memperbarui  wudhu.  Air  yang  jenis  ini  makruh  dipakai  untuk  mengangkat hadats akan tetapi boleh dipakai untuk menghilangkan najis.
9
d. Air  Mutanajis.  Air  ini  terdapat  dua  keadaan  yaitu:  pertama  bila  najis  itu
mengubah  salah  satu  diantara  rasa,  warna  atau  baunya.  Dalam  keadaan  ini para ul
ama’ sepakat bahwa air itu  tidak dapat dipakai untuk bersuci. Kedua bila  air  tetap  dalam  keadaan  mutlak,  dengan  arti  salah  satu  diantara  ketiga
sifatnya tadi tidak berubah. Hukum air seperti ini suci dan menyucikan.
10
Di  samping  empat  air  yang  disebut  di  atas,  para  ulama  sepakat  tentang kebolehan  bersuci  dengan  daun  dan  batu  ketika  beristinja  yaitu  ketika  luarnya,  baik
air  kencing  maupun  faces
11
,  selagi  najisnya  wajar.  Demikian  halnya  mereka  juga sepakat  atas  disyaratkannya  bersuci  dengan  tanah  sebagai  thaharah  hukmiyah  dan
atas sucinya khamar menjadi cuka.
3. Cara menghilangkan najis
Najis  adalah  kotoran  yang  bagi  setiap  muslim  wajib  menyucikannya,  dan menyucikan apa yang dikenainya.
12
9
Muhammad  bin  Ismail  al-Kahlani,  Subul  al-Salâm,  jilid  I,  Bandung:  Maktabah  Dahlan, t.t.h,  h. 30
10
Sayyid  Sabiq,  Fikih  Sunnah,  Penerjemah  Mahyuddin  Syaf,  Jilid  1,  Bandung:  PT. Alma’arif, 2003, h, 34
11
Faces Biologi: kotoran manusia
12
Zurinal.  Z  dan  Aminuddin,  Fiqh  Ibadah,  Jakarta:  Lembaga  Penelitian  UIN  Syarif Hidayatullah, 2008, h. 33
Allah SWT berfirman:
 
رثܑما ٤٧
: ٧
Artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu” QS. Al-Mudatstsir74: 4.
Najis  dibagi  ke  dalam  tiga  tingkat  yaitu  Najis  Mughallazhah  tebal,  berat, Najis  Mukhaffafah  ringanenteng  yaitu  air  kencing  laki-laki  yang  belum  memakan
suatu  makanan  apapun  selain  air  susu  ibunya,  dan  Najis  Mutawassithah pertengahansedang. Adapun najis sedang ini dibagi menjadi dua bagian yaitu
13
: a.
Najis  „Ainiyyah,  yaitu  najis  yang  bendanya  berwujud,  seperti  darah, nanah, air kencing dan sebagainya.
b. Najis  Hukmiyyah,  yaitu  najis  yang  bendanya  tidak  berwujud,  seperti
bekas kencing, arak yang sudah kering. Dalam  hal  ini,  terdapat  dua  macam  benda  najis  yang  menjadi  suci  dengan
sebab  peralihan  sifat,  yaitu  najis  yang  disamak  dan  khamar  dengan  beralih  menjadi cuka. Selain kedua macam ini, tidak ada zat najis yang menjadi suci atau disucikan.
Namun,  sesuatu  yang  dikenai  najis  dapat  dibersihkan  kembali  dengan  cara  tertentu sesuai  dengan  jenis  najis  yang  mengenainya.  Dalam  hal  ini,  ada  tiga  macam  cara
membersihkan najis yaitu
14
: 1
Menurut jumhur ulama, jika suatu benda terkena najis yang berasal dari anjing dan  babi,  seperti  kotorannya,  air  liurnya  dan  lain-lain,  maka  cara
13
Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, 1978, h, 49.
14
Lahmuddin Nasution, Fidh 1, Jakarta: Purtaka Setia, 2001, h. 51.
menyucikannya  ialah  benda  itu  dicuci  dengan  air  sebanyak  tujuh  kali,  satu kali  di  antaranya  dicampurkan  debutanah.  Adapun  salah  satu  di  antaranya
dicampur dengan tanah berdasarkan hadits Rasul SAW:
إ غ݆ݔ اܒ
بْْ݆݇݃ا ْمكܑح۪ ءانإ يف
هْقريْ݇ف :
رارم عْ۹س هْ݇ܛْغيْ݆ ڰمث هاݔر
م݇ܛم
15
Artinya: “Apabila  ada  anjing  menjilat  kedalam  menjana  dari  kalian,  maka
bersihkanlah  dengan  tanah,  kemudian  membasuhnya  tujuh  kali .
HR. Muslim 2
Khusus untuk membersihkan sesuatu yang terkena kencing anak laki-laki yang  belum  memakan  makanan  cukup  dipercikan  dengan  air.  Cara  ini
sesuai  dengan hadits  A’isyah  ra.  Bahwa  seorang  anak  yang  masih
menyusu  dibawa  kepada  Rasulullah  saw.  Lalu  anak  itu  kencing dipangkuan  beliau,  Rasulullah  saw,  meminta  air,  kemudian  beliau
menyiraminya,  tetapi  tidak  sampai  membasuhnya
16
.  Ulama  juga membedakan  cara  membersihkan  antara  kencing  bayi  laki-laki  dan
kencing bayi perempuan itu berdasarkan hadits sebagai berikut:
ْ݄ݕب  ڱܜريݔ ۻيراجْ݆ا ْ݄ݕب ݅ܛْغي ڲي۹ڰص݆ا
هاݔر ܐݔاܐ ݕب۪ ݔ يرا۹݆ا
17
Artinya: “Kencing  bayi  perempuan  cara  mensucikannya  disiram,  dan
kencing  bayi  laki- laki  diciprati  air”.  HR.  Bukhari  dan  Abu
Dawud
15
Al-Iman Abi al-Husein Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Jilid 1, Riyadh: Dar al-Salam, 1998M1419H, h. 131
16
Ibn Rušyd al-Qurţubi, Bidāyat al-Mujtahid wan Nihāyat al-Muqtaşid, Jilid 1, Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2007, h, 84
17
Al-Iman  Abi  Abdillah  Muhammad  bin  Ismail  bin  Ibrohim  ibnu  al-Mughiroh  al-Bukhori, Shohih al-Bukhori,Jilid 1, Bairut: Dar al-Fikri, 1994M1414H, h. 70
Menurut para ulama, hukum kencing bayi laki-laki dibedakan dari bayi  perempuan  karena  air  kencing  bayi  perempuan  lebih  bau  dan  lebih
kotor daripada kencing bayi laki-laki.
18
3 Cara  membersihkan  najis  lainnya,  dibedakan  berdasarkan  keadaannya
yaitu najis „ainiyah yang ada zat dan sifat-sifatnya atau hukmiy yang zat
dan sifat-sifatnya tidak ada lagi, seperti kencing yang telah kering. a
Najis  „ainiy adalah
najis  yang  bendanya  berwujud,  seperti  darah, nanah,  air  kencing  dan  sebagainya.  Cara  mennyucikannya  dengan
menghilangkan  zatnya  terlebih  dahulu,  hingga  hilang  wujud,  bau  dan warnanya,  kemudian  menyiram  dengan  air  sampai  bersih  lalu
dikeringkan.  Bau  dan  warna  yang  sangat  sukar  hilangnya  dapat dimaafkan.
19
b Sedangkan  najis  hukmiy  Cara  menyucikannya  cukup  dengan
mengalirkan air pada bekas najis itu.
4. Standar Thaharah