dan 1748 diantaranya terdaftar di 15 Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Kecamatan Sibolga Kota BPS Kota Sibolga, 2006. Dari 15 Sekolah Dasar atau yang
sederajat , 8 diantaranya adalah Sekolah Dasar Negeri dan telah memiliki Usaha Kesehatan Sekolah UKS, tetapi baru 5 sekolah yang UKS nya sudah berjalan
dengan baik dan 3 sekolah lagi UKS nya belum berjalan dengan baik karena sekolah tersebut belum memberikan kerjasama yang baik dengan petugas UKS Puskesmas
Sambas Puskesmas Sambas, 2007 Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin menganalisa hubungan higiene
perorangan siswa yaitu kebiasaan cuci tangan, kebiasaan kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, makanan jajanan, kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan
anak SD Negeri yang UKS nya belum berjalan dengan baik.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah tingginya angka prevalensi kecacingan anak SD dan
belum diketahui hubungannya dengan higiene perorangan siswa di Kecamatan Sibolga Kota.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui angka kejadian infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di
Kecamatan Sibolga Kota. 2.
Mengetahui hubungan higiene perorangan siswa yaitu kebiasaan cuci tangan, kebiasaan kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, makanan jajanan dan
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
kebersihan kuku dengan kejadian infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
1.4. Hipotesis
1. Ada hubungan kebiasaan cuci tangan dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
2. Ada hubungan kebiasaan kontak dengan tanah dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
3. Ada hubungan penggunaan alas kaki dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
4. Ada hubungan makanan jajanan dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
5. Ada hubungan kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Sibolga dan
Puskesmas Sambas khususnya pengelola program Usaha Kesehatan Sekolah dalam program pemberantasan kecacingan pada anak SD.
2. Dari hasil penelitian ini, Dinas Kesehatan Kota Sibolga dan Puskesmas Sambas
mengetahui adanya hubungan higiene perorangan siswa dengan infeksi kecacingan dan dapat menggunakannya sebagai acuan dalam melakukan kegiatan
promosi kesehatan bagi siswa SD Negeri di Kota Sibolga.
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Cacing yang Ditularkan melalui tanah Soil-Transmitted Helminths 2.1.1. Cacing Gelang Ascaris lumbricoides
2.1.1.1. Siklus Hidup Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran
10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri
dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3
minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran
limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus,
kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke
dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai cacing
menjadi dewasa Depkes RI, 2004.
Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina mampu
menghasilkan telur sampai 240,000 per hari, yang akan keluar bersama feses. 2.
Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah,
3. Tergantung pada kondisi lingkungan kondisi optimum: lembab, hangat, tempat
teduh. 4.
Telur infective tertelan, 5.
Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mucosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai
ke paru-paru.
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru 10-14 hari, menembus
dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang
diperlukan mulai dari tertelan telur infektif sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun di dalam tubuh
Albert, 2006. 2.1.1.2. Gejala Klinis
Infeksi biasa yang mengandung 10-20 ekor cacing sering berlalu tanpa diketahui penderita dan baru ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin atau bila cacing
dewasa keluar sendiri bersama tinja Brown, 1983. Menurut Brown 1983 Ascaris lumbricoides menimbulkan gejala penyakit
yang disebabkan oleh : a. Larva : menimbulkan kerusakan kecil pada paru-paru dan menyebabkan “loeffer
syndome” dengan gejala demam, batuk, infiltrasi paru-paru, oedema, asthma, leucocytosis, eosinofilia.
b. Cacing dewasa : penderitanya disebut Ascariasis. Penderita dengan infeksi ringan biasanya mengalami gejala gangguan usus ringan seperti : mual, nafsu makan
berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Dalam sehari
setiap ekor cacing menghisap 0,14 karbohidrat dalam usus halus penderita.
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.1.1.3. Diagnosa Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada pemeriksaan
feses secara langsung. Selain itu, diagnosa dapat juga dilakukan bila cacing dewasa keluar melalui mulut, hidung maupun anus Jawetz et al, 1996.
2.1.2. Cacing Cambuk Trichuris trichiura
2.1.2.1. Siklus hidup Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah
langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus
besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes Brown, 1983.
Siklus hidup cacing Trichuris trichiura digambarkan sebagai berikut Albert, 2006:
Gambar 2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.1.2.2. Gejala Klinis Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala pada infeksi
ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun Brown, 1983.
2.1.2.3. Diagnosa Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses penderita.
2.1.3. Cacing Tambang Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
2.1.3.1. Siklus Hidup Hospes parasit ini adalah manusia, cacing dewasa hidup di rongga usus halus
dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-
kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing
bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetasmenjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang
dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru
menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa.
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan Gandahusada, 2004. Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
Gambar 2.3. Siklus hidup Hookworm Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Keterangan : Larva cacing tambang pada suhu hangat dan lembab mengalami pertumbuhan
dalam 3 tahap. Pada tahap ahir, larva-larva ini akan naik ke permukaan tanah. Dengan bentuk tubuh yang runcing di bagian atas, larva ini akan masuk menembus kulit dan
ikut ke dalam aliran darah sampai ke organ hati. Melalui pembuluh darah larva ini akan terbawa ke paru-paru. Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian
kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus
halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan menyebar kemana-mana Albert, 2006.
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
2.1.3.2. Gejala Klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh cacing tambang disebabkan oleh adanya
larva dan cacing dewasa Gandahusada, 2004. a. Larva filariform : Stadium larva bisa menembus kulit maka terjadi perubahan
kulit yang disebut ground itch, perubahan pada paru-paru biasanya ringan. b. Stadium dewasa, tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta gizi penderita.
Sifat cacing dewasa yang menghisap darah, berpindah-pindah dan luka bekas isapannya terus mengeluarkan darah karena cacing ini mengeluarkan sejenis
antikoagulan pada mukosa usus tempat mulutnya melekat sehingga dapat menimbulkan anemia.
2.1.3.3. Diagnosa Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk
memastikan untuk dapat membedakan dengan anemi karena defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa terakhir ditegakkan dengan menemukan telur
cacing pada feses penderita. Secara praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies
ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva Brown, 1983.
2.2. Dampak infeksi kecacingan pada anak
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat
akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang Ancylostoma duodenale dan Necator
Rahmad Rizki Zukhriadi Dly: Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga, 2008.
USU e-Repository © 2008
americanus mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi Soedarto, 1991.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi
ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3 dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25 dari kalori yang dicerna tidak dapat
dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi
vitamin A Hidayat, 2002. Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya
berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30 di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena
infeksi Trichuris trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 mlharicacing Gandahusada, 2004.
Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu
menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat
Gandahusada, 2004.
2.3. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia