b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUH Dagang
KUH Dagang merupakan terjemahan dari Wetboek van Koophandel. Sebagaimana termuat dalam Staatsblad 1847 Nomor 23, yang semua diperuntukkan
bagi golongan penduduk Eropa yang kemudian seluruhnya juga diberlakukakan kepada golongan penduduk Tionghoa dan Timur asing lainnya dan berdasarkan azas
konkordansi diberlakukan pada penduduk Pribumi. Pada dasarnya KUH Dagang mengatur mengenai ketentuan hukum Perdata khususnya yang terdiri atas 2 buku
yaitu Buku I tentang dagang pada umumnya dan Buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran, lazimnya mengatur mengenai hukum
pengangkutan laut. Buku III mengatur tentang ketidakmampuan orang-orang pedagang, di atur dari Pasal 749 sampai dengan Pasal 910, yang telah dihapuskan
oleh Pasal 2 Faillisements Verordening Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor 348. Berbeda KUH Perdata yang jumlah Pasalnya 1993 Pasal, maka
KUH Dagang hanya berjumlah 750 Pasal.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka berakhirlah dualisme pengaturan hukum Agraria
dan secara khusus menciptakan unifikasi hukum pertanahan Tanah Nasional, termasuk didalamnya menciptakan unifikasi Hukum Jaminan Hak Atas Tanah. Salah
satu diktum dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 memutuskan untuk mencabut
Universitas Sumatera Utara
ketentuan dalam Pasal-Pasal Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai Bumi, Air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan mengenai
Hipotek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-Undang ini. Dengan demikian tidak seluruh ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari Buku II KUH
Perdata yang dicabut, hanya sepanjang menyangkut pengaturan mengenai Bumi, Air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang telah di atur oleh Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara khusus ketentuan mengenai Hipotek dan peraturan creditverband tetap dinyatakan masih berlaku
sampai dengan diaturnya lembaga hak jaminan atas tanah yang baru. Sesuai dengan tujuan pokoknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
berkaitan dengan pengaturan hukun jaminan sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu hak tanggungan, sebagai
pengganti lembaga Hipotek, yang akan di atur dalam suatu Undang-Undang tersendiri. Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pengertian
Hipotek dan credietverband disini hendaknya diartikan sebagai ”Hak Tanggungan” yang pengertiannya sesuai dengan ketentuan dalam pasal-pasal KUH Perdata dan
Staastblad 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Staastblad 1937 Nomor 190. Dengan kata lain, sebelum terbentuknya Undang-Undang yang dimaksud
oleh pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 maka pengertian Hak Tanggungan disini diartikan sebagai Hak Tanggungan yang mempergunakan
ketentuan-ketentuan mengenai Hipotek dan credietverband.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengaturan hak tanggungan mengenai hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah diatur dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1996.
d.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, baik lembaga hak jaminan hipotek maupun credietverband akan dilebur menjadi hak tanggungan, yang akan
diatur tersendiri dalam suatu undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Setelah 30 tahun lebih sejak mulai
berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960, baru terbentuk undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. pada
tahun 1996 dibentuklah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan
lembaga Hak Tanggungan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka ketentuan- ketentuan mengenai credietverband sebagaimana tersebut dalam Sraatsblad 1908
Nomor 542 juncto Staatsblad 1909 Nomor 586 dan Staatsblad 1909 Nomor 584 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1973 Nomor 190 juncto
Universitas Sumatera Utara
Staatsblad 1973 Nomor 191 dan ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehubungan dengan itu
Penjelasan atas pasal 29 Undang-Undng Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan, bahwa : Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai credietverband
sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 juncto Staatsblad 1909 Nomor 586 dan Staatsblad 1909 Nomor 584 sebagaimana yang telah diubah dengan
Staatsblad 1937 Nomor 190 juncto Staatsblad 1937 Nomor 191 dan ketentuan- ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata,
sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehubungan
dengan itu Penjelasan atas Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan, bahwa :
Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai credietverband seluruhnya tidak diperlukan lagi. Sedangkan ketentuan mengenai hyotheek yang tidak
berlaku lagi hanya yang menyangkut pembebasan hypotheek atas hak atas tanh beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun1996 dengan dihubungkan dengan Penjelasannya, maka dapat
disimpulkan :
Universitas Sumatera Utara
1. Dengan sendirinya ketentuan-ketentuan mengenai credietverband seluruhnya
tidak berlaku lagi. 2.
Ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek sepanjang yang menyangkut pembebanan hipotek hak atas tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah tidak berlaku lagi, sedangkan ketentuan mengenai hypotheek yang menyangkut pembebanan hipotek atas benda-benda lainnya yang bukan hak atas
tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, masih tetap berlaku sebagaimana adanya sampai dengan diperbaruinya Buku II KUH
Perdata tersebut. Pencabutan ketentuan-ketentuan mengenai hipotek dan credietverband
dimaksud dikarenakan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia.
Ketentuan ini secara sepintas kelihatannya jauh berbeda mengingat kondisinya sangat berbeda pula. Sekalipun pengaturan hipotek cukup banyak
jumlahnya, tetapi secara garis besar sebenarnya banyak yang sudah tidak cocok lagi dengan kondisi masa kini. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 mengatur secara
sekaligus aspek materiil dan aspek formalnya secara garis besar dengan pengarahan untuk segi formalnya tetap melanjutkan apa yang dahulunya diterapkan untuk hipotek
dan credietverband, sehingga aspek ini Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak terlalu banyak mengendaki peraturan yang sudah ada sebelumnya dan hanya dalam
beberapa hal saja perlu diadakan perubahan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sebuah undang-undang, alangkah baik apabila hanya memuat ketentuan yang sifatnya normatif belaka, sedangkan ketentuan yang bersifat teknis
cukup diatur dengan atau didelegasikan kepada aturan yang lebih rendah dari undang- undang, di mana akan mudah mengubah, menambah, atau mencabutkan jika terjadi
ketidak sesuaian dalam pelaksanannya. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 lebih banyak memuat ketentuan-ketentuan yang sifatnya formal dibandingkan dengan
ketentuan yang sifatnya material. Kerangka pengaturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang demikian itu, jangan sampai menghambat praktek pelaksanaan
pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan utang dikarenakan kebutuhan hukum yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan pembentukan hukum dan perundang-
undangan nasinal kita cenderung lebih mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme proses, dan prosedur dengan meniadakan substansi yang hendak
diatur di dalamnya. Suatu undang-undang yang mengatur satu masalah tertentu bukanlah
merupakan titik finalnya dalam pengaturan. Untuk dapat dilaksanakan dengan baik, biasanya peraturan itu memerlukan lagi peraturan pelaksana atau petunjuk pelaksana,
yang lebih konkret. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak banyak menuntut peraturan pelaksanaannya, tetapi justru mencari keterkaitan
dengan peraturan-perturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu walaupun hal ini juga tidak secara tegas dinyatakan secara keseluruhan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak memerlukan terlalu banyak peraturan pelaksanaannya sebagai tindak lanjutnya. Peraturan pelaksanaan dari
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ada yang berbentuk peraturan perundang- undangan dan sebagian lagi dalam bentuk peraturan pemerintah. Hal-hal yang perlu
ditindak lanjuti sebagaimana diperintahkan secara oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, meliputi :
1. Dalam bentuk peraturan perundang-undangan :
a. ketentuan tentang penentuan batas waktu berlakunya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan SKMHT untuk jenis kredit tertentu Pasal 15 ayat 5 ;
b. Ketentuan tentang penyesuaian buku tanah dan sertifikat Hak Tanggungan
Pasal 24 ayat 2. c.
Ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996. 2.
Dalam bentuk peraturan pemerintah; a.
ketentuan tentang pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas Tanah Milik Pasal 4 ayat 3.
b. Ketentuan tentang sanksi administratif pelanggaran atau kelalaian pejabat
Pembuat Akta Tanah PPAT dan Notaris dalam memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Sehubungan dengan itu dalam rangka menindak lanjuti ketentuan dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Menteri Negara AgrariaKepala
Universitas Sumatera Utara
Badan pertanahan Nasional telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tersebut.
Dengan demikian, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, keseluruhan ketentuan mengenai lembaga hak jaminan Hak Tanggungan diatur dalam
suatu undang-undang tersendiri di luar KUH Perdata. Sejak saat itu tidak lagi berlangsung dualisme Hak Tanggungan yang menggunakan ketentuan hipotek dan
lainnya Hak Tanggungan yang menggunakan ketentuan credietverband, sehingga terciptalah unifikasi hukum lembaga hak jaminan atas hak atas tanah, sesuai dengan
tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang berkeinginan menciptakan unifikasi Hukum Pertanahan Tanah Nasional.
e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia