap link diukur berdasarkan persentase tertentu dari tinggi badan, sedangkan beratnya diukur berdasarkan persentase dari berat badan. Penentuan center of mass tiap link didasarkan pada persentase standar yang diadaptasi dari penelitian Dempster (1955) dalam Chaffin dkk (1999) seperti digambarkan pada gambar 2.13. Link tiap segmen berotasi di sekitar sambungan dan secara mekanika terjadi mengikuti hukum Newton. Prinsip-prinsip ini digunakan untuk menyatakan gaya mekanik pada tubuh dan gaya otot yang diperlukan untuk mengimbangi gaya-gaya yang terjadi.


(33)

commit to user

II-13

Gambar 2.13 Permodelan titik-titik pusat massa dempster

Sumber: Chaffin dkk, 1999

Pada penentuan massa tiap segmen, tubuh manusia digambarkan sebagai stick diagram seperti pada pemodelan Dempters (1955) dalam Chaffin dkk (1999). Persentase massa segmen tubuh ditentukan berdasarkan pemodelan distribusi berat tubuh (Webb Associaties, 1978 dalam Chaffin dkk, 1999).

Tabel 2.1 Pemodelan distribusi berat badan

Sumber: Webb Associaties, 1978

Inersia merupakan kecenderungan suatu benda untuk mempertahankan keadaanya (Winter, 1990). Pada tubuh manusia, segmen yang bergerak rotasi terhadap sendi tubuh, mempunyai ukuran inersia yang selain ditentukan oleh

a. Head 73,80 % b. Neck 26,80 % a. Thorax 43,80 % b. Lumbar 29,40 % c. Pelvis 26,80 % a. Upperarm 54,90 % b. Forearm 33,30 % c. Hand 11,80 % a. Tight 63,70 % b. Shank 27,40 %

c. Foot 8,90 %

15,70 % Group Segment (%) of

Total Body Weight

Individual Segment (%) of Group Segment Weight Head and

Neck

Torso

Total Arm

Total Leg

8,4 %

50,0 %


(34)

commit to user

II-14

massa benda juga dipengaruhi oleh pola distribusi massa terhadap sumbu rotasi yang disebut momen inersia. Momen inersia merupakan hasil kali massa (m) dengan kuadrat jarak benda terhadap pusat massa (ρo).

I = m. ρo2... (2.1)

dengan, I = Momen inersia (kg.m2) m = Massa (kg)

ρo = Pusat massa/Radius gyration (m)

2.4STUDI GERAK BIOMEKANIKA

Pada pengguna prosthetic, analisis biomekanika digunakan untuk mengetahui pola berjalan amputee apakah telah sesuai dengan pola berjalan normalnya (Radcliffe dan Foort, 1961). Hal ini diketahui dengan keseimbangan gaya, momen serta tingkat keluaran energi selama amputee berjalan dalam suatu periode waktu.

2.4.1 Keseimbangan, Equilibrium dan Stabilitas Gerak

Keseimbangan, equilibrium dan stabilitas merupakan tiga hal yang esensial dalam studi tentang gerak (Thompson, 1994). Ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh adanya gaya yang terjadi pada suatu obyek. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai posisi. Keseimbangan juga diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan kondisi equilibrium baik statis maupun dinamis (Thompson, 1994). Hall (1999) menyebutkan bahwa equilibrium merupakan karakteristik keadaan dimana terjadi keseimbangan gaya dan torsi (momen gaya). Tubuh dalam kondisi equilibrium ketika dalam keadaan diam (motionless) atau bergerak dengan kecepatan konstan. Ketika tubuh dalam keadaan diam, misalnya keseimbangan saat berdiri dengan satu kaki, kondisi ini disebut sebagai static

equilibrium. Dynamic equilibrium merupakan kondisi dimana terjadi

keseimbangan antara gaya luar dan gaya inersial pada obyek yang bergerak. Tubuh yang bergerak dikatakan dalam kondisi dynamic equilibrium, apabila


(35)

commit to user

II-15

semua gaya yang bereaksi pada tubuh seimbang dengan gaya inersial yang melawan gaya reaksi tubuh tersebut, sehingga tidak terjadi pertambahan kecepatan ataupun perubahan arah gerak. Sedangkan stabilitas merupakan kemampuan untuk menahan perubahan pada tubuh yang bergerak dengan percepatan tertentu (Thompson, 1994).

2.4.2 Torsi

Menurut Hall (1999), selain bergerak sesuai arah bekerjanya, benda cenderung untuk memutar dalam suatu sumbu. Perputaran benda tersebut dikarenakan adanya gaya yang menyebabkan perpindahan, atau disebut torsi. Torsi (T) yang juga dikenal sebagai puntiran (momen gaya) merupakan hasil kali antara gaya (F) dan lengan gaya (d).

T = F x d... (2.2)

Gambar 2.14 Sebuah torsi

Sumber: Lohat, 2010

Pada tubuh manusia, torsi dibangkitkan oleh otot dalam suatu pusat persendian yang merupakan hasil dari gaya yang bereaksi terhadap jarak antara garis gaya otot dengan pusat persendian tersebut (Hall, 1999). Saat segmen bergerak pada suatu persendian, terjadi perubahan torsi pada otot yang melintasi persendian. Saat berjalan, secara signifikan akan lebih banyak gaya dibutuhkan ketika torsi dibangkitkan oleh single support foot dimana hanya salah satu kaki yang berfungsi sebagai tumpuan tubuh.

Young dan Freedman (1999) menyatakan bahwa torsi merupakan besaran vektor, sehingga selain mempunyai besar, torsi juga mempunyai arah. Suatu vektor T mempunyai arah tegak lurus terhadap bidang benda. Arah T adalah tergantung pada arah berputarnya benda akibat gaya F dan d yang merupakan jarak gaya dari titik acuan (sumbu 0). Apabila arah rotasi berlawanan dengan putaran jarum jam, maka torsi bernilai positif. Sebaliknya, apabila arah rotasi


(36)

commit to user

II-16

searah dengan putaran jarum jam, maka arah torsi bernilai negatif. Penentuan arah torsi secara umum dilakukan dengan menggunakan kaidah aturan tangan kanan.

2.4.3 Work

Work merupakan kombinasi lain dari analisis kinematika dan kinetika (Karduna, 2004). Secara ilmiah work terjadi ketika gaya bekerja pada suatu objek sehingga objek bergerak dalam jarak tertentu. Sebuah gaya melakukan work apabila benda yang dikenai gaya mengalami perpindahan. Work merupakan besaran skalar, dimana satuan dalam Sistem Internasional (SI) adalah Joule. Secara matematis, usaha yang dilakukan oleh gaya didefinisikan sebagai hasil kali perpindahan (s, θ) dengan gaya (F, T) yang searah dengan perpindahan.

Wtranslasi = F x s

Wrotasi = T x θ... (2.3)

Gambar 2.15 Usaha oleh sebuah gaya

Sumber: Lohat, 2010

Analisis perubahan kerja mekanik dalam center of mass (COM) pada gerakan berjalan manusia dibedakan menjadi dua macam perspektif (Willems, 1994). Perspektif pertama adalah internal work dimana merupakan perubahan energi mekanik relatif terhadap COM akibat gaya internal yang menyebabkan terjadinya pergerakan pada tubuh. Perspektif kedua adalah external work dimana berkebalikan dengan konsep internal work. Pergerakan segmen tubuh relatif terhadap COM yang diakibatkan adanya gaya eksternal dimana terjadi perubahan energi relatif terhadap COM disebut sebagai external work.

2.4.4 Energi

Whittle (2007) mengemukakan, keistimewaan dari normal gait adalah bagaimana energi disimpan dalam jumlah yang optimal saat berjalan. Salah satu bentuk pola abnormal gait adalah hilangnya kestabilan yang menyebabkan pengeluaran energi yang berlebihan sehingga tubuh mudah lelah. Pengukuran


(37)

commit to user

II-17

transfer energi selama berjalan pada persendian dan konsumsi energi secara keseluruhan merupakan bagian penting dalam analisis cara berjalan ilmiah.

Energi didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan kerja (Winter, 1990). Usaha dilakukan ketika energi dipindahkan dari satu benda ke benda lain. Jumlah total energi pada sistem dan lingkungan bersifat kekal (Young dan Freedman, 1999). Energi tidak pernah hilang, tetapi hanya dapat berubah bentuk dari satu bentuk energi menjadi bentuk energi lain. Secara garis besar, energi terbagi dalam dua macam, energi potensial dan energi kinetik.

Energi kinetik (KE) merupakan energi gerak. Tubuh memproses energi kinetik hanya saat tubuh dalam keadaan bergerak. Jika tubuh tidak bergerak maka (v=0) besarnya energi kinetik juga nol. Berikut persamaan matematis energi kinetik dalam gerak translasi dan gerak rotasi (angular).

2 2 1

mv KEtranslasi

2

2 1

I

KErotasi ... (2.4) dengan, KE = Energi kinetik (J)

m = Massa (kg) v = Kecepatan (m/s)

Bentuk yang lain dari energi adalah energi potensial, dimana merupakan energi yang menyatakan posisi suatu objek. Persamaan matematis energi potensial, sebagai berikut:

EP = mgh... (2.5) dengan, EP = Energi potensial (J)

m = Massa (kg)

g = Gaya gravitasi (m/s2) h = Tinggi pusat massa (m)

Pada aplikasi biomekanik perubahan energi potensial disebabkan oleh adanya perubahan tinggi dari pusat massa, karena biasanya massa tubuh manusia cenderung tetap. Hall (1999) menyatakan, energi potensial seringpula disebut sebagai energi penyimpanan. Hal ini merupakan bentuk implikasi dari adanya energi kinetik dalam tubuh ketika bergerak. Salah satu bentuk potensial energi adalah spring potensial energy (Epegas) atau energi potensial elastis.


(38)

commit to user

II-18

2

2 1

kx

Epegas ... (2.6)

dengan k merupakan konstanta elastis yang menunjukkan keelastisan bahan atau kemampuan untuk menyimpan energi dan berdeformasi. Sedangkan x menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi otot.

2.4.5 Persamaan Gerak Lagrange

Model matematika digunakan dalam menemukan solusi optimal gerakan manusia yang dianalogikan dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari stick diagrams pada setiap joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan. Perilaku dinamik dari sebuah sistem dinyatakan dalam besaran kinematik dan kinetika. Pada penelitian ini kajian gait dynamic dirumuskan melalui persamaan Lagrange berdasarkan Winter (1990). Lagrange merupakan konsep matematik dinamis yang menghubungkan konsep energi dengan displacement, kecepatan dan usaha (work) sebagai fungsi dari generalized coordinates, untuk memperoleh turunan kedua dari persamaan gerak.

Lagrangian (L) dari suatu sistem dikatakan sebagai perbedaan antara jumlah energi kinetik yang terjadi dalam sistem dan jumlah energi potensial dalam sistem.

L = KE - PE... (2.7) Bentuk umum teori Lagrange tentang gerak terdapat dalam persamaan 2.8.

i i i

Q q

L q

L dt

d

   

 

 ... (2.8) dengan t menunjukkan waktu, q menunjukkan generalized coordinat dan Q menunjukkan generalized force. Adapun generalized coordinates (q) digambarkan sebagai parameter yang merepresentasikan sistem konfigurasi secara jelas dalam sistem koordinat.

[q]t = [q1, q2, ...., qn]... (2.9)

Langkah awal yang dilakukan untuk merumuskan Lagrange adalah menyatakan semua variabel sesuai referensi sistem. Variabel-variabel ini meliputi, referensi sistem gerak, point, segment, torsi dan gaya yang ada dalam sistem. Pada referensi sistem, point (pt) merepresentasikan titik asal referensi sistem, pusat


(39)

commit to user

II-19

massa dari segmen, titik dimana gaya eksternal terjadi dan pusat joint. Bentuk referensi gerak local reference system (LRS) diberikan jika titik asal dan orientasi gerak relatif terhadap global reference system (GRS) telah dinyatakan. Menggunakan notasi link (i, j), sebuah point (pt) yang bergerak relatif terhadap referensi sistem digambarkan, sebagai berikut:

Pt(i) = [j, xi, yi] ... (2.10)

Dengan cara yang sama, gerak LRS(j) dengan titik asal pada pt (k) dinotasikan berikut ini.

LRS(j) = [k, θj] ... (2.11)

Segment (Seg) pada referensi sistem digunakan untuk menggambarkan letak pusat massa dalam sistem, termasuk partikel dan rigid segment.

Seg(i) = [Pt, mi, Ii]

Seg(2) = [2, m2, I2] ... (2.12)

Sebagai bagian dari variabel model, gaya external (j) yang berlaku pada point a yang memuat komponen-komponen gaya yang bekerja pada sistem, digambarkan dalam persamaan 2.13 berikut ini.

Frc(j) = [Pt, Fx, Fy] ... (2.13)

Sama halnya dengan gaya external, torsi juga merupakan variabel yang membangun model pada sistem. Besar torsi i yang berlaku pada segment dan point j dan k, sebagai berikut:

Trq(i) = [j, k, t] ... (2.14) Kontribusi besarnya gaya dan torsi eksternal yang berlaku pada sistem terhadap generalized force dirumuskan dalam persamaan berikut ini.

i i

q W Q

 

 ... (2.15) Dalam merumuskan persamaan Lagrange diperlukan vektor perpindahan dan kecepatan yang memuat semua point dalam sistem. Rumusan vektor perpindahan dan kecepatan terdapat dalam persamaan 2.16.

Disp(i) = [xi, yi, zi]


(40)

commit to user

II-20

External work merupakan himpunan usaha yang bereaksi pada tubuh baik secara rotasional maupun translasional yang menyebabkan tubuh atau sutu obyek bergerak. Jumlah external work dihitung dari total work yang bekerja pada segment tubuh ketika bergerak. Persamaan gerak untuk setiap generalized

coordinates dirumuskan dengan menurunkan persamaan Lagrang terhadap

sejumlah variabel yang berlaku dalam sistem.

2.5Prosthetic Atas Lutut

Prosthetic kaki merupakan alat pengganti anggota gerak tubuh bagian bawah yang hilang (Ardiyanto, 2009). Pada transfemoral amputee, ketiadaan kaki bagian atas lutut (above-knee) menyebabkan amputee kehilangan sebagian paha,

knee, shank, dan bagian foot. Penggunaan prosthetic harus mampu

mengembalikan fungsi ambulasi, baik dalam berjalan maupun aktifitas lainnya (Bulea, 2005).

Gambar 2.16 Prosthetic atas lutut

Sumber: Ardiyanto, 2009

2.5.1 Komponen Prosthetic Atas Lutut

Pemakai prosthetic atas lutut adalah seseorang yang kehilangan anggota gerak bawah dari bagian paha. Komponen dasar dari prosthetic atas lutut (above-knee) terdiri dari sabuk atau sistem suspensi, socket, bagian paha (hip), bagian lutut (knee), bagian betis (shank), bagian telapak kaki (foot dan ankle). Komponen penyusun prosthetic atas lutut ditunjukkan pada gambar 2.17.

Amputasi Atas lutut


(41)

commit to user

II-21

Gambar 2.17 Komponen prosthetic atas lutut

Sumber: Kishner, 2010

Berdasarkan penelitian Staff Prosthetics and Orthotics (1990), berikut penjelasan komponen penyusun prosthetic atas lutut.

1. Sistem suspensi,

Sistem suspensi merupakan bagian yang berfungsi untuk mengaitkan keseluruhan prosthetic pada bagian dari tubuh. Tujuannya agar prosthetic terpasang sempurna pada tungkai kaki. Terdapat tiga macam sistem suspensi yaitu cuff suspension dimana manset diikatkan pada bagian paha, waist belt dimana manset diikatkan mengelilingi pinggang serta thigh corset dimana menggunakan sistem waist belt yang dililitkan pada pinggang dan terdapat tambahan yaitu paha dipasang korset yang berfungsi untuk lebih memperkuat penggantung.

Gambar 2.18 Sistem suspensi

Sumber: Staff Prosthetics and Orthotics, 1990

Cuff Suspension

Waist Belt


(42)

commit to user

II-22

2. Socket,

Socket adalah bagian prosthetic sebagai tempat puntung kaki (stump) yang masih tersisa. Socket merupakan alat yang dibentuk dan disatukan dengan shank. Bagian ini berhubungan langsung dengan stump. Socket harus mampu menyokong bobot tubuh dan mendukung stump secara kuat dan nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Socket dibuat menempel pada stump secara kuat untuk mengurangi gesekan antara socket dan kulit. Gesekan antara socket dan kulit akan menyebabkan pengguna merasa kurang nyaman selama beraktivitas dan mengakibatkan terjadinya abrasi kulit. Pembuatan socket didasarkan pada ukuran puntung tiap-tiap pengguna, agar socket benar-benar menempel pas. Setiap pengguna mempunyai ukuran socket yang berbeda.

Gambar 2.19 Socket

Sumber: Kawamura, 2008

3. Knee,

Bagian lutut (knee) merupakan joint untuk menggantikan sendi lutut yang menghubungkan bagian paha dengan bagian betis. Knee prosthetic dibuat berdasarkan data lebar, dan tinggi lutut saat duduk. Terdapat tiga fungsi utama knee prosthetic menurut Boissiere (1994). Pertama, knee prosthetic digunakan untuk mendukung gerak berjalan amputee saat stance phase (berdiri). Selain itu, knee prosthetic juga harus dapat menghasilkan kendali dalan memperhalus ayunan langkah selama swing phase dan mengatur keleluasaan gerak saat duduk dan berlutut.

4. Shank,

Shank merupakan bagian penghubung antara foot, ankle dan socket. Shank berfungsi untuk memindahkan dan membagi beban dari socket ke bagian foot. Terdapat dua jenis shank, yaitu eksoskeletal dan endoskeletal. Eksoskeletal shank


(43)

commit to user

II-23

pada umumnya dibuat dari bahan yang ringan namun kuat dan kokoh. Bahan yang sering dipakai misalnya plastik, aluminium dan kayu. Pada eksoskeletal shank, ruang bagian bawah socket dan blok ankle dilubangi untuk mengurangi berat. Pada endoskeletal shank, terdapat tambahan tumpuan yang berupa tonggak untuk lebih memperkokoh dan memudahkan pemindahan beban dari socket ke bagian foot. Tonggak pada endoskeletal shank biasanya terbuat dari metal pylon. Bagian luar juga dilapisi dengan bahan yang lembut agar penampilan menyerupai kaki yang sebenarnya. Kedua jenis shank prosthetic dapat dilihat pada gambar 2.20.

(a) (b)

Gambar 2.20 Shank (a) Eksoskeletal, (b) Endoskeletal

Sumber: www.limbless-association.org, 2009

5. Foot - Ankle,

Foot (kaki dasar) dan ankle merupakan komponen yang menjadi tumpuan pergerakan, memberi dukungan selama posisi setengah berdiri tegak, dan menyesuaikan ayunan untuk membuat tubuh tegak dan bergerak ke depan pada tahap selanjutnya. Karakteristik yang harus dimiliki oleh foot-ankle, yaitu:

a. Mampu menahan bobot (berat) tubuh.

b. Mampu meredam getaran saat kontak tumit (heel contact). c. Mampu secara cepat mencapai posisi mendatar (foot-flat). d. Mampu mendukung sendi metatarsophalangeal saat fase berdiri. e. Menyerupai atau mirip dengan kontur kaki yang sebenarnya.

SACH (Solid Ankle Cushion Heel) merupakan bagian dari telapak kaki, dimana menjadi tempat bekerjanya mekanisme ankle joint prosthetic. Terdapat empat macam tipe ankle joint pada prosthetic, yaitu ankle joint single axis, ankle joint double axis dan ankle joint multiple axis. Setiap karakteristik ankle joint ini mempunyai fungsi yang berbeda-beda sesuai sistem yang ditanamkan pada


(44)

commit to user

II-24

masing-masing ankle. Ankle joint sistem double axis mempunyai kemampunan untuk menggerakkan foot dorsi flexion dan plantar flexion. Sistem ini memperbaiki sistem single axis dimana foot tidak leluasa bergerak layaknya kaki normal. Perkembangan ankle joint multiple axis memungkinkan kaki untuk bergerak dengan mudah secara plantarflexion, dorsiflexion, pronation atau supination maupun rotasi.

Gambar 2.21 Ankle joint pada SACH foot

Sumber: www.ottobockus.com, 2001

2.5.2 Energy Storing Knee Prosthetic

Permasalahan prosthetic pada dasarnya lebih banyak menekankan pada komponen joint dan link sesuai fungsi tubuh. Dalam menghasilkan prosthetic yang baik agar mampu mengakomodir kondisi lapangan yang di lingkungan sekitar, hal ini tergantung pada kemampuan dalam perancangan pada knee joint yang menghubungkan antara shank dan socket. Selama fase berdiri stabilitas knee merupakan kunci utama, terutama saat heel strike. Sedangkan selama fase mengayun gerakan kaki prosthetic harus terkendali dengan adanya mekanisme knee (Otto Bock Health Care, 2001). Semakin baik perancangan knee joint semakin baik juga performasi prosthetic yang dihasilkan untuk mampu menjawab kondisi lingkungan sekitar. Adapun prosthetic yang memiliki knee joint atau sendi lutut umumnya digunakan oleh para penderita amputasi atas lutut (transfemoral amputee).

Energy storing knee merupakan teknologi yang memperbaiki cara berjalan amputee dengan kemampuan mekanis dalam menyimpan dan melepaskan energi saat tubuh melakukan pergerakan, sehingga mampu meningkatkan fleksibilitas amputee saat berjalan. Konsep energy storing knee menganalogikan sebuah spring yang menggantikan fungsi otot hamstring dan quadriceps yang berada di sepanjang thigh (paha) sampai knee (lutut) (Symbiotechs USA, 2006). Ketika


(45)

commit to user

II-25

meregang dan mengendur spring pada energy storing knee ini menyimpan dan kemudian melepaskan energi potensial elastis. Gerakan spring yang terdapat pada knee prosthetic inilah yang akan mengurangi jumlah kerja yang harus dilakukan otot kaki amputee akibat gaya ayun ketika beraktifitas.

Terdapat berbagai komponen penyimpanan energi yang digunakan dalam desain energy storing knee. XT9 energy storing knee yang diproduksi

Symbiotechs USA menggunakan mechanical spring untuk menyimpan energi.

Mechanical spring digunakan untuk menyimpan tenaga pada saat kaki menekuk (flexion) yang diberikan oleh berat tubuh pengguna lalu dilepaskan kembali agar knee joint dapat melakukan extension dengan mudah dan cepat. Desain prosthetic dengan energy storing ini memberikan respon untuk melakukan extension dengan cepat sehingga desain ini dikhususkan bagi amputee untuk melakukan aktifitas-aktifitas olahraga ekstrem, misalnya panjat tebing dan bermain ski (Symbiotechs USA, 2006).

Gambar 2.22 XT9 energy storing knee

Sumber: Symbiotechs USA, 2006

Produk energy storing knee Kawamura Jepang, menggunakan gas spring sebagai komponen penyimpan energi dalam knee prosthetic. Penggunaan gas spring pada energy storing knee memungkinkan amputee untuk aktivitas sehari-hari dengan respon extension yang lebih smooth sehingga amputee lebih nyaman saat berjalan di berbagai media berjalan. Energy storing knee Kawamura mampu mengakomodasi gerakan berjalan pada berbagai bidang diantaranya bidang miring, tangga, area bergelombang dan jalan berbatu (Kawamura, 2007).


(1)

commit to user

V-38

body (q4), percepatan di foot (q), shank (q2), thigh (q3), upper body (q4) dan sudut yang terbentuk di foot (q), shank (q2), thigh (q3) dan upper body (q4).

Kemampuan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam mengakomodasi gerakan plantarflexion dan dorsiflexion pada ankle

membuat amputee melangkah dengan lebih mudah menyesuaikan dengan medan berjalan. Hal ini ditunjukkan dengan komparasi nilai torsi pada bagian ankle

cukup stabil pada fase terminal stance dan terminal swing. Nilai kecepatan dan sudut yang terbentuk antara kedua kaki menunjukkan nilai yang relatif sama, sehingga apabila dikomparasikan menghasilkan nilai torsi yaitu sebesar 0.921 Nm pada kaki prosthetic fase terminal stance dan 0.907 Nm pada kaki normal fase

terminal swing. Begitu pula kondisi ankle kaki prosthetic pada fase terminal swing yang mempunyai gerakan yang sama dengan ankle kaki normal pada fase

terminal stance menghasilkan nilai torsi yaitu 1.002 Nm pada kaki prosthetic dan 0.949 Nm pada kaki normal.

Nilai torsi pada knee kaki prosthetic fase terminal stance sebesar 18.155 Nm dan kaki normal fase terminal swing sebesar 10.405 Nm. Nilai torsi pada knee

kaki prosthetic fase terminal stance lebih besar dari nilai knee kaki normal dikarenakan variabel kecepatan dan percepatan pada kaki prosthetic yang jauh lebih besar daripada kaki normal dalam fase terminal swing. Pada gambar 5.22 terlihat pola gerakan kaki yang serupa, namun kecepatan dan percepatan pada kaki prosthetic yang jauh lebih besar daripada kaki normal sehingga nilai torsi pada knee kaki prosthetic akan menghasilkan nilai yang lebih besar. Sedangkan nilai komparasi pada knee kaki kaki prosthetic fase terminal swing sebesar 12.422 Nm dan pada kaki normal fase terminal stance sebesar 19.15 Nm. Dalam tabel 5.8 menunjukkan hasil pengukuran kecepatan dan percepatan kaki normal fase

terminal stance lebih besar dari kaki prosthetic fase terminal swing, sehingga hasil pengukuran torsi pada knee kaki normal akan lebih besar.

Berdasarkan grafik pada gambar 5.23, terlihat komparasi nilai torsi pada

hip kaki prosthetic fase terminal stance dan kaki normal fase terminal swing

mempunyai range yang cukup besar yaitu masing-masing 23.386 Nm dan 7.141 Nm. Sedangkan pada kaki prosthetic fase terminal swing dan kaki normal fase


(2)

commit to user

V-39

Pada fase terminal stance kaki prosthetic mempunyai variabel kecepatan (q4) dan percepatan (q4) pada hip joint yang lebih besar dari kaki normal fase terminal swing. Berbeda dengan kaki prosthetic fase terminal stance dan kaki normal fase

terminal swing yang mempunyai variabel kecepatan (q4) dan percepatan (q4) yang hampir sama, selain itu pola gerakan yang terbentuk pun hampir sama dalam kedua fase (gambar 5.22).

Gaya pada aktifitas berjalan amputee merupakan hasil resultan gaya pada sumbu x (Fx) dan y (Fy). Nilai gaya dipengaruhi oleh turunan Lagrange terhadap

kecepatan pada ankle (q1xdan q1y), percepatan pada ankle (q1xdan q1y) dan perpindahan linear posisi ankle (q1x dan q1y). Komparasi nilai gaya kaki prosthetic

pada fase terminal stance dan kaki normal fase terminal swing menunjukkan nilai gaya yang hampir sama bila dibandingkan dengan kaki prosthetic yaitu sebesar 629.750 N, sedangkan pada kaki normal 627.678 N. Begitu pula yang terjadi pada komparasi nilai gaya kaki prosthetic fase terminal swing dan kaki normal fase

terminal stance. Nilai gaya pada keduanya hampir sama dilihat dari hasil pengukuran variabel saat berjalan menuruni bidang miring. Nilai gaya pada kaki

prosthetic sedikit lebih kecil yaitu 599.350 N dan pada kaki normal sebesar 623.413 N.

Gambar 5.24 Komparasi nilai external work antara fase terminal stance dan terminal swing

Nilai external work yang terjadi pada kaki prosthetic pada fase terminal stance sebesar 575.547 J dan kaki normal fase terminal swing sebesar 560.159 J. Sedangkan komparasi nilai external work antara kaki prosthetic fase terminal swing sebesar 500.625 J dan kaki normal fase terminal stance sebesar 510.953 J.

0 100 200 300 400 500 600 700

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4 Fase 5 Fase 7 Fase 8

T

it

le

Komparasi nilai external work

Kaki prosthetic


(3)

commit to user

V-40

Pada kedua komparasi nilai tersebut menunjukkan range perbedaan yang tidak terlampau jauh antara kaki normal dengan kaki prosthetic. Hal ini terlihat dari keempat komponen external work yaitu torsi pada ankle, torsi pada knee, torsi pada hip dan nilai gaya saat berjalan menuruni bidang miring. Dengan hasil yang demikian dapat dikatakan bahwa saat berada dalam fase terminal stance dan

terminal swing kaki prosthetic telah mampu menyesuaikan pola gerakan dengan kaki normal.

6.2 INTEPRESTASI HASIL

Kajian gait dynamic dalam penelitian diwujudkan melalui formulasi

Lagrange, yang menghasilkan nilai external work serta gaya dan torsi. Komparasi dilakukan antara kaki normal dengan kaki prosthetic yang menunjukkan pola gerakan yang sama.

Berdasarkan hasil perhitungan saat naik bidang miring nilai torsi pada

ankle (T1) cukup seimbang apabila dibandingkan dengan gerakan kaki normal.

Perbedan nilai torsi yang cukup mencolok hanya terjadi saat kaki mengayun yaitu pada fase mid swing. Hal ini menunjukkan kemampuan prosthetic endoskeletal

sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam mengakomodasi gerakan

plantarflexion dan dorsiflexion telah berfungsi cukup baik sehingga terdapat kestabilan gerak pada bagian ankle saat digunakan menaiki bidang miring. Berbeda dengan torsi pada ankle (T1), nilai torsi pada knee (T2) kaki prosthetic

menunjukkan kestabilan pada fase initial contact, pre swing dan terminal swing, ketika kaki dalam kondisi double support atau kedua kaki berada dalam landasan berjalan. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa energy storing knee dalam

prosthetic yang dikenakan amputee belum dapat berfungsi dengan baik ketika salah satu kaki mengayun. Kaki menyimpan energi saat fase berdiri, namun ketika tertekan oleh bagian tubuh, kaki prosthetic melakukan extension dengan cepat sehingga energi yang tersimpan keluar dengan cepat sebelum digunakan secara optimal. Nilai torsi pada hip (T3) kaki prosthetic menunjukkan hasil yang kurang

stabil pada beberapa fase gerakan. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai gaya (F) pada kaki normal yang lebih besar pada hampir semua fase gerakan. Hal ini terjadi karena amputee belum berani menumpukan tubuhnya pada kaki


(4)

commit to user

V-41

prosthetic. Gaya digunakan selain untuk mendorong tubuh bergerak ke depan namun juga digunakan untuk mengangkat tubuh naik bidang miring, sehingga komponen gaya menjadi penentu besarnya komponen external work.

Saat menuruni bidang miring nilai torsi pada ankle (T1) cukup seimbang

apabila dibandingkan dengan kaki normal dalam gerakan yang sama. Pada fase

mid swing nilai torsi pada kaki prosthetic lebih tinggi karena amputee cukup kesulitan untuk memposisikan kaki dalam menyesuaikan bidang kemiringan. Nilai torsi pada knee (T2) kaki prosthetic menunjukkan hasil yang kurang stabil

pada beberapa fase gerakan. Kestabilan hanya terjadi pada fase initial contact, pre swing dan terminal swing, ketika kaki dalam kondisi double support atau kedua kaki berada dalam landasan berjalan. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa

prosthetic yang dikenakan amputee belum berfungsi dengan baik. Mekanisme kerja knee dalam menekuk dan memanjang kurang dapat menyesuaikan kaki normal. Begitu pula pada bagian hip, nilai torsi pada hip (T3) menunjukkan hasil

yang kurang stabil ketika mengayun. Komponen gaya saat menuruni bidang miring mempunyai nilai yang cukup besar. Gaya digunakan untuk mendorong ke depan dan sekaligus digunakan dalam memposisikan kaki ketika melangkah pada area berjalan menuruni bidang miring. Berdasarkan komponen torsi dan gaya didapat nilai external work pada kaki prosthetic yang lebih kecil pada fase stance

dan naik ketika pada fase mid swing. Nilai external work pada kaki prosthetic

yang lebih kecil dari kaki normal memang mengurangi usaha yang diperlukan kaki untuk mengayun namun dilihat dari nilai torsi pada knee dan hip dapat dikatakan bahwa prosthetic belum dapat mengakomodasi medan berjalan menuruni bidang miring. Kestabilan nilai external work saat menuruni bidang miring juga hanya terjadi pada fase-fase double support, sehingga dapat dikatakan bahwa prosthetic belum mampu mengimbangi gerakan pada kaki normal saat digunakan untuk mengayunkan kaki.


(5)

commit to user

VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Kesimpulan dan saran dijelaskan pada sub bab berikut ini.

6.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian tugas akhir dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1. Aktifitas berjalan amputee menaiki dan menuruni bidang miring dengan menggunakan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar belum menunjukkan performansi yang baik, terutama ketika kaki mengayun.

2. Karakteristik gait amputee saat menaiki dan menuruni bidang miring terlihat dari nilai external work yang dihasilkan saat berjalan. Instability terjadi ketika kaki prosthetic mengayun dalam fase mid swing saat menaiki bidang miring dengan perbedaan nilai external work sebesar 322.725 J dan saat menuruni bidang miring sebesar 160.523 J.

6.2 SARAN

Saran perbaikan dari hasil penelitian tugas akhir, sebagai berikut:

1. Penelitian lebih lanjut tentang aktifitas berjalan amputee menggunakan

prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring dilakukan tanpa menggunakan bantuan harness dan parallel bar (handrail).

2. Kajian penelitian gerakan berjalan pada bidang miring selanjutnya mempertimbangkan berbagai sudut kemiringan untuk lebih mengetahui sejauhmana prosthetic mampu mengakomodasi gerakan berjalan pada bidang dengan kemiringan tertentu.


(6)

commit to user

VI-2

3. Pengembangan rancangan prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee

mekanisme 2 bar lebih lanjut, diarahkan untuk memberikan kendali yang lebih baik terutama pada fase mengayun ketika prosthetic digunakan pada bidang miring, yaitu dengan memperbaiki respon gas spring pada knee prosthetic