Ruang Lingkup Kontrak Production Sharing

6. Perjanjian berdasarkan sifatnya. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam yaitu : perjanjian kebendaan yang diartikan sebagai suatu perjanjian dimana hak kebendaan ditimbulkan, diubah atau dilenyapkan, sedangkan perjanjian obligator adalah perjanjian yang menmbulkan kewajiban dari para pihak. 146 Disamping itu dikenal juga perjanjian dari sifatnya yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama yaitu perjanjian pinjam meminjam uang baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Adapun perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia. 147 7. Perjanjian dari aspek larangan.

C. Ruang Lingkup Kontrak Production Sharing

Kontrak production sharing mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1964, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Buni Negara. Timbulnya kontrak production sharing adalah untuk mengatasi keterbatasan modal, teknologi 146 Ibid. hlm. 6 147 Ibid.hlm.7 Universitas Sumatera Utara dan sumber daya manusia yang dihadapi Pertamina, Khususnya dalam menjalankan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi. 148 Kotrak production sharing telah mengalami beberapa generasi dan masing masing generasi mempunyai prinsip-prinsip yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kotrak production sharing dapat dibagi menjadi empat generasi,yaitu : 149 1. Kontrak Production Sharing KPS generasi I 1964-1977 Kontrak ini merupakan bentuk awal kontrak production sharing. Pada tahun 19731974 terjadi lonjakan harga minyak dunia sehingga pemerintah menetapkan kebijaksanaan bahwa sejak Tahun 1974. Kontraktor wajib melaksanakan pembayaran tambahan kepada pemerintah.Prinsip-prinsip kontrak production sharing KPS generasi I, adalah sebagai berikut : a. manajemen operasi berada ditangan Pertamina. b. kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan. c. kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasinya dengan ketentuan maksimum 40 setiap tahun. d. dari 60 dibagi menjadi Pertamina 65 dan Kontraktor 35 . e. pertamina membayar pajak pendapatan kontraktor kepada pemerintah. f. kontraktor wajib memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak BBM untuk dalam negeri secara proporsioanal maksimum 25 bagiannya dengan harga US0.20barel. 148 Rudi Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Jakarta : Jambatan,2000,hlm. 93 149 Salim HS,op.cit.hlm318-321 Universitas Sumatera Utara g. semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh kontraktor menjadi milik Pertamina. h. interest kontraktor ditawarkan kepada perusahaan Nasional Indonesia setelah dinyatakan komersial. i. sejak tahun 1974 sampai dengan tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan tambahan pembayaran kepada pemerintah. 2. Kontrak production sharing KPS generasi II 1978-1987 Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Ruling yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60 Net Operating Income KPS yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangaan Minyak dan Gas Bumi Negara merupakan pembayaran pajak Pertamina dan Kontraktor dianggap sebagai pembayaran royalti sehingga disarankan kontraktor membayar pajak secara langsung kepada pemerintah. Di samping itu, perlu diterapkan Generally Accepted Acounting Procedure GAP, di mana pembatasan pengembalian biaya operasi Cost Recovery Ceiling 40 tahun dihapuskan. Untuk KPS yang berproduksi dilakukan amandement. Prinsip- prinsip pokok kontrak production sharing KPS generasi II 1978-1987 adalah sebagai berikut yaitu :. a. tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang diperhitungkan oleh kontraktor Universitas Sumatera Utara b. setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi minyak 65,91 untuk Pertamina; 34,09 untuk Kontraktor. Sedangkan gas : 31, 80 untuk Pertamina; 68,20 untuk kontraktor . c. kontraktor membayar pajak 56 secara langsung kepada pemerintah. d. kontraktor mendapat insentif, yaitu harga ekspor penuh minyak mentah Domestic Market Obligation setelah lima tahun pertama produksi. e. insentif pengembangan 20 dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi. 3. Kontrak Production Sharing KPS generasi III 1988-2002 Pada tahun 1984, pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan pajak baru untuk kontrak production sharing KPSdengan tarif 48. Namun peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap kontrak production sharing KPS yang ditandangani pada tahun 1988 karena dalam perundingan-perundingan yang dilakukan, pihak kontraktor masih memiliki kecenderungan untuk menggunakan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian hasil berubah menjadi : minyak : 71,15 untuk Pertamina ; 28,85 untuk kontraktor. Gas : 42,31 untuk Pertamina; 57,69 untuk kontraktor. Akan tetapi setelah dikurang pajak, komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut : a. minyak : 65 untuk Pertamina;15 untuk kontraktor; dan b. gas: 70 untuk Pertamina dan 30 untuk kontraktor. 4. Kontrak Production Sharing KPS generasi IV 2002- sekarang . Universitas Sumatera Utara Momentum Kontrak Production Sharing KPS generasi IV dimulai pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berbeda dengan undang-undang yang lama. Pada undang-undang yang lama, yang menjadi para pihak adalah Pertamina dan Kontraktor. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi, yang menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dengan badan usaha danatau badan usaha tetap. Badan Pelaksana ini terpisah dari Pertamina dan Badan Pelaksana ini telah terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi BPMIGAS, yang dikepalai pertama kali oleh Rachmat Sudibyo. 150 Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka struktur dan prinsip bagi hasil dalam Undang-Undang ini berbeda dengan Undang-Undang yang lama. Pada Undang-Undang yang lama, maka yang menjadi para pihak adalah Pertamina dan Kontraktor. 151 Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dengan badan usaha danatau badan usaha tetap. 150 Koran Harian Republika halaman 2 tanggal 31 Desember 2001 151 Penjelasan ini dapat dilihat dalam PP No 41 Tahun 1982 tentang Kewajiban dan Tata cara Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari hasil operasi Pertamina sendiri dan kontrak Production Sharing Jo. PP No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-Syarat dan pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi hasil Minyak dan gas bumi. Kedua Peraturan pemerintah ini tetap berlaku sesuai dengan Pasal 66 ayat 1 UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan gas Bumi Universitas Sumatera Utara Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tidak diatur secara khusus tentang komposisi pembagian hasil antara Badan Pelaksana dengan badan usaha atau badan usaha tetap. Pembagian ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih rendah serta dituangkan dalam Kontrak Production Sharing KPS. 152 Apabila kita mengacu kepada Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, maka jelas di dalam pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksanaan dari Undang – Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Untuk itu sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi ditentukan bahwa yang menetapkan pembagian hasil itu adalah Menteri Pertambangan dan Energi dan komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut : 153 152 Salim HS,op.cit,hlm.322 153 Sistem pembagian hasil ini berbada dengan pembagian hasil pada Kontrak productin sharing generasi I 1964-1977 dimana pembagian hasil untuk minyak dari 60 dibagi menjadi pertamina 65 dan kontraktor 35 , Kontrak production Sharing Generasi II 1978-1987 dimana setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi, minyak 65,91 untuk Pertamina dan 34,09 untuk kontraktor, sementara gas 31,08 untuk Pertamina dan 68,20 untuk kontraktor. Kontrak Production Sharing Generasi III 1988-2002 maka komposisi pembagian hasilnya adalah minyak 65 untuk Pertamina dan 15 untuk kontraktor.Sedangkan gas 70 untuk Pertamina dan 30 untuk kontraktor. Universitas Sumatera Utara 1. Minyak : 85 untuk badan pelaksana; 15 untuk badan usaha atau badan usaha tetap. 2. Gas : 70 untuk badan pelaksana dan 30 untuk badan usaha atau badan usaha tetap. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak production sharing di Indonesia adalah Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kontrak production sharing memuat tiga prinsip pokok, yaitu : 1. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan. 2. Pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana. 3. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau badan usaha tetap Kegiatan usaha hulu hanya dapat dilakukan oleh badan usaha atau badan usaha tetap. Kegiatan usaha ini didasarkan pada kontrak production sharing . Tujuan penuangan kewajiban–kewajiban dalam persyaratan kontrak adalah mempermudah pengendalian kegiatan usaha hulu dan didasarkan juga peraturan perundang- undangan lainnya. Setiap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani kedua belah pihak, salinan kontraknya dikirimkan kepada DPR RI, khususnya pada komisi yang membidangi minyak dan gas bumi. Universitas Sumatera Utara

D. Kedudukan Para Pihak Dalam Menentukan Bentuk dan Substansi Kontrak