Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0.6655.Sedangkan pada hasil KLT ekstrak etanol herba kemangi yang dielusi dengan N-Heksan dan Etil asetat 7:3, kemudian dibandingkan dengan standar
eugenol. Didapatkan spot bercak yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
a b
c Gambar 4.4. Hasil KLT Ekstrak dan Standar Eugenol.
Hasil KLTyang di UV 365 a, yang telah disemprot dengan H
2
SO
4
10 + pemanasan b, setelah dipanaskan kemudian di UV 365 nm c
Dari hasil KLT tersebut dapat dilihat bahwa didalam ekstrak etanol herba kemangi didapatkan 7 spot bercak, dengan nilai Rf secara berturut-turut adalah 0,25; 0,35;
0,475; 0,5; 0,625; 0,7; dan 0,775. Sedangkan untuk standar eugenol sendiri memiliki nilai Rf 0,475.Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa didalam
ekstrak etanol herba kemangi terdapat senyawa eugenol yang dilihat dari nilai Rf 0,475.
Pada pengujian penetapan kadar senyawa marker ekstrak etanol herba kemangi Ocimum americanum L. dengan menggunkan GCMS. Penetapan kadar
ini dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi, dengan membuat lima seri konsentrasi eugenol standar yaitu 12,5 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 500
ppm. Kemudian lima seri konsentrasi ini disuntikkan ke alat GCMS sebanyak 1,0 mikroliter, setelah itu didapatkan nilai response luas area dari berbagai seri
konsentrasi yang berada di waktu retensi 12,045. Setelah itu data yang didapat diplot, sehingga didapatkan kurva kalibrasi dan persamaan regresi liniernya.
Untuk penetapan kadar senyawa marker eugenol, sampel ekstrak yang sebelumnya telah diencerkan dengan konsentrasi 0,080044 gml, kemudian
disuntikan ke alat GCMS sebanyak 1,0 mikroliter dari alat GCMS didapatkan
Eugenol standar
Spot ekstrak yang
diperkirakan eugenol
Eugenol Standar
Spot ekstrak
yang diperkiraka
n eugenol Eugenol
standar Spot ekstrak
yang diperkirakan
eugenol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nilai response luas area untuk eugenol dalam ekstrak di waktu retensi 12,045 yang dinyatakan sebagai nilai Y. Setelah itu dimasukkan nilai Y kedalam
persamaan regresi linier dan ditetapkan kadar senyawa marker eugenol didalam ekstrak. Sehingga didapatkan kadar eugenol dalam ekstrak dalam bentuk
konsentrasi part per million ppm mgL, kemudian sampel ekstrak dengan konsentrasi 0,080044 gml yang disuntikkan ke GCMS dikonversikan dalam
bentuk satuan part per million ppm mgL sehingga konsentrasi ekstrak yang disuntikan mempunyai konsentrasi sebesar 80044 ppm. Kemudian, untuk
perhitungan persenan kadar eugenol didalam ekstrak dihitung dengan cara konsentrasi eugenol yang didapat dalam sampel ekstrak dibagi dengan konsentrasi
dari sampel ekstrak yang disuntikkan ke GCMS. Sehingga didapatkan kadar eugenol di dalam ekstrak adalah 0,0215 hasil perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 5. Tahapan standardisasi ekstrak selanjutnya adalah pengujian parameter non
spesifik yang meliputi kadar abu, bobot jenis, kadar air, susut pengeringan, kadar sisa pelarut, cemaran mikroba, cemaran aflatoksin, dan cemaran logam berat.
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Pada tahap ini ekstrak di dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral
dan anorganik saja. Kadar abu ekstrak didapat sebesar 20,445 ± 0,233dan kadar abu tidak larut asam sebesar 2,485 ± 0,07. Hal ini menunjukkan bahwa
sisa anorganik yang terdapat dalam ekstrak sebesar 20,445 ± 0,233dan kadar unsur anorganik yang tidak larut asam sebesar 2,485 ± 0,07. Kadar abu untuk
ekstrak etanol herba kemangi ini cukup tinggi. Tingginya kadar abu diduga karena tingginya kandungan mineral internal di dalam herba kemangi Ocimum
americanum L. itu sendiri. Kandungan mineral internal herba kemangi Ocimum americanum L. dapat dilihat pada penelitian Aluko, Ologede, Afolayan 2012,
bahwa daun Ocimum americanum L. mengandung kalsium 50,72 ± 1,77 gkg, potassium 18,76 ± 0,12 gkg, magnesium 4,26 ±0,01 gkg, Sodium 9,58 ± 0,03
gkg, Fe, P, Mn, Zn, dan vitamin C Aluko, Ologede, Afolayan, 2012, pp. 12699. Sedangkan untuk penetapan kadar abu yang tidak larut asam diperoleh
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari perlakuan kadar abu total dengan asam sulfat encer yang dimaksudkan untuk mengevaluasi ekstrak terhadap kontaminasi bahan-bahan yang mengandung
silika, seperti tanah dan pasir. Susut pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik yang
tujuannya memberikan batasan maksimal rentang tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Parameter susut pengeringan pada dasarnya
adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105 C sampai
berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen Depkes RI, 2000. Pada penentuan parameter susut pengeringan pada ekstrak etanol herba kemangi di
dapatkan nilai susut pengeringan sebesar 19,201 ± 0,0027. Pada penentukan parameter nonspesifik dilakukan juga pengukuran kadar
air pada ekstrak. Pengukuran kadar air dilakukan untuk menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan. Hasil penentuan kadar air ekstrak
diperoleh 17,345 ± 0,488. Ekstrak etanol herba kemangi ini merupakan ektrak kental dan masuk kedalam batas untuk ekstrak kental yaitu 5
– 30 Voigt, 2004 dalamSaifudin, A., Rahayu, Teruna, 2011.
Selain itu, pada penentuan parameter non spesifik dilakukan penentuan sisa pelarut organik etanol yang terdapat pada ekstrak.Bila sisa pelarut berupa
etanol masih tinggi dalam ekstrak, maka kemungkinan bila masuk kedalam tubuh dapat memberikan reaksi efek samping Saifudin, Rahayu, Teruna, 2011. Pada
hasil penelitian ini tidak didapatkan sisa pelarut etanol didalam ektrak yang terlihat dari hasil lampiran bobot jenis dari sisa pelarut pada suhu 25
C adalah1,00148 ± 0,0012, yang menadakan bahwa persentase etanol yang dapat
dilihat di tabel alkoholmetrik untuk etanol bb 25 C adalah nol hasil dan
perhitungan dapat dilihat pada lampiran 8. Selanjutnya dilakukan juga penentuan bobot jenis ekstrak pada penentuan
parameter non spesifik. Bobot jenis dedifinisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai masa persatuan volume.Penentuan
bobot jenis ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak Depkes, 2000. Pada pengukukuran bobot jenis
ekstrak dihitung dengan menggunakan piknometer. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak yang telah diencerkan 5 menggunakan etanol 70 sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelarut. Pada pengukuran ini, didapatkan hasil sebesar 0,9312 mv ± 0,0025 untuk pengenceran 5 dari ekstrak etanol herba kemangi.
Pada penentuan parameter non spesifik dilakukan pengujian cemaran bakteri, pengujian cemaran bakteri ini termasuk salah satu pengujian kemurnian
ekstrak.Uji ini mencakup penentuan jumlah mikroorganisme yang diperbolehkan dan untuk menunjukkan tidak adanya bakteri tertentu dalam ekstrak. Pada ekstrak
terdapat cemaran bakteri 44,620 x 10
2
kolonig ini berada di bawah batas maksimum yaitu 10
4
kolonig menurut buku Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat, jilid II. Sedangkan untuk pengujian cemaran kapang dan khamirnya di dapatkan
hasil sejumlah 10 kolonig, hasil yang didapat juga tidak melebihi dari
persyaratan yang ditetapkan oleh Badan POM RI yaitu sebesar 1 x 10
3
kolonigram.Rendahnya pertumbuhan bakteri dan kapangkhamir ini juga bisa disebabkan karena ekstrak yang digunakan adalah etanol yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau mikroba dalam ekstrak.Selain itu, menurut literatur juga mengatakan
bahwa minyak
atsiri tanaman
kemangi Ocimum
americanumL.memiliki aktiifitas mikrobiologi yang tinggi Wungsintaweekul, Sitthithaworn, Pfeifhoffer, Brantner, 2010 ; Shadia, Aziz, Omer, Sabra,
2007. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar aflatoksin pada ekstrak.Dari hasil
pengujian cemaran aflatoksin dari ektrak etanol herba kemangi di dapatkan bahwa didalam ekstrak etanol herba kemangi negatif untuk cemaran aflatoksin hasilnya
dapat dilihat pada lampiran 10. Data ini lebih diperkuat dengan membandingkan hasil spektrum data sampel ekstrak etanol herba kemangi dan standar aflatoksin
dengan menggunakan LCMS berdasarkan waktu retensi.Data hasil spektrum LCMS dapat dilihat pada lampiran 11. Pada dasarnya adanya cemaran aflatoksin
ini disebabkan oleh adanya jamur Aspergilus flavus, cemaran ini dapat terjadi ketika tanaman tumbuh dilapangan sempat terinfeksi oleh jamur ini, meskipun
pada proses ekstraksi Aspergilus flavusmati oleh penyari etanol namun metabolitnya masih tertinggal di dalam ekstraknya dan ini sangat memungkinkan
Saifudin, A., Rahayu, Teruna, 2011. Tujuan dari pengujian cemaran aflatoksin ini adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
cemaran aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan, karena aflatoksin dapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan toksigenik menimbulkan keracunan, mutagenik mutasi gen, teratogenik penghambatan pada pertumbuhan janin dan karsinogenik
menimbulkan kanker pada jaringan Rustian, 1993 dalam Arifini, H., Anggraini, Handayani, Rasyid. Pada pengujian cemaran aflatoksin ini dilakukan
pengamatan untuk aflatoksin B1 saja, karena aflatoksin B1 merupakan aflatoksin yang paling kuat daya racunnya dan dapat berubah menjadi jenis aflatoksin lain
yang daya racunnya sudah jauh berkurang Rahayu dan Sudarmaji, 1989 dalam Putri, E., Anggraeni, Y., Khairina., 2012. Aflatoksin B1 termasuk dalam katagori
1 senyawa karsinogenik aktif IARC, 2006 dalam Putri, E., Anggraeni, Y., Khairina., 2012.
Pada pengukuran parameter non spesifik dilakukan pula pengujian cemaran logam berat meliputi arsen, timbal dan kadmium. Dari hasil yang
diujikan pada tabel 4.6 dapat terlihat bahwa kadar cemaran logam timbal 0,007733 x 10
-4
mgkg, arsen 0,002396 µgkg, dan cadmium 0,00477x 10
- 4
mgkg tidak melebihi batas yang telah di tetapkan dalam parameter ekstrak secara umum, hasil perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6. Pengujian
logam berat ini sangat penting dilakukan dalam standardisasi ekstrak tanaman obat. Apabila kadar logam berat ini tinggi dildalam ekstrak dan melebihi dari
batas yang ditetapkan maka akan berbahaya dan bersifat toksik bagi kesehatan Depkes, 2000.
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta