masih diberi porsi untuk memberikan rancangan terhadap lembaga eksekutif. Dalam hal ini, kebijakan luar negeri berada dalam wewenang
kekuasaan eksekutif. 3.
Lembaga yudikatif, merupakan lembaga yang memegang wewenang sebagai fungsi peradilan atas pelangaran undang-undangan. Terutama
adanya lembaga yudikatif yang dtekankan oleh Montesquieu, karena disinila letaknya kemerdekaan ndividu dan hak asasi manusia dijamin dan
dipertaruhkan.
22
Kekuasaan yudikatif penting dan harus dipisahkan dari dua kekuasaan lainnya juga untuk menghindari adanya kesewenang-
wenangan penguasa. Kekuasaan ini lah yang selanjutnya akan bertugas untuk menegakkan hukum yang telah disepakati.
Pemikiran dari Montesquieu ini kemudian banyak diadopsi di negara-negara demokrasi di dunia. Meski memiliki perbedaan penerapan disetiap negara-negara,
baik pemisahan kekuasaan separation of powers ataupun pembagian kekuasaan distribution of powers tujuannya tetap untuk menciptakan suatu pemerintahan
yang baik good governance. Sebagai contoh yang menerapkan teori Trias Politica ini sendiri adalah indonesia dan Amerika serikat.
1.6.3 Teori Otonomi Daerah
Salah satu perbedaan yang paling menonjol dalam sistem pemerintahan indonesia setelah runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru adalah penerapan
22
Miriam Boediardjo, op cit. Hal. 283
Universitas Sumatera Utara
otonomi daerah. Sistem sentralistik Soeharto digantikan dengan sistem disentralistik. Sebagai salah satu pilar yang dirancang untuk mendukung
pembangunan daerah, sistem otonomi daerah memiliki landasan hukum yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945 yang menyangkut tentang pemerintahan
lokal. Pemerintah daerah sebagai implikasi prinsip disentralsasi, dipahami terkait dengan seberapa besar dan luas pendelegasian kewenangan pemerintah pusat
kepada daerah demi berbagai alasan dan pertimbangan. Semakin besar kewenangan yang diberikan kepada daerah, semakin besar pula peluang daerah
dapat menggali potensi yang ada untuk pembangunan daerah sesuai dengan kehendak masyarakat.
23
Hakikat otonomi daerah adalah disentralsasi atau proses pendemokrasian pemerintahan dengan keterlibatan langsung warga masyarakat sehingga meskipun
itu menggunakan pendekatan lembaga perwakilan sebagai personifikasi. Penerapan otonomi daerah yang sekarang ini berlangsung untuk mendekatkan
masyarakat dengan pemerintahnya. Walaupun disebut sebagai langkah pendemokrasian dalam pemerintahan lokal, penerapan otonomi daerah masih
banyak mengalami kedala seperti rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya kualita hidup menjadikan pendemokrasian jalannya pemerintahan lokal sangat
rawan akan masuknya kepentingan-kepentingan elit politik semata. UUD 1945 pasal 18 merupakan rujukan yang menjadi sumber hukum
pemerintahan daerah. Meskipun demikian, penjelasan mengenai pemerintahan
23
Syamsuddin Haris. 2005. Desentralisasi Otonomi Daerah. Jakarta : LIPI Press. Hal. 138
Universitas Sumatera Utara
daerah yang utuh, lengkap dan jelas tidak banyak diperoleh dari rujukan undang- undang tersebut. Setidatidaknya ada 6 pokok pikiran yang mengenai pemerintahan
daerah tersebut, yakni
24
: 1.
Wilayah RI akan dibagi kedalam provinsi yang kemudian akan dibagi lagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil.
2. Daerah-daerah itu tidak bersifat sebagai staat.
3. Daerah-daerah itu dapat berupa daerah otonom atau administrasi belaka.
4. Daerah itu mempunyai pemerintahan.
5. Dalam membagi wilayah Indonesia serta menentukan bentuk dan struktur
pemerintahannya harus dilakukan berdasarkan UU. 6.
Pembagian wilayah dan penentuan struktur pemerintahan tersebut diatas terutama didaerah-daerah otonom, dilakukan dengan mengingat sistem
pemusyawaratan dalam pemerintahan negara dan hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa.
Meninjau ke dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, Undang-Undang otonomi daerah yang di dalamnya juga terkait tentang pemerintahan daerah telah
diamandemen sebanyak 8 kali perubahan. Perubahan itu sendiri secara kronologis dapat diliha sebagai berikut
25
: 1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 2.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
24
Ibid. Hal. 138
25
DR. J Kaloh, 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : Rineke Cipta. Hal. 2
Universitas Sumatera Utara
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Secara hukum perundang-undangan, otonomi daerah itu sendiri dapat dilihat pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa “otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur da mengurus sendiri urusan peerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-
undangan. Dan menurut pasal 1ayat 6 menyatakan “ Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendirir berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
26
Oleh sebab itu, otonomi daerah merupakan suatu langkah yang dapat diartkan sebagai
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepemrintahan daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan pada kehendak dan
aspirasi masyarakat dalam roda pemerintahan. Walaupun demikian, bukan berarti hubungan pusat dan daerah sudah tertutup ataupun ditiadakan oleh Undang-
26
2005. Undang‐Undang Otonom Daerah Terbaru. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 5
Universitas Sumatera Utara
undang. Hanya saja pemerintah lokal akan bekerja dengan sendiri tanpa ada interpensi yang berlebihan dari pusat.
1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1