151
6.3.4. Pembahasan Hasil Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda
6.3.4.1. Pengaruh Harga Jual Lada di Tingkat Petani Terhadap Produksi
Lada
Arah pengaruh dari variabel harga jual lada di tingkat petani terhadap produksi lada pada model regresi linear berganda adalah positif searah. Hal ini
sesuai dengan kerangka pemikiran teoritis yang dibangun, yaitu semakin tinggi harga jual lada, maka jumlah produksi yang dijual petani lada semakin banyak.
Ketika jumlah produksi yang dijual petani lada semakin banyak, maka mereka akan bergairah untuk meningkatkan produksi per areal tanam ataupun melalui
perluasan areal tanam. Berdasarkan uji hipotesis secara individu, disimpulkan bahwa harga jual
lada di tingkat petani tidak signifikan berpengaruh terhadap produksi lada. Hal ini disebabkan karena petani lada responden tidak terpengaruh oleh perubahan
harga jual lada, dimana saat harga masih mereka rasa rendah dibandingkan tahun 1997 yang pernah mencapai Rp 100.000kg, mereka tetap mengusahakan
tanaman lada, walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Responden petani lada memandang bahwa menanam lada merupakan investasi tabungan untuk masa
depan, atau dengan kata lain, mereka memiliki motif berjaga-jaga apabila suatu saat harga lada menjadi tinggi kembali.
Harga lada di Kabupaten Bangka, secara agregat, mengalami tren peningkatan dari tahun 2004-2008 Gambar 16, akan tetapi tidak diikuti dengan
kenaikan produksi lada. Bahkan produksi di Kabupaten Bangka dari tahun 2004- 2008 mengalami tren yang menurun Gambar 15. Hal ini memperlihatkan
seakan-akan harga tidak memberikan insentif kepada petani lada di Kabupaten Bangka, karena peningkatan harga tidak diikuti dengan peningkatan produksi lada
mereka. Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa penyebab terjadinya hal tersebut adalah keputusan petani yang memilih untuk menanam
lada dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya, walaupun harga- harga yang diterima responden selama tahun 2009 sudah termasuk tinggi
dibandingkan dengan harga jual lada secara agregat di Kabupaten Bangka. Bahkan, produksi lada responden selama tahun 2009 tersebut masih dikategorikan
rendah menurut kriteria dari Deptan 1985. Oleh sebab itu, saat diuji, harga jual
152 lada di tingkat petani menjadi tidak signifikan pengaruhnya terhadap produksi
lada. Ketika responden ingin mendapatkan harga jual lada yang lebih baik,
maka seharusnya mereka menunggu sampai pembeli mengajukan penawaran harga yang tertinggi, baru kemudian menjual ladanya. Akan tetapi, saat diamati di
lapangan, hal ini sulit terjadi, terutama bagi responden yang memiliki kebutuhan mendesak, seperti biaya hidup dan modal usaha. Apalagi sebagian besar
responden telah memiliki keluarga yang harus dihidupi. Selain itu, tidak sedikit diantara responden dan pembeli lada mereka yang memiliki hubungan saling
percaya, sehingga walaupun ada pembeli lain yang menawarkan harga lada yang sedikit lebih tinggi, mereka tetap menjual lada kepada pembeli kepercayaan
mereka. Oleh sebab itu, responden hanya menjadi penerima harga saat menjual lada mereka dan berapa pun produksi lada yang mereka miliki, akan dibayar
dengan harga yang sudah ditentukan oleh pembeli. Faktor-faktor ini menyebabkan harga tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi lada.
Produksi lada sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh harga jual lada itu saja, tetapi juga harga jual komoditi-komoditi lain yang diusahakan oleh
responden petani lada peluang usaha lainnya, baik pertanian, maupun nonpertanian. Fakta di lapangan menggambarkan bahwa selama tahun 2009,
harga-harga dari hasil karet dan kelapa sawit, sebagai alih usaha lain utama yang dilakukan oleh responden petani lada, sangat membantu perekonomian mereka.
Petani respoden mengakui bahwa pengusahaan karet ataupun kelapa sawit lebih mudah dilakukan dan menjamin sumber pendapatan mereka, dibandingkan
dengan mengusahakan lada. Hal ini menyebabkan harga jual lada di tingkat petani menjadi tidak signifikan berpengaruh terhadap produksi lada.
6.3.4.2. Pengaruh Peluang Usaha Lain Terhadap Produksi Lada