BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap perilaku produsen keripik industri rumah tangga di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tentang
label makanan dapat dijelaskan sebagai berikut :
5.1 Pengetahuan Produsen Keripik Tentang Label Makanan
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa produsen keripik memiliki pengetahuan baik tentang label makanan yaitu sebesar 64,3, dan pengetahuan
sedang yaitu sebesar 35,7. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga Notoatmodjo, 2003. Dari
pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa produsen sudah mengetahui mengenai label makanan untuk industri rumah tangga. Dalam hal ini produsen memiliki tingkat
pengetahuan yang baik disebabkan karena produsen sudah pernah mendapatkan informasi tersebut pada saat mengikuti pelatihan untuk industri rumah tangga.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar produsen keripik telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai informasi label makanan. Produsen
keripik mengetahui tujuan mencantumkan informasi label makanan dalam kemasan produk yaitu sebesar 100, mengetahui informasi label makanan apa saja yang harus
dicantumkan dalam kemasan yaitu sebesar 64,3, mengetahui apakah informasi label nama makanan penting dicantumkan yaitu sebesar 78,6, mengetahui kegunaan
informasi label tanggal kadaluwarsa yaitu sebesar 71,4, mengetahui apakah
Universitas Sumatera Utara
informasi label nomor pendaftaran penting dicantumkan yaitu sebesar 85,7, mengetahui kegunaan mencantumkan informasi label kode produksi yaitu sebesar
50, mengetahui apakah setiap produsen harus mencantumkan label daftar bahan makanan dalam kemasan yaitu sebesar 42,9, Namun produsen masih memiliki
pengetahuan sedang mengenai informasi label makanan yaitu tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa yaitu sebesar 78,6, dan kegunaan
informasi label makanan tentang kode produksi yaitu sebesar 50. Peneliti berasumsi hal ini disebabkan oleh kurangnya keinginan produsen untuk mencari informasi
mengenai bahaya mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa, dan kegunaan mencantumkan kode produksi tersebut padahal kedua informasi tersebut yang selalu
diperhatikan oleh konsumen pada saat membeli makanan. Label makanan merupakan tulisan, gambar atau bentuk pernyataan apa pun
yang diletakkan, dicetak atau dicantumkan dengan cara apa saja pada kemasan produk. Label makanan untuk industri rumah tangga sekurang-kurangnya harus
mencantumkan informasi tentang nama makananproduk, daftar bahan makanan komposisi, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi,
nomor pendaftaran, tanggal kadaluwarsa dan kode produksi. Pengetahuan produsen tentang label makanan dapat diperoleh melalui
pelatihan-pelatihan yang telah diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan tentang industri rumah tangga yang telah diikuti sebelumnya. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh
melalui pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan non formal adalah pengetahuan yang didapat dari kursus atau pelatihan, sedangkan pendidikan informal
adalah pendidikan dalam lingkungan keluarga dan pergaulan sehari-hari. Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
informal berperan penting dalam perkembangan pengetahuan karena dari pendidikan informal produsen akan mendapatkan informasi yang tidak didapatnya di pendidikan
formal Hamonangon, 2006. Berdasarkan hasil penelitian bahwa proudsen memiliki tingkat pendidikan SLTA sebesar 57,1, sedangkan tingkat pendidikan SLTP
sebesar 42,9. Mengacu dari hasil penelitian bahwa produsen sudah memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo 2003 yang
mengatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diharapkan semakin baik pula pengetahuannya.
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dan sikap produsen menunjukkan bahwa produsen dengan pengetahuan baik mempunyai sikap sedang
yaitu sebesar 58,3 dan produsen yang mempunyai sikap baik sebesar 14,3. Sedangkan produsen dengan pengetahuan kategori sedang memiliki sikap sedang
yaitu sebesar 35,7. Hal ini berarti walaupun tingkat pengetahuan produsen baik tentang label makanan tetapi sikap produsen belum menunjukkan sikap yang baik.
Menurut Soekanto 1981 yang dikutip oleh Hamonangon 2006 tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena
berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Pengetahuan dan pengalaman juga akan membentuk sikap seseorang. Karena
Pengetahuan merupakan fase awal dalam pembuatan keputusan dimana seseorang akan berbuat atau berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik belum diikuti sikap yang baik, hal ini tidak sejalan dengan teori
Notoatmodjo 1993 yang dikutip oleh Arifah 2010 yang mengatakan bahwa sikap
Universitas Sumatera Utara
timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Karena iu sikap dapat diperteguh atau dirubah. Dalam psikologi sosial, sikap adalah
kecenderungan individu yang dapat ditentukan dari cara-cara berbuat. Sedangkan berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan produsen
dengan tindakan produsen diperoleh bahwa produsen dengan pengetahuan kategori baik mempunyai tindakan sedang yaitu sebesar 57,1, dan yang mempunyai
tindakan baik sebesar 7,1. Sedangkan produsen dengan kategori sedang mempunyai tindakan sedang juga yaitu sebesar 35,7. Dalam hal ini pengetahuan produsen
belum sejalan dengan tindakan produsen. Dilihat dari pengetahuan produsen tentang label makanan sudah baik namun tindakan produsen terhadap penggunaan label
makanan belum diterapkan sepenuhnya. Produsen hanya mencantumkan sebagian dari informasi label makanan pada kemasan hasil produksinya.
Asumsi peneliti semakin baik pengetahuan produsen maka diharapkan semakin baik pula tindakan produsen dalam menerapkan label makanan pada
kemasan. Namun kenyataannya meskipun produsen sudah memiliki pengetahuan baik tetapi tindakan produsen belum menunjukkan tindakan yang baik tentang
penerapan label makanan pada kemasan. Menurut Notoatmodjo 2003 yang dikutip oleh Ompusunggu 2009 perubahan perilaku baru terjadi melalui proses perubahan
pengetahuan-sikap-tindakan. Beberapa penelitian membuktikan hal tersebut, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses ini tidak selalu seperti teori
tersebut, bahkan dalam praktek sehari-hari terjadi. Seperti halnya dalam penelitian ini diperoleh bahwa produsen bertindak negatif meskipun pengetahuan dan sikapnya
positif. Hal ini terjadi karena produsen beranggapan walaupun tidak mencantumkan
Universitas Sumatera Utara
label makanan sesuai dengan yang telah ditetapkan pada kemasan, penjualan masih tetap berjalan lancar dan konsumen juga tidak pernah mengeluhkan masalah tersebut.
5.2 Sikap Produsen Keripik Tentang Label Makanan