BAB III TINJAUAN YURIDIS ASURANSI TUNAI SEBAGAI SUATU PERJANJIAN
A. Defenisi Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian
Di dalam literatur istilah asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering atau assurantie, dalam bahasa Inggris disebut insurance, yang artinya adalah
pertanggungan. Ketentuan dalam Pasal 246 KUH Dagang menyebutkan pengertian asuransi
sebagai berikut : ”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Dari ketentuan Pasal 246 KUH Dagang ini, Abdul Muis, menjelaskan ada
beberapa unsur penting dalam perjanjian asuransi, yaitu : 1.
Adanya suatu persetujuan atau perjanjian antara penanggung dengan tertanggung.
2. Dalam perjanjian tersebut terdapat unsur pengalihan risiko dari tertanggung
kepada penanggung. 3.
Untuk mengalihkan risiki itu tertanggung membayar premi ; 4.
Kalau terjadi suatu peristiwa yang semula belum pasti terjadi, penanggung membayar sejumlah uang atau ganti ruginya.
35
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 1 angka 1, dinyatakan sebagai berikut :
35
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk perasuransuan, 1996, Medan.
52
Universitas Sumatera Utara
”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 di atas merupakan penyempurnaan dari pengertian asuransi yang dinyatakan di dalam Pasal
246 KUH Dagang. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992, perjanjian asuransi itu dapat berbentuk asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
H.M.N. Purwosutjipto, memberikan pengertian yang lebih memenuhi syarat bagi asuransi secara umum, yaitu :
”Pertanggungan adalah suatu perjanjian, pada mana penanggung, dengan menerima uang premi dari lawan pihaknya, penutup asuransi, mengikatkan
diri untuk melakukan satu atau beberapa kali pembayaran, pada mana baik perikatan ini maupun pembayaran premi ataupun kedua-duanya digantingkan
pada suatu peristiwa tak tentu bagi kedua belah pihak pada waktu ditutupnya perjanjian”
36
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, dalam bukunya menjelaskan sebagai berikut:
”Pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk
membebaskan diri dari kerugian karena kehilangam, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan akan dapat diderita olehnya, karena
kejadian yang belum pasti”.
37
36
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indnesia, Jilid 6 : Hukum Pertanggungan, Cetakan Keempat, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 10.
37
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa. Seksi Hukum Dagang, FH-UGM, Yogyakarta 1980, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengetian di atas dapat dijabarkan bahwa asuransi sebagai suatu perjanjian mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada azasnya adalah suatu perjanjian
penggantian kerugian schadeverzekering, di mana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian pihak tertanggung yang menderita kerugian, dan
kerugian yang diganti seimbang dengan kerugian yang sesungguhnya diderita. 2.
Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat, di mana kewajiban mengganti kerugian dari penanggung hanya dilaksanakan bila
peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan itu terjadi. 3.
Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik, dimana kewajiban penanggung mengganti kerugian yang diharapkan diimbangi dengan
kewajiban tertanggung membayar premi asuransi. 4.
Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.
Frederick G. Crane, dalam bukunya menjelaskan pengertian asuransi yakni ”Insurance may be defined as a system of handling risk by combining many loss
exposures, with the cost of the loses being shared by all of the participants”.
38
Menurut Frederick C. Crane, “Asuransi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem untuk mengatasi risiko dengan menggabungkan beberapa kerugian yang dibayar
dengan biaya kerugian tersebut ditanggung oleh semua peserta”.
38
Federick G. Crane, Insurance, Principles and Practices, 2
nd
Edition, John Wiley Sons, 1984, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai perjanjian untung-untungan kans overeenkomst. Pasal 1774 KUH Perdata menyebutkan
sebagai berikut : “Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak, maupun sementara pihak, bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu”.
Demikian adalah : Perjanjian
pertanggungan; Bunga cagak hidup;
Perjudian dan pertaruhan; Persetujuan yang pertama diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
Dalam kaitannya sebagai perjanjian untung-untungan Emmy Pangaribuan Simanjuntak, menjelaskan sebagai berikut :
”Perjanjian pertanggungan itu tidaklah tepat dikatakan kans-overeenkomst oleh karena penanggung di dalam memertimbangkan besarnya risiko yang
ditanggungnya dia juga menerima suatu kontra prestasi di dalam bentuk premi dari tertanggung yang seimbang dengan risiko”.
39
Jadi walaupun secara umum perjanjian asuransi oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan kans-overeenkomst, akan
tetapi sebenarnya merupakan penerapan yang sama sekali tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian asuransi itu sendiri.
Alasan utama adalah bahwa perjanjian untung-untungan mempunyai kecenderungan yang besar menuju pada pertaruhan atau perjudian. Lain halnya
dengan perjanjian asuransi, yang ada dasarnya sudah mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu mengalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan
39
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, op.cit., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang sama. Posisi atau keadaan ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan memperjanjikan pemberian ganti
rugi karena terjadinya suatu peristiwa belum pasti. Peristiwa yang belum pasti pada perjanjian untung-untungan yang bersifat
pertaruhan atau perjudian tidak sama dengan yang terjadi pada perjanjian asuransi. Pada perjanjian untung-untungan, risiko itu justru diciptakan oleh perjanjian itu
sendiri. Lain halnya dengan perjanjian asuransi, risiko itu telah ada sebelum perjanjian dibuat, dan justru perjanjian asuransi ditutup dengan memperalihkan risiko
yang sudah ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian asuransi kurang tepat dimasukkan ke
dalam persetujuan untung-untungan, karena di dalam perjanjian asuransi terdapat hak dan kewajiban yang bertimbal balik, serta bukan untung atau ruginya yang
digantungkan pada peristiwa yang belum pasti, akan tetapi adalah pelaksanaan kewajiban dari penanggung.
B. Pengaturan Perjanjian Asuransi Tunai.