Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anoraga, Pandji. Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995.

Dyah, Rokmatussah, Anna & Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Ginting, Budiman. Hukum Investasi: Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. Medan : Pustaka Bangsa Press, 2007.

Harjono K, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal, Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2008.

HS, Salim & Sutrisno, Budi. Hukum Investasi Di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers, 2008.

HS, Salim. Hukum divestasi di Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2010. Ikhsan, Edy & Mahmul Siregar. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai

Bahan Ajar. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009. Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta : Kencana

Media Group, 2007.

Juwana, Hikmahanto. Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian dan Investasi. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007.

Rahmawati, Rosyidah N. Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global. Malang : Penerbit Bayumedia, 2004.

Rajagukguk, Erman. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007.

Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi, Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Bandung : Nuansa Aulia, 2007.


(2)

115

Sihombing, Jonker.Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, Bandung : PT. Alumni, 2008.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.

Supanca, Ida Bagus Rahmadi. Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2006.

Syahyu, Yulianto. Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5, Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003.

Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

B. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Ijin Prinsip Penanaman Modal


(3)

C. Makalah

Khairunnisa Fathin, “Neraca Pembayaran dan Tingkat Ketergantungan Pada Modal Asing” 2015).

D. Website

Sumbarprov, "Tujuan Penanaman Modal",

(diakses pada tanggal 17 Oktober 2015.


(4)

BAB III

PENGADAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN

EKONOMI KHUSUS

A. Pengertian Dan Sejarah Lahirnya Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan Ekonomi Khusus adala tercakup dalam perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan

54

Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu yang tercakup dalam wilayah Hukum RI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.55 Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalm wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.56

KEK adalah kawasan industri khusus. KEK sebagai kawasan industri, tidak berbeda dengan kawasan industri yang telah ada, yaitu berisi sekumpulan perusahaan yang relatif sejenis. Sehingga dalam konteks ini, KEK tidak berbeda

54

https://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Ekonomi_Khusus

55

Ayu Prima Yesuari, Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus,(Jakarta:ERLANGGA,2014), hlm.73

56

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 1 Angka 1.


(5)

dengan kawasan industri tradisional, kawasan berikat, kawasan ekonomi terpadu, kawasan industri estate, Free Economic Zones, Free Trade Zones, Enterprise Free Zones, Enterprise Trade Zones, Export Processing Zones, Free Ports,

Foreign Trade Zones, New Export Distribution Centers; danRegional Foreign

Trade Zones.57

Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, perijinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan.Maksud pengembangan KEK adalah untuk member peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.58

1. Sejarah Kawasan Ekonomi Khusus di Luar Negeri

Lahirnya KEK didahului oleh lahirnya kawasan-kawasan industri yang memang telah ada sejak pertengahan abad ke-19. Konsep KEK mulai terkenal di China pada era tahun 1980-an. Namun didalam negeri, konsep KEK baru diperkenalkan sejak dikeluarkannya UU No Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), walaupun sebenarnya telah disinggung di UU RI No 25 RI No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, namun belum spesifik.

Sejarah KEK tidak terlepas dari munculnya kawasan-kawasan industri yang telah ada di abad ke-19. Pada tahun 1876 kawasan industry dikembangkan di Inggris, yaitu Trafford park estate dengan luas sekitar 500 ha yang merupakan kawasan industry terluas sampai tahun 1950-an. Selanjutnya pada awal abad 20,

57

Joubert M Maramis, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Perekonomian Daerah,

(Manado : ERLANGGA,2013), hlm. 1.

58


(6)

58

di Amerika Serikat, dikembangkan kawasan industry di kota Chicago antar lain central manufacturing district yang dibangun pada tahun 1909 seluas 215 ha dan the pershing road district yang dibangun pada tahun 1910 dengan luas 40 ha.59

Istilah KEK atau special economic zone (SEZ) sebagai suatu industrial park diperkenalkan di Puerto Rico di tahun 1947. KEK saat itu dibangun dengan tujuan menangkap peluang investasi dari daratan Amerika Serikat (Kumar, 2008). Konsep ini kemudian diadopsi oleh Irlandia dan Taiwan pada tahun 1960-an. Namun negeri Cina-lah yang membuat KEK menjadi terkenal di seluruh dunia, yang berawal di kota Shenzhen. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan KEK sebagai suatu kawasan. Hal ini sangat masuk akal karena

Selanjutnya pada tahun 1960-an di Amerika serikat telah berkembang kawasan industry yang dikenal dengan nama science park atau technology park yaitu kawasan industry untuk tujuan penelitian dan pengembangan. Pada tahun 1970-an, dikembangkan konsep business park dimana dalam suatu kawasan terdapat berbagai kegiatan seperti perkantoran dan industry yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan rekreasi. Kemudian pada tahun 1980-an kawasan perumahan juga dimasukkan dalam kawasan business park.(Mulyadi dan Monstiska, majalah kawasan (2011: 1-2). Namun penggunaan istilah KEK (SEZ, special economic zone) baru lahir dipertengahan abad ke 20.

59


(7)

KEK, bukanlah konsep baru. KEK berkembang dari kawasan industri yang telah ada jauh sebelum konsep KEK dikenal.60

Perkembangan KEK di luar negeri di akhir abad ke 20 dan awal abad ke-21,mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dari sisi jumlah. Menurut Kumar (2008), KEK mengalami booming pada tahun 1995 yaitu terdapat 500 buah KEK di 73 negara, namun pada tahun 2002 bertambah menjadi sekitar 3.000 buah di 120 negara, yang menghasilkan US$ 600 billion eksport dan menyerap 50 juta pekerja. Yang diakhir tahun 1990-an hanya ada 80 buah KEK di 30 negara, yang menghasilkan US$ 6 billion (milyar) eksport dan mempekerjakan sekitar 1 juta Hal ini dibuktikan dengan banyaknya negara yang awalnya memiliki kawasan industri kemudian merubahnya menjadi KEK. Menurut Knowledge

Innovation Zone Research Report tahun 2006, konsep Special economic

zones (SEZ), memiliki banyak sinonim (alternatif konsep) antara lain : Free Economic Zones, Free Trade Zones, Enterprise Free Zones, Enterprise Trade Zones, Export Processing Zones, Free Ports, Foreign Trade Zones, New Export

Distribution Centers dan Regional Foreign Trade Zones. Sebagai contoh ; di

India, awalnya kawasan industri yang ada disebut Export Processing Zones

(EPZ) atau zona pemrosesan export, yang telah ada sejak tahun 1965. Namun

kemudian ada delapan EPZ dikonversi menjadi KEK, ditahun 2000. (Kumar, 2008).

60


(8)

60

tenaga kerja. Ini menunjukkan bahwa KEK telah berkembang dalam lingkup negara dan bahkan dalam lingkup global, saat ini.61

2. Sejarah Kawasan Ekonomi Khusus di Dalam Negeri

Salah satu hal yang memicu perkembangan KEK yang fantastis belakangan ini adalah adanya globalisasi ekonomi. Yang diiringi dengan masuknya FDI (foreign direct investment), khususnya dari negara maju ke negara negara industri baru seperti Taiwan dan China, diawal tahun 1990-an.

Sama seperti kondisi di luar negeri, KEK di dalam negeri, didasari pada perkembangan kawasan industri yang telah ada di era tahun 1970-an. Namun secara formal, baru lahir sejak dikeluarkannya UU No Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bandingkan dengan India diera akhir tahun 2000, dan china di tahun 1980-an. Dan bahkan sampai saat ini (September 2011) belum ada kawasan yang ditetapkan menjadi KEK.

Namun jika melihat kebelakang, kawasan industri di Indonesia telah ada sejak tahun 1970-an. Hal ini didahului oleh lahirnya PT Jakarta Industrial Estate pulogadung (PT.JIEP) dengan luas kawasan 570 ha di DKI Jakarta pada Tahun 1973, yang merupakan upaya dari pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan industry yang jumlahnya semakin meningkat saat itu ( Mulyadi dan Monstiska, 2011:2).

Lahirnya istilah KEK di Indonesia seiring dengan lahirnya UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah menyebutkan Kawasan EKonomi Khusus (KEK) pada Bab XIV dalam pasal 31. KEK sebenarnya, telah digulirkan

61


(9)

jauh sebelum adanya UU no 25 tahun 2007. Hal ini dapat dilihat pada tanggal 25 juni 2006, Presiden SUsilo Bambang Yudoyono, melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan Special economic zone (SEZ) bersama perdana menteri Singapura Lee Hsien Loong di Turi Beach Resort. Jadi sebelum pengaturan KEK tersebut, sebenarnya cikal bakal terbentuknya KEK sudah dilakukan oleh pemerintah RI dengan pemerintah Singapura. Jadi UU 25/2007 hanya merupakan salah satu justifikasi atau legalitasnya.62

B. Fungsi, Bentuk dan Kriteria Kawasan Ekonomi Khusus

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geo strategidanberfungsi untuk menampung kegiatan industry, eksport, import dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

1. Fungsi Kawasan Ekonomi Khusus

KEK dengan fungsi perekonomian, mengandung makna bahwa pembentukan KEK haruslah mempertimbangkan keunggulan pada aspek sumber-sumber daya ekonomi dan lokasi yang strategis dalam konteks perekonomian nasional dan global. Artinya keberadaan KEK haruslah menjadi basis perdagangan Internasional bagi daerah yang akan dibentuk KEK. Dengan harapan KEK dapat memicu terjadinya percepatan ekonomi diwilayah /daerah dimana KEK berada secara khusus dan memicu terjadinya percepatan ekonomi secara nasional. Untuk itu pada UU 39/2009, pasal 2, dikatakan bahwa KEK

62


(10)

62

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.63 2. Bentuk Kawasan Ekonomi Khusus

Pembentukan KEK, didasari pada konsep cluster, atau zoning. Zona adalah area di dalam KEK dengan batas tertentu yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Oleh karena bersifat zoning maka dibutuhkan peraturan untuk mengaturnya. Menurut penjelasan UU 39/2009, Yang dimaksudkan dengan “peraturan zonasi” adalah ketentuan yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap Zona peruntukkan yang penetapan Zonanya dilakukan dengan rencana rinci tata ruang. Menurut UU 39/2009, pasal 3, bahwa aspek zoning dalam KEK dapat diklasifikasikan menjadi 7 (tujuh) zona, yaitu:

63


(11)

a. pengolahan ekspor; b. logistik;

c. industri;

d. pengembangan teknologi; e. pariwisata;

f. energi; dan/atau g. ekonomi lain.

“Zona pengolahan ekspor” adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industry yang produksinya ditujukan untuk ekspor. “Zona logistik” adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri. “Zona industri” adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri. “Zona pengembangan teknologi” adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi. “Zona pariwisata” adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, perjalanan insentif dan pameran, serta kegiatan yang terkait. “Zona energi” adalah area yang diperuntukkan antara lain untuk kegiatan pengembangan energi alternatif, energi


(12)

64

terbarukan, teknologi hemat energi, dan pengolahan energi primer. Dan “Zona ekonomi lain” antara lain dapat berupa Zona industri kreatif dan Zona olahraga.

Dan KEK dapat terdiri atas satu atau beberapa Zona, didalam kawasan KEK, harus ada fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Dan di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK.64

3. Kriteria Kawasan Ekonomi Khusus

Menurut UU 39/2009, pasal 4, KEK harus memenuhi kriteria :

a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

b. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK; c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional

atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan

d. mempunyai batas yang jelas.

Untuk point C, Yang dimaksud dengan “jalur pelayaran internasional” adalah:

(1) Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI);

(2) jaringan pelayaran yang menghubungkan antarpelabuhan internasional hub di Indonesia dan pelabuhan internasional di Indonesia; dan

64


(13)

(3) jaringan pelayaran yang menghubungkan antara pelabuhan internasional hub dan pelabuhan internasional dengan pelabuhan internasional di negara lain.65

Untuk point D, Yang dimaksud dengan “mempunyai batas yang jelas” adalah batas alam (sungai atau laut) atau batas buatan (pagar atau tembok). Juga menurut PP 2/2011, pasal 11, pada batas KEK harus ditetapkan pintu keluar dan masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban kepabeanan. Menurut PP 2/2011, pasal 6, lokasi KEK yang diusulkan, bisa berupa lokasi KEK yang baru atau lokasi perluasan KEK yang telah ada.Hidayat (2011), menyatakan bahwa masalah lokasi kawasan industri dinilai penting untuk dibahas (Harrington dan Wart, 2002), dikarenakan dua hal penting yaitu :

(1) Warga yang bekerja di dalam kawasan industri tersebut akan membina keluarganya, mendidik anaknya, membeli rumah, bertempat tinggal, dan menetapkan hidupnya secara jangka panjang, kesemuanya itu berhubungan erat dengan keberlangsungan kawasan industrinya. Kalau sesuatu terjadi dengan kegiatan industri yang berada di dalam kawasan (misalnya ditutup) atau malah kawasannya kemudian ditinggalkan oleh para penggunanya karena alas an alas an lokasional, maka warga tersebut akan kehilangan pekerjaan. Betul mereka bisa pindah ke tempat lain, tetapi asset yang ditinggalkan (rumah,pekarangan dan asset

65


(14)

66

kawasan seperti klinik, sekolah, taman dll) tidak mudah untuk dipindahkan.

(2) Kegiatan industri, yang lebih banyak berada di dalam kawasan-kawasan, akan menghasilkan kesempatan kerja bagi penduduk, memberikan pemasukan bagi Negara berupa pajak, tetapi dari sisi lain, dapat memberikan ancaman seperti pencemaran lingkungan.66

C. Proses Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus 1. Pengusulan

Proses pengusulan dalam pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus pada suatu wilayah terbagi atas :

a. Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) menyampaikan usulan kepada Gubernur untuk pembentukan KEK di wilayahnya. Gubernur mengoordinasikan rencana pembentukan KEK dengan Bupati/Walikota yang sebagian wilayahnya diusulkan untuk ditetapkan sebagai KEK.

b. Masing-masing Bupati/Walikota yang wilayahnya diusulkan untuk ditetapkan sebagai KEK, menyampaikan tanggapan dan/atau persetujuannya kepada Gubernur. Dalam persetujuan tersebut juga disertai rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

66


(15)

c. Berdasarkan koordinasi dengan Bupati/Walikota, Gubernur menyampaikan tanggapan dan/atau persetujuan pembentukan KEK di di wilayahnya yang disertai juga rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. d. Menteri/Kepala LPNK berdasarkan tanggapan dan/atau persetujuan dari

Gubernur menyampaikan usulan pembentukan KEK kepada Ketua Dewan Nasional melalui Sekretaris Dewan Nasional.

e. Sekretaris Dewan Nasional melakukan verifikasi dan evaluasi dokumen pengusulan sesuai persyaratan yang ditentukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

f. Dalam hal dokumen usulan tidak lengkap, maka Sekretaris Dewan Nasional menyampaikan kepada Menteri/Kepala LPNK untuk pengembalian dokumen usulan untuk dilengkapi.

g. Dalam hal dokumen pengusulan pembentukan KEK dari Menteri/Kepala LPNK telah melengkapi persyaratan, Sekretaris Dewan Nasional menyampaikan kepada Tim Pelaksana untuk dilakukan pengkajian./

h. Tim Pelaksana dibantu oleh Sekretaris Dewan Nasional melakukan pengkajian usulan pembentukan KEK paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja. Pengkajian dilakukan, terhadap:

(a) pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan


(16)

68

i. Tim Pelaksana dapat membentuk kelompok kerja untuk mendalami usulan pembentukan KEK oleh Gubernur.

j. Tim Pelaksana menyusun rekomendasi berdasarkan hasil kajian yang dilaksanakan untuk disampaikan kepada Ketua dan Anggota Dewan Nasional.

k. Rekomendasi Tim Pelaksana disampaikan kepada Ketua dan Anggota Dewan Nasional

l. Sekretaris Dewan Nasional mengagendakan sidang Dewan Nasional untuk membahas rekomendasi dan hasil kajian Tim Pelaksana terhadap usulan pembentukan KEK yang disampaikan oleh Gubernur.

m. Dewan Nasional melakukan sidang untuk membahas rekomendasi dan hasil kajian pembentukan KEK yang dilakukan oleh Tim Pelaksana dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak rekomendasi diterima dari Tim Pelaksana.

n. Pelaksanaan Sidang Dewan Nasional mengacu kepada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Nomor : PER-06/M.EKON/08/2010 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus

o. Dalam Sidang Dewan Nasional diputuskan dan ditetapkan untuk menerima usulan pembentukan KEK atau menolak usulan pembentukan KEK.


(17)

p. Dalam hal Dewan Nasional menyetujui usulan pembentukan KEK, Ketua Dewan Nasional menyampaikan surat rekomendasi penetapan KEK kepada Presiden yang disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK mengacu kepada peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan (antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).

q. Dalam hal Dewan Nasional menolak pembentukan KEK, penolakan tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Nasional kepada Menteri/Kepala LPNK pengusul yang disertai dengan alasan penolakan. r. Presiden berdasarkan rekomendasi dari Dewan Nasional menetapkan

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK menjadi Peraturan Pemerintah.

s. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang menetapkan KEK, Ketua Dewan Nasional menyampaikan kepada Menteri/Kepala LPNK untuk melakukan proses pelaksanaan pembangunan KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkoordinasi dengan Gubernur. Dalam proses pembangunan tersebut, Gubernur menyiapkan usulan pembentukan Dewan Kawasan yang disampaikan kepada Ketua Dewan Nasional.

Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh: a. Badan Usaha;


(18)

70

Untuk Badan Usaha, usulan disampaikan melalui provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah kabupaten/kota.

b. Pemerintah kabupaten/kota; atau

Untuk kabupaten/kota, usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi.

c. Pemerintah provinsi.

Untuk pemeritah provinsi usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota.

d. Kementerian / Lembaga Pemerintah Non Kementerian67

2. Penetapan

Proses penetapan terbagi atas :

a. Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam jangka waktu paling lama 45 hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan lengkap.

b. Dewan Nasional melakukan evaluasi kebenaran prosedur pengusulan dan kelengkapan dokumen yang disampaikan.

c. Dalam hal usulan pembentukan KEK memenuhi prosedur dan lengkap dokumen yang disampaikan, Dewan Nasional melakukan Kajian.

d. Berdasarkan hasil kajian, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK. Keputusan menyetujui dan menolak dilakukan dalam Sidang Dewan Nasional.

67


(19)

e. Dalam hal Dewan Nasional menyetujui pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. KEK yang telah ditetapkan harus siap beroperasi paling lambat 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan.

f. Dalam hal Dewan Nasional menolak usulan pembentukan KEK, penolakan disampaikan secara tertulis kepada pengusul disertai alasan.68

3. Pembangunan dan Pengoperasian

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 merumuskan :

(1)Berdasarkan penetapan pada kawasan ekonomi khusus, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota menetapkan badan usaha untuk membangun KEK sesuai dengan ketentuan peraturan-perundang-undangan.

(2)Penetapan tersebut dilaksanakan oleh:

a. Pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas kabupaten/kota;dan

b. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada pada satu kabupaten/kota.

Dalam hal urusan berasal dari Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU KEK, pemerintah provinsi atau atau pemerintah

68


(20)

72

kabupaten/kota menunjuk langsung Badan Usaha pengusul untuk membangun KEK.

KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun , Dewan Nasional melakukan evaluasi setiap tahun. Hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pengusul untuk ditindaklanjuti.69

a. Pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten/kota; atau

Pengaturan mengenai pembangunn dan pengoperasian KEK juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, yang menyatakan bahwa berdasarkan penetapan KEK, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian menetapkan Badan Usaha untuk melakukan pembangunan KEK. Penetapan badan usaha tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip terbuka dan transparan.

Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha, Badan Usaha pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha untuk membangun KEK oleh :

b. Pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada dalam suatu wilayah kabupaten/kota

Badan Usaha yang melaksanakan pembangunan KEK harus menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non

69

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 11,12,13.


(21)

kementerian setiap 12 (dua belas) bulan. Badan Usaha harus menyampaikan laporan status kesiapan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian untuk dinyatakan siap operasi oleh Dewan Nasional pada jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan.70

2. Kelembagaan

Dalam menyelenggarakan pengembangan KEK, dibentuk Dewan Nasional dan Dewan Kawasan. Dewan Nasional terdiri atas menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian. Dewan Kawasan terdiri atas wakil Pemerintah dan wakil pemerintah daerah.71

3. Pembiayaan

Pembiayaan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK dapat berasal dari :

a. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; b. Swasta;

c. Kerjasama antara Pemerintah, pemerintah daerah pemerintah daerah, dan swasta; atau

d. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Dewan Nasional dapat menetapkan kebijakan tersendiri dalan kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK. Pengelolaan aset hasil kerja sama

70

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Pasal 36 Angka 1-2.

71


(22)

74

Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta dapat dilakukan sesuai dengan analisis kelayakan ekonomi dan financial.72

D. Badan Usaha Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus

Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. Menurut UU 39/2009, pasal 26, bahwa Penyelenggaraan kegiatan usaha di KEK dilaksanakan oleh Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pengelola KEK. Dan Badan Usaha tersebutdapat berupa :

a. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; b. Badan Usaha koperasi;

c. Badan Usaha swasta; atau

d. Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, dan/atau pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

Menurut PP 2/2011, pasal 47-49, badan usaha pengelola KEK harus ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK sebelum dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional.

Apabila KEK adalah hasil dari usulan badan usaha, maka badan usaha pengusul ditetapkan sebagai badan usaha pengelola KEK oleh pemerintah provinsi (jika lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten /kota) atau oleh

72


(23)

pemerintah kabupaten / kota (jika lokasi KEK berada dalam satu wilayah kabupaten / kota).

Apabila KEK adalah hasil dari usulan pemerintah kabupaten /kota, maka badan usaha pengelola KEK dilakukan oleh pemerintah kabupaten / kota yang sesuai dengan :

(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBD kabupaten / kota, (2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai

dari kerjasama antara pemerintah kabupaten / kota dengan badan usaha. Apabila KEK adalah hasil dari usulan pemerintah provinsi, maka badan usaha pengelola KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi yang sesuai dengan :

(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBD provinsi,

(2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama antara pemerintah provinsi dengan badan usaha.

Apabila KEK adalah hasil dari usulan kementerian / lembaga pemerintahan non kementerian, maka badan usaha pengelola KEK dilakukan oleh kementerian / lembaga pemerintahan non kementerian yang sesuai dengan :

(1) ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah, jika pembangunan KEK dibiayai dari APBN,

(2) atau, perjanjian pembangunan KEK jika pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama antara kementerian / lembaga pemerintahan non kementerian dengan badan usaha.


(24)

76

Badan usaha yang ditetapkan sebagai pengelola KEK akan melaksanakan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK yang ditandatangani bersama antara badan usaha dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten / kota, atau kementerian / lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan kewenangannya. Perjanjian ini paling sedikit memuat :

a. Lingkup pekerjaan b. Jangka waktu

c. Standart kinerja pelayanan d. Sanksi

e. Pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa

f. Pemutusan perjanjian oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten / kota, atau kementerian / lembaga pemerintah non kementeria

g. Pengakhiran perjanjian

h. Pertanggungjawaban terhadap barang milik Negara /daerah

i. Serah terima asset atau infrastruktur oleh badan usaha pengelola kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten / kota, atau kementerian / lembaga pemerintah non kementerian setelah kerjasama pengelolaan berakhir.

j. Kesanggupan penyediaan ruang kantor untuk kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai.73

73


(25)

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang pemodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha – badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang terdapat 3 macam yaitiu Perjan, Perum, Persero. Perjan adalah bentuk badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Perum adalah perjan yang sudah diubah. Persero adalah salah satu Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Tujuan didirikan Persero adalah mencari keuntungan dan memberikan pelayanan kepada umum.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam peraturan pemerintah No.25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.74

b. Badan Usaha Koperasi

Badan usaha koperasi adalah adanya kemauan orangperorang untuk menghimpun diri secara sukarela dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Yang membedakan dari badan usaha lain adalah hak dan kewajiban anggota tidak bergantung pada besarnya modal yang disektorkan kekoperasi. Adapun yang menjadi cirri-ciri Badan Usaha Koperasi antara lain :

74


(26)

78

(1) Bekerja sama dengan sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi

(2) Memperhatikan hak dan kewajiban tiap anggota yang bergabung didalamnya

(3) Mengutamakan gotong royong agar bisa mencapai tujuan.75 c. Badan Usaha Swasta

Badan Usaha Milik Swasta atau BUMS adalah badan usaha yang didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.

BUMS adalah badan usaha yang seluruh modalnya berasal dari pihak swasta yang dimiliki seseorang atau beberapa orang. BUMS bertujuan untuk mencari keuntungan seoptimal mungkin, untuk mengembangkan usaha dan modalnya serta membuka lapangan pekerjaan. Selain berperan dalam menyediakan barang, jasa, badan usaha swasta juga membantu pemerintah dalam usaha mengurangi pengangguran serta memberi kontribusi dalam pemasukkan dana berupa pajak.

Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan alinea ketiga penjelasan pasal 33 UUD 1945, dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perusahaan yang tidak

75

https://chiewie12.wordpress.com/2010/12/03/pengertian-badan-usaha-koperasi-ciri-ciri-koperasi-dan-badan-usaha-koperasi-ciri-ciri-koperasi/


(27)

menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan seseorang yang kemudian di kenal dengan swasta.76

76


(28)

BAB IV

PENGATURAN PEMBERIAN FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

A. Tujuan Pemberian Fasilitas Dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus

Pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus didasarkan pada kebijakan pemerintah dalam menarik minat investor (penanam modal) untuk mau menanamkan modal di setiap kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam Pasal 18 Angka 1 dan Angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dirumuskan bahwa Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal. Fasilitas penanaman modal tersebut dapat dipberikan kepada penanaman modal yang :

1. Melakukan perluasan usaha; atau 2. Melakukan penanaman modal baru.

Penanaman modal yang mendapat fasilitas tersebut adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini :

1. Menyerap banyak tenaga kerja; 2. Termasuk skala prioritas tinggi; 3. Termasuk pembangunan infrastruktur; 4. Melakukan alih teknologi;


(29)

6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;

8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; 9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi;

10. Industry yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.77

Untuk meningkatkan penanaman modal pada Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu serta untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, perlu memberikan fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK. Pada dasarnya investor, baik investor domestic maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestic maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan.78

Menurut PP 2/2011, pasal 9, menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten / kota, paling sedikit memberikan dukungan dalam bentuk :

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia salah satunya berupa fasilitas dan kemudahan Lalu Lintas Barang.

77

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 18. 78

Salim H dan Sutrisno Budi, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2014), hlm. 269.


(30)

82

1. Komitmen rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan restribusi daerah serta kemudahan lainnya.

2. Pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas dan kemudahan Fasilitas atau insentif yang diberikan bagi perusahaan dalam wilayah KEK adalah :

1. fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) dan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan karakteristik Zona 79

2. Fasilitas perpajakan dalam waktu tertentu kepada penanam modal berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan80

3. Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa: a. penangguhan bea masuk;

b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong produksi;

c. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang kena pajak; dan

d. tidak dipungut PPh impor.81

e. Penyerahan barang kena pajak dari tempat lain di dalam daerah pabean ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyerahan barang kena pajak dari KEK ke tempat lain di dalam daerah pabean sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang mendapatkan fasilitas PPN dikenakan

79

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.,Pasal 30.

80

Ibid.,Pasal 31.

81


(31)

PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.82

f. Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain insentif pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah daerah dapat memberikan kemudahan lain.83

4. Di KEK diberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.84

5. Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberikan fasilitas keamanan.85

Fasilitas dan kemudahan untuk KEK ini terdiri dari 9 poin utama, yakni: 1. Diskon Pajak Penghasilan (PPh)

Tax Holiday untuk investasi di bidang kegiatan utama barupa pengurangan PPh sebesar 20-100% selama10-25 tahun dengan nilai investasi lebih dari Rp1 triliun, atau pengurangan PPh sebesar 20-100% selama 5-15 tahun dengan nilai investasi lebih dari Rp500 miliar. Tax Allowance untuk investasi di luar bidang kegiatan utama berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30% selama 6 tahun, percepatan penyusutan, PPh atas deviden sebesar 10%, dan kompensasi kerugian 5-10 tahun.

82

Ibid.,Pasal 31.

83

Ibid,Pasal 35. 84

Ibid,Pasal 36. 85


(32)

84

2. PPN dan PPnBM tidak dipungut untuk kegiatan impor, pemasukan dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) ke KEK, pengeluaran dari KEK ke TLDDP, transaksi antar pelaku di KEK, dan transaksi dengan pelaku di KEK lain.

3. Tarif bea masuk memakai ketentuan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk aktivitas dari KEK ke pasar domestik.

4. Orang asing/badan usaha asing dapat memiliki hunian/properti di KEK berupa rumah tapak atau satuan rumah susun. Syaratnya, WNA pemilik hunian/properti diberikan izin tinggal dengan Badan Usaha Pengelola KEK sebagai penjamin. Selain itu dapat diberikan pembebasan PPnBM dan PPn atas barang sangat mewah (luxury).

5. Untuk kegiatan utama pariwisata dapat diberikan pengurangan Pajak Pembangunan I sebesar 50%-100% atau pengurangan pajak hiburan sebesar 50%-100%.

6. Di KEK dibentuk Dewan Pengupahan dan LKS Tripartit Khusus, yang diwakili oleh satu Forum SP/SB dari setiap perusahaan, pengesahan dan perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di KEK, serta perpanjangan Ijin Menggunakan Tenaga kerja Asing (IMTA) di KEK. 7. Fasilitas Visa Kunjungan Saat Kedatangan selama 30 hari dan dapat

diperpanjang 5 (lima) kali masing-masing 30 hari, multiple visa berlaku 1 tahun, izin tinggal bagi orang asing yang memiliki properti di KEK, izin tinggal bagi orang asing lanjut usia yang tinggal di KEK pariwisata.


(33)

8. Untuk KEK yang diusulkan Badan Usaha Swasta diberikan HGB dan perpanjangannya diberikan langsung bersamaan dengan proses pemberian haknya. Administrator KEK dapat memberikan pelayanan pertanahan.

9. Administrator berwenang menerbitkan izin prinsip dan izin usaha melalui pelayanan terpadu satu pintu di KEK. Percepatan penerbitan izin selambat-lambatnya 3 jam (dalam hal persyaratan terpenuhi). Penerapan perizinan dan nonperizinan daftar pemenuhan persyaratan (check list). Proses dan penyelesaian perizinan dan non perizinan keimigrasian, ketenagakerjaan, dan pertanahan di Administrator KEK.86

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha serta Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, meliputi :

1. Perpajakan, kepabeanan, dan cukai; 2. Lalu lintas barang;

3. Ketenagakerjaan; 4. Keimigrasian; 5. Pertanahan;

6. Perizinan dan nonperizinan.

Tujuan pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus adalah untuk memberikan kepastian dan daya tarik bagi penanam modal sehingga

86

http://finansial.bisnis.com/read/20151105/9/489377/paket-kebijakan-vi-ini-9-insentif-untuk-kawasan-ekonomi-khusus


(34)

86

juga menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghasilan bagi para pekerja di wilayah masing-masing.87

B. Prosedur Pemberian Fasilitas Dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan Ekonomi Khusus juga bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang baik di KEK. Pasalnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi dalam pengurusan izin satu atap. Langkah tersebut diharapkan dapat menyederhanakan investasi dan meningkatkan ease of doing business di berbagai daerah.

Kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor haruslah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal mendapatkan fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, Badan Usaha dan Pelaku usaha yang berwenang untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan tersebut harus lah memenuhi ketentuan tentang pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus yakni Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus.

Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan, fasilitas perpajakan, kepabeanan dan cukai berupa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai atau pajak penjualan atas barang mewah dan kepabeanan atau cukai. Namun, terdapat

87

http://finansial.bisnis.com/read/20151105/9/489377/paket-kebijakan-vi-ini-9-insentif-untuk-kawasan-ekonomi-khusus


(35)

syarat-syarat yang wajib dipenuhi pelaku atau badan usaha dalam memperoleh kemudahan tersebut.88

Sedangkan wajib pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru sebesar Rp500 miliar sampai Rp1 triliun dan bidang usahanya merupakan rantai produksi kegiatan utama di KEK diberikan fasilitas pengurangan pajak

Pertama, pelaku atau badan usaha tersebut memiliki penetapan sebagai badan usaha untuk membangun atau mengelola KEK dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya.

Kedua, memiliki perjanjian pembangunan atau pengelolaan KEK antara badan usaha dengan pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya. Ketiga, membuat batas tertentu areal kegiatan KEK.

Selain itu, pelaku atau badan usaha tersebut wajib memenuhi syarat umum lain seperti merupakan wajib pajak badan dalam negeri. Serta, telah mendapatkan izin prinsip penanaman modal dari administrator KEK.

Dalam Pemraturan Pemerintah disebutkan, wajib pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru lebih dari Rp1 triliun dan bidang usahanya merupakan rantai produksi kegiatan utama di KEK diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu paling sedikit 10 tahun dan paling lama 25 tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

88

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 20015 tentang Fasilitas dan Kemudahan Kawasan Ekonomi Khusus.


(36)

88

penghasilan badan untuk jangka waktu paling sedikit lima tahun paling lama 15 tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

Untuk wajib pajak badan baru yang melakukan penanaman modal baru dengan rencana penanaman modal baru kurang dari Rp500 miliar dan bidang usaha beserta rantai produksinya merupakan kegiatan utama yang berlokasi di KEK yang ditentukan oleh Dewan Nasional KEK, dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan untuk jangka waktu paling kurang 5 tahun dan paling lama 15 tahun sejak produksi komersial dan telah merealisasikan nilai penanaman modal.

Peraturan Pemeritah ini juga disebutkan beberapa fasilitas terkait pemasukan barang impor oleh pelaku usaha di KEK yang berasal dari lokasi pelaku usaha lain dalam satu KEK, pelaku usaha pada KEK lainnya, tempat penimbunan berikat di luar KEK dan kawasan perdagangan bebas serta pelabuhan bebas.

Fasilitas tersebut berupa, penangguhan bea masuk, pembebasan cukai sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor.

Selain itu toko yang berada pada KEK pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian pajak pertambahan nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


(37)

Sedangkan terkait pembelian rumah tinggal atau hunian pada KEK yang kegiatan utama di KEK pariwisata diberikan kemudahan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah dan pembebasan pajak penghasilan atas penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah.

Bidang usaha lainnya di KEK ditetapkan sebagai jasa keuangan dapat diberikan fasilitas perpajakan, kepabeanan dan cukai. Melalui PP ini, pemerintah juga mendorong pemerintah daerah agar dapat menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah atau retribusi daerah kepada badan usaha atau pelaku usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Pengurangan pajak daerah atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud diberikan paling rendah 50 persen dan paling tinggi 100 persen yang ditetapkan dengan peraturan daerah. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian bunyi Pasal 87 Peraturan Pemerintah yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 28 Desember 2015 itu.89

a. Merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri;

Hal umum yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha dalam mendapatkan fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, seperti yang diatur dalam Pasal 5 Angka 3 yakni sebagai berikut :

b. Telah mendapatkan ijin Prinsip Penanaman modal dari Adminitrator Kawasan Ekonomi Khusus

89

http://setkab.go.id/pp-diteken-presiden-inilah-fasilitas-dan-kemudahan-perpajakan-di-kawasan-ekonomi-khusus/


(38)

90

Yang dimaksud dengan mendapatkan ijin (Perizinan) dalam penanaman modal seperti yang diatur dalam Pasal 1 Angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip dalam Penanaman Modal adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Peabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pedoman dan tata cara permohonan ijin prinsip bertujuan :

(1) Terwujudnya kesamaan dan keseragaman prosedur pengajuan dan persyaratan ijin prinsip pada PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, dan PTSP KEK, di seluruh Indonesia;

(2) Memberikan informasi kepastian waktu penyelesaian permohonan Ijin Prinsip;

(3) Tercapainya pelayanan yang cepat, sederhana, transparan dan terintegrasi.90

90

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Ijin Prinsip Penanaman Modal


(39)

C. Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus terdapat 6 (enam) fasilitas dan kemudahan. Salah satu dari ke 6 (enam) fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus tersebut yakni fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang. Larangan impor dan ekspor di KEK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam daerah pabean (“TLDDP”) dilakukan sesuai dengan ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya. Barang yang terkena ketentuan pembatasan impor dan ekspor dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan.

Pengeluaran barang untuk ekspor dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (“SKA”) yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA. Barang yang dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) dilengkapi dengan surat keterangan kandungan nilai lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA. Penggunaan SKA yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP). SKA tersebut dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang


(40)

92

secara parsial dari KEK ke tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) dengan menggunakan pemotongan kuota.91

Sebagaimana di atur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang larangan pembatasan impor ekpor di Indonesia, maka jenis jenis ketentuang barang yang harus dipenuhi dalam lalu lintas barang di Kawasan Ekonomi Khusus yakni :

Fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang merupakan salah satu fasilitas dan kemudahan yang diberikan bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus merumuskan bahwa Ketentuan larangan impor dan eksor di Kawasan Ekonomi Khusus berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor.

Dasar Hukum larangan pembatasan impor ekpor di Indonesia terdapat pada Pasal 53 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 161/PMK.04/2007 tentang Pengawasan Terhadap Impor dan Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan.

92

1. Ketentuan barang larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan bidang kesehatan

a. Obat dan Bahan Baku Obat Dasar hukum:

91

http://setkab.go.id/pp-diteken-presiden-inilah-fasilitas-dan-kemudahan-perpajakan-di-kawasan-ekonomi-khusus/

92


(41)

(1) Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.3.1950 jo HK.00.05.1.3459 tentang Pengawasan Obat Impor

(2) Peraturan Kepala BPOM Nomor: HK.00.05.1.3460 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat.

Ketentuan Impor:

(1) Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki Izin Edar atas Obat Impor dari BPOM

(2) Bahan Baku Obat hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi.

(3) Pemasukan Obat dan bahan baku obat Impor oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi harus mendapat persetujuan pemasukan obat impor dari Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan.

b. Pangan Dan Suplemen Makanan Dasar Hukum:

(1) PP. No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (2) Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.1455 tentang

Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan Ketentuan Impor:

setiap impor pangan olahan wajib mendapat persetujuan pemasukan dari Kepala BPOM. Ketentuan ini berlaku pula untuk pemasukan bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong, ingredien pangan, dan bahan lain terkait


(42)

94

pangan. Impor pangan segar tidak wajib mendapat persetujuan pemasukan dari Kepala BPOM, akan tetapi merupakan domain pengawasan karantina.

c. Kategori Pangan Dasar hukum

(1) Keputusan Kepala Badan

Ketentuan impor :

(1) Produk-produk susu dan analognya. (2) Lemak, minyak, dan emulsi minyak.

(3) Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet).

(4) Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian.

(5) Kembang gula / permen dan cokelat.

(6) Serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman).

(7) Produk bakeri.

(8) Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan.

(9) Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil.

(10) Telur dan produk-produk telur. (11) Pemanis, termasuk madu.


(43)

(13) Produk pangan untuk keperluan gizi khusus. (14) Minuman, tidak termasuk produk susu. (15) Makanan ringan siap santap.

(16) Pangan campuran (komposit)

d. Kosmetik Dan Bahan Baku Kosmetik Dasar Hukum:

(1) Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik

Pengertian:

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Bahan baku kosmetik adalah bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang digunakan untuk memproduksi kosmetik

Ketentuan Impor :

Setiap importasi Kosmetik dan/atau bahan baku kosmetik wajib mendapatkan persetujuan pemasukan dari Kepala Badan POM

e. Obat Tradisional & Bahan Baku Obat Tradisional Dasar hukum:


(44)

96

Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal terstandar dan Fitofarmaka.

Pengertian :

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman, termasuk jamu merupakan obat tradisional.

Ketentuan

Setiap importasi Obat Tradisional dan/atau bahan baku obat tradisional wajib mendapatkan persetujuan pemasukan berupa Surat Keterangan Impor (SKI) dari Kepala Badan POM.

2. Ketentuan barang larangan dan pembatsan untuk kepentingan perlindungan bidang karantina.

a. Karantina Ikan Pengertian

Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah lebih lanjut. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah diolah. Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan,


(45)

bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi penyebaran penyakit hama dan penyakit hewan karantina.

Perijinan

KH-5 adalah Persetujuan Bongkar/Approval of disembarkation; Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui dibongkar/diturunkan dari alat angkut untuk dilakukan tindakan karantina lebih lanjut.

KH-7 adalah Perintah Masuk Karantina Hewan/Order to Take Into The Animal Quarantine Installation Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain disetujui untuk dibongkar namun dengan ketentuan harus dimasukkan ke Instalasi Karantina Hewan yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

KH-12 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina/Certificate of Release Dibuat oleh Dokter Hewan Karantina berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan kesehatan/sanitasi yang menyatakan bahwa media pembawa berupa hewan/produk hewan/benda lain tersebut telah memenuhi kelengkapan dokumen karantina hewan yang dipersyaratkan dan dinyatakan sehat, sanitasi yang baik, dan bebas dari ektoparasit.

b. Karantina Tumbuhan

Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang


(46)

98

dapat membawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina adalah semua Organisme Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;

Dasar Hukum

(1) PP 14 Tahun 2002 Tentang Karantina Tumbuhan Perizinan

(1) KT-1 adalah Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan Luar Negeri (2) KT-19 adalah Surat Keterangan Masuk Karantina (Surat

Persetujuan Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Di Luar Tempat Pemasukan/Pengeluaran;

(3) KT-36 adalah Surat Izin Membongkar Muatan Alat Angkut c. Karantina Ikan

Perizinan

Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah ikan dan/atau Benda Lain yang dapat membawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina;

Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya;


(47)

Benda Lain adalah Media Pembawa selain ikan yang mempunyai potensi penyebaran Hama dan Penyakit Ikan Karantina;

Dasar Hukum :

PP 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan Perizinan

(1) Sertifikat Pelepasan Karantina Ikan (KI-D3)

(2) Surat Persetujuan Pengeluaran Media Pembawa dari Tempat Pemasukan (KI-D15)

3. Ketentuan barang larangan dan pembatasan untuk kepentingan perlindungan departemen perdagangan.

a. Bahan baku plastik

Untuk melindungi industri pengguna bahan baku plastik dalam negeri sekaligus memenuhi kebutuhan industri dalam negeri seperti industri barang dari plastik dan kemasan dari plastik, mainan anak-anak, dan pipa plastik.

Dasar Hukum

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tanggal 4 Juli 1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya.

Pokok-pokok pengaturan

(1) Impor dapat dilakukan oIeh Importir Produsen (IP) yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan;

(2) Importasi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari Departemen Perdagangan.


(48)

100

b. Garam

Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan iodium, anticaking atau free-flowing maupun tidak, yaitu :

(1) HS. 2501.00.10.00 :garam meja garam lainnya yang mengandung natrium klorida paling sedikit 94,7% dihitung dari basis kering;

(2) HS. 2501.00.41.00 :dalam kemasan dengan berat bersih kurang dari 45 kg;

(3) HS. 2501.00.49.00 :lain-lain (dalam kemasan dengan berat bersih lebih dari 45 kg);

(4) HS. 2501.00.50.00 :air (5) HS. 2501.00.90.00 :lain-lain Dasar Hukum

Per.Men. Perdagangan No. 0020/M-Dag/Per/9/2005 jo. Per.Men. Perdagangan No. 0044/M-DAG/PER/200

Pengakuan Sebagai Importir Produsen Garam Non Iodisasi atau Garam Iodisasi dari Departemen Perdagangan. Penunjukan sebagai Importir Terdaftar Garam Iodisasi atau garam Non Iodisasi dari DEPDAG disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap Importasi. Laporan Surveyor dari negara asal sebagai bukti telah dilakukan verifikasi di negara asal. Impor garam tambang pada periode 1 bulan sebelum, pada masa panen raya dan 2 bulan setelah masa panen raya garam


(49)

rakyat dilarang, penentuan masa panen oleh Menteri Perindustrian. Kewajiban verifikasi dikecualikan untuk importasi garam yang merupakan :

(1)Barang keperluan penelitian dan pengembangan teknologi; (2)Barang contoh;

(3)Barang pribadi penumpang atau awak sarana pengangkut atau pelintas batas;

(4)Barang promosi; dan atau barang kiriman melalui jasa kurir dengan menggunakan jasa pesawat udara.

(1) Prekusor

Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri dan apabila disimpangkan dapat digunakan dalam memproses pembuatan narkotika dan/atau psikotropika. Prekursor untuk keperluan farmasi hanya dapat diimpor untuk dipakai setelah mendapat ijin dari Departemen Kesehatan, sedangkan Prekursor untuk keperluan non farmasi hanya dapat diimpor untuk dipakai setelah mendapat ijin dari Departemen Perdagangan. Dasar Hukum, Kep.Men. Perindag No. 0647/MPP/Kep/10/2004 dan PerMen Kesehatan No 0168/Menkes/Per/II/2005

(2) Bahan perusak dan lapisan ozon

Bahan Perusak lapisan Ozon, selanjutnya disebut BPO, adalah senyawa kimia yang berpotensi dapat bereaksi dengan molekul ozon di lapisan stratosfir. BPO yang dilarang diimpor adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I dan


(50)

102

II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006, dengan pengecualian untuk Metil Bromida (No. HS 2903.39.00.00 dan No. CAS 74-83-9) yang hanya dapat diimpor untuk keperluan fumigasi dalam rangka perlakuan karantina dan pra pengapalan. BPO yang dapat diimpor setelah tanggal 31 Dessember 2007 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 24/M-DAG/PER/6/2006 (kelompok Hidro Cloro Fluoro Carbon /HCFC).

(3) Tekstil dan produk tekstil Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 15/M-DAG/PER/5/2008

Kewajiban menyerahkan pengakuan IP Tekstil hanya terhadap impor komoditi bahan baku tekstil sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Permendag 15/M-DAG/PER/5/2008, nomor urut 1 s.d. 12 (HS 5208 s.d.5211, 5212, 5311, 5407, 5408, 5512 s.d. 5514, 5515, 5516, 5602, 5801, 5802, 5804, 5810, 5811, 6001 dan 6002.

(4) Cakram Optik

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 0005/M-Dag/PER/4/2005 Dasar Hukum:

Mesin dan Peralatan Mesin yang dipergunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optic Isi (Mesin dan peralatan mesin untuk mastering). Bahan Baku yang dapat dipergunakan dalam proses produksi cakram optik kosong dan/atau cakram optik isi (Bahan Baku Poly Carbonate Optical Grade ). Cakram Optik , yaitu segala macam media rekam berbentuk


(51)

cakram yang dapat diisi atau berisi data dan atau informasi berupa suara, musik, film, atau data dan/atau informasi lainnya yang dapat dibaca dengan mekanisme teknologi pemindaian (scanning) secara optik menggunakan sumber sinar yang intensitasnya tinggi seperti laser (CD, VCD, DVD, LD, dsb)

(5) Bahan berbahaya

Bahan Berbahaya disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Dasar Hukum, B2 yang diatur tata niaga impornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 254/MPP/Kep/7/2000

(1) Penunjukan Importir Produsen (IP) B2 oleh Depertemen Perdagangan; atau

Perijinan Impor:

(2) Penunjukan Sebagai Importir Terdaftar (IT) B2 oleh Departemen Perdagangan disertai Surat Persetujuan Impor untuk setiap kali impor.

(6) Nitro Cellulose (NC)

Nitro Cellulose atau juga dikenal dengan cellulose nitrate, atau flash paper

adalah bahan yang mempuntai sifat sangat mudah terbakar, yang terbentuk dari proses nitrasi cellulose dengan nitric acid atau dengan agen penitrat kuat lainnya dengan proses sebagai berikut : 2HNO3+ C6H10O5 → C6H8(NO2)2O5 + 2H2O.


(52)

104

418/MPP/Kep/6/2003 tentang Ketentuan Impor Nitro Cellulose (NC) jo . Nomor: 662/MPP/Kep/10/2003

(7) Gula

Gula adalah Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar), Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar). Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugary adalah Gula yang dipergunakan sebagai bahan baku proses produksi, dengan ICUMSA minimal 1200 IU. Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) adalah Gula yang dipergunakan sebagai bahan baku proses produksi, dan memiliki bilangan ICUMSA maksimal 45 lU. Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) adalah Gula yang dapat dikonsumsi langsung tanpa proses lebih lanjut, dan harus memiliki bilangan ICUMSA antara 70 IU sampai 200 IU. Dasar hukum, Kep.Men. Perindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 Jo. Per.Men Perdagangan No. 18/M-DAG/PER/4/2007. Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importer Gula (IP) Gula. Impor Gula Putih (Plantation White Sugar) hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Terdaftar Gula (IT Gula). Dengan ketentuan sbb:

(8) Bahan peledak

Diatur dalam Kep.Men. Perindag No. 0230/MPP/Kep/7/1997 jo.Kep.Men. Perindag No. 0662/MPP/Kep/10/2003 Jo. 418/MPP/Kep/6/2003. Importir Terdaftar Bahan Peledak dan Surat Persetujuan Impor untuk tiap kali impor. Impor hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT) Importasi dan dapat


(53)

dilakukan setelah mendapat persetujuan impor dari Dirjen DAGLU setelah mendapat rekomendasi dari POLRI dan DEPHAN. Khusus untuk keperluan militer ditetapkan sendiri oleh Menteri Pertahanan.

(9) Mesin multifungsi berwarna

Mesin Multifungsi Berwarna adalah mesin yang dapat menjalankan dua fungsi atau lebih untuk mencetak, menggandakan atau transmisi faksimili, memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan mesin pengolah data otomatis atau jaringan yang dapat memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu warna. Mesin Fotokopi Berwarna adalah mesin fotokopi yang dapat memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu warna. Mesin Printer Berwarna adalah unit keluaran dari mesin pengolah data otomatis yang dapat memproduksi barang cetakan berwarna lebih dari satu warna. Dasar hukum terdapat pada, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/3/2007

Perizinan :

(1) Importir Terdaftar Mesin Multifungsi Berwarna, (2) Surat Persetujuan Impor Untuk Setiap Kali Impor (3) Laporan Surveyor Di Negara Asal

(10) Cengkeh

Yang dimaksud dengan cengkeh adalah cengkeh dalam keadaan buah utuh (pos tarif 0907.00.00.10) dan bunga dan tangkai (pos tarif 0907.00.00.20). Dasar hukum diatur dalam Kep. Menperindag No. 528/MPP/Kep/7/2002


(54)

106

Limbah Non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun. Dasar hukum terdapat pada Kep.Men. Perindag No. 0231/MPP/Kep/7/1997

Perizinan :

IP Limbah, IU Limbah, Laporan Surveyor (12) Komoditi wahib SNI

Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut SNI, adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional . Dasar hukum diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 14/M-DAG/PER/3/2007.

Dokumen Final yang dilampirkan pada PIB adalah SPB (Surat Pendaftaran Barang). Surat Pendaftaran Barang (SPB), adalah dokumen impor yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Republik Indonesia cq. Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang, yang digunakan sebagai salah satu dokumen yang wajib dilampirkan pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) (14/M-DAG/PER/3/2007)

(13) Alat Telekomunikasi

Diatur dalam PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA : No. 29 /PER/M.KOMINFO/ 09/2008 dan Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor: 102/DIRJEN/2008

Alat Telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi, yaitu setiap kegiatan pemancaran, pengiriman, dan atau


(55)

penerimaan dari setiap informasi, dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib melalui sertifikasi.

Sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang diterbitkan terdiri dari : (1) Sertifikat A, untuk pabrikan atau distributor;

(2) Sertifikat B, untuk importir atau institusi. Kelompok Alat Telekomunikasi

(1) kelompok jaringan network; (2) kelompok akses;

(3) kelompok alat pelanggan (Customer Premises Equipment/CPE);

(4) kelompok alat dan perangkat pendukung telekomunikasi.

Alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penelitian (riset), uji coba (field trial) dan atau penanganan bencana alam dengan ketentuansebagai berikut:

(a)tidak untuk diperdagangkan.

(b)dalam hal perangkat menggunakan spektrum frekuensi radio harus memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) sementara;

(c)waktu penggunaan perangkat paling lama 1 (satu) tahun.

(d)setelah waktu penggunaan sebagaimana dimaksud pada butir 3) berakhir, alat dan perangkat telekomunikasi wajib direekspor ke negara asal atau dapat dipergunakan kembali setelah melalui sertifikasi;


(56)

108

(e)alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pertahanan Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian RepublikIndonesia;

(f)alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk pengukuransarana telekomunikasi.

Ketentuan Sertifikasi

Masa berlaku sertifikat adalah 3 (tiga) tahun. Sertifikat wajib diperbaharui setelah masa berlakunya berakhir, kecuali jika alat dan perangkat telekomunikasi tidak lagi dibuat, dirakit dan atau dimasukkan untuk diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia. Penggantian sertifikat wajib dilakukan dalam hal :

(1) pemindahtanganan sertifikat kepada pihak lain; (2) perubahan nama badan usaha;

(3) perubahan alamat badan usaha; (4) sertifikat hilang;

(5) sertifikat rusak.

Pengaturan dan ketentuan mengenai larangan pembatasan impor ekpor di atas menunjukkan bahwa hal itulah yang menjadi acuan terhadap Badan Usaha dan Pelaku Usaha apabila mendapatkan fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang di Kawasan Ekonomi Khusus. Ketentuan di atas merupakan landasan bagi pihak penanam modal dalam melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia.

Mengenai barang apa saja yang dilarang untuk diekspor diatur dalam


(57)

Ekspor (“Permendag 44/2012”). Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permendag 44/2012, Menteri Perdagangan menetapkan barang-barang yang dilarang untuk diekspor dengan alasan:

1. mengancam keamanan nasional atau kepentingan umum termasuk sosial, budaya dan moral masyarakat;

2. melindungi hak atas kekayaan intelektual; 3. melindungi kehidupan manusia dan kesehatan; 4. merusak lingkungan hidup dan ekosistem; dan/atau

5. berdasarkan perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh Pemerintah.

Barang-barang yang dilarang untuk diekspor disebutkan dalam Lampiran Permendag 44/2012, dan barang-barang tersebut antara lain merupakan barang di bidang pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, industry, pertambangan, cagar budaya, dan barang yang masuk dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES Appendix I (Pasal 2 ayat [2] Permendag 44/2012). Eksportir dilarang untuk mengekspor barang-barang yang diatur Pasal 2 ayat (2) Permendag 44/2012 sebagaimana disebutkan lebih lanjut dalam lampiran (Pasal 3 ayat [1] Permendag 44/2012).93

93

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50b981c5bd24e/barang-barang-yang-dilarang-diekspor_diimpor


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, beberapa kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut :

1. Penanaman modal diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan menanamkannya ke usaha/proyek yang produktif baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain mendapatkan pengembalian modal awalnya dikemudian hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman modal dimaksud. Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

2. Pengadaan Kawasan Ekonomi Khusus merupakan amanat Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 31 tersebut menjelaskan bahwa untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus. Untuk itu pemerintah membentuk


(59)

sejumlah peraturan dalam hal mengadakan kawasan ekonomi khusus tersebut dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2009 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, dan peraturan perundangan lainnya yang mendukung penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus bertujuan untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah.

3. Untuk meningkatkan minat pihak penanam modal dalam melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia, maka pemerintah memberikan sejumlah fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus. Hal ini dapat dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus. Sejumlah fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi khusus menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus terbagi atas 6 bidang fasilitas dan kemudahan. Salah satu diantara ke 6 fasilitas dan kemudahan tersebut adalah fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang. Ketentuan larangan impor dan ekspor di Kawasan Ekonomi Khusus berlaku sesuai dengan ketentuan


(60)

112

peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor-dan ekspor. Pemasukan barang impor ke Kawasan Ekonomi Khusus belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang ekspor-impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari Kawasan Ekonomi Khusus ke tempat lain dalam daerah pabean berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya. Barang yang terkena ketentuan pembatasan impor-ekspor dapat diberikan pengecualian dan./atau kemudahan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini adalah :

1. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang menggunakan asas perlakuan yang sama/non diskriminasi harus menentukan secara tegas pembatasan terhadap pihak-pihak asing yang ingin melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia. Dan apabila sudah dikeluarkan pengaturan yang tegas terhadap pembatasan kegiatan penanaman modal di Indonesia oleh pihak asing, maka seharusnya prinsip-prinsip ataupun pengaturan pembatasan tersebut tidak hanya dijadikan sebagai peraturan tertulis belaka yang tidak dijalankan. Karena hingga saat ini masih ditemui kekhawatiran masyarakat terkait kebebasan pihak asing dalam melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia.


(61)

2. Dengan adanya penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, pemerintah harus lebih giat dalam memperhatikan dan menyelenggarakan kesejatheraan dan kemajuan pembangunan ekonomi di tiap tiap darerah, agar terjadi keseimbangan dan keserasian kesejahteran pembangunan ekonomi dalam tiap-tiap daerah.

3. Agar lebih menarik minat investor asing untuk melakukan penanaman modal di Indonesia, pemerintah harus lebih memikirkan fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan terhadap investor asing yang melaukukan kegiaatan penanaman modal di Indonesia. Dalam hal pemberian fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang, haru segera ditentukan ketentuan yang layak pembatasan di bidang impor, dan setelah ketentuan tersebut sudah terbentuk agar segera diberlakukan, sehingga tidak lagi disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.


(62)

BAB II

PENGATURAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Penanaman Modal

Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang atau modal.18 Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-sehari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable .19

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya bisa disebut dengan UUPM), keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan/disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2

18

Hasan Shadily, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo,2002), hlm.302.

19

Ida Bagus Rachmadi Suoanca, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2006),hlm.1.


(1)

KATA PENGANTAR

Segala kemuliaan, pujian dan ucapan syukur hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dari awal hinggal akhir pengerjaan skripsi ini. Terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua orangtua, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia” setelah sekian lama akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari, sebagai manusia biasa tidak akan pernah luput dari kesalahan, kerkurangan dan kekhilafan, baik dalam pikiran maupun perbuatan. Berkat bimbingan Bapak dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mengasuh serta membimbing Penulis sejak masuk bangku kuliah hingga akhir penulis skripsi ini, maka Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan ini ijinkan Penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih Penulis kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen


(2)

Pembimbing I yang telah banyak membantu Penulis dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterima kasih.

3. Bapak Syafruddin, S.H. M.D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O. K. Saidin, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang juga telah banyak membantu Penulis dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterimakasih.

8. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis semasa perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ddidikan dan ilmu yang bermanfaat kepada Penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera


(3)

Utara serta kepada pegawai-pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh keluarga besar, Ibu saya Maulina Simanjuntak, S.Pd, Ayah saya Amir Tambunan, Abang-abang saya yang terkasih, Oliver Francois Tambunan, SE.Ak. (Kementerian Keuangan Republik Indonesia), Evan Richardo Tambunan, S.H. (Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia), dan Marco Audrik Silverster Tambunan, S.Ked (Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan) yang selalu memberi dukungan dan motivasi serta membawa sukacita kepada penulis setiap saat.

11. Seluruh rekan-rekan stambuk 2012 yang merupakan teman akrab penulis yang telah banyak membantu selama ini. Putri Septika Silitonga, Tri Septa Purba, Bettiteresya Perangin-angin, Reni Hardianti Tanjung,Febrina Mahyar Lubis, Andreany Paola, Anita Nuzula, Arya Mulatua Manurung, Imanuel Carlos Tobing, Febrian Manurung dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Adik-Adik Kelompok Kecil Penulis (Joseph Tambunan, Ayu Simatupang, Ririn Tarigan, dan Jeremy Naibaho) yang memberikan banyak sukacita dan membantu Penulis lewat setiap doa doanya.

13. Kelompok Kecil Penulis (Kak Novika, Vinamya, Sylvia, Eka Sariati, S.H., dan Arjuna) yang telah memotivasi dan mendoakan penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.

14. Sahabat sejati, Ernest Aturani Lupitasari Simbolon, S.Ked., yang selalu ada untuk penulis baik suka maupun duka.


(4)

15. Teman-teman di luar kegiatan kampus, Luccas Anthonio Saragih (Fak. Teknik USU’12), Tulus Sidabutar (Fak. Teknik USU’12), Horas Nainggolan (Fak. Teknik USU’12), Ronald Frans Sidabutar (Fak. Teknik USU’12), Johannes Gultom (Fak. Teknik USU’12), Savudan Sihombing (Fak. Teknik US’12), Hebron Girsang (Fak. Teknik USU’12), dan Miska Sembiring (Fak. Teknik USU’12), Siska Elisabeth Sitompul (Fak. Pertanin ’13) yang memberikan banyak sukacita dan inspirasi kepada penulis.

16. Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat disebut satu-persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka. Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Kiranya damai sejahtera dari Tuhan senantiasa menyertai kita.

Medan, 19 Maret 2016 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penelitian ... 14

BAB II PENGATURAN PENANAMAN MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Pengertian dan Jenis-Jenis Penanaman Modal ... 16

B. Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal ... 22

C. Kebijakan Dasar Penanaman Penanaman Modal ... 26

D. Syarat-Syarat Dalam Penanaman Modal... 32

E. Fasilitas Penanaman Modal ... 46

F. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal ... 52

BAB III PENGADAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS


(6)

A. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Kawasan Ekonomi Khusus ... 56

B. Fungsi, Bentuk dan Kriteria Kawasan Ekonomi Khusus ... 61

C. Proses Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus ... 66

D. Badan Usaha Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus... 73

BAB IV PENGATURAN PEMBERIAN FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS A. Tujuan Pemberian Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus ... 80

B. Prosedur Pemberian Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus ...……….. 86

C. Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khsusus ...……… 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 110

B. Saran ... 112


Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia

5 47 148

Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia

0 0 11

Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia

0 0 1

Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia

0 2 23

Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia

0 0 30

Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

0 0 8

Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

0 0 1

Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

0 0 15

Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

0 1 40

Kajian Yuridis Terhadap Fasilitas dan Kemudahan Lalu Lintas Barang di Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal di Indonesia

0 0 3