BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu dan teknologi yang dewasa ini semakin berkembang tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu dasar. Untuk itu manusia sebagai
insan yang berhubungan dengan kemajuan teknologi tersebut, sudah selayaknya perlu menguasai matematika sampai batas tertentu. Matematika merupakan sarana
untuk menanamkan kebiasaan bernalar dalam pikiran seseorang, karena matematika merupakan ilmu terapan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan
yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Selanjutnya dinyatakan dalam kurikulum 2004 Depdiknas Jakarta, 2003
disebutkan tujuan pembelajaran matematika adalah: 1.
Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi. 2.
Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3.
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4.
Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi
atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
1
1
Sri Anita W. Janet Trineke Manoy. Strategi Pemebelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008. hlm 7.3.
1
Pencapaian nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi matematika, cukup mengkhawatirkan. Hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh
Suryanto dan Somerset di 16 sekolah menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil tes pada mata pelajaran matematika sangat rendah.
Hasil tes dari TIMSS-Third International Mathematics And Science Study menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada diperingkat 34
dari 38 negara.
2
Beberapa ahli matematika seperti Ruseffendi, mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia, karena pelajaran matematika di
sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Menurut Sriyanto sikap negatif seperti ini muncul karena adanya persepsi bahwa pelajaran matematika sulit. Selain itu
pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap
pelajaran matematika. Mengingat pentingnya peranan matematika dan melihat hasil belajar
matematika siswa yang kurang memuaskan, maka sudah selayaknya penanganan yang dimaksud adalah peningkatan kualitas pengajaran dengan memperhatikan
berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Guru sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran hendaknya memilih pendekatan
pembelajaran yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang ingin dicapai dan dapat merangsang partisipasi dari siswa, sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam surat An-Nahl ayat 125:
نسْحأ يه ْيتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر لْيبس ىلإ ْدا ..
”Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...
” Q.S. An-Nahl [16] : 125. Pada ayat tersebut mengandung tiga hal pokok yang berkaitan dengan
mengajar yang baik, pertama guru bersikap bijaksana dalam menyampaikan bahan ajaran kepada murid. Kedua, guru menggunakan cara yang baik dan tepat dalam
menyampaikan ajarannya yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang ingin
2
http:Rbaryans, wordpress.com. Seminar internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
dicapai, dan yang ketiga, guru membina sikap siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran, guru hendaknya
memperhatikan berbagai aspek sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap siswa terhadap matematika itu sendiri. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari
dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.
3
Jika siswa bersikap senang terhadap matematika, tentu sikapnya itu mempengaruhi tingkah lakunya
terhadap matematika. Sedangkan sikap siswa yang tidak senang merupakan suatu hambatan untuk belajar matematika. Ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki
sikap senang terhadap matematika, maka dalam dirinya akan tumbuh keinginan atau dorongan untuk belajar matematika dengan baik. Hal ini juga sebaliknya
bahwa siswa yang bersikap kurang senang terhadap matematika maka dari dalam dirinya muncul suatu sikap penolakan atau anti dengan pelajaran matematika.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis dengan guru bidang studi matematika ibu Wiwit Turtinowoti pada tanggal 1 Maret 2010 di SMP N 3
Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten, diperoleh gejala-gejala sebagai berikut : 1.
Dalam menyampaikan materi pelajaran, sistem pembelajaran masih bersifat menoton yaitu berpusat pada guru, sehingga siswa lebih banyak
diam dan menerima apa adanya, siswa tidak punya inisiatif untuk mengembangkan potensinya.
2. Selama pembelajaran berlangsung, beberapa siswa izin untuk keluar kelas
secara bergantian. Hal ini dapat berdampak kurang baik bagi siswa tersebut, karena tidak mendengarkan penjelasan guru secara keseluruhan.
3. Masih banyak siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik,
seperti berbicara dengan teman sebangkunya dan menganggu teman yang belajar.
3
Slameto. Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003 hlm. 188
4. Respon siswa dalam proses pembelajaran terlihat biasa-biasa saja, tidak
ada yang aktif mengemukakan pendapatnya, malah kebanyakan siswa acuh tak acuh terhadap pelajaran matematika. Bahkan sebagian besar
siswa jarang mencatat materi yang sudah guru sampaikan, hanya beberapa saja dari mereka yang mencatat materi yang guru sampaikan dan itu pun
kurang lengkap. Mereka akan mencatat materi jika disuruh atau ditegur guru saja.
5. Siswa cepat putus asa jika diberikan latihan yang agak sulit, sehingga
ketika mengalami kesulitan dalam belajar matematika mereka tidak mau bertanya kepada guru atau teman, hal ini mempengaruhi pelajaran materi
berikutnya. 6.
Siswa cenderung mengandalkan jawaban dari guru dalam mengerjakan latihan.
7. Ketika guru menunjuk salah satu siswa untuk menyelesaikan soal – soal ke
depan kelas, ada sebagian siswa yang menolak kemudian menunjuk teman yang lain untuk menyelesaikan.
8. Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat dikatakan
kurang. Ini terlihat dari respon siswa yang kurang menyukai ketika guru memberikan tugas pada saat materi selesai. Sehingga ada beberapa siswa
menyalin tugas temannya dengan alasan tidak mengerti dan malas mengerjakan.
9. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,
sebagian besar siswa hanya diam dan menunduk. Fakta di atas menunjukkan sikap dan perbuatan siswa ketika menerima
pelajaran dari guru kurang senang terhadap matematika. Gejala adanya siswa yang kurang senang menerima pelajaran dari guru tidak seharusnya terjadi, karena hal
itu akan menghambat proses belajar mengajar. Kurang senangnya seorang siswa terhadap pelajaran matematika bisa jadi disebabkan gaya mengajar guru yang
kurang bervariasi dan metode mengajarnya itu-itu saja.
4
4
Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. hlm.163.
Beberapa usaha yang telah dilakukan guru untuk menciptakan suasana kelas sehingga siswa senang belajar matematika, diantaranya adalah membimbing siswa
mengerjakan latihan, meminta siswa mengerjakan latihanmenuliskan hasil kerjanya ke depan untuk menumbuhkan persaingan, memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya, belajar, dan memberikan penghargaan kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya. Namun hal ini belum mampu
menumbuhkan sikap siswa menjadi senang terhadap matematika. Bertolak dari kondisi sikap siswa yang kurang senang dalam belajar,
sebagaimana yang dikemukakan di atas khususnya dan dalam pelajaran matematika pada umumnya, maka perlu diperbaiki proses dalam pembelajaran,
sehingga dapat menumbuhkan rasa senang siswa terhadap matematika. Karena
perasaan merupakan faktor psikis yang nonintelektual. Sikap yang positif akan terungkap dalam ”perasaan senang” rasa puas, rasa gembira, rasa simpati, dan
lain sebagainya. Sikap negatif akan terungkap dalam ”perasaan tidak senang”
rasa benci, rasa takut, dan lain sebagainya.
5
Munculnya rasa senang terhadap matematika, mendorong siswa bersikap positif terhadap matematika, sehingga
siswa akan terdorong untuk belajar dengan baik. Berkaitan dengan pembelajaran, bahwa untuk mencapai suatu tujuan sangat
diperlukan pemikiran tentang siasat, prosedur atau cara yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika. Demikian juga untuk mencapai tujuan
pengajaran diperlukan strategi, pendekatan atau metode, serta teknik tertentu dalam pembelajaran atau kata lain keberhasilan proses pembelajaran tergantung
pada bagaimana suatu bahan ajar disampaikan. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis mencoba menerapkan model
Advance Organizer. Advance Organizer untuk mengaktifkan skemata siswa eksistensi pemahaman siswa untuk mengetahui apa yang telah dikenal siswa dan
untuk membentuknya mengenal relevensi pengetahuan yang dimiliki. Advance Organizer memperkenalkan pengetahuan baru secara umum yang dapat
digunakan siswa sebagai kerangka untuk memahami isi informasi baru secara
5
W.S.Winkel S.J.M.Sc. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia 1984, edisi pertama, cet 3. hlm. 30-31.
terperinci.
6
Advance Organizer dapat memperkuat struktur kongnitif dan meningkatkan penyimpanan materi baru
7
. Ausubel mendeskripsikan Advance Organizer sebagai materi pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas
pembelajaran dalam tingkat abstraksi dan inklusivitas yang lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri.
Advance Organizer pernyataan yang dibuat guru sebelum sebuah presentasi atau sebelum memerintahkan siswa untuk membaca bahan-bahan tekstual yang
memberikan struktur bagi informasi baru untuk dikaitakan dengan prior knowledge siswa.
8
Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi pelajaran
yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian Ausubel mengemukakan, bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna, bila informasi yang akan dipelajari peserta
didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel menggunakan istilah ”Advance Organizer” dalam penyajian
informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Kekuatan model ini ialah mempermudah siswa dalam mempelajari materi baru, karena
dengan adanya model pembelajaran Advance Organizer ini siswa dapat dengan mudah mengingat kembali materi yang pernah diperoleh sebelumnya yang
berhubungan dengan materi baru. Model pembelajaran ini juga terjadinya proses pengaitan informasi berikutnya.
Dari pernyataan di atas dapat dikemukakan bahwa Advance Organizer adalah kumpulan materi pelajaran yang berfungsi mengaitkan pengetahuan yang
sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Sedangkan tujuan Advance Organizer adalah untuk memperkuat struktur kognitif yang
dimiliki siswa sebagai bekal untuk memahami materi yang disajikan. Dengan pengetahuan awal yang lebih baik akan mempermudah siswa untuk menerima
materi yang baru. Kondisi pembelajaran yang demikian akan memberikan rasa
6
Sri Anita dan Suzanah. Op. Cit, hlm 1.5.
7
Joyce, B. dan Weil, M. Model Of Teaching, Yongyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, edisi kedelapan, hlm 281.
8
Richard I. Arends, Learning To Teach, Yongyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, edisi ketujuh, hlm 221.
senang bagi siswa dalam belajar matematika. Selanjutnya dengan rasa senang tersebut akan tumbuh dan berkembangnya sikap siswa yang positif terhadap
matematika. Dengan memperhatikan fungsi dan tujuan penerapan model pembelajaran
Advance Organizer, yakni mempersiapkan siswa menerima materi baru, maka siswa akan lebih mudah menerimamemahami materi yang akan disampaikan
guru. Dengan adanya kemudahan ini akan mendorong siswa untuk tetap dalam tugasnya dan akan mendorong siswa untuk mandiri serta mengurangi kegagalan-
kegagalan yang dapat memicu sikap siswa yang kurang positif terhadap matematika. Artinya siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai
kesulitan dan sejalan dengan itu, maka keuletan siswa akan tumbuh dan berkembang.
Tumbuh dan berkembangnya sikap siswa yang menunjukkan, 1 siswa mengikuti pelajaran dengan sunguh-sungguh, 2 siswa menyelesaikan tugas
dengan baik, 3 siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi, 4 siswa mengerjakan tugas rumah dengan tuntas dan tepat waktu, 5 siswa merespon dengan baik
tantangan yang datang dari bidang studi, 6 siswa percaya diri dalam belajar matematika, 7 siswa mempunyai keyakinan bahwa matematika berguna buat
dirinya. Tumbuhnya sikap untuk selalu yang terbaik dalam belajar matematika menunjukkan bahwa dalam diri siswa telah tumbuh sikap positif siswa terhadap
matematika. Memahami masalah dan kutipan di atas, maka peneliti mencoba
menerapkan model pembelajaran Advance Organizer pada topik bangun datar segi empat, sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran. Karena pada setiap
sub pokok bangun datar segi empat membutuhkan materi awal yang sudah dipelajari siswa untuk dikaitkan pada materi yang akan dipelajari. Sehingga
mempermudah siswa untuk menerima materi yang akan disajikan, dengan demikian akan memberikan rasa senang bagi siswa dalam belajar matematika.
Melalui penerapan model pembelajaran Advance Organizer ini diharapkan adanya perubahan sikap siswa kelas VII-4 SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan,
Banten tahun pelajaran 20092010 kearah yang lebih baik terhadap matematika.
Agar siswa dapat membangun pengetahuan awalnya secara lebih bermakna, maka dalam penerapan model Advance Organizer fokusnya terletak pada siswa dan
guru hanya berfungsi sebagai fasilitator.
B. Identifikasi Masalah