4. Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah
Dalam menuntut ilmu hendaknya jangan bertujuan untuk mencari uang atau kedudukan atau agar kelak di kemudian hari menjadi orang kaya
dan terkenal seperti mendapatkan pujian orang karena memilliki berbagai titel. Pencari ilmu hendaknya menjadikan tujuan menuntut ilmu sebagai
ibadah. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang
mempelajari ilmu yang baik hanya untuk mendapatkan dunia, ia tidak akan mencium baunya surga.” HR: Ahmad
5. Banyak membaca buku ilmu agama
Seorang muslim hendaknya memilih bacaan yang baik dan bermanfaat. Jangan terlalu banya berkhayal dengan membaca komik,
novel percintaan yang tidak bermutu karena akan menyebabkan otak kita akan penuh dengan angan-angan karena dijejali cerita bohongan dan
maksiat. Bacalah buku-buku Islam yang bermutu, majalah-majalah Islam, dan biasakan juga membaca hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dari
semenjak muda. Pandai dalam ilmu agama berarti merintis jalan terbaik menuju surga. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, akan Allah jadikan dirinya ahli dalam
soal agama” HR: Al-Bukhori dan Muslim.
42
42
http:pejuangperadaban.com200909akhlak-remaja-muslim.htmljakarta:Diunduh pada jam 10.49, tanggal 22 September 2013
37
BAB III PROFIL HABIB MUNDZIR AL-MUSAWWA DAN GAMBARAN UMUM
MAJELIS RASULULLAH
A. Profil Habib Mundzir Al-Musawwa
1. Riwayat Hidup Habib Mundzir Al-Musawwa
Habib Mundzir Al-Musawwa, beliau adalah anak dari seoarang yang bernama Habib Fuad bin Abdurrahman Al-Musawwa, ayah beliau
lahir di Palembang, Sumatera Selatan. Habib Fuad dibesarkan di Makkah Al-Mukarramah dan beliau memiliki gelar sarjana dari New York
University, bidang Jurnalistik. Kemudian kembali ke Indonesia dan berkecimpung dibidang jurnalis, sebagai wartawan luar negeri di harian
Berita Yudha sampai akhirnya pindah bermuara di harian Berita Buana.
1
Beliau menjadi wartawan luar negeri selama empat puluh tahun, pada tahun 1996 beliau wafat dan dimakamkan di Cipanas Cianjur Jawa
Barat. Habib Mundzir bin Fuad bin Abdurrahman Al Musawwa, dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa Barat, pa
da hari jum‟at 23 Februari 1973 bertepatan dengan 19 Muharram 1393 H.
Habib Mundzir dididik dalam hidup dalam kesederhanaan oleh ayahnya di Cipanas Jawa Barat. Ayah beliau lebih senang menyendiri jauh
dari ibukota dalam membesarkan anak-anaknya. Dengan jauh dari ibu kota ayah beliau lebih mudah dalam mengajarkan anak-anaknya mengaji,
membaca ratib dan shalat berjama ‟ah.
2
1
Habib Mundzir Al Musawwa, Kenalilah Aqidahmu, edisi I Jakarta: Nafas 2010, h. 5
2
Habib Hisyam Al-Musawwa paman dari Habib Mundzir, Wawancara Pribadi, 15 Desember 2012 Tebet Jakarta Selatan
Mundzir yang biasa disapa sangat manja oleh ayahnya. Ayahnya yang selalu memanjakan Mundzir lebih dari anak-anaknya yang lain,
namun dimasa baligh justru dialah yang sekolah sampai menengah atas saja sedangkan semua kakaknya menjadi sarjana. Ayah bundanya bangga
pada mereka, dan kecewa pada Mundzir saat itu karena malas melanjutkan sekolah lagi kejenjang yang lebih tinggi.
3
Dia lebih senang hadir di Majelis maulid Al Arifbillah Al Habib Umar bin Hud Alattas dan Majelis
taklim kamis sore di Empang Bogor, Jawa Barat. Masa itu yang mengajar adalah Almarhum Al-Allamah Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin
Alattas dengan kajian Fathul Baari. Hari-hari beliau dihabiskan untuk bershalawat kepada nabi
Muhammad SAW sebanyak 1000 siang dan 1000 malam, serta ditambah dengan zikir ribuan kali. Beliau juga isiqomah untuk berpuasa Nabi Daud
AS dan shalat malam sampai berjam-jam. Habib Mundzir saat itu pengangguran yang sangat membuat ayah dan bundanya malu.
Ayahnya malu meliahat Habib Mundzir karena seperti tidak memiliki arah tujuan hidup, sedangkan ayahnya saja dapat menguasai
dalam ilmu agama dan ilmu formal lainnya khussnya jurnalistik. Ayahnya belajar agama selama sepuluh tahun di Makkah Al Mukarramah, guru
beliau adalah Almarhum Al-Allamah Al-Habib Alwi Al-Maliky, ayah dari Almarhum Assayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky. Setelah belajar
untuk ilmu agama ayahnya juga belajar ilmu Jurnalistik dengan bersekolah di New York University, Amerika Serikat untuk mengambil gelar sarjana.
3
Habib Hisyam Al-Musawwa paman dari Habib Mundzir, Wawancara Pribadi, 15 Desember 2012 Tebet Jakarta Selatan.
Kecintaan Habib Mundzir Al-Musawwa kepada Rasulullah SAW sangat dalam, sering sekali Habib Mundzir menangis sebab merindukan
Rasulullah SAW. Dari dalamnya kecintaan dan kerinduannya ia sering dikunjungi Rasulullah SAW dalam mimpi. Rasulullah SAW sering
menghiburnya dalam mimipi jika Habib Mundzir sedang sedih, suatu waktu Habib Mundzir bermimpi bersimpuh dan memeluk lutut Rasulullah
SAW dan berkata wahai Rasulullah aku rindu padamu maka jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal aku bisa selalu berjumpa
denganmu, aku tersiksa di dunia ini. Rasulullah SAW menepuk bahunya dan berkata Mundzir tenanglah sebelum usiamu mencapai empat puluh
tahun kau sudah jumpa denganku maka dirinya terbangun. Akhirnya, karena ayahnya pensiun maka ibundanya membangun
losmen kecil di depan rumah dengan lima kamar saja. Disewakan pada orang yang memiliki niat baik saja ,bukan untuk kemaksiatan karena untuk
biaya hidup sehari-hari keluarganya. Habib Mundzir sendirilah pelayan losmen tersebut. Setiap malam dirinya jarang tidur, duduk termenung di
kursi penerimaan tamu. Hanya meja kecil saja dan kursi kecil mirip pos satpam tempatnya berjaga sambil menannti tamu sambil bertafakkur,
merenung, melamun, berzikir, menangis dan shalat malam. Demikianlah hari demi hari dan malam-malam dia lewati.
4
Habib Mundzdir terus dilanda sakit asma yang parah, maka itu juga semakin membuat ayah ibundanya kecewa. Hingga berkata ibundanya
“kata orang, apa bila banyak anak mesti ada satu yang gagal, ibu tidak mau
4
Majalah Al Kisah Edisi 18, Jakarta : 2008 h. 48
percaya pada ucapan itu tapi apakah ucapan itu kebenaran atau celatukan masyarakat awam saja
”, hal ini ditegaskan oleh kakak kandungnya.
5
Habib Mundzir menjadi pelayan di losmen yang didirikan ibundanya dalam waktu yang lama. Menerima tamu, memasang seprei,
menyapu kamar, membersikan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan tamu, berupa teh, kopi, air putih, atau nasi goreng
buatan ibunda jika dipesan tamu. Sampai kakanya lulus sarjana, ia kemudian tergugah untuk
pesantren, pesantren pertama yang dituju Habib Mundzir Al-Musawwa untuk memperdalami Ilmu Syariah Islam adalah
di Ma‟had Assaqofah Al- Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan. Kemudian
mengambil kursus bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta Timur. Habib Mundir belajar di Ma‟had Assaqofah tidak lama hanya dua bulan, hal ini
disesabbkan bealiau sakit-sakitan.
6
Habib Mundzir privat kursus bahasa Arab di Assalafi setelah keluar dari Ma‟had Assaqofah, pimpinan Habib Bagir Alattas, ayahanda
dari Habib Hud Alattas yang selalu hadir di Majelis Raulullah Saw di Al Munawwar. Mundzir saat itu harus pergi ke Jakrata lalu pulang kembali ke
Cipanas yang saat itu ditempuh dua sampai tiga jam dengan ongkos sendiri. Demikina setiap dua kali seminggu ongkos tersebut didapat dari
hasil losmen tersebut. Selain belajar ke Jakarta Habib Mundzir juga selalu hadir setiap
acara maulid di Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud Alattas
5
Habib Nabil bin Fuad Al-Musawwa, Wawancara PribadiI,Jakarta: 23 Mei 2013 Tebet Jakarta Selatan
6
Habib Mundzir Al Musawwa, Kenalilah Aqidahmu, edisi I Jakarta: Nafas 2010, h. 8
yang saat itu di Cipayung. Jika tidak memiliki ongkos ia sering sekali menumpang truk dan sering pula kehujanan. Sering ia datang ke maulid
Habib Umar bin Hud Alattas setiap malam jum‟at dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan, dan ia diusir oleh pembantu dari Habib Umar
Alattas, karena karpet tebal dan mahal itu sangat bersih, tak pantas ia yang kotor menginjaknnya. Habib Mundzir terpksa berdiri saja berteduh
dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu berdatangan. Maka ia duduk diluar teras saja karena baju basah dan takut dihardik sang penjaga.
Habib Mundzir juga sering melakukan ziarah ke Luar Batang Pasar Ikan Jakarta Utara, makam Al-Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus.
Suatu kali ia datang lupa membawa peci dikarenakan datang langsung dari Cipanas, maka ia berkata dalam hati. Wahai Allah aku datang sebagai
tamu seorang wali Mu, maka tak beradab jika aku berziarah tanpa peci, tapi uangku pas-pasan, dan aku lapar, jika aku membeli peci maka aku tak
makan dan ongkos pulangku berkurang, seraya berkata di dalam hatinya seperti itu.
Karena akhlak maka ia memutuskan untuk membeli peci berwarna hijau, pada saat itu hanya peci tersebutlah yang paling murah diemparan
penjual peci, dia membelinya lalu masuk untuk berziarah. Sambil membaca surah Yaasin untuk dihadiahkan kepada almarhum, ia menangisi
kehidupannya yang penuh ketidak tentuan, mengecewakan orang tua dan selalu lari dari sanak kerabat, karena selalu dicemooh. Mereka berkata
semua kakak-kakakmu sukses, ayahmu lulusan Makkah dan juga New York University kok anaknya centeng losmen. Maka saat sering dicemooh