Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014

(1)

KERJASAMA LEMBAGA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN DAIRI

TAHUN 2009-2014

HANDOKO P.G HUTASOIT (10906054)

Dosen Pembimbing : Drs. Tony P Situmorang, Msi

   

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

Rincian isi skripsi, 103 halaman, 24 buku, 1 gambar, 1 bagan, 3 tabel, 1 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 1 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.  

 

ABSTRAK 

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatahui apa saja yang menjadi proses  yang dilalui oleh lembaga pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam  

pembuatan peraturan daerah dan bagaimana proses kerjasama serta masalah yang  dihadapi kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut dalam pembuatan perturan   daerah. peraturan daerah merupakan suatu kebijakan publik yang dibentuk oleh  lembaga pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mendorong ataupun menciptakan  produk hukum demi kesejahteraan masyarakat di daerah. perturan daerah dibentuk  harus berlandaskan kepentingan rakyat dan menjawab permasalah yang teradi dalam  masyarakat tersebut. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pembuatan 

peraturan daerah yang sesuai dengan apa yang terjadi di Kabupaten Dairi oleh lembaga  DPRD dan pemerintah Kabupaten dairi sepanjang Tahun 2009‐2014. 

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan 

menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan  teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.  Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) yang ditujukan  kepada anggota DPRD Kabupaten Dairi dan staf pemerintah Kabupaten Dairi. Selain itu,  data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data‐data dari hasil pembuatan  Peraturan Daerah oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengumpulan data  sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan  jurnal‐jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan  bahwa kerjasam yang terjadi anatara lembaga Pemerinth Daerah dengan DPRD dalam  pembuatan Peraturan Daerah masih belum terjalin dengan baik. Penilian ini dapat  dilihat dari kuantitas dan kualitas peraturan derah yang dihasilkan oleh kedua lembaga  tersebut. hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keahlian stakehoulder’s  yang terlibat dalam pembuatan peraturan daerah masih rendah dan tidak merata.  Faktor lainnya adalah mengaenai pendaanaan yang masih minim dan keterlibatan  masyarakat dalam pengawasan pembutan dan implementasi suatu peraturan daerah. 


(3)

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Cooperation Institute of Local Government with DPRD of Regional Rule Making in Dairi  2009‐2014.  

Content: 103 pages, 24 books, 1 picture, 1 chart, 3 tables, 1 journals, 4 laws, 1 websites  and 2 interviews  

 

ABSTRACT 

 

        This study was carried out aimed to know the what are the processes through which  local government agencies and DPRD Dairi the rulemaking area and how the process of  cooperation as well as issues faced by both the local government institutions in the  making perturan area. local regulation is a public policy established by the local 

government agency that aims to encourage or create laws for the welfare of the people  in the area. perturan shaped area must be based on people's interests and answer  teradi problems in the community. In this regard, this study is devoted to the 

manufacture of local regulations in accordance with what is happening in Dairi by DPRD  and government agencies throughout the Dairi 2009‐2014. 

     This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this  study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and  secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews) addressed  to DPRD and government staff Dairi Dairi. In addition, primary data was also obtained by  collecting data from the making of regulations enumerated by DPRD and Local 

Government. While the secondary data collection is done by searching the data and  information through books, the internet, and journals related to the research problem. 

Based on the analysis of these results, the authors conclude that the research  agreement occurring between his government institution with the DPRD in the  manufacture of regional regulation are still not well established. This can be seen  judging from the quantity and quality of Regional regulations produced by these two  institutions. it is due to lack of knowledge and expertise stakehoulder's involved in  making regulatory environment remains low and uneven. Another factor is the funding  that is still minimal supervision and community involvement in the creation and  implementation of a local ordinance. 


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun2009-2014”.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa terimakasih, hormat dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Hasudungan Hutasoit dan Ibunda Desima Sianturi, S.Pd, atas segala dukungan secara materi dan moral yang tidak akan bisa tergantikan oleh apapun yang telah membesarkan, menyayangi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada saudara-saudara saya Harris L.C Hutasoit, Handayani Hutasoit, Hardion Hutasoit dan Hartauli Hutasoit yang telah memberi dukungan moral dan doanya selama ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata - 1 pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bimbingan, nasehat, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih atas apa yang telah diberikan selama proses


(5)

awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP, Pembantu Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

3. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

4. Bapak Drs. Tony P.Situmorang, M.Si, sebagai dosen pengajar dan dosen pembimbing penulis, yang selama ini telah membimbing serta memberi masukan-masukan positif, motivasi dan ilmunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal. Ucapan terimakasih yang tidak terhingga terucap dari rasa ikhlas penulis, doa saya agar apa yang telah diberikannya dibalaskan dengan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 5. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Politik yang telah memberikan

pengajaran selama proses perkuliahaan. Juga terima kasih kepada Kak Ema dan Pak Burhan yang membantu penulis dalam urusan administratif kampus.

6. Buat kawan seperjuangan dengan Dosen Pembimbing yang sama yaitu bung Joshmagel Siantur,SIP, Chen Lorida Retriani Saragih, SIP dan Rinaldi Sitio Calon SIP. thanks yah kawan atas semua dukungan, diskusi, dan curhat galau kita selama ini. Semangat terus bung!


(6)

7. Buat kawan satu kost penulis yang juga sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, semoga harapan-harapan kita dapat terwujud.

8. Buat Hula-hula Chanra, Ivander Sitinjak, Andreas, Basa, Hotlam, Susi, Elisabet, Frank dan kawan-kawan stambuk 2010 Departemen Ilmu Politik yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, sukses buat semua.

9. Buat rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Dairi yang telah membantu penulis dalam berorganisasi, membentuk karakter diri dan mengajari bagaimana cara memanagemen waktu. Semoga organisasi kita semakin maju, kreatif dan terus berkarya dalam memajukan pendidikan di kabupaten Dairi.

10. Kepada bung-bung di FMN Fisis USU yang menginspiratif penulis dalam kehidupan sebagai mahasiswa. Semoga apa yang kita perjuangkan dapat tercapai dan jangan berhenti memperjuangkan apa yang menjadi permasalahan di negeri ini terutama dalam dunia pendidikan dan lapangan pekerjaan.

11. Kepada narasumber wawancara penulis Bapak Sabam Sibarani, S.Sos dan Bapak Leonard S. Samosir yang telah sangat berkontribusi atas penulisan skripsi ini hingga selesai, semoga sebagai wakil rakyat mampu menjadi inspiratif dan teladan bagi masyarakat terutama kaum muda yang ingin terlibat dalam perpolitikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis


(7)

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, Juni 2014


(8)

DAFTAR ISI 

Halaman  Halaman Judul  

Abstrak  ...     i 

Abstract  ...    iii 

Halaman Pengesahan  ...     v 

Halaman Persetujuan  ...    vi 

Lembar Persembahan  ...   vii 

Kata Pengantar  ...    viii 

Daftar Isi  ...     xii 

Daftar Tabel  ...    xvi 

Daftar Gambar ...   xvii 

Daftar Bagan ...    xviii 

  BAB I  PENDAHULUAN   1.1 Latar Belakang  ...       1 

1.2 Perumusan Masalah  ...       8 

1.3 Pembatasan Masalah... .    9 

1.4 Tujuan Penelitian  ...       10 

1.5 Manfaat Penelitian  ...      10 

1.6 Kerangka Teori  ...      11 

1.6.1 Teori Kebijakan Publik ...      11 

1.6.2 Teori Trias Politica ...      19 

1.6.3 Teori Otonomi Daerah...       24 

1.7 Metodologi Penelitian  ...      28 


(9)

1.7.2 Lokasi Penelitian ...      28 

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data...      29 

1.7.4 Teknik Analisa Data ...      30 

1.8 Sistematika Penulisan  ...      31 

  BAB II   PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN  DAIRI  2.1 Profil DPRD Kabupaten Tapanuli Utara  ...      33 

2.1.1 Fraksi‐Fraksi ...      34 

2.1.2 Alat Kelengkapan DPRD ...      37 

2.1.3 Sekretariat DPRD ...      45 

2.2 Profil Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi ...      49 

2.2.1 Sejarah Perjalanan Pemerintahan Daerah ...      49 

2.2.2 Profil Umum Wilayah dan Penduduk ...      52 

2.2.3 Profil Lembaga Pemerintah Daerah ...      54 

BAB III KERJASAMA LEMBAGA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH TAHUN 2009-2014 3.1 Proses Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi ... 64

3.1.1 Proses Pembuatan Rancangan Peraturan Daerah ... 67

3.1.2 Proses Pembahasan di DPRD ... 74

3.1.3 Proses Pengesahan dan Pengundangan ... 78

3.1.4   Peraturan Daerah yang  Terbentuk Tahun 2009‐2014....  80 

3.2 Analisis Terhadap Kerjasama Lembaga Pemerintah daerah dengan DPRD dan Faktor yang Mempenarui Pembuatan Peraturan daerah ... 82

3.2.1 Analisis Terhadap Kerjasama Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Perda ... 95


(10)

3.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kurangnya Produktivitas Lembaga Pemerintahan Daerah

dalam Pembuatan Perda ... 86

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 95 4.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

DAFTAR LAMPIRAN:

Lampiran 1.    wawancara  peneliti  dengan  Bapak  Leonard  S.  Samosir.  BA  (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu tanggal 16 Maret  2014, Pukul 10.30 Wib 

 

Lampiran 2.   Pedoman Wawancara wawancara peneliti dengan Bapak Sabam    Sibarani. S.Sos (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu  tanggal 16 Maret 2014, Pukul 10.30 Wib 

 

Lampiran 3.   Daftar Peraturan Daerah Yang di bentuk Tahun 2009‐2014  Lampiran 4.   Salah satu Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Perda No. 07 Tahun 

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah  Kabupaten Dairi Tahun 2009‐2014 

Lampiran 5.  susunan Fraksi dan alat kelengkapan DPRD Kabupaten Dairi Periode  2009‐20014. 

 


(11)

DAFTAR TABEL 

                  Halaman 

TABEL 1.1  Perolehan Kursi DPRD Kabupaten Dairi Tahun 2009‐2014 ...      6  TABEL 2.1      Penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan...    53  TABEL 3.1      Peraturan Daerah Yang Dibentuk Tahun 2009‐2014...     82 

   


(12)

DAFTAR GAMBAR 

            Halaman 

Gambar 2.1  Peta Wilayah Administrasi Pemerintahan Daerah Kabupaten  

  Dairi  ...   63   


(13)

DAFTAR BAGAN 

            Halaman 

Bagan 2.1  Struktur Organisasi sekretariat DPRD Kabupaten Dairi ...   48   


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

Rincian isi skripsi, 103 halaman, 24 buku, 1 gambar, 1 bagan, 3 tabel, 1 jurnal, 4 peraturan perundang-undangan, 1 situs internet, serta 2 kutipan wawancara.  

 

ABSTRAK 

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatahui apa saja yang menjadi proses  yang dilalui oleh lembaga pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam  

pembuatan peraturan daerah dan bagaimana proses kerjasama serta masalah yang  dihadapi kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut dalam pembuatan perturan   daerah. peraturan daerah merupakan suatu kebijakan publik yang dibentuk oleh  lembaga pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mendorong ataupun menciptakan  produk hukum demi kesejahteraan masyarakat di daerah. perturan daerah dibentuk  harus berlandaskan kepentingan rakyat dan menjawab permasalah yang teradi dalam  masyarakat tersebut. Dalam hal ini, penelitian ini dikhususkan pada pembuatan 

peraturan daerah yang sesuai dengan apa yang terjadi di Kabupaten Dairi oleh lembaga  DPRD dan pemerintah Kabupaten dairi sepanjang Tahun 2009‐2014. 

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan 

menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan  teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder.  Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (interview) yang ditujukan  kepada anggota DPRD Kabupaten Dairi dan staf pemerintah Kabupaten Dairi. Selain itu,  data primer ini juga didapatkan melalui pengumpulan data‐data dari hasil pembuatan  Peraturan Daerah oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Sedangkan pengumpulan data  sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan  jurnal‐jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan  bahwa kerjasam yang terjadi anatara lembaga Pemerinth Daerah dengan DPRD dalam  pembuatan Peraturan Daerah masih belum terjalin dengan baik. Penilian ini dapat  dilihat dari kuantitas dan kualitas peraturan derah yang dihasilkan oleh kedua lembaga  tersebut. hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keahlian stakehoulder’s  yang terlibat dalam pembuatan peraturan daerah masih rendah dan tidak merata.  Faktor lainnya adalah mengaenai pendaanaan yang masih minim dan keterlibatan  masyarakat dalam pengawasan pembutan dan implementasi suatu peraturan daerah. 


(15)

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HANDOKO P.G HUTASOIT (100906054) 

Cooperation Institute of Local Government with DPRD of Regional Rule Making in Dairi  2009‐2014.  

Content: 103 pages, 24 books, 1 picture, 1 chart, 3 tables, 1 journals, 4 laws, 1 websites  and 2 interviews  

 

ABSTRACT 

 

        This study was carried out aimed to know the what are the processes through which  local government agencies and DPRD Dairi the rulemaking area and how the process of  cooperation as well as issues faced by both the local government institutions in the  making perturan area. local regulation is a public policy established by the local 

government agency that aims to encourage or create laws for the welfare of the people  in the area. perturan shaped area must be based on people's interests and answer  teradi problems in the community. In this regard, this study is devoted to the 

manufacture of local regulations in accordance with what is happening in Dairi by DPRD  and government agencies throughout the Dairi 2009‐2014. 

     This research is a descriptive study using qualitative analysis methods. In this  study, the authors used data collection techniques by collecting primary data and  secondary data. Primary data were collected through interviews (interviews) addressed  to DPRD and government staff Dairi Dairi. In addition, primary data was also obtained by  collecting data from the making of regulations enumerated by DPRD and Local 

Government. While the secondary data collection is done by searching the data and  information through books, the internet, and journals related to the research problem. 

Based on the analysis of these results, the authors conclude that the research  agreement occurring between his government institution with the DPRD in the  manufacture of regional regulation are still not well established. This can be seen  judging from the quantity and quality of Regional regulations produced by these two  institutions. it is due to lack of knowledge and expertise stakehoulder's involved in  making regulatory environment remains low and uneven. Another factor is the funding  that is still minimal supervision and community involvement in the creation and  implementation of a local ordinance. 


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Demokrasi diberbagai negara di dunia menerapkan konsep trias

politica sebagai pelengkap dalam pemerintahan. Baik demokrasi dan konsep trias

politica merupakan dua hal saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dalam

perkembanganan pemikirannya, konsep teori Trias Politica itu adalah sebuah doktrin tentang pembagian kekuasaan (Distribution of power). Baik pemisahan kekuasaan (saparation of power) maupun pembagian kekuasaan (distribution of

power) mempunyai argumentasi yang didasarkan kepada kontekstualitas yang

berbeda.1

Pemisahan kekuasaan ataupun pembagian kekuasaan seperti yang dijelaskan sebelumnya memang memiliki perbedaan, namun penggunaan salah satu konsep

Trias Politica tersebut bertujuan untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang

baik (good governance). seperti halnya di Indonesia, Menurut Undang-Undang dasar 1945 disimpulkan bahwa Indonesia menganut sistem Trias Politica. Sejarah mencatat bahwa teori ini dikemukakan oleh Jhon Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755).

Konsep Trias Politica yang menyatakan adanya pemisahan kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif       

1 


(17)

tentunya memiliki tugas dan fungsi pokok yang berbeda. Posisi setiap kekuasaan negara tersebut sejajar dan sama kuat dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun walaupun memiliki tugas masing-masing, setiap elemen pemerintahan tersebut harus tetap saling terhubung dan saling membutuhkan agar tidak ada ketimpangan diantara ketiganya yang dapat mengganggu kestabilan negara.

Setelah 68 tahun Negara Republik Indonesia merdeka, demokrasi sebagai sebagai sistem politik di Indonesia masih jauh dari harapan dan cita-cita bangsa yang tertuang dari UUD 1945. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi kedalam empat masa, yaitu2:

1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi

(Konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai yang karena itu dinamakan demokrasi parlementer.

2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.

3. Masa Republlik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa demokrasi

pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.

      

2 


(18)

4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa reeformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktek-praktek politik yang terjadi pada masa republik Indonesia III.

Dari antara periode tersebut, demokrasi yang lebih baik iyalah yang dimulai sejak runtuhnya rezim Orde baru dan digantikan dengan Era Reformasi. Banyak perubahan fenomena politik yang terjadi dalam sistem politik di Indonesia. Salah satunya adalah sistem sentralisasi yang digantikan dengan sistem disentralisasi. Demokratisasi dan aktivitas-aktivitas politik sudah lebih terbuka, bukan hanya di pemerintahan pusat. Daerah-daerah yang dulunya berada dibawah komando pusat kini diharapkan harus mampu berdiri sendiri dalam membangun daerahnya masing-masing tanpa campur tangan pusat yang berlebihan.

Setelah perubahan sistem sentralistik digantikan dengan sistem disentralisasi, hubungan antara ketiga lembaga negara kembali menghirup angin segar. Jika kita menyorot pada kembali kepada masa Presden Soeharto, kekuasaan eksekutif sangat mendominasi dan bahakan memilki fungsi legislasi nasional berada pada presiden. Namun pada Era Reformasi, Keterlibatan lembaga eksekutif dalam hal pembuatan konstitusi dikarenakan adanya perubahan pertama terhadap UUD 1945 yang terjadi pada 19 oktober 1999, dalam Sidang Umum MPR yang berlangsung tanggal 14-21 oktober 1999. Dalam perubahan ini, terjadi pergeseran kekuasaan presiden (eksekutif) dalam membentuk undang-undang, yang diatur dalam pasal 5. Berubah menjadi presiden (eksekutif) berhak mengajukan


(19)

rancangan undang-undang, dan dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20).3

Otonomi daerah menjadi salah satu dampak sistem disentralisasi merupakan suatu fenomena yang sangat mempengaruhhi perpolitikan di Negara Indonesia. Perubahan masa sentralisasi yang sangat identik dengan masa pemerintahan Orde Baru secara spontan digantikan oleh sistem disentralisasi yang dianggap paling tepat untuk membantu pembangunan disetiap daerah. Setiap aparat pemerintahan baik itu legislatif, yudikatif dan eksekutif di daerah tingkat I maupun II kini sudah lebih memiliki tanggungjawab. Jika dilihat dari sejarah perjalan Otonomi daerah tersebut, titik berat otonomi daerah tingkat II (kabupaten dan kotamadya) yang merupakan amanah pasal 11 ayat 1 UU No.5 tahun 1974 belum terwujud.4 Kebijakan disentraliasi (politik dan fiskal) kemudian berlanjut dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.

Kemampuan dari setiap daerah untuk menentukan arah jalannya pemerintahan tentunya harus didukung oleh kemampuan dari setiap aparat yang mengambil bagian dalam pemerintahan. Posisi legislatif, eksekutif dan yudikatif daerah harus berada pada jalur yang tepat agar tidak terjadi penyimpangan kekuasaan dalam lembaga pemerintahan tersebut. Hubungan dari setiap lembaga       

3 

Ni’matul Huda,2006. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal  166‐167. 

4 

Syamsuddin Haris, 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: desentralisasi, Demokratisasi dan 


(20)

harus benar-benar tetap terjaga agar mampu saling mendukung dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga. Fungsi pemerintah sebagai pembentuk dan pelaksana kebijakan publik diantaranya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (perda). Pembuatan perda ini sendiri yang menjadi

Jika kita mengarah pada pemerintahan di daerah Kabupaten Dairi, proses pembangunan masih kurang menunjukkan perkembangan dari tahun ketahun. Peraturan Daerah yang menjadi diskusi panjang antar lembaga pemerintahan yang sangat penting terutama bagi lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD. Peran kedua lembaga ini tidak lepas dari kepentingan-kepentingan politik di daerah Kabupaten Dairi. Pemilihan kepalah daerah yang pada Pilkada tahun 2008 yang memenangkan pasangan KRA.Jhonni Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi yang merupakan usungan partai Golongan Karya (Golkar). Sebagai kepala daerah atau yang menduduki jabatan tertinggi dalam eksekutif di daerah tigkat 2, bupati memiliki wewenang untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah.

Jika menyoroti struktur lembaga DPRD di Kabupaten Dairi, sebanyak 30 kursi DPRD telah di isi oleh orang-orang yang dilatarbelakangi dari partai-partai politik yang sangat beragam. Berikut susunan keanggotaan DPRD Kabupaten Dairi :


(21)

Tabel. 1.1

Perolehan kursi DPRD Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014

No Nama partai Perolehan kursi

1. PNKB 1

2 PPRN 2

3 P.Barnas 1

4 PAN 2

5 PDK 4

6 Pelopor 1

7 GOLKAR 4

8 PDS 1

9 PNBKI 1

10 PDIP 4

11 P. Patriot 1

12 P. Demokrat 4

13 PKDI 1

14 P. Merdeka 1

15 P. Buruh 2

(Sumber: adaptasi dari data DPRD Kabupaten Dairi)

Dari keseluruhan anggota DPRD Kabupaten Dairi, perwakilan dari partai Golkar yakni Dra. Delpi Ujung terpilih sebagai ketua DPRD Kabupaten Dairi. Dari beragammnya latarbelakang setiap anggota legislatif tersebut, sangat rentan


(22)

akan terjadinya interpensi kepentingan. Ketika tarik menarik kepentingan mulai berbicara dalam perjalanan perpolitikan, tentunya akan mempengaruhi kinerja masing-masing lembaga. Jika melihat kinerja lembaga legislatif, DPRD Kabupaten Dairi dalam hal pembuatan Praturan Daerah masih tergolong kurang produktif. Dari hasil diskusi dengan salah satu anggota DPRD Kabupaten Dairi, beliau mengatakan bahwa pembuatan peraturan Dearah merupakan tugas dari DPRD, namun rancangan usulan perda yang akan dibuat ada yang berasal dari lembaga eksekutif dan dari lembaga legislatif sendiri. Namun jika kita berbicara mengenai pembangunan, sumber pendaanaan yang digunakan secara langsung berasal dari APBD daerah. Sehingga sebagai lembaga yang memiliki fungsi

budgeting, DPRD memiliki peran yang juga sangat penting dalam penyusuna

Perda tersebut.

Ditengah kurang produktifnya kedua lembaga ini dalam membuat Peraturan daerah tentunya memberikan pertanyaan mengenai kinerja dari kedua lembaga tersebut. Keinginan penulis untuk meneliti relasi kekuasaan kedua lembaga tersebut Dalam proses pembuatan Peraturan Daerah dirasa penting untuk diangkat. Peraturan Daerah No.07 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ini bisa disepakati dan disahkan oleh lembaga legislatif dan eksekutif menjadi study kasus yang tepat untuk diteliti. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut, suatu point yang bisa dilihat bahwa sebenarnya pada momen-momen tertentu baik lembaga legislatif dan eksekutif mampu bekerjasama. Hal ini seharusya dijadikan contoh dan pelajaran


(23)

dalam pembuatan peraturan daerah lainnya. Secara sgkat perda No.07 Tahun 2009 iini berisiskan tentang motto kerja pemerintahan dan rencana pembangunan infrastuktur yang akan dijalankan oleh lembaga eksekutif.

Ketertarikan peneliti untuk mengangkat pembahasan mengenai kerjasama yang terjadi antara lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dengan DPRD Kabupaten Dairi dalam hal pembuatan peraturan daerah. supaya kita sebagai masyarakat mengetahui dan mengerti kinerja dari setiap lembaga pemerintahan. Karena kita ketahui bersama masyarakat yang merupakan objek dari kebijakan publik yang di tetapkan oleh pemerintah baik itu peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya. Dengan demikian lembaga Pemerintahan Kanupaten Dairi dan DPRD Kabupaten Dairi sebagai aparatur pemerintahan Daerah mampu bekerjasama dalam pembuatan Peraturan daerah tujuan akhirnya adalah mensejahterakan rakyatnya dengan menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).

1.2 Rumusan masalah

Dalam pembuatan sebuah penelitian, permasalahan yang diangkat seorang peneliti merupakan unsur yang sangat penting. Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting, dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah yang menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu


(24)

dijawab atau dicari jalan pemecahannya.5 Masalah peneliitian harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi peneliti untuk dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemapuan profesonalnya, yang tidak mungkin diselesaikan oleh semua orang, khususnya orang-orang diluar disiplin ilmu yang berkenaan dengan masalah tersebut.6

Oleh sebab itu, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses kerjasama yang terjadi antara Pemerintah Daerah

dengan DPRD Kabupaten Dairi dalam pembuatan Peraturan daerah?”

2. Apa saja yang masalah yang terjadi dalam pembuatan Peraturan

Daerah di Kabupaten Dairi?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah berfungsi untuk untuk membatasi pembahasan yang diangkat dalam sebuah karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap pada jalur permasalahan yang akan diteliti. Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah objek penelitian yang dilakukan fokus pada kerjasama yang melibatkan lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Dairi dalam proses pembuatan Peraturan Daerah sebagai salah satu contoh dari peraturan Daerah yang telah dibentuk yakni No.07 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kbupaten Dairi Tahun 2009-2014 di Kabupaten Dairi.

      

5 Husni Usman dan Pramono, 2000. 

Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara. Hal.26 

6 

Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:  Gadjah Mada University Press. Hal.24. 


(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai atau didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tahap-tahap pembuatan Peraturan daerah di

Pemerintahan Daerah tingkat II (dua).

2. Untuk mengetahui peran dan proses kerjasama yang terjadi antara lembaga Pemerinta Daerah dan DPRD dalam pembuatan Peraturan Daerah.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD dalam membuat Peraturan Daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, manfaat yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah

referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU

2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam

mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan melihat fenomena politik yang terjadi.

3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang gambaran kerjasama yang terjadi antara lembaga pemerintah daerah dan DPRD dalam pembuatan peraturan daerah, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai relasi kekuasaan.


(26)

1.6 Kerangka teori

Sebagai penelitian yang baik dan benar, landasan teori merupakan suatu yang sangat penting dalam penulisan karya ilmiah. Fungsi dari teori ini sendiri digunakan sebagai suatu landasan berpikir dalam menganalisis sebuah fenomena yang sedang diteliti. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi defensi dan proposis untuk menerangkan sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dengan kata lain, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan fenomena tertentu.7 Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.6.1 Teori kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan atau peraturan yang dibuat oleh yang berwenang untuk mengatasi masalah publik, sehingga diharapakan tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. Ciri-ciri utama kebijakan publik adalah suatu peraturan dan ketentuan yang diharapkan dapat mengatasi masalah publik. Cochran dan Malone mengemukakan: Public policy is the study of goverments decision and actions designed to del with mtter of public concern”.

Dari pengertian yang dikemukakan sebelumnya, maka keputusan menteri, keputusan Direktoral Jendral, Keputusan Direktur Depertemen dan peraturan Daerah sekalipun pada dasarnya adalah merupakan Public Policy. Dye mendefenisiskan kebijakan publik sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah, bagaimana mengerjakannya, mengapa perlu dikerjakan dan perbedaan apa yang

      

7 


(27)

dibuat. Dye seperti yang dikutip oleh Winarno berpandangan lebih luas dalam merumuskan pengertiankebijakan, yaitu sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever goverments choose to do or

not to do).8

kebijakan publik merupakan proses penggunaan kewenangan negara yang bereksperimen terhadap nasib orang banyak. Dari pemaknaan tersebut, para ilmuwan cenderung melakukan simplifikasi terhadap teori kebijakan publik sehingga mengakibatkan permasalahan di level implementasi. Para ilmuwan telah banyak melakukan pemaknaan terhadap kebijakan publik tersebut namun sebagian besar proses itu bias ilmuwan dan justru dimanfaatkan sebagai instrumen bagi kenyamanan penguasa.

Setidaknya terdapat empat lapis pemaknaan dari kebijakan publik. Yang

pertama adalah memahami kebijakan publik sebagai decision making. Kedua,

kebijakan dimaknai sebagai serangkaian fase kerja pejabat publik. Ketiga, kebijakan publik bisa berupa ‘intervensi’ sosio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan publik. Sedangkan lapis pemaknaan yang paling dalam adalah bagaimana memahami kebijakan publik sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.

Melalui keempat lapis pemaknaan di atas, tulisan ini akan mencoba melakukan klasifikasi terhadap pemaknaan yang telah banyak dilakukan para ilmuwan dalam teori-teori kebijakan publiknya. Klasifikasi tersebut akan menunjukkan bahwa

      

8 


(28)

sebagian besar ilmuwan masih banyak yang justru mereduksi esensi kebijakan publik sebatas pada lapis pemaknaan yang sempit.

a. Kebijakan Publik sebagai Suatu bentuk Decision Making

Erwan Agus purwanto (1997) dalam tesisnya berpendapat bahwa kebijakan publik selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran.9

Graham Allison(1971) dalam Lele (1999), Kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemerintahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepentingan, dan kapasitas organisasionalnya.10

Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.11Dalam hal ini, pemerintah berhak memberi hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan tersebut. Pemerintah masih bisa dikatakan otoritatif meskipun kebijakan tersebut memiliki

      

9 Safrina, Dian. Skripsi:

Studi Formulasi Kebijakan.Studi Kasus: Penentuan Harga Crude Palm Oil di Sumatra Utara. Jurusan Administrasi Negara, UGM: 2003. hal.19 

10 

Ibid, Hal.22  11  Winarno, Budi.


(29)

tujuan dan sasaran demi kepentingan masyarakat. Kebijakan publik merupakan arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, dan local.

William N. Dunn merumuskan kebijaksanaan publik sebagai berikut: Kebijaksanaan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan

pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya. Konsep kebijaksanaan publik menurut

David Easton sebagai berikut: Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.Meskipun definisi ini bisa juga diklasifikasikan dalam pemaknaan kebijakan sebagai bentuk intervensi, namun nuansa kebijakan yang dipilih pemerintah untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan masih kental dalam definisi ini.

b. Kebijakan Publik sebagai Serangkaian Fase Kerja Pejabat Publik

Randall B. Ripley menganjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat proses tersebut dalam suatu model sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar aktor dan interaksi yang terjadi di dalamnya.James, A. Anderson, “…….a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter concern.” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok


(30)

pelaku guna memecahkan suatu masalah.12Dalam konteks definisi ini, seorang atau sekelompok pelaku bisa disamakan dengan pemerintah atau pejabat publik.

Selanjutnya, Anderson mengatakan bahwa public policies are those policies

developed by governmental bodies and official (kebijakan negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintah).

Charles O’Jones, istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), standard, proposal, dan grand design.

12

William Jenkins, kebijakan publik adalah sebuah rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih

berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan daripada aktor tersebut. Woll

(1966), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.13

      

12 

Anderson, James, Public Policy‐making, Second edition, Holt, Rinehart and Winston: 1979  dalam Islamy, Irfan, Prinsip‐Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan 12, Bumi Aksara,  Jakarta:2003. Hal, 37 

13

Tangkilisan, DrsHessel Nogi S, 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman  Offset YPAPI, hal.2  


(31)

c.Kebijakan Publik sebagai Proses Intervensi Sosio Kultural

Sulit mengklasifikasikan beberapa definisi dalam kelompok ini karena proses intervensi yang dilakukan pemerintah dalam pemecahan masalah sosial yang terlihat dari kata kunci dalam beberapa definisi dan teori masih sangat tergantung pada keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. Proses intervensi lebih banyak menjadi salah satu bentuk pemaknaan kebijakan dalam klasifikasi administratif atau berbentuk decision making. Seperti halnya definisi dari Easton, kebijakan publik dimaknai sebagai alokasi nilai unutk seluruh masyarakat, namun dalam hal ini, pemerintah masih bersifat otoritatif terhadap kebijakan tersebut.

d. Kebijakan Publik sebagai Interaksi Negara dan Rakyatnya

John Erik Lane (1995) dalam Lele (1999) membagi wacana kebijakan publik ke dalam beberapa model pendekatan, yaitu (1) pendekatan demografik yang melihat adanya pengaruh lingkungan terhadap proses kebijakan. (2) model inkremental yang melihat formulasi kebijakan sebagai kombinasi variabel internal dan eksternal dengan tekanan pada perubahan gradual dari kondisi status quo. (3) model rasional. (4) model garbage can dan (5) model collective choice aksentuasinya lebih diberikan pada proses atau mekanisme perumusan kebijakan.14

Pendekatan dalam memahami kebijakan publik yang diungkapkan di sini, selain memaknai kebijakan publik sebagai mekanisme dan proses yang bersifat teknokratis, pendekatan tersebut juga berusaha unutk menjelaskan relasi atau

      

14 

Gabriel Lele, 1999. Post Modernisme dalam Pengembangan Wacana Formulasi Kebijakan.  Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta: hal 22. 


(32)

kombinasi faktor internal, dalam arti pemerintah dan faktor eksternal yaitu masyarakat. Dari pendekatan tersebut, bisa dilihat bagaimana pemerintah mencoba keluar dari sifat otoritatifnya dan berusaha untuk berinteraksi dengan masyarakat. Fauzi Ismail, dkk dalam bukunya menyatakan bahwa kebijakan publik adalah bentuk menyatu dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses persentuhan negara dengan rakyatnya. Kebijakan publik yang transparan dan partisipatif akan menghasilkan pemerintahan yang baik. Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif. Demikian pula sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsif pula.

e. Definisi yang cenderung bias dan tidak dapat dikelompokkan dalam keempat lapis pemaknaan.

Robert Eyestone memberi makna kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.Definisi ini cenderung bias karena Robert dalam definisinya tidak memberikan penjelasan tentang pengertian “hubungan” dan lingkungan yang dimaksud. Hubungan tersebut bisa dimaknai sebagai hubungan yang interventif atau hubungan yang bersifat interaktif dengan lingkungan, yaitu masyarakat. Definisi ini sangat luas cakupannya sehingga apa yang dimaksud dengan kebijakan publik tersebut bisa meliputi banyak hal.

Chief J. O Udoji (1981), kebijakan publik merupakan suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian


(33)

besar warga masyarakat.

Tindakan bersanksi di sini bisa dilakukan pemerintah dengan otoritas dan kewenangannya, namun definisi ini tidak dengan konkret menjelaskan baik aktor maupun proses dalam pembuatan kebijakan tersebut. Kebijakan publik adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian

kekuasaan (doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middle van

machtsuitoefening). 15 Definisi ini tidak menjelaskan bagaimana membangun masyarakat yang terarah apakah dengan intervensi atau dengan interaksi antara penerintah dengan masyarakat.

Dari klasifikasi beberapa definisi yang dikemukaan para ilmuwan di atas, terlihat bahwa pemaknaan kebijakan publik masih didominasi dan terbatas pada pemaknaan dalam level administratif dan teknokrtis. Kebijakan publik masih berada dalam lingkup otoritas negara. Beberapa definisi di atas tidak ada yang bisa dikelompokkan dalam lapis pemaknaan ketiga yang memaknai kebijakan publik sebagai intervensi soaio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen unutk mengatasi persoalan publik. Selain itu, terdapat beberapa definisi yang bias sehingga sulit unutk menentukan tujuan dan sasaran di level implementasi.

Permasalahan kebijakan publik ternyata tidak hanya berada dalam level implementasi tetapi juga pada level teori. Pemerintah cenderung masih menggunakan kewenangannya secara penuh dalam menentukan kebijakan publik tanpa adanya

      

15 

A. Hoogerwerf, Politicologie : Begrippen en Problemen (Alpen aan den Rijn, Samson Uitgeverij,  1972), hal.. 3 8‐39 dalam skripsi Ari Dwi Astuti, ”Selamat Pagi Bupati”: Studi Tentang Efektifitas 

Sosialisasi Kebijakan Pemda Kebumen Melalui Siaran Radio, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM, 


(34)

interaksi dan proses diagnosis terhadap permasalahn-permasalahan dan konflik dalam masyarakat.

1.6.2 Teori Trias Politica

Konsep Trias Politica ini sendiri adalah bagian dari perkembangan dari teori kekuasaan. Penerapan Trias Politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Doktrin ini pertama sekali dikemukakan oleh John Locke (1632-1755) dan Montesque (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan. 16

a. Jhon locke (1632-1755)

Jhon Locke merupakan seorang filsuf berkebangsaan Ingris yang lahir pada 29 Agustus 1632, di Wringthon sebuah desa di Somerset utara, Ingris Barat dekat Bristol Ingris dengan keadaan keadaan di negeri ini masa itu tragis dan Ironis, sebab negara Eropa abad XVII dilanda perang agama kaum Katolik dengan Protestan.17 sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu politik maupun sosial melalui karya-karya yang telah dibuatnya. Keterlibatannya dalam memberi sumbangsi pemikiran akan teori asal mula negara menjadikannya salah satu ahli       

16 

Miriam Budiardjo, Op.cit. hal. 282  17 


(35)

terbesar dalam 4 ilmuan yang mengemukakan teori kontrak sosial (the contract

social theory). Selain dalam teori kontrak sosial, Jhon locke juga memberi

sumbangsi pemikiran dalam konsep pemisahan kekuasaan (separation of powers). Pada dasarnya Jhon Locke memisahkan kekuasaann menjadi tiga bagian yang memiliki tugas masing-masing. Kekuasaan lembaga tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus berdiri sendiri. Menurut Jhon Locke, kekuasaan dibagi menjadi lembaga eksekutif (eksekutif power), lembaga legslatif (legislatif

power) dan lembaga federatif (federatif power).

Pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang dikemukakan oleh Jhon Locke tersebut memliki fungsi-funsi yang secara umum yaitu;

1. lembaga legislatif yang berfungsi sebagai pembuat undang-undang maupun peraturan funda mental negara yang menjadi dasar pelaksaanaan kinerja lembaga eksekutif. Bidang legislatif tidak dapat dialihkan kepada siapa pun atau lembaga apa pun, sebab kekuasaan legislatif adalah manifestasi pendelegasian rakyat kepada negara.18 Legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat diyakini sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk menyusun aturan-aturan pemerintah sebagai wujud kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat. Undang-undang yang telah dibuat selanjutnya akan menjadi landasan lembaga eksekutif dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga yang menjalankan roda       

18 


(36)

pemerintahan. Oleh sebab itu, lembaga legislatif harus benar-benar melakukan tugasnya dengan mengatas namakan rakyat dan diharapkan tidak ikut serta menekan kepentingan rakyat. Dimana lembaga legislatif dapat dikatakan sebagai penghubung antara kepentingan rakyat dengan penguasa.

2. Lembaga eksekutif yang berfungsi sebagai pelaksana undang-undang yang telah dbentuk oleh lembaga Legislatif. Dalam pemahaman Jhon Locke, sebagai lembaga pelaksana undang-undang dan peraturan-peraturan yang di bentuk lembaga legislatif, eksekutif secara langsung juga memiliki fungsi sebagai badan pengawas ataupun peradilan. Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering, yang termasuk pelaksanaan undang-undang.19 Lembaga eksekutif dapat dikatakan sebagai lembaga yang sangat sentral posisinya dalam roda pemerintahan. Meskipun kinerja lembaga ini diawasi oleh lembaga lain, lembaga eksekutif masih memiliki

wewenang (authority) untuk memutuskan langkah apa yang akan

dilakukan dalam menjalankan pemerintahan.

3. Lembaga federatif, yakni kekuasaan yang terkait dengan masalah

hubungan luar negeri, mementukan perang, perdamaian, liga dan aliansi antarnegara serta transaksi dengan negara asing. Locke tidak memasukkan kekuasaan federatif ke dalam kekuasaan eksekutif dengan alasan praktis. Untuk menjaga agar kekuasaan dapat berjalan dengan baik,maka masing-      

19  


(37)

masing lembaga ataui nstitusi negara harus dipegang oleh orang-orang yang berbeda.20 Kekuasaan federatif ini dirasa penting karena dipengaruhi oleh keadaan poliitik antarbangsa yang sangat rawan akan peperangan. Panasnya hubungan antarnegara mempengaruhi pemikiran Jhon locke untuk membagi kekuasaan federatif sebagai satu lembaga yang fokus mengurus hubungan negara dengan negara lain baik itu dalam hal kerjasama maupun peperangan.

b. Montesquieu (1689-1755)

Charles Louis de Secondant Baron de Montesquieu yang lebih dikenal dengan Montesquieu, lahir di Bordeux, Prancis, tahun 1689. Beliau merupakan tokoh yang selanjutnya mengembangkan teori Trias Politica yang sebelumnya dikemukakan oleh Jhon Locke. Meskipun tetap membagi kekuasaan menjadi 3 lembaga yang terpisah, Jhon Locke dan Montesquieu tetap memiliki pandangan yang berbeda. Sebagaimana yang telah dikemukakan Jhon Locke, pemisahan kekuasaan versi Montesqueiu yakni kekuasaan Legislatif dan eksekutif tetap ada. Namun yang menjadi pembeda yakni penggantian kekuasaan federatif menjadi yudikatif. Montesquieu sendiri mengemukakan bahwa pembagian kekuasaan

(distribution of powers) bukan berarti pemisahan kekuasaan secara mutlak

(separation of powers), sebab masih adanya saling pengaruh antar badan-badan

yang mengendalikan masing-masing pilar suprastruktur politik tersebut. 21

      

20  

Firdaus Syam, op.cit. Hal. 137  21  


(38)

Penerapan pembagian kekuasaan ini yang kemudian diterapkan di negara Amerika serikat.

Secara teoritis, fungsi dari lembaga-lembaga suprastruktur politik legislatif dan eksekutif yang dikemukakan oleh Jhon Locke masih memiliki kesamaan, hanya saja lembaga ketiga yakni yudkatif. Berikut penjelasan dari konsep Trias

Politica menurut pandangan Montesquieu:

1. Lembaga legslatif, merupakan lembaga yang menjadi lambang

keterlibatan rakyat dalam suatu negara. Untuk menjaga kekuasaan yang sifatnya obsolut dan hanya menguntungkan pihak penguasa, dibutuhkan suatu lembaga yang berperan sebagai mediator raktyat dengan penguasa, sebagai komunikator serta agregator aspirasi dari kepentingan orang banyak. Lembaga legislatif ini diyakini akan menjadi sebagai dewan rakyat yang masing-masing memiliki veto atas lainnya. Mereka bukanlah wakil-wakil rakyat sebagaimana yang kita pahami pada masa sekarang ini.

2. Lembaga eksekutif, merupakan lembaga yang menjalankan roda

pemerintahan. Kekuasaan eksekutif yakni kekuasaan yang bertugas untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan perundangan lainya dalam menyelenggarakan administrasi negara. Sebagaimana konsep pembagian kekuasaan (distribution of powers), lembaga ini sewaktu-waktu harus bekerjasama dengan lembaga negara lainnya terutama bagi lembaga legislatif. Meskipun sebagai lembaga pelaksana undang-undang, eksekutif


(39)

masih diberi porsi untuk memberikan rancangan terhadap lembaga eksekutif. Dalam hal ini, kebijakan luar negeri berada dalam wewenang kekuasaan eksekutif.

3. Lembaga yudikatif, merupakan lembaga yang memegang wewenang

sebagai fungsi peradilan atas pelangaran undang-undangan. Terutama adanya lembaga yudikatif yang dtekankan oleh Montesquieu, karena disinila letaknya kemerdekaan ndividu dan hak asasi manusia dijamin dan dipertaruhkan.22 Kekuasaan yudikatif penting dan harus dipisahkan dari dua kekuasaan lainnya juga untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan penguasa. Kekuasaan ini lah yang selanjutnya akan bertugas untuk menegakkan hukum yang telah disepakati.

Pemikiran dari Montesquieu ini kemudian banyak diadopsi di negara-negara demokrasi di dunia. Meski memiliki perbedaan penerapan disetiap negara-negara, baik pemisahan kekuasaan (separation of powers) ataupun pembagian kekuasaan

(distribution of powers) tujuannya tetap untuk menciptakan suatu pemerintahan

yang baik (good governance). Sebagai contoh yang menerapkan teori Trias

Politica ini sendiri adalah indonesia dan Amerika serikat.

1.6.3 Teori Otonomi Daerah

Salah satu perbedaan yang paling menonjol dalam sistem pemerintahan indonesia setelah runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru adalah penerapan       

22  


(40)

otonomi daerah. Sistem sentralistik Soeharto digantikan dengan sistem disentralistik. Sebagai salah satu pilar yang dirancang untuk mendukung pembangunan daerah, sistem otonomi daerah memiliki landasan hukum yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945 yang menyangkut tentang pemerintahan lokal. Pemerintah daerah sebagai implikasi prinsip disentralsasi, dipahami terkait dengan seberapa besar dan luas pendelegasian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah demi berbagai alasan dan pertimbangan. Semakin besar kewenangan yang diberikan kepada daerah, semakin besar pula peluang daerah dapat menggali potensi yang ada untuk pembangunan daerah sesuai dengan kehendak masyarakat.23

Hakikat otonomi daerah adalah disentralsasi atau proses pendemokrasian pemerintahan dengan keterlibatan langsung warga masyarakat sehingga meskipun itu menggunakan pendekatan lembaga perwakilan sebagai personifikasi. Penerapan otonomi daerah yang sekarang ini berlangsung untuk mendekatkan masyarakat dengan pemerintahnya. Walaupun disebut sebagai langkah pendemokrasian dalam pemerintahan lokal, penerapan otonomi daerah masih banyak mengalami kedala seperti rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya kualita hidup menjadikan pendemokrasian jalannya pemerintahan lokal sangat rawan akan masuknya kepentingan-kepentingan elit politik semata.

UUD 1945 pasal 18 merupakan rujukan yang menjadi sumber hukum pemerintahan daerah. Meskipun demikian, penjelasan mengenai pemerintahan       

23  


(41)

daerah yang utuh, lengkap dan jelas tidak banyak diperoleh dari rujukan undang-undang tersebut. Setidatidaknya ada 6 pokok pikiran yang mengenai pemerintahan daerah tersebut, yakni24:

1. Wilayah RI akan dibagi kedalam provinsi yang kemudian akan dibagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil.

2. Daerah-daerah itu tidak bersifat sebagai staat.

3. Daerah-daerah itu dapat berupa daerah otonom atau administrasi belaka. 4. Daerah itu mempunyai pemerintahan.

5. Dalam membagi wilayah Indonesia serta menentukan bentuk dan struktur pemerintahannya harus dilakukan berdasarkan UU.

6. Pembagian wilayah dan penentuan struktur pemerintahan tersebut diatas terutama didaerah-daerah otonom, dilakukan dengan mengingat sistem pemusyawaratan dalam pemerintahan negara dan hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa.

Meninjau ke dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, Undang-Undang otonomi daerah yang di dalamnya juga terkait tentang pemerintahan daerah telah diamandemen sebanyak 8 kali perubahan. Perubahan itu sendiri secara kronologis dapat diliha sebagai berikut25:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948       

24 

Ibid. Hal. 138  25 


(42)

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Secara hukum perundang-undangan, otonomi daerah itu sendiri dapat dilihat pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa “otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur da mengurus sendiri urusan peerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dan menurut pasal 1ayat 6 menyatakan “ Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendirir berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”26 Oleh sebab itu, otonomi daerah merupakan suatu langkah yang dapat diartkan sebagai penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepemrintahan daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan pada kehendak dan aspirasi masyarakat dalam roda pemerintahan. Walaupun demikian, bukan berarti hubungan pusat dan daerah sudah tertutup ataupun ditiadakan oleh

Undang-      

26  


(43)

undang. Hanya saja pemerintah lokal akan bekerja dengan sendiri tanpa ada interpensi yang berlebihan dari pusat.

1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati.27 Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut yaitu, relasi kekuasaan yang terjadi dantara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif dalam hal pembuatan Peraturan Daerah khususnya peraturan daerah No. 07 tahun 2009.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.170, Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti dilakukan juga penelitian ke kantor Bupati Kabupaten Dairi yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No. 127 Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara.

      

27


(44)

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan instrumen penelitian yang harus dimiliki setiap penelitian ilmiah. Data ini menunjukkan kualitas atau mutu dari sesuatu yang ada, berupa keadaan, proses, kejadian/peristiwa dan lain-lain yang dinyatakan dalam bentuk perkataan.28 Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder.29 Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Dairi yang terlibat langsung dalam pembuatan perda tersebut dan beberapa aparat lembaga eksekutif baik kepala daerah maupun jajarannya yang memiliki pengetahuan dan terlibat dalam penyusunan rancangan hingga pengesahan Peraturan Daerah No.07 Tahun 2009 tersebut.

      

28  Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 

Op.cit . hal. 49 

29

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga.. Hlm 105.


(45)

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait lembaga Legislatif (DPRD), seperti tata tertib lembaga Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

1.7.4 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menguatkan argumen dari hasil analisisnya.


(46)

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI PERIODE 2009-2014 DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DAIRI PERIODE 2008-20013

Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD dan profil pemerintahan lembaga eksekutif kabupaten Dairi. Yang dimaksud dengan pemerintahan kabupaten Dairi lebih mengarah pada Profil tentang kepala daerah sebagai lembaga eksekutif dengan menyertakan struktur organisasinya.

BAB III: PROSES KERJASAMA LEMBAGA PEMERIINTAH DAERAH DAN DPRD DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH

Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap relasi ataupun hubungan kekuasaan yang terjadi antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif khusunya dalam pembuatan Peraturan Daerah No.07 Tahun 2009


(47)

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis data.


(48)

BAB II

PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI PERIODE 2009-2014 DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAIRI PERIODE 2008-2013

2.1 Profil DPRD Kabupaten Dairi

DPRD Kabupaten Dairi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang bekerja sebagai mitra pemerintah daerah Kabupaten Dairi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari calon-calon legislatif yang berhasil dalam pemilihan umum legislatif yang berasal dari 15 partai yang memperoleh suara terbanyak. Sebagai anggota badan legisslatif, setiap anggota DPRD Kabupaten Dairi diatur dalam oleh peraturan-peraturan yang telah dibuat sebelumnya yakni Keputusan Dewn Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi Nomor 41 Tahun 2005 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi. Dikeluarkannya Keputusan mengenai Kode etik DPRD bertujuan untuk menjaga kehormatan,martabat dan kredabilitas Pimpinan Alat Kelengkapan dan Anggota DPRD dalam Melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang serta haknya sebagai anggota.

DPRD kabupaten Dairi memiliki 3 fungsi yakni:

- Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah

bersama kepala daerah

- Fungsi anggaran diwujudkan dalam membahas dan menyetujui

rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama kepala daerah


(49)

- Fungsi pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD menyebutkan bahwa DPRD terdiri atas :

a. Fraksi-fraksi b. Alat kelengkapan c. Sekretariat

2.1.1 Fraksi – Fraksi DPRD Kabupaten Dairi

Fraksi merupakan suatu bagian struktur lembaga DPR/DPRD sebagai wadah yang menyatukan anggota DPRD yang berasal dari suatu partai politik atau lebih yang disebut sebagai fraksi gabungan. Hal ini dapat dilihat sebagai perpanjangan partai politik dalam lembaga legislatif tersebut. dalam Peraturan DPRD Kabbupaten Dairi Nomor 170/12/Tahun 2010 Tentang peraturan tata tertib DPRD Kabupaten dairi dijelaskan bahwa untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas , dan wewenang DPRD sejak hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi seagai wadah perhimpunan.30

DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 6 fraksi yakni Fraksi Golongan Karya, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi PDK, Fraksi Rakyat bersatu, dan       

30 

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi Nomor 170/12/Tahun 2010  Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Dairi, Pasal 31. 


(50)

Fraksi PAN. Dari keenam fraksi tersebut setiap fraksi terdiri dari beberapa partai kecuali fraksi PDK. Fraksi Golkar terdiri dari 3 partai yakni Partai Golkar, Partai Merdeka dan Partai BURUH; Fraksi Perjuangan terdiri dari partai PDI-Perjuangan dan PBNKI ; Fraksi Rakyat Bersatu terdiri dari PPRN, PKPB, Partai Pelopor dan PKDI; Fraksi Partai Anak Nasionalis yang terdiri dari PAN dan Partai Patriot ; yang terakhir adalah Fraksi PDK yang disebut sebagai fraksi murni.

Daftar anggota-anggota setiap Fraksi dalam komposisi DPRD Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut :

1. Fraksi Golongan Karya - Sabam Sibarani, S.Sos - Togar Simorangkir - Saut Marta Ujung - Leonard S. Samosir, BA - Cipta Karo-karo, ST - Martini R. Sitinjak, R.O - Jusrianda Nainggolan 2. Fraksi PDI – Perjuangan

- Resoalon Lumban Gaol - Ir. Togar Pasaribu

- Lamhot Edward Munthe


(51)

3. Fraksi Demokrat

- Harry R. Napitupulu, SE - Pinto Padang

- Martua Nahampun

- Dapotan Silalahi 4. Fraksi PDK

- Rasiden Damanik, SE - Pendi Purba

- Drs. Saulus Sinaga - Mangasa Sinaga 5. Fraksi Rakyat Bersatu

- Dahlan Sianturi, SE

- Pisser Agustinus Simamora - Suranta Sonder Sembiring - Lumban Panjaitan,SH - Binsar Sinaga, SE 6. Fraksi PAN

- Agus Ujung,SH - Darwin Sitanggang, SE - Fredi Hotsan Sihombing, SS


(52)

2.1.2 Alat kelengkapan DPRD kabupaten Dairi

Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari Pimpinan DPRD, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi, Badan Anggaran, badan Kehormatan dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Kepemimpina lembaga Alat kelengkapan bersifat kolektif dan kolegial. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Alat kelengkapan yang disebut sebelumnya bekerja sama dengan sekretariat DPRD.

2.1.2.1Pimpinan DPRD

Pemilihan Pimpinan ketua DPRD Kabupaten Dairi ditentukan berdasarkan urutan perolehan suara terbanyak. Menurut Peraturan No 170/12/tahun 2010 pasal 36 ayat, pimpinan DPRD kabupaten Dairi terdiri dari 1 ketua dan 2 wakil ketua. Penentuan anggota DPRD yang berhak menjadi pimpinnan DPRD sebagaimana disebutkan dalam Peraturan tersebut ialah anggota yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak dan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.

Pimpinan DPRD mempunyai tugas31:

a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk

diambil Keputusan;

b. Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;

      

31 


(53)

c. Melakukan koordinasi dalam upaya mensinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dan alat kelengkapan DPRD;

d. Menjadi juru bicara DPRD;

e. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;

f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembga/instansi

lainnya;

g. Mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan pimpinan

lembaga/instansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRD; h. Mewakili DPRD di pengadilan;

i. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

j. Menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan

k. Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat

paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.

DPRD Kabupaten Dairi diketuai oleh Delphi Masdiana Ujung, SH, Msi yang berasal dari partai Golongan Karya. Selanjutnya wakil ketua I yaitu Benpa Hisar Nababan dari partai PDI-Perjuangan dan wakil ketua II Suparto Gultom dari partai Demokrat.


(54)

2.1.2.2Komisi DPRD Kabupaten Dairi

Komisi merupakan perangkat lembaga legislatif yang merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Komisi DPRD memiliki tugas sebagai berikut:

a. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah, dan Rancangan Keputusan DPRD;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi.

d. Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian

masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan/atau masyarakat kepada DPRD;

e. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti

aspirasi masyarakat;

f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;

g. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas

persetujuan Pimpinan DPRD;

h. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;

i. Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam


(55)

j. Memberikanlaporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas komisi;

Pembagian Komsisi Di DPRD Kabupaten Dairi ada 3 yakni:

 Komisi A

Komisi A merupakan perangkat DPRD yang menangani bidang pemerintahan yang meliputi Pemerintahan umum, kepegawaian/aparatur, hukum/perundang-undangan dan HAM, penerangan/pers, kependudukan, pertahanan, perizinan, ketertiban, kehakiman, kejaksaan, kepolisian, Hankam, maritim, Kesbang dan Linmas, organisasi masyarakat dan Imigrasi.

Adapun SKPD yang menjadi mitra kerja dari komisi A ini adalah Asisten Pemerintahan, BKPPD, Inspektorat Kabupaten Dairi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemdes, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kantor Pertanahan, Kantor Kesbangpol dan Linmas, Kantor satuan polisi pamong praja, Kantor perpustakaan, arsip dan dokumentasi, bagian pemerintahan umum, bagian hukum, bagian humas dan bagian Ortala.

Dalam susunan keanggotaannya, komisi A terdiri dari 8 anggota DPRD Kabupaten Dairi yaitu;

- Mangasa Sinaga

- Leonard S. Samosir, BA - Jusrianda Nainggolan - Dahlan Sianturi - Agus Ujung, SH


(56)

- Derama Ginting - Harry R Napitupulu

 Komisi B

Komisi B merupakan perangkat DPRD Kabupaten Dairi yang menangani bidang perekonomian dan pembangunan yang meliputi perdagangan, perindustrian, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengadaan pangan, logistik, koperasi, pariswisata, pekerjaan umum, tata kota, pertamanan, kebersihan, perhubungan, pertambangan dan energi, perumahan rakyat dan lingkungan hidup.

Adapun SKPPD yang menjadi mitra kerja dari komisi B adalah Asisten administrasi pembangunan, BAPPEDA, Dinas Perindagkop, Dinas Pertanian, Dinas kehutanan dan Perkebunan, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Dinas Pertambangan dan Energi, Kantor Lingkungan Hidup, Kantor Pertahanan Pangan dan Bagian pembangunan.

Dalam susunan keanggotaannya komisi B DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 10 anggota, yakni;

- Dapotan Silalahi - Pinto Padang

- Rasiden Damanik


(57)

- Togar Simorangkir - Suranta S. Sembiring - Lumban Panjaitan, SH - Darwin Sitanggang

- Resoalon Lumban Gaol, SE - Ir. Togar Pasaribu

 Komisi C

Komisi C merupakan perangkat DPRD kabupaten Dairi yang menangani bidang bidang keuangan dan kesejahteraan rakyat meliputi keuangan daerah, perpajakan, retribusi, perbankan, perusahaan patungan, dunia usaha, penanaman modal, ketenagakerjaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kepemudaan dan olahraga, agama, kebudayaan sosial, kesehatan, kelurga berencana, pemeberdayaan perempuan dan transmigrasi.

Adapun SKPD yang menjadi mitra kerja dari komisi C yaitu Asisten administrasi umum, Dinas Pendapatan, Pengelolahan, Keuangan dan Aset, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga ( Bidang Pemuda Dan Olahraga), Kantor pemberdayaan perempuan dan KB, Direktur RSUD Sidikalang, BUMD (PD. Pasar dan PDAM Tirta Nciho), bagian Kesra, bagian perekonomian dan bagian umum.


(58)

Dalam susunan keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Dairi terdiri dari 10 orang yakni:

- Sabam Sibarani, S.Sos - Cipta Karo-Karo, ST - Martini S. Sitinjak

- Martua Nahampun

- Drs. Saulus Sinaga - Pendi Purba

- Pisser A. Simamora - Binsar Sinaga

- Fredi H. Sihombing, SS - Lamhot E. Munthe

2.1.2.3Badan Anggaran DPRD Kabupaten Dairi Susunan personil badan aggaran DPRD kabupaten dairi - Delphi Masdiana Ujung, SH. Msi (Ketua)

- - Drs, Wesli P. Manullang, Msi (sekretaris) Anggota

- Ir. Benpa Hisar Nababan - Suparto Gultom

- Sabam Sibarani - Leonard S. Samosir, BA

- Jusrianda Nainggolan - Togar Simorangkir

- Ir. Togar Pasaribu - Lamhot E. Munthe


(59)

- Mangasa Sinaga - Pendi Purba

- Freddy H Sihombing - Dahlan Sianturi

- Suranta S Sembiring - Binsar Sinaga

2.1.2.4Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Dairi

Susunan personil badan musyawarah DPRD kabupaten yakni tahun 2013-2014 yakni:

- Delphi Masdiana Ujung, SH. Msi (Ketua) - Drs. Wesli P. Manullang, Msi (Sekretris )

Anggota

- Suparto Gultom - Ir, Benpa Hisar Nababan

- Saut Martua Ujung - Martini R. Sitinjak, R.O

- Cipta Karo-Karo - Resoalon Lumban Gaol,SE

- Derama Ginting - Pinto Padang

- Dapotan Silalahi - Rasiden Damanik

- Lumban Panjaitan, SH - Pisser A. Simamora

- Drs. Saulus Sinaga - Agus Ujung, SH

- Darwin Sitanggang

2.1.2.5Badan Legislasi DPRD Kabupaten Dairi

Susunan personil Badan Legislasi DPRD Kabupaten Dairi tahun 2013-2014 adalah:


(60)

Anggota

- Saut Martua Ujung - Martini R. Sitinjak

- Cipta Karo-Karo - Resoalon Lumban Gaol, SE

- Ir. Togar Pasaribu - Harry R. Napitupulu

- Martua Nahampun - Drs. Saulus Sinaga

- Pendi Purba - Pisser A. Simamora

- Lumban Panjaitan, SH - Freddi H. Sihombing

2.1.3 Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi (Lembaran Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 Nomor 03 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 126) pada Bab II Pasal 44 berbunyi “Bahwa Sekretariat DPRD mempunyai tugas Memberikan Pelayanan kepada Anggota DPRD”.

Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi menyatakan bahwa DPRD kabupaten Dairi sebagai lembaga legislatif dipimpin oleh seorang Sekretraris DPRD (Eselon II/b). Sekretariat DPRD dibantu oleh 2 (dua) orang Kepala Bagian (Eselon III/a) dan 6 (enam) Orang Kasubbag (Eselon IV/a) yaitu:


(61)

2. Kepala Bagian Umum ES/III/a 1 orang

a. Kepala Sub Bagian TU dan Perlengkapan ES/IV/a 1 orang b. Kepala Sub Bagian Keuangan ES/IV/a 1 orang

c. Kepala Sub Bagian Program dan Pelaporan ES/IV/a 1 orang 3. Kepala Bagian Persidangan dan Rapat-rapat ES/III/a 1 orang

a. Kepala Sub Bagian Persidangan ES/IV/a 1 orang

b. Kepala Sub Bagian Rapat-rapat dan Risalah ES/IV/a 1 orang c. Kepala Sub Bagian Protokoler dan Hubungan Antar Lembaga ES/IV/a 1orang

4. Bendahara Pengeluaran 1 orang

5. Pembantu Bendahara Pengeluaran 1 orang 6. Operator Komputer 3 orang

7. Pemegang Barang 1 orang 8. Pengurus Barang 1 orang 9. Unsur Staff 12 orang 10. Tenaga Honorer 5 orang

sehingga pegawai sekretaria DPRD Kabupaten Dairi berJumlah 31 orang.

2.1.3.1Fungsi Sekretariat DPRD

1.Penyelenggaraan Administrasi Kesekretariatan DPRD. 2.Penyelenggaraan Administrasi Keuangan DPRD 3.Penyelenggaraan Rapat-rapat DPRD.


(62)

5.Penyediaan dan Pengoordinasian Tenaga Ahli yang diperlukan oleh DPRD.

2.1.3.2 VISI Sekretariat DPRD

Visi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi adalah "Terwujudnya pelayanan prima terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Dairi". Hakekat yang terkandung dalam visi dimaksud sebagai berikut :

1. Pelayanan yang cepat dan tepat waktu; 2. Sarana dan Prasarana tersedia;

3. Disiplin Aparatur meningkat;

4. Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;

2.1.3.3 MISI Sekretariat DPRD

Misi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi dalam mewujudkan Visinya adalah : 1. Meningkatkan pelayanan terhadap Anggota DPRD;

2. Meningkatnya sarana dan prasarana kebutuhan Anggota DPRD; 3. Meningkatnya disiplin aparatur untuk pelayanan kerja;


(63)

  Bagan 2.1

struktur Organisasi Sekretariat DPRD Kabupaten Dairi

Sumber : adaptasi dari data Sekertariat DPRD

Bupati  DPRD Kabupaten 

Dairi

Sekretariat Daerah 

K b D i i

Sekretariat DPRD 

Bagian Umum

Subbagian Tata Usaha 

dan Perlengkapan

Bagian Persidangan 

Rapat‐Rapat 

Subbagian 

Persidangan 

Subbagian 

Keuangan

Subbagian Rapat‐

Rapat dan Risalah 

Subbagian Program 

dan Pelaporan

Subbagian Protokoler 

dan Hubungan Antara 


(1)

dari kebijakan publik yang sedang dibentuk bukan hanya sekedar formalitas tugas semata namun memiliki nilai-nilai hukum yang mampu dijadikan pegangan bagi setiap masyarakat dan pemerintah.

6. Masyrakat sebagai objek utama dari pembentuakan sebuah kebijakan publik terutama peraturan daerah seharusnya lebih peka dan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintahan darah dalam perumusan sebuah peraturan. Agar kebijakan publik tersebut tidak menjadi alat para penguasa untuk menekan keadaan masyarakat yang masih jauh dari garis kesejahteraan sesuai dengan UUD 1945.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu poliitik, Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia,

. 1994. Demokrasi di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Haris, Syamsuddin. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah, Jakarta: LIPI Press.

Huda, Ni’matul . 2006. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga.

Kaloh, DR.. J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : Rineke Cipta.

Kencana, Inu. 2006. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Rafika Aditama.

Nawawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noer, Delian. 1982. Pemikiran Politik dari Negara Barat. Jkarta: Rajawali Press. Singarimbun, Masri & Sofian Ependi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta :

LP3ES.


(3)

Usman, Husni dan Pramono. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara.

Wahidin, Samsul. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogyakarta:Pustaka Belajar.

A. Hoogerwerf, Politicologie : Begrippen en Problemen (Alpen aan den Rijn, Samson Uitgeverij, 1972), hal.. 3 8-39 dalam skripsi Ari Dwi Astuti, ”Selamat Pagi Bupati”: Studi Tentang Efektifitas Sosialisasi Kebijakan Pemda Kebumen Melalui Siaran Radio, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM, 2004

2005. Undang-Undang Otonomi Daerah Terbaru. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Van Der Tak dalam Aziz Syamsudin, 2011, Proses dan Teknik

Perundang-Undangan, Jakarta: Sinar Garfika,

Gabriel Lele, 1999. Post Modernisme dalam Pengembangan Wacana Formulasi Kebijakan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta Safrina, Dian. Skripsi: Studi Formulasi Kebijakan.Studi Kasus: Penentuan Harga Crude Palm Oil di Sumatra Utara. Jurusan Administrasi Negara, UGM: 2003.

Winarno, Budi, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo.

Islamy, Irfan, 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan 12. Jakarta: Bumi Aksara.

Tangkilisan, Drs Hessel Nogi S, 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.

Jurnal

Davy Nuruzzaman. 2013. Permasalahan Pelayanan Publik Pada Pemerintah Daerah. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 10 No. 03 - September 2013


(4)

wawancara

wawancara peneliti dengan Bapak Leonard S. Samosir. BA (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu tanggal 16 Maret 2014, Pukul 10.30 Wib

wawancara peneliti dengan Bapak Sabam Sibarani. S.Sos (anggota DPRD Kabupaten Dairi) pada hari Rabu tanggal 19 Maret 2014, Pukul 10.30 Wib

Situs Internet

Profil Pemerintahan Daerah Kabupaten Dairi Periode 2009-2014. http://www.dairikab.go.id/. Diakses 23 Maret 2014

Peraturan Perundang-undangan

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tenang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi Nomor 170/12/Tahun 2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Dairi

Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 07 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.


(5)

Lampiran 1

Pedoman Wawancara Kepada Bapak Sabam Sibarani, S. Sos Anggota DPRD Kabupaten Dairi

1. Apakah definisi dan tujuan kebijakan publik terkhusus tentang Peraturan Daerah?

2. Apa saja yang dipersiapkan dalam pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi?

3. Siapa sajakah pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan Peraturan daerah?

4. Bagaimana gambaran umum kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD terkhusus dalam pebuatan Peraturan Daerah ?

5. Apa saja proses yang harus dilalui dalam pembuatan peraturan daerah? 6. Apa saja kendala-kendala yang diahadapi oleh Pemerintah Daerah dengan

DPRD terkhusus dalam pebuatan Peraturan Daerah?

7. Bagaimana tanggapan anda mengenai produktivitas peraturan darah yang telah dibentuk oleh lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD terkhusus dalam pembuatan Peraturan Daerah?


(6)

Lampiran 2

Pedoman Wawancara Kepada Bapak Leonard S. Samosir.

1. Apakah yang menjadi konstribusi lembaga Pemerintah Daerah dan DPRD dalam pebuatan Peraturan Daerah?

2. Apakah menurut anda pentingnya kebijakan publik terkhusus peraturan daerah?

3. Apasajakah faktor yang mempengaruhi ketidakproduktifitasan lemaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam pembuatan Peraturan Daerah? 4. Bagaimana gambaran kinerja anggota DPRD dan pihak-pihak yang terlibat

dalam pembuatan Peraturan Daerah ?

5. Bagaimana gamabaran masyarakat dalam melibatkan diri mereka terutama dalam pengawasan terhadap pembuatan Peraturan Daerah?


Dokumen yang terkait

Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Indonesia dan Jepang tentang Joint Crediting Mechanism 2013 untuk Kemitraan Pertumbuhan Rendah Karbon

8 193 166

Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

27 281 161

Upaya Pemerintah Daerah Dalam Pembinaan Olahraga Cabang Sepakbola Di Kota Medan

1 77 127

Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Pembiayaan Hutang, Belanja Daerah, Dan Tipe Pemerintahan Daerah Terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah

7 57 105

Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010-2012

1 40 140

Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Di Daerah Pemekaran (Studi Pada Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Samosir)

1 36 105

Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Melalui Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Asset Daerah Kabupaten Karo

9 107 77

Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Pelaksanaan Otonomi Daerah (Di Sekretariat Daerah Kabupaten Nias)

0 60 139

BAB II PROFIL DPRD KABUPATEN DAIRI PERIODE 2009-2014 DAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAIRI PERIODE 2008-2013 2.1 Profil DPRD Kabupaten Dairi - Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN - Kerjasama Lembaga Pemerintah Daerah dengan DPRD dalam Pembuatan Peraturan Daerah di Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014

0 0 32