62 Promosi demokrasi, HAM dan lingkungan hidup dapat menjadi bagian dari
upaya pemerintah untuk meningkatkan kontribusi dan kepemimpinan di dalam kerjasama internasional. Berbeda dengan isu ketahanan pangan dan energi yang
disikapi berbeda-beda oleh setiap negara berdasarkan kepentingannya, isu demokrasi, HAM dan lingkungan hidup merupakan isu global yang cenderung
diakui sebagai masalah kolektif. Inisiatif untuk berkontribusi dalam membangun solusi efektif
–baik secara individual maupun kolektif– bagi masalah demokrasi, HAM dan lingkungan hidup, dapat bermanfaat positif bagi diplomasi Indonesia.
8. Meningkatkan kualitas perlindungan WNIBHI
Perlindungan terhadap WNIBHI, terutama bagi para buruh migran, sangat diperlukan. Negara bertanggung jawab terhadap keselamatan dan penjaminan hak-
hak WNI, termasuk mereka yang berada di luar negeri. Pemerintah di Kementrian maupun perwakilan di negara-negara lain harus mempersiapkan fasilitas dan
mekanisme pemantauan dan perlindungan yang efektif bagi WNIBHI yang terlibat di dalam masalah hukum, administrasi atau pelanggaran hak-haknya.
Dalam jangka panjang, kualitas para buruh migran akan semakin bergeser menjadi skilled labor. Dalam hal ini, pengiriman unskilled labor akan secara
signifikan dikurangi sementara pengiriman skilled labor akan semakin didorong. Masalah dan jenis perlindungan yang dibutuhkan pun akan berubah seiring dengan
pergeseran tersebut. Hal ini harus diantisipasi oleh pemerintah melalui pengembangan fasilitas dan mekanisme pemantauan dan perlindungan yang efektif
dan antisipatif.
9. Menata kebijakan dan infrastruktur diplomasi
Penataan kebijakan dan infrastruktur diplomasi merupakan salah satu sasaran utama yang dianjurkan untuk lebih meningkatkan efektivitas diplomasi.
Masalah kurangnya koordinasi antar lembaga dan kementrian, keterbatasan dana, keterbatasan rekrutmen, rendahnya keahlian dalam bidang-bidang tertentu, dan
sebagainya yang diidentifikasi secara internal oleh pemerintah menunjukkan perlunya perbaikan dalam kebijakan dan infrastruktur diplomasi. Reformasi
kelembagaan terutama diperlukan di Kementrian Luar Negeri dan koordinasi antar KementrianLembaga.
63 Pemerintah sendiri memiliki aspirasi untuk memperluas ruang bagi
partisipasi masyarakat di dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri. Di dalam salah satu prioritas yang dicanangkan dalam Nawa Cita, partisipasi masyarakat
dipandang sangat penting untuk mewujudkan dan merumuskan politik luar negeri yang berbasis kepentingan bangsa dan rakyat.
C. Perangkap Rencana Strategis
Di dalam visi-misi pemerintah, terdapat beberapa perangkap pitfalls yang mungkin membuat rencana strategis untuk pembangunan atau pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia dalam lima tahun ke depan terhambat. Perangkap ini perlu diidentifikasi dan dikaji sejak awal agar dapat dihindari sehingga pelaksanaan diplomasi
dan pembangunan politik luar negeri Indonesia dapat menjadi pilar yang mampu menopang pembangunan nasional. Perangkap-perangkap yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan jargon yang menimbulkan citra yang tidak diinginkan
Penggunaan jargon di dalam pernyataan resmi seringkali diperlukan agar mudah merujuk pada kebijakan politik luar negeri tertentu. Dalam politik luar
negeri dikenal jargon- jargon seperti “Look-East Policy”, “Sunshine policy”,
“Nordpolitiek”, “Pivot to Asia” dan sebagainya. Di dalam politik luar negeri Indonesia, beberapa ungkapan juga digunakan seperti “rowing between two
reefs”, “a thousand friends, zero enemy”, dan akhir-akhir ini kita diperkenalkan dengan konsep “global maritime axis”.
Dalam konteks pemerintahan saat ini, jargon “global maritime axis” sering diungkapkan. Maksud dari poros maritim dunia tersebut adalah pembangunan
infrastruktur dan konektivitas di kawasan nusantara sehingga dapat menopang pembangunan nasional dan meningkatkan konektivitas dengan kawasan Indo-
Pasifik. Beberapa negara menyatakan mendukung aspirasi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia. Namun mereka memberi catatan khusus, bahwa
yang dimaksud dengan gagasan poros maritim dunia adalah peningkatan konektivitas, infrastruktur dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik.
Di luar catatan tersebut tampak dalam beberapa analisis bahwa konsepsi “poros maritim dunia” dipandang sedikit memiliki perbedaan pengertian
dibandingkan dengan tujuan dan agenda aksi yang dicanangkan. Konsep tersebut