26
Indonesia. 4.
Kebijakan Ekonomi Jilid IV, yaitu terfokus kepada kesejahteraan pekerja, antara lain formula upah minimum provinsi UMP, memperluas penyaluran
kredit usaha rakyat KUR, khususnya bagi pekerja yang terkena PHK dan pemberian kredit modal kerja untuk usaha mikro, kecil dan menengah.
5. Kebijakan Ekonomi Jilid V, yaitu revaluasi aset untuk perusahaan dan badan
usaha milik negara BUMN serta individu. Selain itu juga menghilangkan pajak berganda untuk real estate investment trust REIT.
6. Kebijakan Ekonomi Jilid VI, ada 3 kebijakan deregulasi yang dikeluarkan
yakni : a.
Upaya menggerakkan perekonomian diwilayah pinggiran melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus KEK.
b. Penyediaan air untuk masyarakat secara berkelanjutan dan berkeadilan.
c. Proses cepat Paperless Perizinan Impor Bahan Baku Obat.
Dilihat dari beberapa kebijakan tersebut yang berhubungan dengan upaya mengundang investor terletak pada kebijakan ekonomi jilid II, dengan upaya
memberikan layanan lebih cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu tiga jam dikawasan industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor
sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi.
C. Kebijakan Dasar Penanaman Modal
Bagi investor asing, hukum dan undang-undang menjadi salah satu tolok ukur untuk menentukan kondusif tidaknya iklim investasi di suatu negara. Dalam
tiga dekade belakangan ini, pelaku usaha yang menanam modal di negara
Universitas Sumatera Utara
27
berkembang sangat mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrumen penting dalam menjamin
investasi mereka. Hukum bagi mereka memberikan keamanan, kepastian certainty dan terprediksi predictability atas investasi mereka. Semakin baik
kondisi, hukum dan undang-undang yang melindungi investasi mereka semakin dianggap kondusif iklim investasi dan negara tersebut
35
Dari pengertian tersebut politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan arah kemana hukum akan
dibangun dan ditegakkan; terjadinya perubahan struktur sosial, politik hukum harus mengarah pada upaya penyesuaian dengan struktur baru, sebab hukum
bukan bangunan yang statis melainkan bisa berubah karena fungsinya melayani masyarakat
.
36
Dalam rangka menciptakan produk hukum yang berfungsi melayani masyarakat maka pembentukan undang-undang harus dapat melahirkan produk
yang berkarakter responsif atau populistik yaitu produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan mencerminkan harapan masyarakat. Dalam
proses pembuatannya memberikan peranan yang besar dan partisipasi penuh kelornpok-kelompok sosial atau individu. Untuk mengkualifikasi apakah suatu
produk hukum tersebut bersifat responsif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum dan kemungkinan penafsiran atas produk
hukum. Produk hukum yang karakternya responsif, proses pembuatannya bersifat .
35
Hikmahanto, Juwana, Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian dan Investasi
, Makalah Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2006, hlm. 10-11
36
Ibid., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
28
partisipatif yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat. Dilihat dari fungsinya maka hukum yang berkarakter responsif bersifat aspiratif
yaitu: memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya
37
3. Hukum Responsif, yaitu hukum yang merupakan sarana respons atas kebutuhan dan aspirasi masyarakat
. Jika dilihat dari segi penafsiran maka produk hukum yang berkarakter
responsifpopulistik biasanya memberi sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang
yang sempit itu hanya berlaku untuk hal-hal yang bersifat teknis. Philippe Nonet dan Philip Selznick mengetengahkan teori mengenai tiga keadaan dasar hukum
dalam masyarakat, yakni: 1. Hukum Represif yaitu hukum yang merupakan alat kekuasaan represif;
2. Hukum Otonom, yaitu hukum sebagai suatu pranata yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritasnya sendiri; dan
38
Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang penting
.
Masuknya modal asing dalam perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik. Penghimpunan dana
pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti
pinjaman luar negeri.
23
Ardiansyah, “Kebijakan Dasar Penanaman Modal di Indonesia”, https:costumslawyer.wordpress.comkebijakan-dasar-penanaman-modal-di-indonesia diakses
pada tanggal 27 September 2015
38
Mulyana W. Kusumah, Perspektif Teori, dan Kebijaksanaan Hukum Jakarta:CV Rajawali, 1986, hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
29
sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan ekonomi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal seperti mendorong
pertumbuhan bisnis, adanya suplai teknologi dan investor baik dan bentuk proses produksi maupun permesinan dan penciptaan lapangan kerja
39
Washington Post dalam artikelnya menyebutkan kurangnya sistem hukum yang pasti di Indonesia merupakan faktor utama mengapa investor pergi.
Kurangnya kepercayaan investor membuat perginya modal asing yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang belum
pulih akibat krisis finansial Asia tahun 1997-1998. Investor asing juga sering mengeluh bahwa mereka sering kali dijadikan subjek tuntutan sewenang-wenang
oleh pejabat pemerintah, petugas pajak, dan mitra lokal .
40
Pelaku usaha memerlukan syarat esensial ketika berbisnis; dan prasyarat bagi setiap transaksi bisnis, yaitu adanya kepastian hukum legal certainty
. Kepastian hukum itu sendiri bagi investor adalah tolok ukur untuk menghitung risiko. Bagaimana risiko
dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap risiko. Jika penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat
dipastikan investor tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Berbagai peraturan perundang-undangan tidak akan berarti tanpa ada jaminan legal
certainty atau kepastian hukum atas keputusan yang ditetapkan.
41
39
Yulianto, Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum
, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 46.
40
Ibid.,
41
Ningrum Natasya Sirait, Mencermati Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Dalam Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha
, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Yayasan Perigembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 60
. Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kebijakan atau
Universitas Sumatera Utara
30
peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, atau aturan yang dibuat tidak mengindahkan peraturan atau tidak mencabut
peraturan sebelumnya untuk aspek yang sama. Terkadang juga peraturan dibuat berlaku surut, proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten
dan tidak transparan. Semua hal tersebut membuat pengusaha atau investor merasa berada di persimpangan jalan, menimbulkan perasaan tidak adanya
kepastian hukum dan ketidakpastian usaha
42
Secara umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada perkataan kepastian dan mengenai kepastian certainty itu sendiri berarti absence
of doubt; accuracy; precision; definite . Kepastian hukum mengarah pada
deskripsi tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat, dan pasti. Menurut Gustav Radbruch, kepastian hukum merupakan salah satu elemen yang disebut cita
hukum atau the idea of law di samping elemen keadilan justice dan kepatutan expediency. Kepastian hukum mempersyaratkan hukum menjadi hukum positif
to be positive. Kepastian hukum sangat dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga
ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja .
43
Dikemukakan oieh O. Notohamidjojo, bahwa tujuan hukum ada tiga yang perlu saling harmonis yakni keadilan, daya guna dan kepastian hukum
.
44
42
Ridwan, Khairandy, Peranan Perusahan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di Indonesia
, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 5, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 51.
43
Sentosa, Sembiring, Hukum Investasi, Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang- undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Bandung:Nuansa Aulia, 2007, hlm. 32-33.
44
O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum Jakarta:BPK, 2001, hlm. 44.
. Dalam literatur ilmu hukum sendiri, terdapat berbagai teori tujuan hukum, antara
Universitas Sumatera Utara
31
lain Teori Etis yang menekankan kepada keadilan. Teori Utilitas, yang menekankan kepada faedah atau guna. Teori ini menekankan kepada kepastian
hukum. Teori Pengayoman, yang menekankan kepada perlindungan kepada manusia dalam arti pasif dan aktif. John Rawls, dalam A Theory of Justice,
keadilan merupakan suatu nilai yang mewujudkan keseimbangan antara bagian- bagian dalam kesatuan, antara tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama
45
2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya
. Merujuk uraian di atas, keberadaan hukum terutama kepastian hukum
bagi investor merupakan pegangan dalam menjalankan dan menanamkan modalnya di Indonesia sangat penting. Apabila kepastian hukum dikaitkan dengan
keadilan, maka kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Hal ini dikarenakan tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan sebaliknya
tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Dalam hal terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan yang
harus diutamakan. Keadilan pada umumnya lahir dan hati nurani pemberi keadilan; sedangkan kepastian hukum lahir dan sesuatu yang konkret. Kepastian
hukum dalam hukum investasi positif yang dilaksanakan berdasarkan UUPM berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal yang menempatkan
pemerintah agar: 1. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan
penanaman modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
45
N. A Martana, Azas Kepastian Hukum Dalarn Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Majalah Ilmu Hukum Kertha Wicaksana, Vol. 15, No. 1, Fakultas Hukum Universitas
Warmadewa, Denpasar, 2009, hlm. 70-71.
Universitas Sumatera Utara
32
kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dan
3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
46
Berdasarkan penjelasan di atas, tampak kepastian hukum mengandung persamaan dengan supremasi hukum. Isu supremasi hukum yang berkembang
bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya bertujuan: pertama, mewujudkan keadilan teorietis. Dalil-dalil Aristoteles menunjukkan, keadilan
tercapai karena setiap orang diberikan bagian sesuai jasanya dan diberikan bagian yang sama tanpa memperhatikan jasanya; kedua, dalam rangka memberikan
manfaat teori utilitas. Dalam hal ini hukum bertujuan mewujudkan kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Kebahagiaan ini terwujud apabila setiap orang
memperoleh kesempatan sama dibarengi penciptaan ketertiban. Syarat terakhir ini melahirkan kebutuhan mengenai kepastian hukum
. Dalam UUPM, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat 1
huruf a, dalam penjelasannya: asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan
dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
47
D. Syarat-Syarat Dalam Penanaman Modal