BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perekonomian dunia telah berkembang dengan begitu pesatnya ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi,
pertumbuhan inovasi yang luar biasa dan persaingan yang ketat. Dalam persaingan ekonomi yang ketat, perusahaan harus mampu bersaing dengan
perusahaan lain namun apabila perusahaan tidak dapat bersaing dengan perusahaan lain maka pada akhirnya kinerja perusahaan tersebut akan
menurun. Berikut ini beberapa contoh perusahaan yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain:
Tabel 1.1 Daftar Perusahaan yang Tidak Mampu Bersaing dengan Perusahaan Lain
No. Nama Perusahaan
Lokasi Keterangan
1. Nokia Corporation
Finlandia Tahun 2014 Nokia diakuisisi oleh Microsoft.
2 PT Toshiba Consumer Product
Indonesia Indonesia Tahun 2016 diakuisisi
oleh Skywards. 3.
PT Panasonic Lighting Indonesia
Indonesia Tahun 2016 menutup pabriknya di Indonesia.
Sumber: Berbagai sumber diolah
Di Finlandia, contoh kasus perusahaan yang tidak mampu bersaing adalah Nokia Corporation yang diakuisisi oleh Microsoft. Unit bisnis perangkat
dan layanan Nokia dibeli oleh Microsoft dengan total dana yang dikeluarkan mencapai 7,2 miliar dollar AS. Selama 3 tahun berturut-turut Nokia mengalami
1
penurunan pendapatan karena produknya kalah bersaing dengan produk Apple Iphone dan Ponsel berbasis Android Irwansyah, 2014:1.
Di Indonesia, contoh kasus perusahaan tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain adalah PT Toshiba Consumer Products Indonesia yang
diakuisisi oleh Skywards dan PT Panasonic Lighting Indonesia yang menutup pabriknya di Indonesia. Menurut Rachmat, Chairman Panasonic Gobel Group,
Panasonic melakukan rasionalisasi dengan menutup pabrik lampunya yang berlokasi di Cikarang. Rachmat mengakui salah satu penyebabnya dikarenakan
produk Panasonic yang kalah bersaing dengan produk impor China Wahyuni, 2016:5.
Permasalahan dalam kasus tersebut terjadi karena perusahaan tidak dapat bersaing dalam pesatnya perkembangan ekonomi dunia. Kinerja
perusahaan yang tidak memiliki daya saing secara perlahan terus menurun seiring dengan turunnya angka penjualan. Pada akhirnya menyebabkan
perusahaan harus menjual sahamnya kepada perusahaan lain. Persaingan bisnis dan perkembangan perekonomian dunia
mengakibatkan banyak perusahaan mengubah cara bisnisnya. Perubahan proses bisnis dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja labor based business
menuju bisnis berdasarkan pengetahuan knowledge based business, sehingga karakteristik utama perusahaan menjadi perusahaan berdasarkan pengetahuan.
Perusahaan-perusahaan yang menerapkan knowledge based business akan menciptakan suatu cara untuk mengelola pengetahuan sebagai sarana untuk
memperoleh penghasilan perusahaan, dengan penerapan knowledge based
2
business, maka penciptaan nilai perusahaan akan berubah Sunarsih dan Mendra, 2011:1.
Perubahan paradigma akuntansi tersebut menimbulkan tuntutan untuk melakukan perubahan pada pengukuran akuntansi tradisional ke pengukuran
intellectual capital. Akuntansi tradisional belum mampu mengidentifikasi dan mengukur intangible assets untuk organisasi yang berbasis pengetahuan
Suhendah, 2008:2. Contoh perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan knowledge
based business adalah PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Dalam
menghadapi persaingan global, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk meningkatkan kualitas sumber daya manusia SDM untuk menjaga mutu
produk dan mengembangkan inovasi produk melalui uji kinikriset mendalam. Selain itu, investasi melalui iklan secara terus menerus akan meningkatkan
kekuatan brand dan nilai perusahaan. Menurut Sofjan Hidayat, CEO Sido Muncul, SDM yang berkualitas, diiringi dengan pengembangan produk,
sasaran iklan yang benar dan produk yang berkualitas akan dapat meningkatkan penjualan Thenu, 2016:1.
Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan
aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan
3
memberikan keunggulan bersaing Rupert, 1998 dalam Sawarjuwono dan
Kadir, 2007:2. Tabel 1.2
Market Value and Assets in billion of dollars
Perusahaan Market
Value Revenue
Profit Net
Asset Hidden
Value General Electric
169 79
7.3 31
138 82 Coca Cola
148 19
3.5 6
142 96 Exxon
125 119
7.5 43
82 66 Microsoft
119 9
2.2 7
112 94 Intel
113 21
5.2 17
96 85 Sumber: Sawarjuwono dan Kadir 2007:2
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa market share terjadi karena masuknya konsep intellectual capital IC yang merupakan faktor
utama yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan. Hal ini dapat kita lihat pada produk aplikasi komputer yang diproduksi oleh Microsoft, dimana produk
yang dihasilkan dibuat berdasarkan kemampuan modal intelektual dari karyawannya Sawarjuwono dan Kadir, 2007:2.
Keterbatasan pelaporan keuangan pada akuntansi tradisional dalam menjelaskan nilai perusahaan menunjukkan bahwa sumber ekonomi tidak
berupa aset fisik melainkan penciptaan intellectual capital Suhendah, 2008:2. Kemampuan bersaing perusahaan tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva
berwujud dan tidak berwujud, tetapi juga pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu
perusahaan semakin menitik beratkan akan pentingnya knowledge assets aset pengetahuan.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge assets aset pengetahuan adalah intellectual capital IC yang telah
4
menjadi fokus perhatian di berbagai bidang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun teknologi informasi. Hal ini menimbulkan tantangan bagi para akuntan
untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Misalnya, Pulic 1998 dalam Sunarsih dan Medra 2011:2. Tidak
mengukur secara langsung modal intelektual perusahaan, tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari
kemampuan intelektual perusahaan VAIC
TM
-value added intellectual coefficient.
Komponen utama dari VAIC
TM
dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital VACA-value added capital employed,
human capital VAHU-value added human capital dan structural capital STVA-structural capital value added. Menurut Pulic 1998 tujuan utama
dari ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan suatu value added, sedangkan untuk dapat menciptakannya dibutuhkan ukuran yang tepat
tentang physical capital dan intellectual potential. Lebih lanjut Pulic 1998 dalam Sunarsih dan Medra 2011:2 menyatakan bahwa intellectual ability
yang kemudian disebut dengan VAIC
TM
menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut physical capital dan intellectual potential telah
dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan Sunarsih dan Medra, 2011:3.
Menurut Sawarjuwono dan Kadir 2007:36, intellectual capital masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Dalam banyak kasus, sampai dengan
saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, sedangkan perusahan-
perusahaan belum memberi perhatian lebih terhadap human capital, structural
5
capital, dan customer capital. Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan. Sedangkan upaya menghadapi
persaingan yang ketat, permodalan tidak hanya berfokus pada modal berwujud, tapi juga berfokus pada modal intelectual yang menjadi karakteristik
perusahaan berbasis ilmu pengetahuan Ekowati, 2012:4.
Dalam menghadapi persaingan yang kuat dalam globalisasi, ada sebuah pengakuan bahwa intellectual capital adalah sebuah kekuatan yang
menggerakkan pertumbuhan ekonomi Sharabati et al. 2010:6. Berdasarkan hasil penelitian Tan et al 2007 dalam Ulum 2010:76, yang menggunakan
150 perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek Singapura sebagai sampel penelitian menemukan hasil yang konsisten dengan penelitian Chen et al.
2005 bahwa IC VAIC™ berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan; IC VAIC™ juga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan di masa
mendatang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rata-rata pertumbuhan IC VAIC™ memiliki pengaruh positif dengan kinerja perusahaan di masa
mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi IC
VAIC™ terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.
Selain itu, Chen et al., 2005 dalam Zumialti 2012:5 juga melakukan penelitian tentang intellectual capital pada perusahaan yang listed di Taiwan.
Chen juga menggunakan metode VAIC
TM
untuk melihat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan. Chen mengukur kinerja keuangan dengan
sampel 4.254 perusahaan go public di Taiwan Stock Exchange tahun 1992- 2002. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukan bahwa modal intellectual
capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
6
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi kinerja keuangan di masa yang akan datang. Penelitian ini ingin menunjukan
bahwa VAIC
TM
memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal yang tak kalah penting dalam menjalankan suatu perusahaan, yaitu
menciptakan pengawasan suatu organisasi antar pihak yang memiliki kepentingan dimana pemilik perusahaan memberikan wewenang principal
dengan manajer yang diberi kewenangan untuk pengambilan keputusan agent. Dalam praktek timbul masalah agency problem karena ada
kesenjangan kepentingan antara pemegang saham sebagai principal dengan manajer sebagai agent.
Hal ini mungkin terjadi karena manajer mempunyai informasi me ngenai perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan asymmetric
information yang menimbulkan agency conflict seperti contoh skandal- skandal spektakuler yaitu kasus Enron, Worldcom, Tyco, London
Commonwealth, Poly Peck, dan Maxwell. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi dan praktek curang dari
manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate
boards. Dalam hal ini dibutuhkan mekanisme yang dapat mengakomodir kepentingan untuk mengurangi agency problem tersebut, yaitu Corporate
Governance. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer,
7
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka FCGI,
2006:106. Corporate governance diterapkan untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas perusahaan guna mengoptimalkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya dan berlandaskan pada nilai-nilai etika dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selain itu, corporate governance juga memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta
mekanisme check and balance di perusahaan. Klapper dan Love 2002 menemukan adanya pengaruh positif
corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Return on Assets ROA dan Tobin’s Q. Begitu pula penelitian Brown dan Caylor
2004 menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan corporate
performance yang signifikan. Penelitian Cornett et al 2005 menemukan untuk perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam SP 100, juga
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan yang
signifikan. Proksi yang digunakan dalam pengukuran GCG adalah proporsi
kepemilikan institutional dan dewan direksi. Hasil penelitian Beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa pelaksanaan good corporate governance
dapat memperbaiki kinerja perusahaan antara lain Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. 2004 dalam Trisnantari 2010:6 terhadap 1500
8
perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan- perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami
peningkatan peringkat kredit yang signifikan. Hal serupa yang perlu dikaji dan memiliki pengaruh terhadap kinerja
perusahaan yaitu pergantian Chief Executive Officer CEO. Dengan adanya pergantian CEO diyakini bahwa akan ada perubahan baik peraturan dan
pengelolaan perusahaan dengan cara menerapkan peraturan, prosedur baru, serta perubahan kebijakan yang ditetapkan oleh CEO baru dalam rangka
menjalankan visi misinya untuk meraih kinerja perusahaan yang diharapkan, baik seperti restrukturisasi, pembaharuan formula, visi dan misi.
Penelitian secara empiris yang dilakukan oleh Kato dan Long 2005 terhadap perusahaan-perusahaan di China pada tahun 1998-2002 menemukan
bahwa kinerja perusahaan akan meningkat secara signifikan setelah dilakukan penggantian CEO, selain itu adanya penunjukkan direktur independen juga
dapat meningkatkan pergantian dan sensitivitas kinerja. Kato dan Long 2005 juga menyatakan bahwa kehadiran pemegang saham sebagai controller
membuat pergantian CEO lebih sensitif terhadap perusahaan. Berbeda dengan penelitian Kato dan Long 2005, penelitian
Trisnantari 2010:3 mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan
tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena berbagai penelitian mengenai intellectual capital IC,
9
good corporate governance GCG, Pergantian Chief Executive Officer CEO terhadap kinerja perusahaan masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh VAIC
TM
, Good Corporate Governance dan pergantian CEO
terhadap terhadap Kinerja Perusahaan Studi kasus pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2010-2014” .
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Sentosa 2009 dan Nurlaila
2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel Intellectual Capital yang digunakan peneliti sebelumnya adalah pengungkapan intellectual capital sedangkan pada penelitian ini
menggunakan perhitungan VAIC
TM
. Variabel Good Corporate Governance pada penelitian sebelumnya adalah jumlah direksi, proporsi dewan
komisaris sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsi dewan komisaris independen, jumlah dewan direksi dan
kepemilikan institusional. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel pergantian CEO yang mana disarankan dalam
penelitian terdahulu untuk menambahkan variabel lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan.
2. Objek penelitian sebelumnya adalah perbankan dan perusahaan manufaktur terdaftar di BEI. Sedangkan, objek dalam penelitian ini adalah perusahaan
property dan real estate yang terdaftar di BEI.
10
3. Periode penelitian sebelumnya mengambil tahun 2003 sampai dengan 2007. Sedangkan, periode penelitian ini mengambil tahun 2010 sampai dengan
2014. Alasan peneliti menggunakan tahun 2010-2014 karena periode tersebut menunjukkan kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah
yang diteliti
B. Perumusan Masalah