187 perseorangan diakui sebagai manusia pribadi yang mendapatkan
perlindungan dari tindakan sewenang-wenang baik yang dilakukan oleh negara maupun oleh manusia yang lainnya. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Sri Soemantri bahwa:
“Adanya jaminan terhadap hak-hak dasar setiap warga negara mengandung arti bahwa setiap penguasa dalam negara tidak dapat dan
tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada warga negaranya. Bahkan adanya hak-hak dasar itu juga mempunyai arti adanya
keseimbangan dalam negara, yaitu keseimbangan antara kekuasaan dalam negara dan hak-hak dasar warga negara
”.
71
Oleh karena itu untuk melindungi hak-hak individu dan menghindari tindakan-tindakan yang sewenang-wenang maka hak-hak
dan kebebasan individu harus diakui. Pengakuan ini diberikan karena hak asasi merupakan hak melekat pada diri manusia yang diperolehnya
sejak kelahiran sebagai seorang manusia yang diciptakan dan dikaruniakan oleh Tuhan.
a. HAM Menurut UUD 1945 Pra Amandemen.
Di Indonesia, perdebatan mengenai pengaturan HAM dalam UUD sudah berlangsung sejak berdirinya negara ini, yaitu dimulai
sejak pembuatan naskah UUD 1945 dalam sidang BPUPKI. Perdebatan tersebut terjadi diawali karena perbedaan pendapat mengenai apakah
UUD yang akan dibuat harus memuat mengenai HAM atau tidak. Perdebatan mengenai perbedaan pendapat tersebut dapat
ditelusuri dari persidangan-persidangan BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI terdapat dua kelompok, yaitu pertama kelompok Soekarno
– Soepomo dan kelompok kedua Moh. Hatta
– Muhammad Yamin. Kelompok pertama menghendaki agar tidak mencantumkan hak-hak
asasi dalam UUD karena Hak asasi manusia merupakan paham liberal
71
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 74.
188 dan individualisme yang bertentangan dengan paham gotong royong
dan kekeluargaan. Dalam hal ini Soekarno menyatakan bahwa:
Saya minta kepada tuan-tuan dan nyonya-nyonya, buanglah sama sekali paham individualisme itu jangalah dimasukkan dalam undang-undang
dasar kita yang dinamakan rights of the citizen sebagai yang dianjurkan oleh Republik Perancis itu adanya. Kita menghendaki keadilan sosial.
Buat apa grondwet menuliskan bahwa, manusia bukan saja mempunyai kemerdekaan suara, kemerdekaan hak memberi suara, mengadakan
persidangan
dan berapat,
jika misalnya
tidak ada
sociale rechtvaardigheid yang demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet,
apa guna grondwet itu kalau ia tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan. Grondwet yang berisi
droit de I‟homme et du citoyen itu, tidak bisa menghilangkan kelaparannya orang yang miskin
yang hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul- betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan,
faham tolong menolong, faham gotong royong dan keadilan sosial enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan
liberalisme daripadanya.
72
Pendapat yang dikemukakan oleh Soekarno tersebut didukung oleh Soepomo yang menolak paham individual perseorangan karena
bertentangan dengan paham kekeluargaan. Lebih tepatnya Soepomo menyatakan bahwa:
Tadi dengan panjang lebar sudah diterangkan oleh anggota Soekarno bahwa: dalam pembukaan itu kita telah menolak aliran pikiran
perseorangan. Kita menerima dan menganjurkan aliran pikiran kekeluargaan. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar kita tidak bisa
lain dari pada pengandung sistem kekeluargaan. Tidak bisa kita memasukkan dalam UUD beberapa pasal-pasal tentang bentuk menurut
aliran-aliran yang bertentangan. Misalnya dalam UUD kita tidak bisa memasukkan pasal-pasal yang tidak berdasarkan aliran kekeluargaan,
meskipun sebetulnya kita ingin sekali memasukkan, dikemudian hari mungkin umpamanya negara bertindak sewenang-wenang. Akan tetapi
jikalau hal itu kita masukkan, sebetulnya pada hakekatnya undang- undang dasar itu berdasarkan atas sifat perseorangan, dengan demikian
sistem undang-undang dasar bertentangan dengan konstruksinya, hal itu sebagai konstruksi hukum tidak baik, jikalau ada kejadian bahwa
pemerintah bertindak sewenang-wenang.
73
72
Muhammad Yamin, Loc Cit, hlm. 296-297.
73
Ibid.
189 Pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Soekarno dan
Soepomo tersebut maka kelompok pertama menentang HAM dimasukkan dalam UUD karena menurut mereka, HAM dianggap
berdampak negatif karena dilandasi oleh individualisme dan liberalisme
74
. Sehingga dalam pandangan negara integralistiknya Soepomo, HAM dipandang dalam tiga perspektif, yaitu:
1 Dianggap berlebihan. Bahwa HAM itu berlebihan oleh Soepomo
dijelaskan sebagai berikut: tidak akan membutuhkan jaminan grund und freiheitsrechte dari individu contra staat oleh karena
individu tidak lain ialah suatu bagian organik dari staat, yang menyelenggarakan kemuliaan staat, dan sebaliknya oleh politik
yang terdiri di luar lingkungan suasana kemerdekaan seseorang.
2 Dibayangkan berdampak negatif. HAM berdampak negatif karena
memiliki kaitan dengan individualisme dan liberalisme. yang mana menurut
Soekarno individualisme
dan liberalisme
yang mengakibatkan persaingan bebas, yang pada gilirannya melahirkan
kapitalisme. Kapitalisme merupakan sumber imperialisme dan karena imperialisme itulah maka Indonesia dijajah selama 350
tahun. Karena itu, filsafat individualisme jelas-jelas merupakan filsafat yang keliru.
3 Sebagai hak-hak perseorangan, yang selalu berada di bawah
kepentingan bersama. Unggulnya kepentingan kolektif di atas hak- hak perseorangan dinyatakan oleh Soekarno bahwa yang menjadi
aspirasi bangsa Indonesia ialah keadilan sosial dan aspirasi ini sudah dimasukkan ke dalam mukadimah UUD Indonesia sebagai
protes keras terhadap individualisme. Apa gunanya memiliki kebebasan berpendapat, kebebasan memilih, kebebasan berserikat,
kalau tidak dapat menghapus kelaparan yang di derita orang miskin yang karena kelaparannya ia menantang maut.
75
74
Oleh Jimly Asshidiqie, pendapat dari Soekarno dan Soepomo yang mengatakan bahwa Hak Asasi Manusia yang bersumber pada individualisme dan liberalisme
sebagaimana yang dianut dinegara-negara Barat bertentangan dengan paham kekeluargaan adalah tidak tepat. Menurutnya, ketidaktepatan pendapat Soekarno dan
Soepomo ini karena HAM lahir bukan karena individualisme dan liberalisme melainkan lahir karena adanya reaksi menentang absolutisme dan tindakan sewenang-
wenang yang dilakukan oleh penguasa pada waktu itu.
75
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959, Cet. Kedua, Pustaka Utama Graviti,
Jakarta, 1995, hlm. 92-93.
190 Namun pendapat dari kelompok pertama diatas mendapat
tentangan dari kelompok kedua. Menurut kelompok kedua yang diwakili oleh Moh. Hatta dan Muhammad Yamin menyatakan bahwa
agar pengaturan mengenai penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diatur secara tegas dalam UUD. Dalam kaitannya dengan gotong
royong dan kekeluargaan dan penentangan terhadap faham individualisme dan liberalisme, juga mendapat dukungan dari Hatta.
Meskipun demikian menurut Hatta, hal tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk tidak memasukkan pasal mengenai HAM. Hatta
berpendapat bahwa pengaturan mengenai HAM ini bertujuan untuk mencegah agar tidak terjadinya negara kekuasaan dalam negara
Indonesia yang hendak di dirikan. Berkaitan dengan masalah HAM Moh. Hatta berpendapat:
“Memang kita harus menentang individualisme. Kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong royong dan hasil usaha bersama.
Tetapi satu hal yang saya kuatirkan, kalau tidak ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kepada rakyat dalam Undang-Undang Dasar yang
mengenai hak untuk mengeluarkan suara, yaitu bahwa nanti diatas Undang-Undang Dasar yang kita susun sekarang ini, mungkin terjadi
suatu bentukan negara yang tidak kita setujui. Hendaklah kita memeperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin, jangan
menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus, kita membangunkan masyarakat baru yang berdasarkan gotong-royong,
usaha bersama; tujuan kita ialah membaharui masyarakat. Tetapi di sebelah itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas
kepada negara untuk menjadikan diatas negara baru itu suatu negara kekuasaan. Sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal, misalnya
pasal yang mengenai warga negara, disebtukan juga.... supaya tiap-tiap warga negara jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut
di sini hak untuk berkumpul dan bersidang atau menyurat dan lain-lain. Jadi, bagaimanapun juga, kita menghargai tinggi keyakinan itu atas
kemauan kita untuk menyusun negara baru, tetapi ada baiknya jaminan diberikan kepada rakyat, yaitu hak untuk merdeka berpikir. Memang
agak sedikit berbau individualisme, tetapi saya katakan tadi bahwa ini bukan individualisme. Juga dalam kolektivisme ada sedikit hak bagi
191
anggota-anggota kolektivisme, anggota-anggota dari keluarga itu untuk mengeluarkan perasaannya
”.
76
Pendapat dari Hatta ini mendapatkan dukungan dari Muhammad Yamin. Dalam hal ini Yamin meminta agar pengaturan
mengenai HAM tidak hanya satu pasal saja sebagaimana yang diusulkan oleh Moh. Hatta. Bahkan menurut Yamin pengaturan HAM
dalam UUD harus diatur seluas-luasnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yamin, yaitu:
“Supaya aturan kemerdekaan warga negara dimasukkan dalam undang- undang dasar seluas-luasnya. saya menolak segala alasan-alasan yang
dimajukan untuk tidak memasukkannya dan seterusnya dapatlah saya memajukannya, beberapa alasan pula, selain daripada yang dimajukan
oleh anggota yang terhormat, Drs. Moh. Hatta tadi. Segala constitution lama dan baru diatas dunia berisi perlindungan antara dasar itu,
misalnya undang-undang Dai Nippon, Republik Filipina dan Republik Tiongkok. Aturan dasar tidaklah berhubungan dengan liberalisme,
melainkan semata-mata suatu keharusan perlindungan kemerdekaan yang harus diakui dalam Undang-undang dasar
”.
77
Akhirnya perdebatan dalam BPUPKI yang melibatkan antara kelompok
Soekarno-Soepomo dengan
kelompok Hatta-Yamin
mengambil jalan tengah yang menghasilkan rumusan kompromi dengan disepakatinya pemuatan hak-hak asasi secara terbatas dalam
UUD 1945. Pernyataan kompromis mengenai pasal hak asasi terlihat dari pernyataan Soepomo yang menyatakan bahwa:
“......oleh karena itu, kami usulkan aturan yang mengandung kompromis, akan tetapi tidak akan menentang sistematik rancangan
anggaran dasar ini, ialah dengan menambahkan di dalam Undang- Undang Dasar suatu pasal yang berbunyi: hukum yang menetapkan
kemerdekaan penduduk untuk bersidang dan berkumpul, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan dan lain-lain diatur
dengan undang-undang. Dengan ini, pertama kita tidak mengemukakan hak yang dinamai subjectief recht, seperti hak perorangan, oleh karena
itu adalah hasil aliran pikiran perseorangan, akan tetapi disini ahl itu
76
Bagir Manan, dkk, Loc Cit, hlm. 23-24
77
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Makalah di sampaikan pada lecture peringatan 10 tahun Kontras, Jakarta, 26 Maret 2008.
192
disebut hukum; bagaimanapun juga diatur dalam undang-undang, bahwa hukum yang menetapkan kemerdekaan penduduk untuk bersidan
dan berkumpul, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan ditetapkan dalam undang-undang. Dengan demikiran hal itu adalah kewajiban.
Ketentuan itu adalah kewajiban. Ketentuan itu mewajibkan pemerintah untuk membikin undang-
undang tentang hal itu”.
78
Adanya rumusan kompromistis tersebut maka lahirlah Pasal 28 UUD 1945. Selain Pasal 28, rumusan tentang hak asasi dalam UUD
1945 juga dapat diketemukan dalam Pasal 27, Pasal 29 ayat 2, Pasal 30 ayat 1, Pasal 31 ayat 1 dan Pasal 34 UUD 1945. Hak-hak
tersebut yaitu:
Pasal 27. 1
Segala warga negara dalam kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya 2
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 29 ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30 ayat 1 Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara Pasal 30 ayat 1 UUD 1945.
Pasal 31 ayat 1 Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Pasal 34. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
b. HAM Menurut UUD 1945 Amandemen.