BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Amanah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hidup orang banyak di kuasai oleh negara ; sedangkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian minyak dan gas bumi di kuasai oleh negara.
Tujuan penguasaan oleh negara terhadap bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah agar kekayaan nasional tersebut dapat
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha sekalipun memiliki hak atas
sebidang tanah dipermukaan namun tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki minyak dan gas bumi yang terkandung dibawahnya.
Penguasaan oleh negara atas minyak dan gas bumi diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan
1
.Kuasa pertambangan pada saat sebelum diundangkannya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
adalah pihak Pertamina. UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
1
Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan
Universitas Sumatera Utara
Minyak dan Gas Bumi menempatkan Pertamina sebagai perusahaan minyak dan gas bumi milik negara.
UU No. 8 Tahun 1971 memberikan hak monopoli negara atas minyak dan gas bumi yang dilaksanakan melalui Pertamina. Oleh karena itu semua perusahaan
minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib bekerja sama dengan Pertamina. Pertamina bertindak sebagai regulator bagi mitra yang menjalin kerja
sama melalui mekanisme Kontrak Kerja Sama KKS di wilayah kerja WK Pertamina. Di sisi lain Pertamina juga bertindak sebagai operator karena juga
menggarap sendiri sebagian wilayah kerjanya.
2
Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan dan didukung oleh struktur hukum yang kuat menjadikan Pertamina besar, namun secara institusional dinilai
tidak terjangkau kontrol rutin dan menggiringnya sebagai salah satu sumber besar KKN.
3
Untuk itu perlu dilakukan pembenahan dan sejalan dengan dinamika industri migas dunia serta era globalisasi dengan masuknya Negara Indonesia sebagai
keanggotaan WTO, maka beberapa pikiran dasar pemerintah Indonesia yang relevan dengan pengusahaan migas adalah :
1. Penghapusan situasi monopolistik berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971.
2. Pencabutan hak kuasa pertambangan dari Pertamina dan dikembalikan kepada
Pemerintah.
2
http:www.pertamina-ep.comidtentang-pepsejarah-kami, diakses tanggal 1 Mei 2010.
3
Achmad Zen Umar Purba”Kepentingan Negara Dalam Industri Perminyakan di Indonesia : Hukum Internasional, Konstitusi, dan Globalisasi”, makalah disampaikan pada saat menghadiri
konferensi para advokat internasional yang bernaung di bawah Pacific Advisory Council “PRAC’ di Colombia tanggal 15 hingga 21 Maret 2007.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembentukan badan baru sebagai kuasa untuk melaksanakan kegiatan
pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. 4.
Pengurangan subsidi BBM dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar. 5.
Pengalihan status Pertamina berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971 menjadi PT. Pertamina Persero , yang berarti kedudukannya sama dengan badan hukum
lain dalam kesempatan berusaha di bidang migas 6.
Pemberian kesempatan yang sama kepada perusahaan swasta. 7.
Penerapan konsep otonomi daerah dalam kaitan dengan pengusahaan migas dan diterapkannya penerimaan seimbang bagi Pemerintah Pusat dan Daerah.
8. Penciptaan bentuk kerja sama lain selain Production Sharing Contract.
4
Sejalan dengan perkembangan seperti disebutkan diatas, maka di keluarkanlah UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pertimbangan ditetapkan UU
No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah sebagai berikut :
5
1. Pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan
yang dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam
perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
3. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam
memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan.
4. Undang-Undang No. 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi, Undang-Undang No. 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
4
Achmad Zen Umar Purba,Ibid.
5
Pertimbangan Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi.
5. Dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun
internasional, dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan
potensi dan peranan nasional.
Sejalan pertimbangan tersebut diatas, maka sebenarnya tujuan penyusunan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah sebagai
berikut : 1.
Terlaksana dan terkendalinya minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital.
2. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih
mampu bersaing. 3.
Meningkatnya pendapatan negara dan memberikan konstribusi yang sebesar- besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri
dan perdagangan Indonesia. 4.
Menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
6
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memberikan konsekuensi untuk
6
Salim HS, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 284.
Universitas Sumatera Utara
membentuk Badan Pelaksana dan Badan Pengatur
7
. Pasal 1 angka 23 UU No. 22 Tahun 2001 menjelaskan bahwa Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu dibidang minyak dan gas bumi , sedangkan dalam Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2001 dijelaskan bahwa badan
pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas
bumi serta pengangkutan gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir. Penelitian ini membatasi ruang lingkup kajian hanya berkaitan dengan
kegiatan usaha hulu, khususnya terkait kontrak kerjasama antara BPMIGAS dengan PT. Pertamina EP. Penelitian hanya menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan usaha hulu saja, sedangkan kegiatan usaha hilir tidak dibahas sama sekali. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha
hulu adalah badan pelaksana. Ketentuan hukum yang mengatur tentang badan pelaksana adalah Pasal 1 angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 UU No. 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kedudukan badan pelaksana merupakan badan hukum milik negara. Badan hukum milik negara mempunyai status sebagai
subyek hukum perdata dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan serta dikelola secara profesional.
8
Pembentukan badan pelaksana ini sendiri diatur didalam
7
Ketentuan hukum yang mengatur dan pembentukan badan pelaksana diatur di dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 UU No. 22 Tahun 2001, sedangkan badan pengatur di atur
di dalam Pasal 1 angka 24, pasal 8 ayat 4, Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 UU No. 22 Tahun 2001.
8
Salim HS,op.cit.hlm. 293
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Fungsi Badan Pelaksana ini atau sekarang disebut BPMIGAS adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya
alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
9
sehingga terhadap seluruh perusahaan migas yang akan melakukan pengambilan migas di
wilayah Republik Indonesia harus melakukan Kontrak kejasama dengan BPMIGAS. UU No. 22 Tahun 2001 membawa konsekwensi hukum terhadap Pertamina.
Berdasarkan Pasal 61 huruf b Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pertamina beralih bentuk menjadi PT Pertamina Persero yang
kemudian di tindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
Pertamina menjadi perusahaan perseroan Persero .
10
PT. Pertamina Persero hanya bertindak sebagai operator yang menjalin Kontrak Kerja Sama KKS dengan
pemerintah yang diwakili oleh BPMIGAS. Sekaligus hal tersebut juga mewajibkan PT Pertamina Persero untuk mendirikan anak perusahaan guna mengelola usaha
9
Salim HS,op.cit.hlm 293
10
Pasal 61 huruf b UU No. 22 Tahun 2001 yang mengharuskan Pertamina beralih bentuk menjadi perusahaan perseroan. Hal ini berbeda dengan pembentukan PT. PLN Persero , dimana di
dalam Pasal 1 ayat 1 PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum PERUM Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan Persero disebutkan bahwa : “ Perusahaan
Umum PERUM listrik negara yang didirikan dengan PP No 17 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan Persero sebagaimana dimaksud dalam UU No. 9 Tahun 1969
sebagaimana pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan.
Universitas Sumatera Utara
eksplorasi, eksploitasi dan produksi minyak dan gas, sebagai konsekuensi pemisahan usaha hulu dengan hilir.
11
Pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dimana didalam
Pasal 104 huruf i , huruf j dan huruf k PP No. 35 Tahun 2004 dijelaskan sebagai berikut:
i. PT. Pertamina Persero wajib mengadakan kontrak kerjasama dengan badan
pelaksana untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi pada bekas wilayah kuasa pertambangan.
j. Dalam jangka waktu paling lama 2 dua tahun PT. Pertamina Persero
sebagaimana dimaksud dalam huruh i, wajib membentuk anak perusahaan dan mengadakan kontrak kerjasama dengan badan pelaksana untuk masing-
masing wilayah kerja dengan jangka waktu kontrak kerja sama selama 30 tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan perudangan yang berlaku.
k. Besaran kewajiban pembayaran PT. Pertamina Persero dan anak perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf d,huruf i, dan huruf j kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bekas wilayah kuasa
pertambangan Pertamina.
Atas dasar itulah PT. Pertamina EP didirikan pada 13 September 2005 dan sejalan dengan pembentukan PT. Pertamina EP, maka pada tanggal 17 September
2005 PT. Pertamina EP melaksanakan penandatanganan KKS dengan BPMIGAS yang berlaku sejak 17 September 2005.
12
Berhubung PT. Pertamina EP memiliki wilayah kuasa pertambangan yang tersebar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia, maka PT. Pertamina EP
membentuk unit dengan nama PT. Pertamina EP Regional Sumatera, PT. Pertamina
11
http:www.pertamina-ep.comidtentang-pepsejarah-kami, diakses tanggal 1 Mei 2010.
12
http:www.pertamina-ep.comidtentang-pepsejarah-kami, diakses tanggal 1 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
EP Regional Jawa dan PT. Pertamina EP KTI. PT. Pertamina EP Regional Sumatera, daerahnya terdiri dari Field Rantau Provinsi Aceh , Field P. Susu Provinsi
Sumatera Utara, Field Prabumulih dan Field Pendopo Provinsi Sumatera Selatan.
13
Untuk daerah Field Rantau yang terdapat di Provinsi Aceh, maka seiring keluarnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
memberikan implikasi terhadap kontrak kerjasama antara PT. Pertamina EP dengan BPMIGAS yang ditandatangani pada tanggal 17 September 2005, dimana di dalam
Pasal 160 UU N0. 11 Tahun 2006 disebutkan bahwa : 1
Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut diwilayah
kewenangan Aceh. 2
Untuk melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah dan Pemerintah Aceh dapat menunjuk atau membentuk suatu
badan pelaksana yang ditetapkan bersama. 3
Kontrak kerjasama dengan pihak lain untuk melakukan eksplorasi dan ekploitasi dalam rangka pengelolaan minyak dan gas bumi dapat dilakukan
jika seluruh isi perjanjian kontrak kerjasama telah disepakati bersama oleh pemerintah dan pemerintah aceh,
4 Sebelum melakukan pembicaraan dengan pemerintah mengenai kontrak
kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Pemerintah Aceh harus mendapat persetujuan DPRA.
5 Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat 1,ayat
2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dari rumusan pasal tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dapat
membentuk suatu badan pelaksana yang mengatur pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi seperti Badan Pelaksana BPMIGAS yang ada sekarang ini
yang dibentuk berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
13
Warta Pertamina Edisi III, tanggal 21 Mei 2007, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
Sejak disyahkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2006 pada tanggal 1 Agustus 2006 yang lalu, pemerintah pusat sudah mensyahkan 2 dua Peraturan
Pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal, Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2009 tentang Persyaratan dan Tata cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Sekda Aceh dan Sekda Kabupaten Kota dan 2 dua Peraturan Presiden yaitu Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-Undang, dan Kebijakan Administratif
Yang Berkaitan Langsung Dengan Pemerintahan Aceh dan Peraturan Presiden No 11 Tahun 2009 tentang Kerjasama Pemerintah Aceh dengan Lembaga atau Badan di
Luar Negeri.
14
Selain itu ada 6 enam Peraturan Pemerintah dan 2 dua Peraturan Presiden yang belum dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan salah satunyanya adalah
Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan minyak dan gas bumi di Pemerintah Aceh. Untuk Draft Peraturan Pemerintah ini sendiri saat ini sudah di Departemen yang
terkait seperti : Departemen Dalam Negeri dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
15
Apabila Peraturan Pemerintah tersebut sudah dikeluarkan maka akan terbentuk badan pelaksana pengelolaan sumber daya alam migas untuk Pemerintahan
14
Taqwaddin, “Opsi Terhadap UUPA”,Serambi Indonesia, Kamis tanggal 29 April 2010,hlm.22.
15
Teuku Riefki, sebagai wakil ketua tim advokasi Undang-undang Pemerintahan Aceh;http:www.Harian - aceh.com, diakses pada tanggal 1 Mei 2010
Universitas Sumatera Utara
Aceh seperti BPMIGAS yang ada sekarang. Untuk itu di dalam pembentukan BPMIGAS di Pemerintahan Aceh tersebut yang harus diperhatikan juga agar jangan
sampai terjadi tumpang tindih didalam menjalankan badan pelaksan tersebut dengan BPMIGAS yang ada saat ini yang dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi. Berkaitan dengan PT. Pertamina EP yang salah satu wilayah kerjanya terdapat
di Pemerintahan Aceh yaitu Field Rantau, maka kontrak kerjasama yang ditandatangani pada tanggal 17 September 2005 antara BPMIGAS dengan
PT. Pertamina EP akan berakhir pada tahun 2035. Artinya setelah kontrak kerjasama itu berakhir dan apabila pihak PT. Pertamina EP masih ingin memperpanjang kontrak
kerjasama tersebut, maka kontrak kerjasama itu dilakukan dengan BPMIGAS Pemerintahan Aceh. Namun yang harus dipikirkan juga apabila badan pengelolaan
migas Pemerintahan Aceh tersebut terbentuk pada saat Kontrak Kerjasama PT. Pertamina EP dan BPMIGAS ini masih berjalan, maka apakah akan berdampak
di dalam melakukan koordinasi untuk kepentingan operasional PT. Pertamina EP. Rencana keberadaan Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam Migas
berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menimbulkan pro dan kotra. Dimana dari seluruh Provinsi yang ada di Indonesia, cuma di Pemerintahan
Aceh yang dibentuk badan pengelolaan tersebut. Namun disisi lain tidak diharapkan keberadaan Badan Pengelolaan Migas
yang ada di Pemerintahan Aceh dapat menghambat investasi di daerah tersebut, khususnya investasi sektor migas. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi tentang
Universitas Sumatera Utara
harmonisasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh khususnya pasal 160 dan Pasal 161 dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.
B. Perumusan Masalah