3. Kepatuhan dan Ketaatan terhadap Hukum
Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum. Hal yang membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi. Hal ini
merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukan secara ilmiah, nilai nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang
ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Indikator kesadaran hukum adalah pengetahuan hukum, pemahaman hukum dan sikap hukum. Adapun pola perilaku
hukum adalah kepatuhan. Ada sanksi positif dan negatif. Ketaatan merupakan variabel tergantung. Ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan diperoleh
dengan dukungan sosial. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat
mematuhi hukum.
33
Yaitu: a.
Compliance: kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin dikenakan
apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut.
b. Identification: terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena
nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengn mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan
kaidah kaidah hukum tersebut.
33
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h, 328
c. Internalization: Seseorang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan
secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan. Dan kepentingan kepentingan para
warga yang terjamin oleh wadah hukum yang ada.
4. Budaya Hukum
Membicarakan mengenai perilaku hukum dan budaya hukum tentu tidak dapat menghindarkan diri dari pembicaraan tentang sistem hukum, karena perilaku dan
budaya hukum keduanya merupakan unsur dari sistem hukum. Sementara itu L.M. Friedmann
34
mengungkapkan tiga komponen dari sistem hukum. Ketiga komponen dimaksud adalah: struktur, substansi, dan kultur atau budaya.
Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai kultur atau budaya hukum, yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran,
serta harapannya. Budaya hukum ini pun dimaknai sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Selanjutnya Friedmann merumuskan budaya hukum sebagai sikap- sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan dengan hukum dan sistem hukum.
35
Berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif
kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum. Demikian juga kesenangan atau ketidak senangan untuk berperkara adalah bagian dari budaya hukum.
34
Lawrence M Friedmann. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 17
35
Lawrence M Friedmann. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 18
Oleh karena itu, apa yang disebut dengan budaya hukum itu tidak lain dari keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh
tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Maka secara singkat dapat dikatakan bahwa hal yang disebut budaya hukum adalah keseluruhan
sikap dari warga masyarakat dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Friedmann juga membedakan budaya hukum menjadi external and
internal legal culture. Esmi Warassih Pujirahayu
36
mengelaborasi hal ini lebih lanjut yaitu bahwa, budaya hukum seorang hakim internal legal culture akan berbeda
dengan budaya hukum masyarakat external legal culture. Bahkan perbedaan pendidikan, jenis kelamin, suku, kebangsaan, pendapatan, dan lain-lain dapat
merupakan faktor yang mempengaruhi budaya hukum seseorang. Budaya hukum merupakan kunci untuk memahami perbedaan-perbedaan yang
terdapat di dalam sistem hukum yang lain. Selanjutnya dikemukakan bahwa, “penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kandungan
masyarakat merupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena terjadi ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung sistem
hukum dari negara lain dengan nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri
”.
36
Esmi Warassih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum Proses
Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan; Pidato Pengukuhan Guru Besar. Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 2001,. h, 11
32
BAB III KOMUNITAS DESA BUKIT KEMUNING KABUPATEN LAMPUNG UTARA
A. Letak Geografis
Secara Georgrafis Kelurahan Bukit Kemuning merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Bukit Kemuning Lampung Utara yang terletak di jalur lintas Sumatera
dengan posisi 140 bujur Timur dan 445
lintang Selatan. Luas wilayah
+
17.000 hektare, dengan batas-batas:
o Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Desa Muara Aman
o Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Desa Sukamenanti
o Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Tanjung baru Timur
o Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Way Kanan
Penduduk Desa Bukit Kemuning terdiri dari berbagai macam suku yaitu Suku Semendo, Ogan, Jawa, Sunda, Padang, Lampung dan Batak. Mata pencarian
penduduk mayoritas pada sektor pertanian dan perdagangan. Secara topografis, wilayah Kelurahan Bukit Kemuning sebagian besar daerahnya merupakan daerah
tinggi. Iklim Kelurahan Bukit Kemuning dapat dikategorikan iklim sejuk.
1
Adapun luas wilayah Kecamatan Bukit Kemuning terbagi dalam 14 lingkungan dengan masing-masing luas wilayah Kelurahan Bukit Kemuning sebagai
berikut:
1
Buku Monografi Kecamatan Bukit Kemuning, 2005, h. 5