2.3.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga pada nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – jentik larva – kepompong pupa – nyamuk
dewasa. Stadium telur, jentik, dan kepompong berlangsung di dalam air. Telur Aedes berbentuk bulat lonjong berwarna hitam dan tidak berpelampung. Pada umumnya
telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6 – 8 hari. Sementara stadium kepompong
pupa berlangsung antara 2 – 4 hari dengan bentuk seperti terompet panjang dan ramping, dan sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air untuk bernapas,
tetapi tidak membutuhkan makanan. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama 9 – 10
hari. Nyamuk jantan keluar dari pupa lebih dahulu dan akan melakukan kopulasi dengan nyamuk betina yang keluar belakangan. Nyamuk betina yang telah dibuahi
akan mencari makan atau mengisap darah untuk pematangan telur. Umur nyamuk betina dewasa dapat mencapai 2 – 3 bulan Depkes RI, 2005. Untuk lebih jelas
mengenai metamorfosis nyamuk dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti 2.3.2. Bionomik Aedes aegypty
Bionomik atau pola perilaku dari nyamuk Ae. aegypti sangat penting diketahui agar dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan pemberantasan
yang tepat. Bionomik dari nyamuk tersebut adalah kebiasaan menggigit feeding habit, kesenangan istirahat atau hinggap
resting habit, kesenangan berkembangbiak breeding habit, dan jarak terbang Depkes RI, 2004.
2.3.3. Ekologi Vektor
Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungannya. Keberadaan nyamuk Ae. Aegypti dipengaruhi oleh :
Universitas Sumatera Utara
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi keberadaan nyamuk antara lain ketinggian tempat, curah hujan, dan temperatur Suroso, 2000. Pada ketinggian
diatas 1000 meter dpl tidak ditemukan nyamuk Ae. aegypti karena suhunya terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan dan perkembangbiakan
nyamuk. Curah hujan mempengaruhi ada atau tidaknya genangan air untuk tempat
perindukan nyamuk serta menambah kelembaban udara. Udara yang lembab merupakan kondisi yang baik bagi siklus hidup nyamuk. Sedangkan untuk
pertumbuhan nyamuk, suhu optimum adalah 25⁰C - 27⁰C dan pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10⁰C atau lebih dari 40⁰C.
2. Lingkungan Biologik
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan
dan kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk
istirahat.
2.3.3 Tanda dan Gejala Klinis
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji tourniquet Depkes RI, 2004.
Gejala klinis, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2 – 7 hari 38
o
– 40
o
C b.
Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji torniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dan sebagainya.
c. Hepatomegali pembesaran hati
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik
sampai 80 mmHg atau lebih rendah e.
Trombositopeni, pada hari ke 3–7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000mm
3
f. Hemokonsentrasi meningkatnya nilai hematokrit
g. Gejala – gejala klinik lainnya yang dapat menyertai :anoreksia, lemah,mual,
muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala h.
Pendarahan pada hidung dan gusi i.
Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik – bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah
2.3.4. Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue