E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian
dengan judul “ Harmonisasi Pengaturan Badan Pelaksana Migas Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dengan
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Pengaruhnya
Terhadap Kontrak
Kerjasama BPMIGAS
dengan PT.Pertamina EP
“, belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian dari segi keilmuan penelitian ini dapat dikatakan asli, sesuai dengan asas-
asas keilmuan yang jujur, rasional dan obyektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi. 1. Kerangka Teori
Pengaturan terkait dengan Badan Pelaksana Pengelolaan Migas BPMIGAS dapat dilihat di dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Namun untuk di pemerintahan Aceh sendiri juga diatur di dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, untuk itu perlu dilakukan taraf singkronisasi
terhadap kedua Undang-undang tersebut. Teori berjenjang Stufen Theory dari Hans Kelsen melihat hukum sebagai
suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida, dimana norma yang
Universitas Sumatera Utara
lebih rendah memperoleh kekuatan dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma akan semakin abstrak sifatnya dan sebaliknya semakin rendah
kedudukannya akan semakin kongkrit. Norma yang paling tinggi menduduki puncak piramida yang disebut norma dasar Grundnorm .
16
Grundnorm norma dasar menyerupai sebuah pengandaian tentang tatanan
yang hendak diwujudkan dalam hidup bersama dalam hal ini negara dan Kelsen sendiri tidak menyebut isi dari grundnorm tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa
grundnorm merupakan syarat transendental-logis bagi berlakunya seluruh tatanan
hukum, sehingga seluruh tata hukum posistif harus berpedoman secara hierarki pada grundnorm
. Dengan demikian secara tidak langsung Kelsen juga sebenarnya membuat teori tentang tertib yuridis.
17
Dengan menggunkan konsep Stufenbau lapisan-lapisan aturan menurut eselon maka seluruh sistem perundang-undangan mempunyai suatu struktur
piramidal mulai dari abstrak yakni groundnorm sampai yang konkret seperti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah , dll.
18
Jadi menurut Kelsen cara mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika stufenbau itu
dan groundnorm menjadi batu ujian pertama.
19
Secara sosiologis maka dibuatnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tidak dilihat sebagai kegiatan yang steril dan mutlak
16
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak Markus Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi
Yogyakarta ; Genta Publishing, Cetakan III April 2010, hlm.127
17
Ibid.hlm 127
18
Ibid. hlm. 128
19
Ibid.hlm.128
Universitas Sumatera Utara
otonom. Dalam perpektif yang demikian itu keberadaan Undang–Undang tersebut memiliki asal usul sosial, tujuan sosial, mengalami intervensi sosial dan mempunyai
dampak sosial.
20
Menurut Satjipto Raharjo bahwa ukuran-ukuran serta format yang digunakan dalam sosiologi pembuatan Undang-Undang bukan saja rasionalitas, logika dan
prosedur, melainkan entri-entri sosiologi. Misalnya : a.
Asal-usul sosial Undang-Undang. b.
Mengungkap motif dibelakang pembuatan Undang-Undang. c.
Melihat pembuatan Undang-Undang sebagai endapat konflik kekuatan dan kepentingan dalam masyarakat.
d. Susunan dari badan pembuatan Undang-Undang dan implikasi sosiologisnya.
e. Membahas hubungan antara kualitas dan jumlah undang-undang yang dibuat
dengan lingkungan sosial dalam suatu periode tertentu. f.
Sasaran perilaku yang ingin diatur atau diubah. g.
Akibat-akibat baik yang dikehendaki maupun yang tidak.
21
Menurut Lawrence M. Friedman, bahwa sistem hukum mengandung tiga komponen yaitu : structure,substance dan legal culture. Unsur structure dari
suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi dalam sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsinya dalam rangka bekerjanya sistem hukum tersebut.
Sitem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu
lainnya.
22
Sedangkan unsur subtance adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu, mencakup segala apa saja yang
merupakan hasil dari organ yaitu norma-norma hukum baik berupa perundang- undangan, keputusan-keputusan hakim. Unsur yang ketiga yaitu legal culture
budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum- kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
23
Selain itu dapat dijelaskan bahwa perkembangan kebutuhan dan pemikiran hukum merupakan bagian dari
pemahaman sejarah masyarakatnya, sehingga hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan basis sosial hukum pada masyarakat yang
bersangkutan hukum yang fungsional.
24
20
Yesmil Anwar Adang, Pengantar Sosiologi Hukum Jakarta : PT. Grasindo, 2008 , hlm.205
21
Ibid . hlm .205
22
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction Second Edition terjemahan . Jakarta; Tata Nusa, 2001 , hlm. 7
23
Ibid, hlm. 8
24
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta ; PT. Kompas Media Nusantara, 2007, hlm. 171.
Universitas Sumatera Utara
Sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Badan Pelaksana Pengelolaan Migas di Aceh masih sedang alot dibahas antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintahan Aceh. Sebagaimana Van Vollenhoven mempersepsikan hukum sebagai kekuatan-kekuatan dalam masyarakat yang tarik-menarik dan dorong
mendorong satu sama lain. Oleh karena itu, dalam kenyataannya dapat saja hukum dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan lain hanya sekadar untuk melegitimasi dan
mempertahankan kekuasaannya baik itu yang bersifat ekonomi, sosial, politik, budaya dan sebagainya.
25
Namun demikian, persepsi hukum dari Van Vollenhoven tersebut akan sangat bernilai dalam pembangunan hukum nasional pada masa yang akan datang apabila
atas dasar semboyan “ Bhinneka Tunggal Ika “ dan sila “ Persatuan “ yang lebih mengutamakan kolektivisme yang bersifat pluralis dan atas dasar asas musyawarah,
gotong royong dan kekeluargaan. Persepsi Van Vollenhoven tersebut ditafsirkan secara analogi sehingga menghasilkan tafsir baru yang mempersepsikan hukum
sebagai sinergi antara berbagai kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat.
26
Tafsiran demikian akan dapat mengakomodir sikap saling menerima dan memberi dalam rangka menemukan harmonisasi berbagai kekuatan-kekuatan yang
ada dalam mayarakat dalam rangka pembentukan hukum yang tentunya akan memberi jalan untuk terbentuknya hukum nasional yang produktif dan efektif.
25
Ibid, hlm. 171.
26
Ibid, hlm. 172
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hal yang mendasari diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah bahwa masyarakat Aceh ingin
menuntut keadilan dalam hal pengelolan minyak dan gas bumi. Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan yaitu: keadilan tertuju pada orang lain, keadilan harus
ditegakkan dan keadilan menuntut persamaan.
27
Dari beberapa pembagian keadilan, berikut dapat dijelaskan oleh penulis adalah pembagian klasik. Pembagian ini terutama ditemukan dalam kalangan
Thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar yaitu Thomas Aquinas 1225-1274 dimana yang bersangkutan mendasarkan pandangan
filosofisnya atas pemikiran Aristoteles 384-322SM dan dalam hal masalah keadilan juga demikian. Menurut pembagian klasik, maka keadilan dibagi atas tiga yaitu
sebagai berikut :
28
a. Keadilan umum general justice
Berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat secara konkret berarti : negara apa yang menjadi haknya.
Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common goodkebaikan umum atau kebaikan bersama. Karena adanya common good, kita harus
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
b. Keadilan distributif distributive justice
Berdasarkan keadilan ini negara secara konkret berarti pemerintah harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota
masyarakat.Dalam bahasa indonesia bisa dipakai nama keadilan membagi. Diantara hal-hal yang dibagi oleh negara kepada warga ada hal-hal yang enak
untuk di dapat dan ada hal-hal yang justru tidak enak kalau kena.
c. Keadilan komutatif commutative justice
Berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial
27
K.Bertens,Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Kanisius, 2000, hlm. 89.
28
Ibid.hlm.89-90.
Universitas Sumatera Utara
sehingga bukan saja individu satu harus memberikan haknya kepada individu lain, melainkan juga kelompok satu kepada kelompok lain.
Namun menurut John Rawls bahwa keadilan harus di mengerti sebagai fairness
.
29
Menurut kamus, just berarti adil dan fair juga. Tetapi ada perbedaan dimana just berarti adil menurut isinya, sedangkan fair adil menurut prosedurnya.
Misalnya, dalam undian yang dijalankan dengan fair sekali, bisa saja semua hadiahnya jatuh dalam tangan orang kaya, sedangkan orang miskin yang ikut serta
juga tidak mendapat apa-apa. Menurut prosedurnya, undian itu adil fair , tetapi hasilnya sama sekali tidak adil just .
30
Dengan demikian fairness dapat diartikan juga sebagai keadilan yang di dasarkan atas prosedur yang wajar tidak di rekayasa
atau dimanipulasi . Selain itu menurut Jhon Rawls, sambil berada dalam posisi asali kita tidak
tahu bagaimana nasib kita masing-masing dalam masyarakat nanti , maka kita dapat menyetujui prinsip-prinsip keadilan yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip pertama, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-
kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokkan dengan kebebasan- kebebasan yang sejenis untuk semua orang.
b. Prinsip kedua, dimana ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa
sehingga : 1.
Menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung, dan serentak juga.
2. Melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang
dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang yang fair.
31
Sehubungan dengan penelitian ini juga berkaitan dengan kontrak kerjasama
BPMIGAS dengan PT. Pertamina EP, maka menurut Pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu :
29
Ibid, hlm. 102.
30
Ibid.hlm.102
31
Ibid, hlm.103
Universitas Sumatera Utara
a. Kesepakatan ToestemingIzin kedua belah pihak.
Syarat pertama sahnya kotrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata. Yang
dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah
pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan :
1. Bahasa yang sempurna dan tertulis ;
2. Bahasa yang sempurna secara lisan ;
3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.Hal ini
mengingat dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya ;
4. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya ;
5. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
32
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum , dimana perbuatan hukum dapat diartikan sebagai perbuatan
yang akan menimbulkan akibat hukum dan orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan wenang untuk melakukan
32
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding MoU
, Jakarta : Sinar Grafika,2007, hlm.10.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang.
33
Orang yang cakap wenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang
sudah dewasa. c.
Adanya objek perjanjian onderwerp van de overeenkomst Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi obyek perjanjian
adalah prestasi pokok perjanjian , diman prestasi diartikan sebagai apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur.
34
Dengan demikian prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif dan prestasi terdiri
atas : 1 memberikan sesuatu, 2 memberikan sesuatu,dan 3 tidak berbuat sesuatu.
35
d. Adanya kausa yang halal Geoorloofde Oorzaak
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak kausa yang halal . Selain itu menurut Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang
terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Selain itu didalam Buku III KUH Perdata dikenal lima macam asas hukum, yaitu sebagai berikut :
a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi : “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
33
Ibid.hlm.11.
34
Ibid.hlm .10.
35
Ibid.hlm.11
Universitas Sumatera Utara
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk : 1 membuat atau tidak membuat perjanjian; 2 mengadakan perjanjian dengan siapa pun; 3 menentukan isi perjanjian.
36
b. Asas konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. c.
Asas kepastian hukum Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan asas kepastian hukum
menggariskan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya Undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas kepastian hukum ini dapat disimpulkan dalam pasal 1338
ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi : “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang “.
d. Asas itikad baik.
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang berbunyi : “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik “. Asas ini
36
Ibid, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak. e.
Asas kepribadian. Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang menegaskan : “
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri “. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk
mengadakan suatu perjanjian maka orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Selain itu di dalam Pasal 1340 KUH Perdata disebutkan bahwa :
“ Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya “. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
berlaku bagi mereka yang membuatnya.
2. Kerangka Konsepsi