Sebab-sebab menerima warisan dan penghalang menerima

Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: لﺎﻗ سﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ : ﷲا بﺎﺘﻛ ﻰﻠﻋ ﺾﺋاﺮﻔﻟا ﻞھا ﻦﯿﺑ لﺎﻤﻟا ﻮﻤﺴﻗا ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر . “Bagikanlah harta waris diantara ahli waris menurut kitabullah”. 19 Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa hukum melaksanakan dan mengamalkan pembagian warisan yang sesuai dengan syariat Islam adalah wajib bagi setiap muslim. 20

D. Sebab-sebab menerima warisan dan penghalang menerima

warisan Sebab-sebab terjadinya kewarisan dalam al-Quran faktornya ada tiga, yaitu hubungan perkawinan, hubungan nasab, dan hubungan wala’. 21 a. Hubungan perkawinan Hubungan perkawinan adalah suami istri saling mewarisi karena mereka telah melakukan akad perkawinan secara sah. Dalam surat an-Nisa ayat 12 di sebutkan:      ..... .... ءﺎﺴﻨﻟا 4 : 12 19 Al-Imam Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, juz III, Beirut, tt. h. 1234 20 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,1997. h. 15-16 21 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. h. 62 “Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu...”QS:An-Nisa’ ayat 12. 22 b. Hubungan nasab Hubungan kerabat yang hakiki seperti kedua orang tua, paman dan seterusnya, berdasarkan firman Allah SWT dalam surat al- Anfaal ayat 75 di sebutkan: ….         .... لﺎﻔﻨﻟا 8 : 75 “ Orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagainya lebih berhak terhadap sesamanya daripada yang bukan kerabat.....”QS:Al-Anfaal ayat 75. 23 c. Hubungan memerdekakan budak wala’ Yang dimaksud dengan hubungan wala’ adalah seseorang yang menjadi waris karena ia telah memerdekakan budaknya. 24 Dari beberapa faktor tersebut seseorang dapat menerima warisan. Namun, ada juga hal-hal yang menyebabkan seseorang terhalang untuk menerima warisan yaitu sebagai berikut: 1. Budak Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak waris dan tidak pula mewariskan harta bagi ahli warisnya, 22 Depaq RI., Al-Quran... h. 117 23 Ibid., h. 274 24 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. h. 68 dan tidak menghajabmenghalangi hak waris untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. 25 2. Pembunuhan Apabila seseorang ahli waris membunuh pewaris misalnya seorang anak membunuh ayahnya, maka ia tidak berhak mendapatkan warisan atau harta peninggalan. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: ﻘﻟا ثﺮﯾ ﻻ ﺎﺌﯿﺷ ﻞﺗﺎ دواد ﻮﺑا هاور Artinya : “Tidak ada pusaka bagi si pembunuh”.HR. Abu Daud 26 ثﺮﯾ ﻻ ﻞﺗﺎﻘﻟا ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ ةﺮﯾﺮھ ﻲﺑا ﻦﻋ ﮫﺠﻣ ﻦﺑا SAW. Dalam sabdanya: Artinya : “Seorang pembunuh tidak dapat menerima warisan”. HR. Ibnu Majah 27 3. Perbedaan agama Seorang muslim tidak boleh saling mewarisi dengan non muslim. Hal ini ditegaskan Rasulullah ﻻ وﺮﻓﺎﻜﻟا ﻢﻠﺴﻤﻟا ثﺮﯾ ﻻ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا نا ﺪﯾز ﻦﺑ ﺔﻣﺎﺳا ﻦﻋ ﻜﻟا ثﺮﯾ ﻢﻠﺴﻤﻟا ﺮﻓﺎ . ﻢﻠﺴﻣ هاور 25 Abu Zakariya Al-Atsary, “Penuntun Ringkas Ilmu MawarisFaraidh”,Pustaka Daar El- Salam, Bekasi, 2008. h. 47 26 Muhammad bin Muhammad As-Syaukani, Nailul Al-Athar Syarah Muntaqal Akhbar, Kairo: Al-Akhirah juz 6. h. 84 27 Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al Qazwani, Sunnah Ibnu Majjah, juz II, Daarul Fikri,tt. h. 86 “Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim”. HR. Muslim 28 Hukum ini merupakan ketetapan banyak ulama ahli fiqh sebagai pengalaman dari keumuman hadits di atas. Bila seorang mati meninggalkan anak-anak laki-laki yang kafir dan pamannya muslim, niscaya harta peninggalan si mayit diberikan semua kepada paman, sehingga anak laki-laki itu tidak mendapatkan harta warisan apa-apa dari ayahnya. Contoh lainya adalah bila seorang mati meninggalkan istri kitabiyyah ahli kitab dan seorang anak laki-laki semua harta yang ditinggalkan si mayit diberikan kepada anak laki-lakinya. 29 Namun sebagian ulama ahli fiqh berpendapat bahwa orang islam dapat mewarisi harta peninggalan orang kafir dan tidak sebaliknya. Berdasarkan pendapat tersebut jika seorang istri kitabiyyah ahli kitab mati meninggalkan suami muslim maka sang suami dapat mewarisi dari harta sang istrinya tapi tidak sebaliknya. Beberapa alasan yang dijadikan argumen pada kasus diatas yaitu: a. Berdasarkan hadist Nabi SAW, “Islam itu terus bertambah dan tidak berkurang”. 28 Al-Imam Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, juz III, Beirut, tt. h. 1233 29 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum waris Islam. Penerjemah H. Addys Al-Dizar dan H. Fathurrahman Jakarta: Senayan Abadi Publising, 2004 h. 48 b. Dalam melihat hadis ini mereka berpendapat hak mewarisi seorang muslim dari seorang kafir merupakan suatu tambahan, sedangkan tidak adanya hak mewarisi bagi muslim terhadap orang kafir adalah suatu kekurangan. Mereka juga beragumen dengan hadits “Islam itu tinggi dan ketinggiannya tidak dapat diungguli”. Dengan hadits ini mereka berpendapat makna ketinggian adalah seorang muslim bisa mewarisi harta peninggalan orang kafir, sedangkan orang kafir tidak bisa mewarisi harta orang muslim. 30 c. Mereka berdalih dengan menganalogikan nikah dengan memperoleh harta rampasan perang yakni kita sebagai orang muslim dapat mewarisi harta orang kafir sebagaimana kita menikahi wanita-wanita muslimah. Kita bisa memperoleh harta rampasan perang yang dilakukan bersama mereka, namun tidak sebaliknya. 31

E. Orang yang berhak menerima warisan dan bagian masing-masing