Pengaruh dari pengetahuan agama ini dapat digambarkan dari jawaban narasumber yang diwawancarai ketika ditanya mengenai makna thaharah dan
makna  najis  serta  tata  cara  pembersihan  najis.  Umumnya  mereka mengemukakan  argumentasi  dari  pendapatnya  dengan  mengatakan  bahwa
jawaban  mereka  itu  didasarkan  pada  pelajaran  yang  mereka  dapat  sewaktu belajar  mengaji  atau  sewaktu  mengikuti  pengajian  baik  di  majelis  taklim
ataupun  pengajian  umum.  Misalnya  jawaban  yang  disampaikan  oleh  ibu Yustini  umur  35  tahun  yang  latar  belakang  pendidikannya  SMP  sebagai
berikut: Kata ustadz di tempat saya mengaji, najis itu adalah kotoran buang air
besar dan kecil, bangkai, darah, nanah, dan lain-lain.
12
Hal  senada  juga  disampaikan  oleh  ibu  Linda  yang  aktif  mengikuti kegiatan pengajian di beberapa majlis ta’lim,
Dalam  mencuci  pakaian  harus  dipisahkan  dulu,  pakaian  yang  terkena najis  dan  yang  tidak,  baik  menyucinya  dengan  tangan  ataupun  mesin
cuci. Karena supaya kotoran atau najisnya tidak bercampur.
13
C. Perilaku bersuci masyarakat
1. Tatacara bersuci
Tata  cara  bersuci  didasarkan  pada  jenis  najis,  tingkatan  dan  macam- macamnya.  Dalam kitab-kitab fiqih telah dibahas secara terperinci  tata cara bersuci,
12
Wawancara pribadi dengan ibu Yustini. Senen, 27 September 2010, Pukul 10.30 WIB
13
Wawancara pribadi dengan ibu Linda, Sabtu 2 Oktober 2010 pukul 14.30 WIB
meskipun  dalam  pembahasannya  terkadang  terdapat  perbedaan  pendapat  dalam pembahasan cara menyucikan jenis najis tertentu. Dari setiap tingkatan najis pun cara
membersihkannya belum tentu sama. Hal  itu tergantung dari kotoran najis apa  yang mengenainya.
Dalam pelaksanaanya di masyarakat Bukit Kemuning, pembahasan mengenai pelaksanaan  bersuci  masih  berkisar  pada  jenis-jenis  najis  yang  biasa  mereka  hadapi
sehari-hari. Pembahasan  tata cara bersuci tidak diungkapkan secara detail.  Sehingga pembahasan  tata  cara  bersuci  masih  berkisar  pada  masalah  najis  atau  kotoran  yang
diakibatkan oleh air kencing, serta kotoran lain yang sering mereka hadapi. Dari hasil wawancara,  narasumber  secara  umum  tidak  membahas  tata  cara  menyucikan  najis
berdasarkan  tingkatan  najisnya.  Sehingga  pembahasan  cara  menyucikan  najis  tidak mengungkapkan  cara  menyucikan  najis  dari  tiap-tiap  jenis  benda  yang  dihukumi
najis. Tata cara bersuci di masyarakat Bukit Kemuning didasarkan pada pemahaman
mereka tentang thaharah, serta pemahaman mereka tentang najis. Contoh yang paling sering  diungkapkan  oleh  narasumber  seperti  dalam  pembahasan  air  kencing  bayi  di
atas.  Perbedaan  pendapat  mereka  mengenai  hukum  najis  dari  bayi  laki-laki  dengan bayi perempuan, menyebabkan perbedaan dalam hal menyucikannya.
Ada  yang  menganggap  air  kencing  bayi  perempuan  dan  laki-laki  tidak dihukumi najis, sehingga tidak dilakukan cara membersihkan secara khusus. Ada pula
yang  memiliki  pendapat  terbalik  yaitu  menganggap  air  kencing  anak  laki-laki  lebih berat dibanding anak perempuan, sehingga tata cara bersucinya pun terbalik dari yang
seharusnya,  yaitu  jika  pakaian  terkena  air  kencing  laki-laki  maka  harus  dibasuh dengan air, sedangkan jika terkena air kencing perempuan cukup dengan dipercikkan
air saja. Dalam  membersihkan  najis  terdapat  berbagai  macam  cara  yang  dilakukan
oleh  narasumber  tergantung    najis  apa  yang  akan  dibersihkan.  Seperti  contoh  yang diungkapkan oleh narasumber ibu Amnah, menurut cara membersihkan najis kencing
bayi  yang  menempel  di  sofakursi  busah.  Ibu  Amnah  dalam  membersihkannya terlebih  dahulu  diusap  dengan  kain  basah  lalu  kursinya  langsung  dijemur  biar  tidak
tercium  baunya.  Dalam  hal  membersihkan  najis,  hal  yang  menjadi  patokan  ibu Amnah,  dikatakan  sofa  itu  sudah  suci  adalah  jika  tidak  adanya  lagi  bau  pesing  dan
warna yang menempel pada kursisofa tersebut.
14
Membersihkan  najis  merupakan  suatu  pekerjaan  yang  harus  dilakukan dengan hati-hati. Karena jika tidak hati-hati, alih-alih najis itu bukannya
hilang malah mengotori  pakaian  yang  lain.  Dalam  membersihkan  najis  pakaian  atau  suatu  benda
lain  yang  terkena  najis,  hendaknya  dipisahkan  antara  pakaian  atau  benda  lain  yang suci  atau  tidak  terkena  kotoran  najis.  Tetapi  pada  pelaksanaannya  di  masyarakat,
terkadang  hal  tersebut  diabaikan  dengan  berbagai  alasan  yang  mereka  kemukakan, seperti pernyataan dari salah satu narasumber berikut:
“Saya mempunyai anak bayi perempuan berumur 1 ½  tahun dan anak laki-laki  3  Tahun.  Pakaian  yang  sudah  dipergunakan    sehari-hari  dan
14
Wawancara pribadi dengan  ibu Amnah umur 37 tahun latar belakang pendidikan SLTA dan memiliki pengetahuan agama dari orangtua dan mengikuti pengajian agama.  Selasa  12 Oktober
2010 pukul 15.00 WIB
pakaian  yang  terkena  ngompol  saya  campurkan  saja  ketika  mencuci pakaian  anak-anak  saya.  Dalam  hal  ini  menyuci  pakaian  saya
menggunakan  mesin  cuci  baju.  Namun,  yang  menjadi  kendala  saya adalah keterbatasan air yang membuat saya untuk berhemat”.
15
Hal  yang  sama  dengan  pernyataan  di  atas,  diungkapkan  oleh  ibu  Mayang umur  39  tahun  latar  belakang  pendidikan  SLTP  hanya  mendapatkan  pendidikan
agama  dari  sekolah.  Dalam  menyuci,  ibu  Mayang  tidak  memisahkan  pakaian  yang terkena najis dengan pakaian  yang tidak terkena  najis.  Ibu Mayang mengungkapkan
bahwa sebenarnya beliau menyadari apa yang dia lakukan itu salah, namun apa boleh buat karena keterbatasan air dapat membuat keluarga ini tidak melaksanakan perintah
ajaran agama yang sesungguhnya.
2. Sumber Pengetahuan