hukum atau perundang-undangan, namun yang lebih penting adalah menyangkut
upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut “konseli”, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual.
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang, yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk
mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan
lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli
tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah
dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup
seseorang. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan
perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi atau kemandegan perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.
Dengan demikian, upaya untuk menangkal dan mencegah penyimpangan perilaku tersebut, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi
mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan tugas dari bimbingan dan konseling yang
harus dilakukan secara proaktif tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
C. Kerangka Berfikir
Pelayanan konseling dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada individu dalam memecahkan masalahnya secara individual atau kelompok.
Bimbingan merupakan usaha yang dilakukan untuk memberikan bantuan kepada siswa untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapinya, agar tercapai
kemampuan untuk dapat memahami, menerima, mengarahkan, dan kemampuan
untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Sedangkan motivasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk
melakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar juga memerlukan adanya daya pendorong motivasi agar hasil dari proses belajar tersebut bisa
dipertanggungjawabkan. Ketika anak siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik itu berasal
dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka proses belajar yang dilakukannya akan berjalan efektif dan efisien. Namun, tidak selamanya anak
mempunyai motivasi belajar motivasi instrinsik yang memadai untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga belajarnya menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh
karena itu guru dalam hal ini guru BK harus memberikan dorongan agar motivasi belajar dapat meningkat. Atau dengan kata lain memberikan dorongan yang
semula bersifat ekstrinsik menjadi kesadaran anak untuk belajar motivasi intrinsik.
Dengan demikian, diduga semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka akan semakin tinggi pula motivasi
siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan, bahwa siswa tersebut merasa diperhatikan akan kebutuhannya, yang mungkin tidak didapatkan ketika siswa
tersebut berada di rumah. Akan tetapi sebaliknya, makin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka semakin rendah pula
motivasi siswa dalam belajar.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara yang mengarahkan penelitian yang berarti hipotesis harus diuji dan tidak dituntut untuk benar, tetapi
mengkaji sampai seberapa jauh kebenaran yang disediakan terhadap masalah yang diteliti. Walau demikian, dalam merumuskan hipotesis haruslah didasarkan pada
sejumlah informasi yang meyakinkan. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Ha
: Ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan
bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 4 Januari sampai 11 Februari 2010.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang menampilkan hasil berupa angka-angka, sedangkan metode
penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel
yang berbeda dalam suatu populasi. Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena
sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan
motivasi belajar siswa. Jadi jenis penelitian yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitiaan
1
. Populasi target dari penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, sedangkan
1
Suharsisnmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, Edisi Revisi, Cet. Ke-13, h. 130
28