Daniel Goleman lebih spesifik dan detail dalam membagi unsur-unsur kecerdasan emosional, akan tetapi ranah kesadaran diri, pengendalian diri dan
motivasi diri bisa masuk ke ranah intrapersonal intelligence Howard Gardner. Sedangkan ranah empati dan keterampilan sosial Goleman bisa masuk ke ranah
interpersonal intelligence Gardner. Sejauh pengamatan penulis, belum banyak dari kalangan ilmuwan muslim dan
para ulama yang membahas tentang kecerdasan emosional, menurut definisi yang penulis buat, kecerdasan emosional menurut perspektif Islam adalah kemampuan
seseorang untuk mengenal atau peka terhadap hati nuraninya atau sesuai kehendak fitrah. Sebagai contoh, pengendalian diri adalah suatu ranah kecerdasan emosional
yang dibuat Goleman. Salah satu unsur pengendalian diri ialah sifat sabar, jika seseorang ditimpa musibah, pasti hati nurani selalu berkata “bersabarlah” atau jika
kita melihat pengemis dengan pakaian lusuh meminta-minta kepada kita, pasti suara hati berkata “sedekahlah untuk pengemis itu”. Jika mampu mengikuti kehendak hati
nurani, maka orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Hati nurani selalu mengajak manusia kepada kebenaran dan kebaikan, karena
suara hati ialah petunjuk Tuhan yang dianugerahkan kepada setiap umat manusia
E. Kecerdasan Emosional Melengkapi Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan dalam arti umum merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menyadari terhadap apa yang dialaminya baik
melalui pikiran, perkataan dan perbuatan. Dalam berpikir biasanya seorang individu mengalama berbagai hal terhadap apa yang dialaminya sehingga dia mampu untuk
merangkai, merumuskan, membandingkan dan menganalogikan.
14
14
Al.Tridhonanto, Melejitkan Kecerdasan Emosi EQ …………, ,hal. 3
Seorang yang dikatakan cerdas apabila ia dapat bereaksi secara logis dan mampu melakukan sesuatu yang berguna terhadap apa yang dialami lingkungannya.
Sebelumnya para ahli perkembangan manusia menemukan kecerdasan yang sifatnya kognitif atau dikenal dengan istilah kecerdasan intelektual sebagai
kecerdasan yang mutlak. Kecerdasan intelektual atau dikenal dengan IQ Intelligence Quotient ialah kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungan dengan
menggunakan akal sehat sehingga dalam hal ini berhubungan dengan pemahaman seseorang. Karena itu, pada saat itu teori kesuksesan individu diukur dari sejauh mana
IQ dimiliki seseorang. Bila individu memiliki IQ yang tinggi, ia pun memiliki harapan untuk sukses dibanding individu yang memiliki IQ rendah.
Namun lambat laun teori itu menjadi perdebatan diantara ahli-ahli psikologi perkembangan. Pada kenyataanya, individu yang memiliki IQ tinggi tidak selalu
sukses, malah sebaliknya, dimana individu yang memiliki IQ menengah bahkan rendah mampu meraih sukses dengan sempurna. Seperti yang telah penulis paparkan
sebelumnya bahwa banyak anak-anak pintar dan cerdas di Indonesia maupun di negara-negara lainnya, tapi mereka lebih mudah depresi, lebih cepat putus asa dan
mudah marah. Sepertinya, dalam kasus tersebut terdapat kejannggalan. Dan, kejanggalan tersebut disikapi sepenuhnya oleh Daniel Goleman, yakni seorang ahli
psikologi perkembangan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat.
15
Goleman memaparkan beberapa hasil penelitiannya mengenai kecerdasan lain dalam kejiwaan manusia, dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence yang
diterbitkannya pada tahun 1995. Ia mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri
dengan suasana hati individu orang lain, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan
sosial serta lingkungannya. Beliau juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
15
Al.Tridhonanto, Melejitkan Kecerdasan Emosi EQ………….., hal. 5
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang mampu menempatkan emosi secara tepat, memilah kepuasaan dan mengatur suasana hati.
Lambat laun teori kecerdasan emosional inipun disempurnakan oleh ahli psikologi perkembangan tepatnya pada tahun 1999, yakni oleh Cooper dan Sawaf.
Mereka berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energy dan pengaruh yang manusiawi. Di dalam kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang
lain. Selain itu, mampu menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energy emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Di tahun yang sama, dua orang ahli perkembangan juga memiliki pendapat mengenai kecerdasan emosional. Dua orang ahli tersebut bernama Howes dan
Herald.
16
Mereka juga berpendapat bahwa kecerdasan emosional komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Emosi manusia berada di
wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi, bila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Dari pendapat-pendapat para ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
kecerdasan emosioanal menuntut manusia agar dapat mengembangkan kemampuan emosionalnya dan kemampuan sosialnya. Kemampuan emosional sendiri meliputi
sadar akan keadaan emosi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan menyatakan perasaan kepada orang lain.
Apabila ditinjau lebih dalam, ternyata terdapat tiga unsur yang pokok mengenai kecerdasan emosional, yakni mengenai kecakapan pribadi mengelola diri
sendiri, kecakapan sosial menangani suatu hubungan dan keterampilan sosial
16
Al.Tridhonanto, Melejitkan Kecerdasan Emosi EQ……………... hal 5
kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain. Ketiga unsur pokok inilah yang membentuk kecerdasan emosional secara utuh.
F. Fungsi Emosi Sebagai Pengembangan Intelektual