BAB IV MAKNA DARI PELAKSANAAN UPACARA ADAT KENDURI SKO
4.1. Rasa Syukur Atas Hasil Panen
Masyarakat Keluru, pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Dari dulu, nenek moyang mereka telah mewariskan sawah yang cukup luas bagi
mereka, sampai sekarang sawah itu tetap dijaga dan dikerjakan sebagai warisan nenek moyang. Dengan adanya sawah tersebut, sangat membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dari sawah itulah mereka dapat mempertahankan hidup. Hasil panen sebagian dijual dan uangnya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian lagi di simpan dan dijadikan beras. Sebagai rasa syukur atas rezeki yang didapatkan itu, setiap tahunnya
mereka mengadakan kenduri sko. Kenduri sko sebagai upacara adat yang terkait dengan keyakinan agama
Islam sebagaimana keyakinan dari masyarakat Keluru. Masyarakat Keluru sangat berpegang kepada adat yang bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah.
Adat merupakan kebiasaan yang bersifat magis dan religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma atau aturan-aturan
yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan tradisional. Syarak diartikan sebagai suatu ajaran agama, sedangkan Kitabullah
adalah kitab Allah yaitu Al-Qur an. Abdullah dalam Pelly, 1987: 35 menyatakan bahwa Adat itu merupakan manifestasi dari ajaran agama atau adat itu
mempraktek kehidupan beragama sesuai dengan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur an dan Hadist. Hal ini menunjukkan bahwa adat dan agama saling berhubungan
Universitas Sumatera Utara
erat. Sebagaimana pepatah adat mengatakan syarak mengato adat memakai. Maksudnya apa yang dikatakan syarak dijalankan oleh adat. Jadi antara adat
dengan agama itu saling menopang dan saling mengisi satu sama lain. Sebagai masyarakat yang berpegang kepada adat, maka upacara kenduri
sko selalu dilaksanakan setiap tahunnya sebagai warisan nenek moyang yang harus dipertahankan sampai kapanpun. Menurut kepercayaan masyarakat Keluru,
padi tidak akan tumbuh dan hidup dengan sendirinya tanpa adanya kekuatan- kekuatan yang mempengaruhi semuanya. Hal itu yang menimbulkan keyakinan
bahwa Sang Pencipta dan roh-roh nenek moyang merekalah yang memberikan
segalanya, baik itu keselamatan waktu melaksanakan aktivitas pertanian maupun
hasil yang didapat dari pertanian tersebut. Masyarakat juga beranggapan bahwa menggarap sawah bukan semata-
mata sebagai kegiatan ekonomis saja, tetapi juga kegiatan yang bersifat religius. Mereka punya keyakinan bahwa jagat raya dan isinya merupakan suatu kesatuan
yang utuh dibawah kendali yang Maha Kuasa. Oleh karenanya manusia dan alam harus menyatu saling menjaga dan saling menghormati. Alam tidak akan pernah
bohong. Manakala alam diperlakukan dengan baik, pasti akan membalasnya dengan hasil yang baik, sebaliknya jika alam diperlakukan dengan buruk, pasti
akan membalas dengan keburukan yang lebih berat. Dalam mengerjakan sawahnya, seorang petani bukan saja berusaha menghormati dan menghargai alam
wujud seprti bumi dan air, tapi juga berusaha menghormati dan menghargai makhluk tak berwujud yang tidak kasat mata yaitu para leluhur mereka yang telah
meninggal.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan hal itu, kenduri sko marupakan suatu upacara yang dilaksanakan sebagai pengikat hubungan antara Sang Pencipta dan roh-roh nenek
moyang dengan masyarakat Keluru, karena diyakini telah memberikan keselamatan bagi mereka serta rezeki berupa hasil panen yang didapat.
Kenduri sko ini selalu disambut dengan meriah dan antusias oleh masyarakat Keluru. Hal ini dapat dilihat sebelum dilaksanakan upacara kenduri
sko, mereka telah mempersiapkan semua yang diperlukan dalam kenduri sko nanti. Masyarakat sangat bersyukur sekali atas hasil yang telah didapatkan,
mereka telah bersusah payah mengerjakan sawahnya selama setahun dan sudah banyak tenaga yang dihabiskan sehingga dapat menikmati hasilnya. Sebagaimana
ungkapan dari Bapak Jamal bukan nama sebenarnya : “Setiap pelaksanaan kenduri sko, kami selalu menyambutnya dengan
meriah. Kami sangat bersyukur atas hasil yang didapat selama setahun sudah banyak keringat yang kami keluarkan, sehingga kami dapat
menikmati hasilnya”.
Dikarenakan Islam menjadi pedoman dan pegangan hidup masyarakat Keluru, walaupun panen yang diperoleh mengalami penurunan dibandingkan
tahun yang lalu, kenduri sko akan tetap dilaksanakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat dan upacara ini telah
menjadi adat warisan nenek moyang yang harus dilestarikan oleh masyarakat Keluru.
Dalam kenduri sko diadakan kegiatan berdoa bersama yang dipimpin oleh alim ulama. Berdoa adalah ucapan atau keinginan manusia yang diucapkan
kepada Allah SWT dan diiringi dengan gerak-gerak dan sikap tubuh yang pada dasarnya merupakan gerak dan sikap hormat serta merendahkan diri kepada Sang
Universitas Sumatera Utara
Maha Pencipta. Berdoa dengan menadahkan kedua telapak tangan dapat diartikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah di hadapan Allah SWT dan adanya
keyakinan bahwa hanya kepada Allah SWT meminta segala yang diinginkan yaitu berhubungn dengan segala kehidupan di dunia dan kehidupan akhirat.
Mengusapkan kedua belah tangan ke wajah setelah berdoa dapat diartikan sebagai kerendahan hati dan pengakuan syukur akan kebesaran Allah SWT.
Kegiatan berdoa yang dilakukan di dalam kenduri sko memiliki makna sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan juga
rizki kepada masyarakat berupa hasil panen yang melimpah. Rasa syukur tersebut dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat yang menangis dalam kegiatan
berdoa tersebut, karena hasil kerja selama setahun tidak sia-sia. Dengan dilaksanakan kegiatan berdoa bersama ini, mereka berharap hasil panen yang
berikutnya sama dengan yang sekarang dan bahkan lebih baik dan mereka juga berharap agar diberikan kesehatan dan terhindar dari malapetaka karena setelah
kenduri sko ini mereka akan kembali mengerjakan sawahnya. Dengan adanya upacara adat kenduri sko tersebut akan menimbulkan
semangat baru dalam diri masyarakat untuk mengerjakan sawah mereka berikutnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Van Gennep dalam
Koentjaraningrat, 1987:74 bahwa turunnya semangat kehidupan sosial itu biasanya terjadi pada masa akhir suatu musim alamiah, pada akhir musim berburu,
menangkap ikan, atau pada akhir suatu tahap dalam produksi pertanian, sewaktu energi manusia seolah-olah sudah habis terpakai dalam aktifitas sosial selama
musim yang berlalu itu. Untuk menghadapi tiap musim yang baru masyarakat
Universitas Sumatera Utara
memerlukan regenerasi semangat kehidupan sosial yang dapat tercapai dengan mengadakan upacara religi.
4.2. Keterikatan Sebagai Suatu Komunitas 4.2.1. Komunitas Kekerabatan