commit to user I-4
dimana untuk bidang miring dengan kemiringan 20 tidak diujikan karena
spesifikasi kemiringan bidang disesuaikan dengan desain prosthetic yang digunakan dalam penelitian dimana maksimal gerakan plantarflexion dan
dorsiflexion pada bagian ankle sebesar 17 .
5. Penelitian gerak berjalan amputee, dilakukan dengan menggunakan bantuan
harness dan parallel bar handraill sebagai peralatan keselamatan ketika berjalan pada bidang miring.
6. Pengukuran gerak berjalan amputee, dilakukan tanpa adanya beban tambahan.
7. Kajian gerakan jalan dilakukan pada bidang sagital dari bidang tubuh manusia.
8. Model perhitungan gait dynamic yang dikembangkan pada penelitian ini
adalah Lagrange. 9.
Karakteristik gait yang diamati hanya berdasarkan data kuantitatif dari hasil perhitungan model matematis yang dikembangkan dalam penelitian.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian, sebagai berikut: 1.
Gaya gesek antara kaki dengan landasan bidang miring mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap aktivitas berjalan tidak menimbulkan slip,
sehingga tidak diperhitungankan dalam pengukuran external work, komponen gaya dan torsi.
2. Pegas pada komponen ankle joint prosthetic mempunyai dimensi dan massa
yang relatif kecil, sehingga gaya pegas pada ankle joint prosthetic dianggap tidak mempengaruhi keseluruhan gaya yang dibutuhkan ketika berjalan.
3. Gaya berat segmen tubuh terjadi pada center of mass COM.
4. Anggota upper body kepala, leher, tangan, dan batang tubuh pengguna
prosthetic dianggap sebagai satu kesatuan beban. 5.
Sudut yang terbentuk pada bagian hip joint diasumsikan bernilai konstan 90 untuk semua fase gerakan, dalam memperoleh karakteristik gerakan berjalan
yang sesuai dengan gerakan pada manusia normal akibat penggunaan harness dan parallel bar.
6. Capture gait yang terbentuk diasumsikan sebagai capture gait amputee yang
paling terlatih pada bidang miring.
commit to user I-5
1.7 SISTEMATIKA PENELITIAN
Penyusunan tugas akhir, disusun secara sistematis dan berisi uraian pada setiap bab untuk mempermudah pembahasan penelitian. Adapun pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian dapat dibagi menjadi enam bab, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar laporan penulisan tugas akhir yang menguraikan
latar belakang
masalah diadakannya
penelitian, perumusan masalah bedasarkan latar belakang masalah penelitian yang
diangkat, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penelitian. Pengantar penelitian
dimaksudkan untuk memberikan wacana serta memperjelas fokus penelitian sesuai tujuan, manfaat dan asumsi yang diajukan, untuk
menjawab permasalahan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan sebagai dasar pemikiran, wawasan serta sebagai landasan yang memberikan
penjelasan secara garis besar mengenai metode yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka berasal dari berbagai
literatur tertulis, diantaranya buku, jurnal, karya ilmiah, maupun berbagai sumber lainnya. Teori yang dikemukakan berupa penjelasan
mengenai gerakan berjalan, analisis gerak biomekanika, anthropometri data biomekanika, keseimbangan gerak biomekanika, kajian work, gaya
dan torsi pada segmen tubuh, persamaan gerak Lagrange, energy storing knee, serta kajian bidang miring sebagai tempat penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan gambaran terstruktur yang disusun dalam flow chart dari alur pelaksanaan penelitian tugas akhir. Pada bab
ini diuraikan materi penelitian, alat, tata cara penelitian, variabel dan data yang dikaji serta cara analisis yang dipakai untuk menarik
kesimpulan. Kerangka metodologi penelitian disusun mulai dari tahap identifikasi permasalahan awal, tahap pengumpulan dan pengolahan
commit to user I-6
data, serta analisis karakteristik gait bagi pengguna prosthetic
endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan pengolahan data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, sesuai dengan usulan
permasalahan yang diangkat. Data yang dikumpulkan berupa data antropometri amputee, data dimensi prosthetic endoskeletal sistem
energy storing knee mekanisme 2 bar, data pengukuran sudut gerakan pada ankle, knee dan hip joint serta data pengukuran kecepatan dan
percepatan di setiap fase gerakan dalam satu siklus berjalan pada bidang miring. Selanjutnya, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
pendekatan Lagrange motion untuk mengetahui kontribusi prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar dalam
mengakomodasi gerakan berjalan amputee pada bidang miring.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Tahap analisis dan interpretasi hasil berisi pembahasan permasalahan yang ada berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya. Bab ini menguraikan analisis karakteristik gait pada pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy
storing knee mekanisme 2 bar pada bidang miring.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir penyusunan laporan penelitian yang berisi uraian pencapaian tujuan penelitian yang
diperoleh dari analisis pemecahan masalah maupun hasil pengumpulan
data serta saran-saran perbaikan bagi teknologi prosthetic.
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan mengenai konsep biomekanik dan gerakan manusia digunakan sebagai landasan teori yang memberikan acuan dalam mengevaluasi
masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Konsep biomekanik digunakan untuk memodelkan manusia dalam suatu sistem benda jamak yang tersusun dari link dan
joint yang saling terhubung membentuk satu kesatuan. Perilaku dinamik dari sebuah sistem dinyatakan dalam besaran kinematik dan kinetika. Besaran
kinematik meliputi posisi, kecepatan, dan percepatan, dari sistem, sedangkan besaran kinetika melibatkan gaya yang menyebabkan sistem tersebut bergerak.
Tinjauan pustaka mengenai prinsip gerakan berjalan dan prinsip biomekanik keseimbangan gerak berjalan manusia diperlukan untuk mengetahui keseluruhan
konsep pendukung kajian gait dynamic pada pengguna prosthetic endoskeletal sistem energy storing knee mekanisme 2 bar di bidang miring.
2.1 HUMAN GAIT
Berdasarkan Vaughan dkk 1999, dua hal mendasar yang diperlukan untuk berjalan yaitu periodik gerakan setiap kaki dari satu posisi yang mendukung
langkah pada posisi berikutnya dan gaya reaksi tanah yang cukup pada kaki yang memberi kestabilan pada tubuh saat berjalan. Pola gerakan yang menyebabkan
cedera dan berbagai bentuk penyesuaian untuk dapat bergerak secara lebih efisien, dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik berjalan manusia Perry, 1992.
2.1.1 Gait Cycle
Perry 1992, mengartikan berjalan sebagai gerakan tubuh untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Berjalan adalah rangkaian gait cycle, dimana
satu gait cycle dikenal dengan sebutan langkah stride. Setiap langkah dalam gait cycle terdiri dari dua step. Step dikatakan sebagai interval diantara dua kaki saat
melangkah. Gait cycle dengan step dan stide ini akan terus berulang ketika berjalan Whittle, 2007.
commit to user
II-2
Gambar 2.1 Step dan stride dalam gait cycle
Sumber: Whittle, 2007
Menurut Perry 1992, pada dasarnya gait cycle terdiri dari 2 periode, yaitu periode berdiri stance dimana kaki mengenai landasan dan periode mengayun
swing dimana kaki tidak mengenai landasan. Gait cycle dibagi kedalam delapan fase yang memiliki tiga tugas fungsional anggota tubuh diantaranya, weight
acceptance, single support dan limb advancement Perry, 1992. Pada gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan pembagian gait cycle menurut Rose dan Gamble
2006.
Gambar 2.2 Pembagian gait cycle
Sumber: Rose dan Gamble, 2006
2.1.2 Fase Gait Cycle
Setiap fase dalam gait cycle memiliki persentase waktu tertentu. Vaughan 1999, menganalogikan gait cycle sebagai gerak putar roda. Siklus pola
gerakan roda tersebut, menggambarkan titik awal roda akan berputar, langkah
commit to user
II-3 demi langkah menuju ke titik awal. Pada persentase waktu gait cycle, 60
dilakukan pada periode berdiri stance dan 40 pada periode berayun swing. Berikut ini masing-masing fase gait cycle Perry, 1992; Whittle, 2007, yaitu:
1. Initial contact heel strike,
Initial contact merupakan koneksi awal dari gait cycle initial contactheel strike, dimana menjadi periode pertama dari stance phase. Heal strike
calcaneous merupakan tulang pertama yang menyentuh landasan. Pada gambar 2.3, terlihat kaki kanan grey sebagai heel strike, sedangkan kaki kiri biru
berada pada fase terminal stance heel off .
Gambar 2.3 Gerakan kaki pada fase initial contact
Sumber: Whittle, 2007
Bagian anggota gerak bawah pada posisi ini menjaga stabilisasi awal dalam periode berdiri. Sesaat setelah kaki mengenai landasan, bagian hip bergerak
flexion sebesar 25 , ankle bergerak dorsiflexion sejauh 0
-10 menuju posisi
normal, dan lutut dalam keadaan flexion di bawah center of mass sejauh 0 -15
. Pada posisi initial contact bagian trunk berputar, bahu kiri dan sisi kanan
pelvis bergerak menjauh ke sisi depan meninggalkan lengan kiri yang berayun ke belakang. Jumlah ayunan lengan bervariasi pada setiap orang dan meningkat
seiring bertambahnya kecepatan berjalan. Ketika posisi initial contact Murray 1967 dalam Whittle 2007, menemukan rata-rata siku flexion sebesar 8
dan bahu flexion sebesar 45
.
2. Loading response foot flat,
Fase loading response terjadi pada persentase waktu sekitar 10 dari gait cycle Perry, 1992. Selama fase loading response, kaki melakukan kontak
sepenuhnya dengan landasan dan dalam keadaan rata foot flat dengan landasan
commit to user
II-4 lihat kaki warna grey pada gambar 2.4. Berat badan secara penuh dipindahkan
ke kaki kanan grey, sedangkan kaki lainnya berada pada fase pre swing.
Gambar 2.4 Gerakan kaki fase loading response
Sumber: Whittle, 2007
Pada posisi ini terjadi penyerapan goncangan saat berjalan dan stabilisasi awal dalam periode berdiri. Menggunakan heel sebagai tumpuan ayunan, bagian
knee bergerak 15 flexion untuk menahan goncangan sekaligus menyerap energi
untuk mengayunkan kaki. Ankle bergerak 10 plantar flexion untuk membatasi
ayunan tumit dengan kaki depan yang melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan.
Bagian atas tubuh selama loading response, trunk berada pada posisi terbawah sekitar 20 mm di bawah posisi normal. Bagian arms bergerak secara
maksimal ke posisi depan dan belakang, sedangkan bagian hip memanjang akibat kontraksi otot ekstensor sejauh 25
, saat fase loading response.
3. Mid stance,
Fase mid stance terjadi pada periode waktu gait cycle 10-30 Perry, 1992. Fase ini dimulai sesaat sebelum heel meninggalkan landasan sehingga kaki
berada sejajar dengan kaki bawah bagian depan. Bersamaan pada fase ini, terjadi perpindahan berat oleh kaki pada periode stance kaki kanan, warna grey,
sedangkan kaki lain kaki kiri, warna biru berada fase mid swing gambar 2.5.
commit to user
II-5
Gambar 2.5 Gerakan kaki fase mid stance
Sumber: Whittle, 2007
Kestabilan trunk dan anggota gerak bawah menjadi penting dalam posisi ini. Selam fase ini, knee mencapai puncak extension sampai pada sudut elevasi 0
dalam fase berdiri dan mulai untuk bergerak memanjang kembali. Pada posisi ini trunk berada pada titik tertinggi 20 mm di atas posisi normal. Bagian arms
bergerak berlawanan arah gerakan leg. Sedangkan bagian trunk bergerak kembali ke posisi normal, sebagai akibatnya bagian bahu dan pelvis juga berada dalam
posisi netral sebelum kembali berputar arah saat bergerak pada posisi berikutnya. Bagian ankle bergerak dorsi flexion pada 5
-10 .
4. Terminal stance heel off,
Fase terminal stance pada saat heel kaki kanan grey meninggi mulai meninggalkan landasan dan dilanjutkan sampai dengan heel dari kaki biru mulai
mengenai landasan, seperti terlihat pada gambar 2.6. Fase terminal stance disebut juga dengan fase heel off karena heel kaki pada periode stance tidak mengenai
landasan Perry, 1992. Fase ini terjadi pada periode waktu gait cycle 30-50 dimana berat badan dipindahkan dan bertumpu ke bagian bawah kaki depan toe.
Gambar 2.6 Gerakan kaki pada fase terminal stance
Sumber: Whittle, 2007
Saat tubuh bergerak ke depan, beban tubuh berpindah dari bagian tumit ke bagian jari kaki. Saat fase ini, bagian heel meninggi yang diikuti kenaikan knee
commit to user
II-6 flexion 0
-40 dan hip extension 20
-0 . Kenaikan bagian heel menyebabkan trunk
bergerak turun dari posisi tertingginya. Ankle dalam posisi peralihan dari dorsi flexion sebesar 10
lalu bergerak 20 plantar flexion. Posisi tubuh mulai jatuh ke
depan dengan salah satu kaki berayun untuk mencapai tanah. Dalam posisi ini berat tubuh mulai berpindah dari belakang menuju left leg.
5. Pre swing toe off,
Fase pre swing dimulai dengan fase initial contact heel strike oleh kaki kiri biru, dan kaki kanan grey berada posisi meninggalkan landasan untuk
melakukan periode mengayun toe-off, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.7. Periode waktu pre swing terjadi pada persentase waktu gait cycle 50-62, dan
mulai terjadi pelepasan berat tubuh oleh kaki yang bersangkutan Perry, 1992.
Gambar 2.7 Gerakan kaki pada fase pre-swing
Sumber: Whittle, 2007
Posisi ini menyebakan terjadi rotasi yang extreme pada tubuh bagian atas, dimana bagian trunk, arms, dan trunk berotasi dari titik normalnya. Dalam posisi
ini, bagian hip tetap dalam kondisi flexion sedangkan knee flexion bergerak menurun dari sudut elevasi sebesar 40
hingga 0 . Ankle berada dalam puncak
plantar flexion dimana membentuk sudut sebesar 25 .
6. Initial swing acceleration,
Fase swing merupakan fase dimana kaki tidak berada di landasan atau pada posisi berayun. Fase swing terdiri dari tiga fase, yaitu: Initial swing, mid
swing, dan terminal swing. Fase keenam merupakan fase initial swing, dimana kaki mulai melakukan ayunan. Persentase initial swing adalah 62-75 dari
periode waktu gait cycle Perry, 1992. Fase initial swing dimulai pada saat
commit to user
II-7 telapak kaki kanan grey mulai diangkat dari posisi landasan toe off, sedangkan
kaki kiri biru berada pada posisi midstance, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.8.
Gambar 2.8 Gerakan kaki fase pada initial swing
Sumber: Whittle, 2007
Saat kaki diangkat, anggota badan naik dengan adanya 15 hip flexion and
peningkatan knee flexion sampai 60 . Bagian ankle secara parsial berada dalam
posisi 10 plantar flexion. Pada posisi ini, bagian atas tubuh bergerak
menyesuaikan keseimbangan gerakan kaki. Saat kaki dalam posisi berdampingan, trunk berada dalam posisi tertinggi
dan secara maksimal memindahkan posisi kaki untuk bergerak naik saat posisi kaki yang lain dalam keadaan berdiri. Bagian arms berada pada posisi yang sama,
tangan yang satu bergerak maju dan yang lainnya bergerak mundur.
7. Mid swing,
Gambar 2.9 menunjukkan fase mid swing yang dimulai pada akhir initial swing dan dilanjutkan sampai kaki kanan grey mengayun maju berada di depan
anggota badan sebelum mengenai landasan. Fase mid swing terjadi pada periode waktu gait cycle 75-85, dimana kaki kiri biru berada pada fase terminal stance
Perry, 1992. Pada fase ini juga terjadi gerak perpanjangan tungkai kaki dalam persiapan melakukan fase heel strike.
Gambar 2.9 Gerakan kaki pada fase mid-swing
Sumber: Whittle, 2007
commit to user
II-8 Pada posisi ini bagian trunk kehilangan posisi tertingginya dan bergerak
dari titik maksimalnya untuk menahan kaki kiri kembali ke posisi midline. Hal ini juga disebabkan terjadinya hip flexion sebesar 25
dari fase sebelumnya yang mendukung anggota tubuh ke arah anterior dari titik berat tubuh. Bagian knee
mengikuti respon gravitasi, dimana ankle pada posisi dorsi flexion menuju posisi netral 0
. Lengan kanan berada di posisi depan dan bagian kanan dari pelvis pada posisi di sisi depan kiri.
8. Terminal swing decceleration,
Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada periode waktu gait cycle 85-100 Perry, 1992. Fase terminal swing dimulai saat akhir
dari fase mid swing, dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan maksimum dan berhenti saat heel telapak kaki kanan grey mulai mengenai landasan. Pada
periode ini, posisi kaki kanan grey berada kembali berada depan anggota badan, seperti pada posisi awal gait cycle, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.10.
Gambar 2.10 Gerakan kaki pada fase terminal swing
Sumber: Whittle, 2007
Gerakan ke depan anggota badan disempurnakan oleh adanya ekstensi lutut. Hip bertahan dalam posisi 25
flexion, dimana knee berada dalam posisi flexion, begitu pula bagian ankle bergerak dorsi flexion menuju posisi netral 0
. Dengan gerakan demikian anggota tubuh siap untuk kembali dalam posisi berdiri.
2.1.3 Gait Analysis
Gait analysis merupakan studi sistematis tentang gerakan berjalan manusia, dimana menggunakan berbagi peralatan yang digunakan dalam
mnegukur gerak tubuh, mekanika tubuh dan aktifitas yang terjadi pada otot ketika bergerak Whittle, 2007. Gait analysis mempunyai dua tujuan yaitu, pertama
untuk membantu dalam menentukan jenis treatment yang tepat bagi pasien dan
commit to user
II-9 yang kedua digunakan untuk lebih memahami pola berjalan manusia melalui
suatu penelitian gerak berjalan.
2.1.4 Gait Training
Gait training atau disebut pelatihan berjalan memainkan peranan penting dalam adaptasi penggunaan prosthtetic bagi amputee. Gait training mempunyai
beberapa tujuan diantaranya, untuk membantu amputee beradaptasi dengan kondisi barunya, membantu amputee untuk memperoleh berat optimal dari
prosthetic yang dikenakan, membantu meningkatkan keseimbangan dan reaksi terhadap gangguan ketika berjalan, membantu memperoleh pola berjalan optimal
amputee kembali, untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan ketika berjalan dan membantu amputee untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti
duduk serta berjalan pada bidang miring. Semua proses ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan diri bagi amputee untuk hidup kembali dalam
masyarakat. Langkah-langkah gait training International Committee of the Red Cross USA, 2008, sebagai berikut:
1. Pelatihan berat dan keseimbangan.
Pada langkah ini dilakukan pelatihan keseimbangan saat amputee berdiri dengan prosthetic menggunakan bantuan parallel bar.
2. Pelatihan berjalan.
Langkah kedua ini, amputee melakukan pelatihan berjalan menggunakan prosthetic yang diawali dengan menumpukan kedua tangan pada parallel bar
dan secara bertahap amputee dilatih untuk berjalan tanpa bantuan parallel bar. 3.
Pelatihan lanjutan Pelatihan lanjutan merupakan bentuk pelatihan berjalan dimana amputee akan
dilatih mempertahankan keseimbangan saat melakukan aktifitas dengan menggunakan prosthetic. Misalnya saja berjalan dengan mendribel bola basket,
berjalan pada area berbatu dan tidak rata serta berjalan menaiki dan menuruni area bidang miring.
4. Pelatihan fungsional
Pada tahap akhir ini, amputee dilatih untuk dapat melakukan kegiatan fungsional sehari-hari dengan prosthetic yang dikenakan. Pelatihan diantaranya
commit to user
II-10 dilakukan untuk dapat duduk dalam sebuah kursi, berjalan menaiki dan
menuruni tangga serta melatih untuk duduk kemudian berdiri kembali.
2.2 ANALISIS GERAK BIOMEKANIKA