4 organisasi, serta dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
kinerja organisasi baik berupa operasional, maupun sumber daya manusia SDM. Diperlukan pengawasan terhadap internal control, agar dapat dipastikan seluruh
kegiatanaktivitas yang dilakukan sesuai dengan tujuan organisasi. Pengawasan yang dilakukan organisasi adalah melakukan pengujian terhadap keakuratan data
dan internal control dengan menggunakan pengujian substantif. Dengan demikian pentingnya internal control dan pengujian substantif pada suatu organisasi yang
dapat menentukan eksistensi organisasi di era globalisasi, maka peneliti
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Pengujian Substantif Dalam Audit. Audit yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah audit terhadap laporan keuangan, yang diteliti di daerah Medan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Apakah pengendalian internal berpengaruh terhadap pengujian substantif dalam audit laporan keuangan?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
• Untuk mengetahui pengaruh pengendalian internal terhadap
pengujian substantif yang dilakukan dalam mengaudit laporan keuangan.
5
1.3.2. Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian dapat tercapai maka akan bermanfaat bagi: 1.
Peneliti. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh
internal control terhadap pengujian substantif pada audit. Sebagai syarat utama untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi
jurusan akuntansi di Universitas Sumatera Utara. 2.
Bidang kajian auditing. Memperkaya kajian empiris tentang internal control dan pengujian
substantif, serta sebagai tambahan bagi perkembangan ilmu ekonomi khususnya pada bidang auditing.
3. Peneliti
Dapat dimanfaatkan sebagai acuan, referensi, dan sumber informasi.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengendalian Internal
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal
Sawyer, 2005: 57 Menurut AICPA America Institute of Certified Public Accountants,1997, pengendalian Internal adalah “suatu proses yang
dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar mengenai
pencapaian tujuan pada hal-hal: 1 keandalan pelaporan keuangan, 2 efektivitas dan efisiensi operasi, dan 3 ketaatan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku”. Sawyer, 2005: 67 Pengendalian dirancang untuk memiliki berbagai
fungsi yang beragam. Pengendalian diterapkan untuk mencegah hasil-hasil yang tidak diharapkan sebelum terjadi preventif control. Pengendalian
lainnya dirancang untuk menemukan hasil-hasil yang tidak diharapkan detection control, dan masih ada kontrol lain yang dirancang untuk
memastikan bahwa hal-hal yang tidak diharapkan terulang kembali correction control. Seluruh fungsi bertujuan untuk memastikan bahwa
tujuan dan sasaran manajemen akan tercapai. Sukrisno Agoes 1996: 57 Menurut Standar Profesional Akuntan
Publik, struktur pengendalian internal adalah “kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa tujuan
7 satuan usaha yang spesifik akan dapat dicapai”. Tujuan-tujuan yang
dimaksud: a keandalan pelaporan keuangan, 2 menjaga kekayaan dan catatan organisasi, 3 kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, 4
efektivitas dan efisiensi operasi. Tujuan pokok struktur pengendalian intern dapat dipenuhi dengan pengendalian yang baik. Tujuan pertama dan kedua
di atas dapat dipenuhi dengan pengendalian akuntansi, sedangkan tujuan ketiga dan keempat dapat dipenuhi dengan pengendalian administrasi yang
baik. Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati 2010 : 222 struktur
pengendalian internal terdiri dari: 1.
Pengendalian akuntansi Meliputi rencana organisasi serta prosedur dan catatan yang relevan
dengan pengamanan aktiva, yang disusun untuk meyakinkan bahwa: 1. Transaksi yang dilaksanakan sesuai dengan persetujuan pemimpin.
2. Transaksi dicatat sehingga dapat dibuat ikhtisar keuangan sesuai
prinsip akuntansi yang berlaku serta menekankan pertanggungjawaban atas harta perusahaan.
3. Penguasaan atas aktiva diberikan hanya dengan persetujuan dan otorisasi pemimpin.
4. Jumlah aktiva dan catatan dicocokkan dengan aktiva yang ada pada waktu yang tepat dan tindakan yang sewajarnya jika terjadi
perbedaan. 2.
Pengendalian administratif Pengendalian yang ditujukan untuk mendorong efisiensi operasional
dan menjaga diikutinya kebijakan perusahaan. Dapat berupa rencana organisasi dan prosedur juga catatan yang relevan dengan pembuatan
keputuasan yang mengantarkan pemimpin perusahaan menyetujui atau memberi wewenang terhadap transaksi-transaksi. Pelimpahan
wewenng merupakan fungsi pimpinan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan
organisasi dan itu merupakan titik tolak untuk menciptakan pengendalian akuntansi atas transaksi.
8
2.1.2 Elemen Struktur Pengendalian Internal
Pada buku Amin Widjaja Tunggal, 1995 , 21 Menurut Alvin A.Areus G James K loebbeoke, struktur pengendalian internal mencakup
tiga kategori yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat
terpenuhi. Tiga kategori yang disebut dengan elemen struktur pengendalian
internal adalah lingkungan pengendalian, sistem akuntansi dan prosedur pengendalian.
2.1.2.1 Lingkungan Pengendalian Control Environment
Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, atau
memperlemah efektifitas kebijakan dan prosedur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan
pengendalian, yaitu: 1.
Falsafah Manajemen dan Gaya Operasi Manajemen melalui aktifitasnya, memberikan tanda yang
jelas kapada pegawai bahwa pentingnya suatu pengendalian dalam organisasi.
2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi suatu usaha membatasi suatu garis tanggung jawab dan wewenang yang ada. Ketika auditor
dapat memahami struktur organisasi klien, maka auditor dapat mengetahui secara spesifik suatu manajemen dalam
organisasi, dan mampu menafsir suatu kebijakan yang berhubungan dengan pengendalian suatu organisasi.
3. Komite Audit
Komite audit beranggotakan direksi komisaris dari luar organisasi. Tugas komite audit mengawasi proses pelaporan
keuangan, dimana mencakup struktur pengendalian intern dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. Komite audit
dapat melakukan komunikasi kepada auditor intern dan pihak manajemen organisasi agar dapat mencapai
keefektifan dalam pengawasan.
9 4.
Metode Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab Metode komunikasi yang formal mengenai wewenang dan
tanggung jawab dapat berupa memo dari manajemen tentang pengendalian, organisasi formal dan rencana
operasi, deskripsi tugas pegawai dan kebijakan yang terkait, serta kebijakan dokumen yang menggambakan prilaku
pegawai
5. Metode Pengendalian Manajemen
Metode yang digunakan manajemen dalam mengawasi aktivitas dapat meningkatkan efektifitas struktur
pengendalian intern. Metode tersebut dapat dilakukan oleh manajemen dengan dua cara; 1 aturan seperti
mengirimkan pesan yang jelas mengenai pentingnya suatu pengendalian. 2 mendeteksi kekeliruan yang terjadi dalam
organisasi.
6. Fungsi Audit Intern
Fungsi audit intern diterapkan dalam suatu organisasi untuk mengawasi efektifitas kebijakan serta prosedur
pengendalian. Agar lebih efektif, adanya staf yang independen pada bagian operasi dan akuntansi yang
bertugas dalam melaporkan kepada tingkat yang lebih tinggi, serta staf audit intern dapat memberikan bantuan
kepada auditor eksternal dalam memperoleh bukti yang mendukung integritas, kompetensi, dan objektifitas.
7 Kebijakan dan Prosedur Personalia
Aspek yang paling penting dalam organisasi adalah karyawan, dengan demikian kebijakan dan prosedur
personalia menjadi bagian yang penting dalam organisasi. Karyawan yang kompeten dan jujur dapat dapat
menyediakan pengendalian yang efektif, bagaimana karyawan direkrut, di evaluasi dan tingkat upah merupakan
bagian yang harus diperhatikan dalam keberhasilan kebijakan dan prosedur personalia suatu organisasi.
8. Pengaruh Eksternal
Pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal dapat berupa pengendalian atas proses akuntansi dan pelaporan
dalam organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan oleh auditor eksternal, badan legislatif dan lembaga pemerintah.
2.1.2.2 Sistem Akuntansi accounting system
Sistem akuntansi dalam organisasi digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, mencatat dan
melaporkan transaksi dalam organisasi, serta untuk mengelola akuntabilitas aktiva yang terkait.
10 Sistem akuntansi yang efektif harus memenuhi tujuh tujuan
rinci pengendalian internal, yaitu: 1.
Transaksi yang dicatat sah keabsahan Tidak diperbolehkan adanya catatan, bukti transaksi dan
pencatatan yang fiktif pada organisasi.
2. Transaksi diotorisasi dengan pantas otorisasi
Transaksi yang tidak diotorisasi akan menimbulkan kecurangan dan pemborosan yang akan berdampak buruk
bagi organisasi.
3. Transaksi yang terjadi telah dicatat kelengkapan
Seluruh transaksi yang telah terjadi harus dicatat dengan jelas, dan tidak boleh ada transaksi yang tidak dicatat. Hal
tersebut akan menunjukkan laporan yang tidak akurat.
4. Transaksi dinilai dengan pantas penilaian
Struktur pengendalian intern yang memadai mencakup prosedur untuk menghindari kesalahan dalam penghitungan
dan pencatatan jumlah transaksi pada proses pencatatan.
5. Transaksi di klasifikasi dengan pantas klasifikasi
Laporan akan dinyatakan wajar salah satunya harus memperhatikan klasifikasi perkiraan yang pantas sesuai
dengan bagan perkiraan klien yang di nyatakan dalam jurnal.
6. Transaksi dicatat pada waktu yang sesuai tepat waktu
Pencatatan yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu terjadinya transaksi akan menyebabkan transaksi tersebut
tidak dicatat atau dicatat dengan jumlah yang tidak benar. Hal tersebut memicu terjadinya salah saji pada laporan
keuangan.
7. Transaksi di catat pada file induk yang pantas dan diikhtisarkan dengan benar posting dan pengikhtisaran
Mengikhtisarkan berdasarkan jenisnya dalam bentuk jurnal dan berdasarkan perkiraan yang mempengaruhi buku besar
dan file induk untuk memasukkan transaksi dalam sistem akuntansi.
Ketujuh tujuan rinci pengendalian internal harus diterapkan pada semua jenis transaksi, antaralain penjualan, penerimaan kas,
perolehan barang dan jasa, penggajian, dan sebagainya. Sistem juga harus dapat menghidari pencatatan ganda atas penjualan.
2.1.2.3 Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem
akuntansi yang telah diciptakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan organisasi dapat tercapai.
11 Kebijakan dan prosedur pengendalian organisasi dipecah
menjadi lima kategori, antara lain: 1.
Pemisahan Tugas Pemisahan tugas dilakukan dengan menentukan staf yang
berbeda pada berbagai pekerjaan. Dengan memisahkan tugas pekerjaan pencatatan, penerimaan kas, dan staf yang
menyimpan suatu barang dapat mencegah terjadinya kecurangan pencatatan dan penggunaan untuk kepentingan
pribadi. Pemisahan tugas yang dilakukan bergantung kepada ukuran organisasi. Pada perusahaan yang kecil tidak
praktis untuk memisahkan tugas seluas pedoman dibawah karena menimbulkan hal-hal yang tidak efisien.
Terdapat empat pedoman umum dalam pemisahan tugas yang berfungsi untuk mencegah kecurangan atas laporan
keuangan:
a. Pemisahan pemegang aktiva dari akuntansi. Tidak diizinkan orang yang sama secara permanen atau
tidak permanen dalam mencatat dan memegang suatu aktiva dalam organisasi karena akan menyebabkan
kecurangan dan pencatatan fiktif akan suatu transaksi. Misalnya seorang kasir menerima kas, dan bertanggung
jawab dalam pencatatan data transaksi akan menyebabkan pencatatan yang fiktif atau pencatatan
kredit atas transaksi tunai.
b. Pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang bersangkutan.
Memisahkan staf yang menyutujui transaksi memiliki kendali atas aktiva tersebut. Apabila orang yang sama
menyetujui pembayaran faktur dan menandatangani tagihan yg akan dilakukan kecurangan dapat terjadi.
c. Pemisahan tanggung jawab operasional dan pembukuan.
Departemen atau divisi didalam organisasi tidak bertanggung jawab dalam membuat catatan dan laporan
bagiannya, karena hal tersebut akan menyebabkan hasil yang memihak bias untuk menutupi dan memperbaiki
kecurangan yang telah dilakukan. Agar tidak memihak, pembukuan dilakukan pada departemen tersendiri di
bawah kontroler.
d. Pemisahan tugas dalam EDP ● Analis sistem
Bertanggung jawab atas perancanaan umum sistem, dan menentukan tujuan sistem secara
12 keseluruhan serta rancangan khusus bagi
applikasi tertentu. ● Programer
Programer mengembangkan pengujian program dan mendokumentasikan hasilnya. Programer
sebaiknya tidak memiliki wewenang dan akses dalam memasukkan data atau mengoperasikan
komputer karena dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, ataupun keborocan data.
2. Otorisasi yang Pantas atas Transaksi dan Aktivitas
Otorisasi adalah keputusan tentang kebijakan baik untuk transaksi yang bersifat umum maupun khusus. Pihak
manajemen harus mengotorisasi transaksi dan aktivitas yang dilakukan organisasi agar pengendalian dapat
mencapai batas yang memuaskan. Manajemen harus mengeluarkan daftar harga yang pasti untuk penjualan,
batas kredit untuk pelanggan dan titik pemesanan untuk melakukan pembelian.
3. Dokumen dan Catatan yang Memadai
Dokumen dan catatan adalah objek fisik dengan mana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan. Dokumen dan
catatan merupakan suatu sumber informasi sehingga dokumen harus memadai untuk memberikan keyakinan
bahwa seluruh aktiva dikendalikan dengan pantas dan seluruh transaksi telah dicatat dengan benar. Dokumen
yang tidak memadai akan menimbulkan masalah pengendalian yang besar.
4. Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan
Jenis pengendalian atas aktiva dan catatan yang utama adalah dengan pengendalian atau pencegahan secara fisik.
Dengan menyimpan uang tunai di deposite box atau brankas yang tahan api untuk melindungi uang tunai.
Menyimpan persediaan di gudang persediaan yang dikawal akan melindungi fisik persediaan dari tindakan pencurian.
5. Pengecekan Independen Atas Pelaksanaan
Kategori prosedur pengendalian adalah penelaahan yang hati-hati dan berkesinambungan. Kebutuhan pengecekan
independen meningkat karena pengendalian intern cenderung berubah yang diakibatkan oleh tidak dilakukan
penelaahan yang sering atau secara berkala. Pegawai akan semakin lalai dan mulai tidak mengikuti prosedur yang
telah diterapkan apabila tidak dilakukan evaluasi pelaksanaannya.
Pengendalian yang telah di uraikan di atas dapat diterapkan atau tidak pada suatu satuan usaha, harus
13 mempertimbangkan berbagai faktor-faktor organisasi,
antara lain: 1 besarnya satuan usaha
2 karateristik organisasi dan kepemilikan 3 sifat kegiatan usahanya
4 keanekaragaman dan kompleksitas operasinya 5 metode untuk memproses data
6 persyaratan peraturan perundangan-undangan yang
harus dipatuhi.
2.1.3 Konsep-Konsep Dasar Pengendalian Internal
Konsep pengendalian internal menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati 2010 : 222
a. Pengendalian internal merupakan suatu proses
Pengendalian intern meliputi serangkaian tindakan yang berkaitan dan terintegrasi, bukan ditambahkan dengan infrastruktur suatu
entitas
b. Pengendalian internal dipengaruhi oleh manusia.
Pengendalian intern tidak hanya berupa pedoman kebijakan dan catatan-catatan, tetapi juga meliputi unsur-unsur sumber daya
manusia SDM pada setiap divisi atau level organisasi termasuk manajer, direktur, karyawan, dewan komisaris, dan lainnya.
c. Pengendalian internal memberikan keyakinan memadai, bukan
keyakinan yang absolut. Adanya keterbatasan bawaan organisasi dalam setiap aspek sistem
pengendalian internal. Dilakukan juga pertimbangan cost dan benefit untuk menciptakan pengendalian.
d. Pengendalian internal diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan
organisasi. Pengendalian internal di bentuk melalui prosedur-prosedur dimana
prosedur tersebut berguna dalam mengontrol aktivitas organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi.
2.1.4 Pentingnya Pengendalian Internal
Alasan pentingnya pengendalian internal bagi pihak manajemen dan
auditor adalah menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati 2010 : 223
a. Luas lingkup dan ukuran entitas bisnis yang semakin besar dan
kompleks. Semakin luas lingkup ukuran suatu entitas bisnis, maka
pengendalian internal yang dibentuk dalam suatu organisasi akan
14 semakin ketat. Dengan demikian akan berkurang pelaku kecurangan
dalam entitas, serta akan mengurangi bukti dan sampel audit yang akan dilakukan auditor.
b. Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik
memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan atau ketidakberesan yang akan
terjadi. Resiko bawaan yang ada didalam organisasi merupakan kelemahan manusia yang tidak dapat dihindari. Dengan ada
pengendalian internal, resiko bawaan tersebut dapat diminimalisasi dengan baik.
c. Pengendalian internal yang baik dapat mengurangi beban
pelaksanaan audit, sehingga mengurangi biaya audit. Internal control yang baik akan memperkecil luas lingkup audit.
Penelaahan yang tidak mendalam dan spesifik akan memperkecil biaya audit secara keseluruhan.
d. Digunakan secara efektif untuk menegah penggelapan maupun
penyimpangan dalam organisasi. Internal control memiliki fungsi control yang baik pula apabila
digunakan secara efektif. Internal control yang efektif dapat menyaring dan mengendalikan kecurangan atau penyimpangan yang
terjadi didalam organisasi
e. Auditor menggunakan perolehan pemahaman atas struktur
pengendalian intern untuk melakukan penaksiran resiko pengendalian untuk asersi dalam saldo akun, golongan transaksi, dan
komponen pengungkapan dalam laporan keuangan.
2.1.5 Karakteristik Pengendalian Internal
Auditor internal dapat mengevaluasi sistem kontrol dengan menentukan kesesuaiannya dengan kriteria yang telah ditetapka n. Sistem
dapat diterima dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut Sawyer, 2005 : 74
a. Tepat waktu
Kontrol seharusnya mendeteksi penyimpangan aktual dan potensial sejak awal organisasi terbentuk untuk menghindari tindakan-
tindakan yang mengeluarkan biaya. Kontrol harus dilakukan tepat waktu agar tidak terlambat dilakukan pencegahan dan semakin cepat
resiko tersebut ditangani akan memperkecil biaya yang digunakan. Manajer harus mengantisipasi masalah-masalah yang dideteksi oleh
kontrol.
b. Ekonomis
15 Kontrol harus memberikan keyakinan yang semestinya dalam
pencapaian hasil dan tujuan yang diharapkan dengan biaya dan resiko minimum. Keseimbangan antara hal-hal yang dihasilkan oleh
internal control tidak bisa diukur dengan objektif, sehingga manajemen harus menggunakan pertimbangan yang subjektif saat
menentukan internal control yang dapat diterapkan. Penetapan internal control berlebihan yang tidak perlu akan menyebabkan
sistem tidak ekonomis.
c. Akuntabilitas
Kontrol berfungsi juga membantu karyawan dalam mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan kepadanya. Pihak
manajemen juga memanfaatkan kontrol sebagai alat pengawasan dan tolak ukur dalam menilai hasil kinerja. Oleh karena itu kontrol harus
memperhatikan tujuan dan pengoperasian kontrol setiap waktu.
d. Penerapan
Kondisi intern dan ekstern organisasi dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu rencana dan prosedur kontrol juga berubah seiring
berjalannya waktu. Perubahan kontrol yang disesuaikan dengan perubahan operasi akan menyebabkan kebingungan dan kesulitan
untuk beradaptasi. Penerapan kontrol harus dilakukan pada saat yang tepat dan efektif,
yaitu: Sawyer, 2005 : 75
- Sebelum bagian yang mahal dari suatu proyek dikerjakan. - Sebelum waktu yang perusahaan tidak bisa atau sulit untuk
kembali. - Saat satu tahap berakhir dan tahap yang lain dimulai.
- Saat pengukuran paling nyaman dilakukan. - Saat tindakan korektif paling mudah untuk dilakukan.
- Bila tersedia waktu untuk tindakan perbaikan. - Setelah penyelesaian tugas atau penyelesaian sebuah aktivitas yang
mengandung kesalahan. - Jika akuntabilitas untuk sumber daya berubah.
- Fleksibilitas e.
Menentukan penyebab Ketika membicarakan tentang resiko yang dimiliki organisasi, harus
terlebih dahulu menentukan penyebab masalah yang menimbulkan kesulitan dalam pencapaian tujuan organisasi. Tindakan korektif
yang efektif dapat dilakukan ketika penyebab dan masalah telah diidentifikasi dengan benar.
f. Kelayakan
Kontrol berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manajemen, dan harus sesuai dengan karyawan, struktur organisasi, serta operasi
dalam hal pencapaian tujuan dan renacana manajemen.
g. Masalah-masalah kontrol
Selain membawa manfaat yang sangat penting bagi organisasi, kontrol juga dapat memberikan masalah. Kontrol dapat membuat
16 suatu fungsi berjalan dengan baik, tetapi dengan suatu imbalan.
Kontrol yang terlalu berlebihan menyebabkan sistem yang tidak efisien dan penurunan efektivitas sehingga biaya yang ditanggung
menjadi besar dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan. Kontrol juga bisa manjadi usang akibat perubahan prosedur dan
rencana.
2.1.6 Standar-Standar Pengendalian Internal
Selain standar operasi yang merupakan bagian dari sistem kontrol, terdapat kerangka standar yang harus diikuti sistem kontrol itu sendiri.
Standar-standar itu adalah Sawyer, 2005 : 73 : a.
Standar-Standar Umum - Keyakinan yang wajar
Kontrol harus memberikan keyakinan yang wajar bahwa tujuan kontrol internal akan dicapai.
- Perilaku yang mendukung Manajer dan karyawan harus memiliki perilaku yang
mendukung kontrol internal. - Integritas dan kompetensi
Orang-orang yang terlibat dalam pengoperasian kontrol internal harus memiliki tingkat profesionalitas, integritas
pribadi dan kompetensi yang memadai untuk melaksanakan kontrol guna mencapai tujuan kontrol internal.
- Tujuan kontrol Tujuan kontrol yang spesifik, komprehensif, dan wajar harus
ditetapkan untuk setiap aktivitas organisasi. - Pengawasan kontrol
Manajer harus terus-menerus mengawasi keluaran yang dihasilkan oleh sistem kontrol dan mengambil langkah-
langkah tepat terhadap penyimpangan yang memerlukan tindakan tersebut
b. Standar-Standar Rinci
- Dokumentasi Struktur, semua transaksi, dan kejadian signifikan harus
didokumentasikan dengan baik. - Pencatatan transaksi dan kejadian dengan layak dan tepat
waktu - Otorisasi dan pelaksanaan transaksi dan kejadian
Transaksi dan kejadian harus diotorisasi dan dilaksanakan oleh orang yang bertugas untuk itu.
- Pembagian tugas
17 Ororisasi, pemrosesan, pencatatan, dan pemeriksaan
transaksi harus dipisahkan ke masing-masing individu unit.
- Pengawasan Pengawasan harus dilakukan dengan baik dan
berkelanjutan untuk memastikan pencapaian tujuan kontrol internal.
- Akses dan akuntabilitas ke sumber daya dan catatan Akses harus dibatasi ke individu yang memang
berwewenang, seseorang yang bertanggung jawab untuk pengamanan dan penggunaan sumber daya dan orang
lain yang mencatat. Aspek ini harus diperiksa secara periodik dengan membandingkan jumlah yang tercatat
dengan jumlah fisik.
2.1.7. Sarana Untuk Mencapai Kontrol
Beberapa sarana operasional yang dapat digunakan manajer untuk mengendalikan fungsi didalam perusahaan adalah: Sawyer, 2005 : 77
a. Organisasi organization
Organisasi merupakan sarana kontrol, merupakan struktur peran yang disetujui untuk orang-orang didalam organisasi di dalam
perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis.
b. Kebijakan policy
Kebijakan adalah pernyataan prinsip yang menjadi pedoman, atau membatasi suatu tindakan tertentu yang dinyatakan oleh pihak
manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi.
c. Prosedur procedure
Prosedur merupakan sarana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan atau aktivitas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.
d. Personalia
Personalia merupakan orang orang yang dipekerjakan atau ditugaskan untuk melaksanakan tugas yang diberikan dengan
kualifikasi tertentu. Salah satu bentuk kontrol disamping kinerja individu adalah supervisi.
e. Akuntansi accounting
Akuntansi merupakan sarana yang penting untuk control keuangan dan aktivitas sumber daya. Akuntansi membentuk kerangka kerja
yang disesuaikan dengan pemberian tanggung jawab.
f. Penganggaran budget
Penganggaran merupakan suatu pernyataan dari hasil-hasil yang diharapkan dan disajikan dalam bentuk numerik.
18 g.
Pelaporan report Didalam suatu organisasi, pihak manajemen membuat suatu
kebijakan dan keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu laporan harus tepat waktu, akurat, bermakna, dan
ekonomis.
2.2 Pengujian Substantif
2.2.1. Pengertian Pengujian Substantif
Sukrisno Agoes, 1996 : 80 menyatakan bahwa Pengujian substantif adalah “test terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan
Neraca dan Laporan Rugi Laba”. Menurut Mulyadi, 2002 : 150 pengujian substantif merupakan
“prosedur audit yang dirancang untuk menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran
penyajian laporan keuangan”. Prosedur pengujian substantif dirancang untuk memperoleh bukti
mengenai kelengkapan, keakuratan, keabsahan data-data yang dihasilkan oleh sistem akuntansi serta ketepatan penerapan perlakuan akuntansi
terhadap transaksi-transaksi dan saldo-saldo. Mulyadi, 2002 : 74 Menurut standar pekerjaan lapangan ketiga,
“auditor harus mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan”. Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Pada pihak lain, pengujian
substantif dapat mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam pencatatan dan pelaporan transaksi dan saldo akun.
19
2.2.2. Prosedur audit
Auditor memakai prosedur audit untuk mengumpulkan bukti audit yang akan digunakan sebagai dasar utama dalam menyatakan pendapat atas
laporan keuangan. Menurut Mulyadi, 2002 : 86 Prosedur audit yang dapat dilakukan oleh auditor adalah:
1. Inspeksi
Merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Dengan demikian auditor dapat mengetahui keaslian
dokumen serta memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik sesuatu hal.
2. Pengamatan observation.
Merupakan prosedur audit dengan melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Antaralain perhitungan fisik persediaan
yang ada digudang, pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas.
3. Konfirmasi confirmation
Merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
Dapat dilakukan dengan meminta klien untuk menanyakan informasi kepada pihak luar, klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk
oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor, dan auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga.
4. Permintaan Keterangan enquiry
Merupakan prosedur audit dengan meminta keterangan secara lisan. Biasanya auditor melakukan prosedur ini untuk meminta keterangan
mengenai tingkat keusangan persediaan yang ada digudang, permintaan keterangan yang diajukan kepada penasihat hukum klien
mengenai kemungkinan keputusan pekara pengadilan yang sedang ditangani.
5. Penelusuran tracing
Melakukan penelusuran informasi sejak awal data tersebut direkam pertama kali dalam bentuk dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan
pengolahan data dalam proses akuntansi. Contohnya: pemeriksaan transaksi penjualan yang dimulai oleh auditor dengan memeriksa
informasi dalam surat pemesanan order dari klien, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, jurnal penjualan, dan akun
piutang usaha dalam buku pembantu piutang usaha.
6. Penghitungan counting
Prosedur audit ini meliputi penghitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau persediaan ditangan, dan
pertanggungjawaban seluruh formulir bernomor urut tercetak.
20 7.
Scanning Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan,
dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa mencurigakan.
8. Pelaksanaan Ulang reperforming
Merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Contohnya penghitungan ulang jumlah dalam jurnal, penghitungan
ulang biaya depresiasi, biaya bunga terhutang, perkalian antara kuantitas dengan harga satuan, penghitungan ulang rekonsiliasi bank.
9. Teknik audit berbantuan komputer computer-assisted audit
techniques Bila catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik,
auditor perlu melakukan teknik audit berbantuan komputer dalam melakukan prosedur audit. Contohnya auditor menggunakan suatu
aplikasi audit komputer tertentu dalam penghitungan saldo piutang, dan lain-lain.
Auditor harus diarahkan untuk melakukan seefisien mungkin pekerjaan yang perlu untuk mencapai hasil audit yang memuaskan. Luasnya
tingkat pengujian audit yang akan diterapkan pada umumnya adalah berdasarkan judgement auditor dengan memperhatikan beberapa faktor
sebagai berikut: 1.
Sejauh mana pengendalian internal dapat diandalkan. 2.
Unsur materialitas sehubungan dengan penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
3. Sifat dan ukuran masing-masing pos yang membentuk saldo perkiraan
tertentu. 4.
Sejauh mana kekeliruan dapat diungkapkan.
2.2.3 Sifat Pengujian Substantif
Mulyadi, 2002 : 235 Sifat pada pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang akan dilakukan oleh auditor.
Apabila resiko deteksi yang diterima oleh auditor rendah atau kecil, auditor
21 harus menggunakan prosedur audit yang lebih luas dan efektif. Biasanya
prosedur audit yang lebih luas dan efektif memerlukan biaya yang lebih besar. Demikian sebaliknya, jika resiko deteksi yang diterima oleh auditor
besar, auditor dapat menggunakan prosedur audit yang lebih tidak efektif dan luas, serta biaya yang digunakan lebih sedikit.
Pengujian substantif berkaitan erat dengan resiko deteksi. Resiko deteksi adalah resiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang
ada dalam suatu asersi. Pada tahap awal audit atas laporan keuangan, penentuan resiko deteksi terletak pada tahap auditor mendesain pengujian
substantif. Rumus resiko deteksi dapat dilihat pada Gambar 2.1 Resiko deteksi dapat dihitung dengan rumus:
Gambar 2.1 Rumus Resiko Deteksi
Penjelasan: RD = Resiko Deteksi
RA = Resiko Audit RP = Resiko Pengendalian
Untuk tingkat resiko audit RA tertentu yang telah diterapkan oleh auditor, resiko deteksi berbanding terbalik dengan taksiran tingkat resiko
bawaan RB dan resiko pengendalian RP. tahap-tahap proses audit
RA
RD= RB x RP
22 laporan keuangan yang harus diperhatikan auditor dapat dilihat pada
Gambar 2.2 Penetapan resiko deteksi dalam proses audit :
Gambar 2.2 Tahap-Tahap Proses Audit dan Resiko yang Harus
Dipertimbangkan Auditor
Resiko deteksi yang direncanakan merupakan dasar untuk menentukan tingkat pengujian substantif yang direncanakan. Setelah auditor
memahami pengendalian internal yang relevan dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir resiko pengendalian untuk suatu asersi, auditor harus
membandingkan tingkat resiko pengendalian sesungguhnya dengan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan.
Jika tingkat resiko pengendalian sesungguhnya sama dengan yang direncanakan, auditor dapat melanjutkan dengan mendesain pengujian
substantif khusus berdasarkan pengujian substantif yang akan dilakukan. Apabila tingkat resiko pengendalian sesungguhnya tidak sama dengan yang
direncanakan, auditor harus mengubah tingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat
resiko deteksi yang dapat diterima. Perencanaan
Audit
Penaksiran Resiko Bawaan
Pemahaman dan Pengujian
Pengendalian Intern
Penaksiran Resiko
Pelaksanaan Pengujian
Substantif Penetapan
Resiko Deteksi
Penerbitan Laporan Audit
Penilaian risiko Audit
23 Hubungan antara strategi audit awal, resiko deteksi yang
direncanakan dan tingkat pengujian substantif yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 2.3:
Strategi Audit Awal Resiko Deteksi yang
Direncanakan Tingkat Pengujian
Substantif yang Direncanakan
Pendekatan terutama substantif
Rendah atau sangat rendah
Tingkat tinggi Pendekatan taksiran
resiko pengendalian rendah
Moderat atau tinggi Tingkat rendah
Gamber 2.3 Hubungan Strategi Audit Awal, Resiko Deteksi, dan Tingkat
Pengujian Substantif yang Direncanakan
2.2.4 Jenis-Jenis Pengujian Substantif
Menurut Mulyadi 2002 : 138, 236 Auditor dapat menggunakan 3 jenis pengujian substantif dalam prosedur audit:
a. Prosedur Analitik Analitical Procedure
SA Seksi 329 “Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik pada tahap perencanaan audit,
tahap pengujian, dan pada tahap review menyeluruh atas hasil audit”. Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat
atau rasio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor.
Tujuan prosedur audit dalam perencanaan audit adalah untuk membantu perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan
digunakan dala memperoleh bukti tentang saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Oleh karena itu Prosedur Analitik dalam
perencanaan audit harus ditujukan untuk: 1. Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien, transaksi, dan
peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir 2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan resiko
tertentu yang bersangkutan dengan audit. Tahap-Tahap Prosedur Analitik:
a. Mengidentifikasi perhitunganperbandingan yang harus dibuat. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling
sederhana hingga model yang rumit dengan mengaitkan
24 berbagai hubungan dan sumber data. Prosedur analitik dapat
dilakukan dengan review perubahan saldo akun tahun-tahun sebelumnya dengan tahun berjalan.
b. Mengembangkan harapan Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah tercatat dengan
harapan yang dikembangkan oleh auditor. Oleh karena itu auditor perlu mengembangkan harapan sebagai dasar untuk
membandingkan perhitungan dan rasio yang akan dibuat dalam prosedur analitik.
c. Melaksanakan perhitunganperbandingan Pada tahap awal, auditor mengumpulkan data yang akan
digunakan dalam perhitungan perbedaan antara jumlah persentase sekarang dibandingkan dengan jumlah persentase
tahun-tahun sebelumnya.
d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan Data yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk
membandingkan harapan yang telah dikembangkan oleh auditor untuk mengidentifikasi perbedaan signifikan yang terjadi.
e. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan signifikan.
Auditor perlu mempertimbangkan kembali metode dan faktor- faktor yang digunakan untuk mengembangkan harapan serta
meminta keterangan kepada manajemen. Informasi yang baru dapat memperbaiki harapan yang telah diterapkan auditor dan
dapat menghilangkan perbedaan yang terjadi.
f. Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit.
Perbedaan signifikan yang tidak terduga biasanya dipandang auditor sebagai petunjuk meningkatnya resiko salah saji dalam
akun perhitungan. Biasanya auditor akan melakukan pengujian yang lebih rinci terhadap akun yang bersangkutan.
Dengan mengerahkan perhatian ke bidang yang memiliki resiko lebih besar, prosedur analitik dapat bermanfaat dalam pelaksanaan audit
yang efektif dan efisien. Jika hasil prosedur analitik sesuai dengan yang diharapkan, dan tingkat resiko deteksi yang dapat diterima
tinggi, auditor tidak perlu melakukan pengujian terhadap transaksi atau saldo akun rinci. Prosedur analitik pada umumnya memerlukan
biaya yang relatif rendah. Oleh karena itu auditor harus mempertimbangkan seberapa jauh prosedur analitik akan membantu
dalam pelaksanaan pengujian yang efektif.
b. Pengujian terhadap Transaksi
test of transaction
Dalam pengujian terhadap transaksi, auditor fokus pada penemuan kemungkinan kekeliruan atau salah saji moneter, bukan
25 penyimpangan dari pengendalian internal.
Pengujian terhadap
transaksi terutama berupa: 1. Prosedur pengusutan tracing
Merupakan prosedur audit yang bermanfaat untuk menemukan kurang saji understatement.
2. Pemeriksaan bukti pendukung vouching. Merupakan prosedur audit yang bermanfaat untuk menemukan
lebih saji overstatement. Pengujian terhadap transaksi memerlukan waktu yang lebih banyak
dan memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada prosedur analitik, tetapi pengujian atas transaksi lebih rendah biayanya bila
dibandingkan dengan pengujian terhadap saldo rinci test of detail balance.
c. Pengujian terhadap Saldo Rinci
test of detail balance
Pengujian terhadap saldo rinci difokuskan untuk memperoleh bukti secara langsung atas suatu saldo akun.
Pengujian terhadap saldo rinci dolaksanakan oleh auditor untuk meminta konfirmasiconfirmation dari bank untuk saldo kas di
bank klien pada tanggal neraca. Konfirmasi dari debitur untuk saldo piutang usaha yang tercantum dalam kartu piutang usaha.
Auditor juga melakukan inspeksiinspection terhadap aktiva tetap dan melakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan,
dan melakukan pengujian harga pricing test terhadap saldo akhir persediaan di dalam pengujian transaksi terhadap saldo rinci.
Semakin tinggi resiko deteksi yang ditentukan auditor, semakin terbatas prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor terhadap
suatu asersi yang bersangkutan, dan semakin rendah tingkat keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor. Sebaliknya,
semakin rendah resiko deteksi, maka semakin luas prosedur audit yang akan ditempuh auditor, dan semakin tinggi keandalan bukti
audit yang diperlukan oleh auditor. Dampak resiko pengujian terhadap saldo rinci dapat dilihat pada Gambar 2.4
26
Resiko Deteksi Pengujian terhadap Saldo Rinci
Tinggi
Periksa secara selintas scan rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien mengenai keakuratan matematis yang terdapat didalamnya.
Moderat Lakukan review terhadap rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien
dan lakukan verifikasi terhadap laporan pos-pos yang direkonsiliasi secara akurat.
Rendah Buat rekonsiliasi bank dengan menggunakan rekening koran
yang diperoleh dari klien dan lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan matematis.
Sangat rendah Minta rekening koran bank secara langsung dari bank, dan buat
rekonsiliasi bank, serta lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan perhitungannya.
Gambar 2.4 Dampak Resiko Deteksi terhadap
test of detail balance 2.2.5
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Mulyadi, 2002 : 239 SA Seksi 313 tentang pengujian substantif sebelum tanggal neraca memberikan panduan bagi auditor tentang:
1. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor sebelum
menerapkan pengujian substantif terhadap akun rinci sebelum tanggal neraca.
2. Prosedur yang dapat memberikan dasar memadai untuk perluasan
dari tanggak audit interim ke tanggal neraca sisa periode kesimpulan audit dari pengujian substantif utama.
27 3.
Pengkoordinasikan saat timing pelaksanaan berbagai prosedur audit.
Auditor dapat menerapkan pengujian substantif terhadap saldo suatu akun secara rinci dalam periode interim. Keputusan untuk melaksanakan
pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada apakah auditor dapat:
1.
Mengendalikan resiko audit tambahan bahwa salah saji meterial yang terdapat dalam akun tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh
auditor. Resiko ini menjadi lebih besar jika periode waktu antara tanggal pengujian interim dengan tanggal neraca diperpanjang.
2. Mengurangi sedemikian besar biaya pengujian substantif yang
diperlukan pada tanggal neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca akan
menjadi lebih efisien.
Pengujian substantif yang dilakukan sebelum tanggal neraca juga memerlukan pengujian substantif pada tanggal neraca. Pengujian substantif
pada periode sisa biasanya mencakup: 1.
Perbandingan saldo akun pada dua tanggal yang berbeda untuk mengidentifikasi jumlah yang tampak luar biasa dan penyelidikan
jumlah perbedaan. 2.
Pengujian substantif lain terhadap rincian untuk menyediakan bukti yang dipakai sebagai dasar memadai untuk memperluas kesimpulan
audit internal ke tanggal neraca. Bila direncanakan dan dilaksanakan dengan semestinya, kombinasi antara
pengujian substantif sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode sisanya dapat menghasilkan bukti kompeten bagi auditor
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.
28
2.2.6 Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk
Pengujian Substantif
Dalam pengembangan program audit, rerangka umum yang dapat dipakai sebagai acuan. Menurut Mulyadi 2002 : 240 sebagai berikut:
a. Tentukan Prosedur Audit Awal
Prosedur audit awal digunakan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa asersi dalam laporan keuangan didukung oleh
catatan akuntansi yang andal. Terdapat enam langkah pada prosedur audit awal:
1. Periksa saldo pos yang tercantum pada neraca ke saldo akun yang
bersangkutan di dalam buku besar. 2. Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan di dalam buku
besar. 3. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan
sumber posting dalam akun yang bersangkutan. 4. Periksa saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun
yang lalu. 5. Periksa posting pendebitan atau pengkreditan akun ke dalam jurnal
yang bersangkutan. 6. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke
buku pembantu yang bersangkutan. b.
Tentukan Prosedur Analitik yang Perlu Dilaksanakan Prosedur analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam
memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Dalam prosedur analitik auditor
melakukan penghitungan berbagai rasio. Rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan harapan auditor. Perbandingan ini membantu
auditor mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak dan salah saji.
c. Tentukan Pengujian terhadap Transaksi
Pengujian terhadap transaksi terdiri dari pengusutan tracing dan pemeriksaan bukti pendukung vouching. Pengujian ini berfungsi
untuk membuktikan keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan
transaksi atau golongan transaksi.
d. Tentukan Pengujian terhadap Saldo Rinci
Auditor menentukan berbagai prosedur audit untuk menentukan keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban,
penilaian dan alokasi, penyajian dan pengungkapan akun tertentu.
29
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. Kerangka konseptual menunjukkan bahwa ketika pengendalian internal menurun,
maka pengujian substantif yang dilakukan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan bukti, lingkup, waktu, dan biaya audit. Ketika pengendalian internal
meningkat atau efektif, maka auditor akan mengurangi pengujian substantif karena resiko deteksi yang meningkat. Dengan demikian lingkup audit, waktu,
biaya serta bukti yang diperlukan selama pengujian dilakukan akan semakin sedikit. Oleh karena itu pengendalian internal berpengaruh terhadap pengujian
substantif dalam audit. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian Ha
Hipotesis merupakan hasil tanggapan sementara terhadap perumusan masalah peneliti yang dikemukakan oleh peneliti dalam rangka pembuktian
tentang pemecahan suatu masalah yang masih diuji kebenarannya. Penulis mengajukan hipotesis dari penelitiannya sebagai berikut:
Ha : Pengendalian Internal Internal control berpengaruh terhadap pengujian substantif dalam audit laporan keuangan.
Pengendalian Internal Internal Control
Pengujian Substantif Substantive Test
30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian