Komunikasi antarpribadi yang terjalin dalam pengajian
yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Idrus. Penjelasan bentuk –bentuk pengajian ini akan mendukung pemaparan komunikasi di dalam lingkup
pengajian, karena sebelum memahami komunikasi yang diterapkan dalam pengajian ada baiknya dipahami dahulu bentuk pengajiannya. Adapun bentuk-
bentuk pengajian dilihat dari model penyajiannya di bagi kedalam dua bentuk, yaitu :
Dilihat dari waktu pelaksanaannya, pengajian bisa dibagi pada tiga bagian. Pertama pengajian malam, kedua pengajian siang dan ketiga pengajian pagi. Dari
tiga waktu ini masing-masing mempunyai unsur komunikasi antarpribadi sendiri- sendiri didalamnya. Adapun tiga bentuk Pengajian dilihat dari segi waktu tersebut
adalah sebagai berikut:
Komunikasi Antarpribadi pada pengajian Pagi
Pengajian ini dilakukan pagi hari setelah sholat subuh. Pengajian ini mempelajari kitab-kitab nahwu sharaf, seperti kitab Al-Awamil, Al-Jurumiyah,
Matan Bina dan Alfiyah Ibn Al-Malik. Pengajian pagi dilakukan saat suasana yang masih sangat segar, karena situasi santri baru bangun pagi dan belum melakukan
banyak kegiatan. Situasi ini sangat baik digunakan untuk memberikan nasehat dan masukan yang membangun bagi santri melalui komunikasi antarpribadi. Metode
yang digunakan adalah metode pengajian sorogan, metode ini sangat menunjang bagi berlangsungnya komunikasi dua arah antara santri dengan pengasuh.
Pengajian Sorogan
pengajian sorogan yaitu santri mengaji pada ustad secara individual, satu santri mengaji pada satu ustad. Santri membaca dan menjelaskan kitab yang dikaji
dan ustad mendengarkan, apabila terjadi kekeliruan terhadap penjelasan dan hapalan santri maka ustad akan mengkoreksi dan meluruskan kesalahan santri
tersebut.komunikasi yang digunakan adalah komunikasi antarpribadi karena pada pengajian pagi ini santri melakukan komunikasi tatap muka dan respon dari
komunikator lain yaitu ustad bersifat langsung. metode pengajian sorogan di rancang dalam bentuk pengajian individu, yaitu seorang santri belajar mengaji
secara tatap muka kepada seorang ustad atau kiayi. Santri menjadi komunikator yang aktif karena dalam metode ini santri membacakan kitab, menjelaskan qowaid
dan bahkan menjelaskan materi yang sedang dikaji sementara kiayi mendengarkan dan mengkoreksi.
1
Kiayi dan ustad masing-masing mendapatkan porsi yang sama dalam tugas membina pengajian sorogan, santri dibagi beberapa kelompok untuk
mengikuti sorogan kepada guru yang telah ditentukan, kiayi dan beberapa ustad menjadi pengajar tetap bagi beberapa kelompok yang telah ditentukan jumlah dan
nama santri untuk menjadi kolompok didiknya setiap hari. Metode ini bersifat dua arah dan timbal balik, dimana ketika santri keliru dalam memahami materi
maka sang ustad atau kiayi akan langsung memberikan koreksi saat itu juga dan meluruskan kekeliruan tersebut. Kitab-kitab yang menggunakan metode sorogan
adalah kitab-kitab yang membahas ilmu nahwu dan shorof seperti kitab Al- Awamil, Al-Jurumiyah, Matan Bina’, Nadhm Al-Imrithi, Nadzhm Al-Maksud, Al-
1
Wawancara pribadi dengan KH. Tata Fathurrachman di kediaman beliau. 17 Desember 2009
fiyah Ibn Malik dan lain sebagainya. . Pada aplikasinya metode pengajian sorogan juga dimanfaatkan sebagai sarana interaksi santri dengan pengurus, disamping
sebagai sarana pengajian juga sebagai sarana komunikasi antarpribadi pengasuh dengan santri.
Disamping membahas pelajaran santri, metode sorogan dimanfaatkan sebagai saluran komunikasi oleh Kiayi dan santri, Pengajian yang menggunakan
metode sorogan lebih memberikan ruang komunikasi, karena jarak antara kiyai dengan santra begitu dekat. Hubungan yang dibangun lebih dekat dan hangat.
Kiyai dan ustad memanfaatkan momen kedekatan ini untuk memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi santri. Beberapa santri mengutarakan
masalah dan meminta saran kepada ustad dan kiyai pada saat pengajian sorogan. Salah satunya adalah kiat belajar yang efektif. Diantara masalah yang diutarakan
oleh santri adalah masalah pelajaran, pergaulan dan masalah ekonomi. Masalah pada pelajaran terdapat pada daya tangkap santri yang agak
lemah pada pelajaran tertentu di pesantren. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap beberapa santri pelajaran yang sering dianggap
cukup sulit untuk di mengerti adalah pemahaman santri pada ilmu nahwu shorof. Ustad memberikan beberapa evaluasi kepada santri dengan cara mengintruksikan
santri untuk menghafal beberapa kitab tentang nahwu shorof seperti kitab Al- Awamil, Al-Jurumiyyah, Najmu Al-maksud. Daya hafal yang kurang baik ini
dikonsultasikan kepada Ustad dan kiayi melalui pengajian sorogan, kiayi dan ustad memberikan masukan dan saran agar santri banyak beribadah,
memperbanyak dzikir dan berdo’a, berprilaku wara’ menjaga diri dari sesuatu
yang haram. Dengan melaksanakan saran dari pengasuh tersebut ada sebuah jalan keluar yang dirasakan oleh santri. Menurut KH. Tata Faturrachman selaku
pimpinan pesantren, konsultasi atau meminta nasehat secara pribadi jauh lebih barokah dari pada dialog biasa pada keadaan umum.