Pemahaman masyarakat mengenai najis

2. Pemahaman masyarakat mengenai najis

Thaharah merupakan kegiatan yang harus diperhatikan sebelum kita melaksanakan ibadah apapun. Tanpa berthaharah maka ibadah yang dilaksanakan menjadi rusak atau mengurangi nilai pahala yang didapatkan. Adapun bersuci dari najis adalah bagian dari thaharah, yakni bersihnya tubuh, pakaian, dan tempat dari kotoran yang memiliki unsur-unsur najis baik dari sifatnya maupun dari hukumnya. Dalam teori yang diungkapkan dalam berbagai literatur kitab fiqih, najis diartikan sebagai kotoran yang wajib bagi semua umat islam untuk menyucikannya dan menyucikan apa yang dikenainya. Benda yang termasuk najis seperti kencing, faces, mazi, wadhi, muntah, darah, mani hewan selain manusia, nanah, cairan luka yang membusuk, ma’al-quruh, „alaqah, bangkai, khamr, anjing, babi dan anak keduanya, susu binatang yang tidak halal dimakan dan cairan kemaluan wanita 3 . Pemahaman masyarakat Bukit Kemuning dalam hal najis masih beragam, ada yang memahami secara detail, tetapi lebih banyak yang memahaminya sekelumit saja. Masyarakat yang memahami najis secara mendetail adalah dari kelompok tokoh agama. Mereka memahami najis bukan hanya mengetahui jenis-jenis bendanya, tetapi juga dari hukum-hukumnya seperti jenis najis menurut tingkatannya, serta tata cara membersihkannya. Tetapi lebih banyak masyarakat yang memahami najis sekelumit saja. Kebanyakan mereka merupakan masyarakat biasa yang memang tidak berkecimpung 3 Lahmuddin Nasution, Fiqh 1 Jakarta: Purtaka Setia, 2001 , h. .45 dalam masalah keagamaan. Penjelasan mengenai najis ini pun masih kurang mendalam. Pembahasan yang mereka ungkapkan hanya sebatas jenis-jenis najis tidak sampai pada hukum dan tata cara membersihkan yang sesuai dengan kitab fiqih. Mereka mengetahui jenis najis sebatas pada sesuatu yang sering mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diungkapkan oleh bapak Heru umur 40 Tahun yang latar belakang pendidikannya SMA yang hanya mendapatkan pendidikan agama dibangku sekolah saja menjadi salah satu narasumber. Menurutnya najis itu adalah segala macam kotoran seperti kencing, anjing, bangkai, darah, dan nanah. 4 Dalam pemahaman jenis najis serta tingkatannya secara umum masyarakat di Bukit Kemuning masih belum memahaminya dengan jelas. Masih banyak di antara mereka yang memandang suatu najis dari pemahaman sendiri dan tidak sesuai dengan penjelasan yang ada dalam kitab-kitab fiqih, misalnya, dalam masalah najis dari kencing bayi. Banyak di antara mereka yang memahaminya tidak sesuai dengan penjelasan dalam kitab fiqih. Hal tersebut dapat tergambar dari pendapat beberapa narasumber mengenai air kencing bayi sebagai berikut: a. Kencing bayi perempuan yang masih berumur 3 bulan dan belum makan apa-apa maka belum dihukumi najis begitu juga bayi laki-laki. 5 4 Wawancara pribadi dengan bapak Heru, Jumat 24 September 2010 pukul 15.00 WIB 5 Wawancara pribadi dengan ibu Sarina umur 26Tahun yang latar belakang pendidikannya SD dan mendapatkan pendidikan agama dari orang tua. Senin 4 Oktober 2010 pukul 09.00 WIB b. Kencing anak bayi perempuan maupun bayi laki-laki sama saja asalkan belum makan apa-apa selain ASI ibunya maka belum dikatakan najis 6 c. Kencing bayi laki-laki berbeda dengan bayi perempuan. Kencing bayi laki-laki termasuk najis berat mughaladzah. Sedangkan kencing bayi perempuan najisnya ringan mukhafaffah 7 . d. Kencing bayi laki-laki berbeda dengan bayi perempuan. Kencing bayi laki-laki yang berumur di bawah 2 Tahun dan belum makan apapun selain minun Asi termasuk najis mukhaffah. Sedangkan kencing bayi perempuan dari bayi pun sudah dikatakan najis. 8 Dari keempat pendapat tersebut hanya jawaban keempat yang dapat dikatakan sesuai dengan kitab fiqih. Kebanyakan masyarakat menjawab pada tiga jawaban pertama. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman masyarakat Bukit Kemuning masih sangat kurang. Pemahaman mereka masih didasarkan atas pengetahuan sendiri, bukan dari pemahaman literatur fiqih. Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keterbatasan pemahaman masyarakat Bukit Kemuning mengenai najis karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, dan pengalaman. Serta proses 6 Wawancara pribadi dengan ibu Yuni umur 31tahun latar belakang pendidikannya SLTA dan mendapatkan pendidikan agam dari sekolah, Senin 11 Oktober 2010 pukul 16.00 WIB 7 Wawancara pribadi dengan bapak Pidiyan umur 25 Tahun latar belakang pendidikan MAN dan mendapatkan pendidikan agama dari sekolah. Sabtu, 2 Oktober 2010 pukul 09.00 WIB 8 Wawancara pribadi dengan ibu Lindaumur 33tahun latar belakang pendidikan S1 dan memiliki pengetahuan agama. Sabtu 2 Oktober 2010 pukul 14.00 WIB sosialisasi dari pemahaman mereka mengenai najis, apakah pemahaman mereka ini didapatkan melalui proses pembelajaran dari pendidikan formal atau keagamaan, ataukah hanya dari proses melihat atau mencontoh orang tua tanpa ada penjelasan. Pemahaman ini akan berimplikasi pada pelaksanaan thaharah yang keliru. Hukum mengenai air kencing bayi sendiri dalam kitab-kitab fiqih dibedakan. Air kencing bayi laki-laki berbeda dengan air kencing bayi perempuan karena kecenderungan air kencing bayi laki-laki lebih encer dari pada air kencing perempuan, sehingga kekuatan air kencing bayi laki-laki untuk melekat pada tempat yang dikenainya tidak sebesar kekuatan air kencing bayi perempuan. Sehingga air kencing bayi laki-laki dihukumi najis mukhfaffah dan cara membersihkannya cukup dengan diperciki air. Sedangkan air kencing anak perempuan dihukumi sama seperti air kencing orang dewasa, sehingga cara membersihkannya harus dengan dibasuh.

3. Urgensi thaharah dalam ibadah