40 Selain terkait dengan visi jangka panjang pembangunan nasional, bantuan
teknis untuk negara-negara berkembang juga memiliki nilai investasi ekonomi dan strategis. Ketika memberikan bantuan teknis, Indonesia dapat sekaligus
memperkenalkan produk-produk nasional kepada negara penerima bantuan seperti traktor atau alat pembajak sawah. Kemudian ketika bantuan teknis berakhir,
produk-produk yang telah diperkenalkan akan menjadi bahan referensi bagi pembangunan di negara penerima bantuan. Di sinilah nilai investasi ekonomi dari
bantuan teknis kepada negara-negara Selatan. Secara strategis, bantuan teknis untuk negara-negara Selatan juga dapat
meningkatkan hubungan kerjasama dan persahabatan Indonesia dengan negara- negara tersebut. Dalam diplomasi, akan lebih mudah bagi Indonesia untuk
mempengaruhi organisasi internasional dengan lebih banyak sahabat. Bantuan teknis tersebut memang bukan faktor determinan bagi kerjasama dan persahabatan
dengan negara-negara berkembang, namun merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadapnya. Misalnya di dalam kasus Papua, sangat wajar jika
negara-negara Pasifik Selatan merasakan simpati kepada korban pelanggaran HAM di Papua karena perasaan sebagai satu ras. Hubungan persahabatan antara Indonesia
dengan Pasifik Selatan pada gilirannya akan turut menentukan apakah negara- negara tersebut akan memilih untuk memberi dukungan kepada intervensi untuk
penegakan HAM di Papua atau menghormati kedaulatan Indonesia dan mempercayakan urusan penegakan HAM kepada otoritas nasional. Sejauh ini,
negara-negara Pasifik Selatan telah menyatakan dukungannya pada pemerintah Indonesia untuk menjaga integritas bangsanya.
5. Perluasan pasar non-tradisional
Dengan perkembangan situasi ekonomi global saat ini, Indonesia akan membutuhkan penyesuaian strategi dalam perdagangan internasional. Dalam
beberapa dekade terakhir, AS, Jepang dan Uni Eropa telah menjadi mitra dagang tradisional bagi Indonesia karena daya serap pasarnya yang besar. Dalam satu
dekade terakhir, Tiongkok telah melampaui negara-negara tersebut sebagai mitra dagang utama Indonesia. Negara-negara tengah lain seperti Kanada, Australia dan
Korea Selatan juga telah menjadi mitra dagang yang signifikan bagi Indonesia,
persetujuan dari parlemen sehingga perang tidak mudah dinyatakan. Lihat misalnya Russet dan Oneal 2001.
41 selain negara-negara anggota ASEAN. Negara-negara tersebut akan tetap menjadi
mitra dagang yang penting dalam jangka panjang bagi Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan struktur perdagangan internasional dalam satu
dekade terakhir menuntut Indonesia untuk perluasan pasar non-tradisional. Perubahan struktur yang dimaksud adalah melemahnya pasar Eropa dan
Amerika di satu sisi dan menguatnya pasar Tiongkok di sisi lain, diiringi dengan tumbuhnya India, Rusia, Brazil, Korea Selatan dan Afrika Selatan. Menguatnya
Tiongkok dan melemahnya Eropa dan Amerika secara sepintas memberikan kesan bahwa perdagangan internasional Indonesia dapat tetap tumbuh dengan struktur
yang berbeda. Namun jika diperhatikan, ada beberapa hal yang menyertai
perubahan tersebut yang membutuhkan respon yang tepat. Pertama, struktur
ekspor Indonesia ke Tiongkok lebih didominasi oleh industri primer. Negara-negara yang tumbuh pesat seperti Tiongkok membutuhkan produk-produk industri primer
dari Indonesia untuk energi dan bahan baku industri manufaktur mereka. Di satu sisi, hal tersebut wajar untuk tingkat pembangunan mereka. Namun dalam jangka
panjang, jika ingin meningkatkan industri yang berbasis efisiensi dan nilai tambah, Indonesia perlu melakukan perubahan signifikan di dalam kebijakan perdagangan
dan industrinya. Jika tidak dilakukan, Indonesia akan terjebak pada situasi middle- income trap, dimana Indonesia menjadi negara yang spesialisasi perdagangannya
adalah menjadi supplier bagi kebutuhan bahan baku dan energi dari negara-negara besar.
Kedua , ada kecenderungan kompetisi dengan Tiongkok dalam perdagangan
bila Indonesia ingin membangun industri dengan basis efisiensi dan inovasi. Perdagangan dengan Tiongkok cenderung komplementer jika Indonesia lebih
berorientasi pada industri primer. Namun jika Indonesia ingin memasuki pasar Tiongkok atau pasar global dengan produk-produk industri manufaktur, maka
Indonesia harus bersaing dengan Tiongkok dalam hal efisiensi dan inovasi, dimana Indonesia saat ini masih agak tertinggal
–untuk tidak menyebut sangat tertinggal.
Ketiga , menurunnya daya serap pasar tradisional sebenarnya diiringi
dengan menguatnya pasar non-tradisional. Hal ini tidak hanya berlaku bagi pasar Tiongkok yang daya serapnya semakin meningkat. Sejumlah negara berkembang
lainnya juga mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Fakta menarik yang terpenting adalah bahwa di kalangan negara-negara berkembang, ketika
perdagangan dengan negara-negara maju mengalami penurunan, terjadi diversi