26 Menurut Dahuri et al., 2001, secara ekologis terdapat empat persyaratan
utama yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yaitu: 1 keharmonisan spasial, 2 pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, 3 membuang limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan dan 4 mendesain dan membangun prasarana dan
sarana sesuai karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan.
2.6. Kerangka Pemikiran
Perkembangan Kabupaten Batu Bara yang pesat tentunya akan membawa pengaruh besar terhadap lingkungannya termasuk lingkungan pesisir. Hal ini
karena perkembangan kota akan diiringi dengan perkembangan teknologi, industri, pertumbuhan penduduk, sarana pemukiman, fasilitas umum dan sosial,
serta sarana transportasi yang akan memberikan tekanan terhadap lingkungan. Apabila hal ini tidak dikelola dengan baik, maka sangat mungkin akan
menimbulkan masalah lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya yang lebih kompleks dan mengakibatkan degradasi lingkungan pesisir
yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir terutama nelayan. Kondisi eksisting di pesisir Kabupaten Batu Bara antara lain
dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Kondisi Biofisik Kabupaten Batu Bara memiliki hutan mangrove yang cukup luas, namun
saat ini telah terjadi kerusakan yang cukup serius. Selain itu Kabupaten Batu Bara memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya yang cukup tinggi,
namun terjadi ancaman salah satunya akibat pengelolaan tambak yang tidak berwawasan lingkungan serta limbah dari industri dan rumahtangga.
Universitas Sumatera Utara
27 b.
Kondisi Sosial Ekonomi Posisi Kabupaten Batu Bara masih menyimpan potensi yang sangat besar
dalam objek wisata bahari, karena selain jarak yang tidak terlalu jauh, adanya dukungan masyarakat dan pemerintah juga serta adanya potensi atraksi budaya
dan wisata kuliner yang menjanjikan. Namun pada kenyataannya potensi besar ini belum dikelola secara optimal. Permasalahan sosial ekonomi yang sangat nyata
adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan tingkat pendidikan penduduk yang pada umumnya hanya tamat sekolah dasar
serta masalah kemiskinan yang masih tinggi. c.
Kondisi Kelembagaan Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan
pesisir secara terpadu. Hal yang menjadi masalah berkenaan dengan kelembagaan dalam pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Batu Bara, antara lain: institusi
pengelola wilayah pesisir belum berungsi secara optimal, rendahnya penataan dan penegakan hukum disamping belum adanya peraturan daerah yang mengatur
secara khusus pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan, serta penataan ruang wilayah pesisir yang belum optimal.
Berdasarkan kondisi tersebut atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara bekerja sama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor IPB sejak tahun 2003 melaksanakan Proyek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan LautMarine and Coastal Resources Management Project
MCRMP yang dalam hal ini lokasinya terletak di desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh. Berdasarkan perencanaan desa yang telah disusun oleh masyarakat
secara partisipatif melalui program Adaptive Research and Extention ARE dan
Universitas Sumatera Utara
28 Small Scale Natural Resources Management SSNRM tahun 2004, diperoleh data
dan informasi bahwa permasalahan yang terjadi di desa ini mencakup aspek lemahnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut seperti konversi
ekosistem mangrove, belum berkembangnya mata pencaharian alternatif selain perikanan dan masalah kelembagaan. Dalam program ARE dan SSNRM tahap
satu, progam yang telah dikembangkan di Desa Gambus Laut adalah rehabilitasi kawasan pesisir melalui penanaman mangrove, pengembangan mata pencaharian
alternatif MPA, dan pengembangan serta penguatan kelembagaan pemerintahan desa serta masyarakat lokal. Pada tahun 2005 Pemerintah Daerah Kabupaten Batu
Bara mengembangkan program pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh melalui Small Scale Natural Resources Management
SSNRM dengan tujuan untuk memperkuat dan memecahkan berbagai permasalahan yang ada. Namun demikian walaupun berbagai program telah
dilaksanakan dan menunjukkan keberhasilan namun belum mampu juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara luas dan merata.
Analisis pengembangan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis tipologi wilayah. Analisis tipologi wilayah ini terbagi atas dua, yaitu
analisis skalogram yang bertujuan untuk melihat keragaan relatif tingkat perkembangan desakelurahan pesisir dibanding dengan desakelurahan umumnya
di Kabupaten Batu Bara dan analisis multivariate yang terdiri dari analisis komponen utama Principal Component Analysis = PCA, analisis kelompok
Cluster Analysis, dan analisis fungsi diskriminan Discriminant Function Analysis = DFA yang bertujuan melihat keterkaitan antara tipologi dan
perkembangan desa dengan faktor-faktor pencirikarakteristik desa. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
29 hasil analisis tipologi dituangkan dalam peta melalui deskripsi spasial
menggunakan sistem informasi geogra fis SIG. Hasil analisis ini kemudian
dijadikan dasar pemikiran untuk menyusun strategi pengembangan dan pengelolaan desa-desa pesisir Kabupaten Batu Bara. Secara singkat, kerangka
pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran penelitian
Kondisi Eksisting Wilayah Pesisir Kabupaten Batu Bara
Permasalahan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Batu Bara Belum optimalnya arahan pengembangan
Analisis Pengembangan
Analisis Tipologi Wilayah
Keragaan relatif tingkat perkembangan desa- desa pesisir dibanding desa lainnya di
Kabupaten Batu Bara Karakteristik masing-masing cluster
perkembangan desa
Deskripsi Spasial tampilan peta dengan SIG
Arah Pengembangan Desa-Desa Pesisir Kabupaten Batu Bara
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III METODE PENELITIAN